• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPARASI PRAKIRAAN DOSIS INTERNA SECARA IN-VIVO DAN IN-VITRO. R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMPARASI PRAKIRAAN DOSIS INTERNA SECARA IN-VIVO DAN IN-VITRO. R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L Pusat Teknologi Limbah Radioaktif"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

ABSTRAK

PRAKIRAAN DOSIS RADIASI INTERNA SECARA IN-VIVO DAN IN-VITRO. Telah dilakukan prakiraan dosis interna secara in-vivo dan in-vitro, dengan metode perbandingan menggunakan data hasil analisis rutin dari pekerja radiasi di PPTN-Serpong. Perbandingan dilakukan terhadap hasil pengukuran pekerja radiasi menggunakan alat cacah seluruh tubuh (WBC) dengan hasil pengukuran contoh urin (dari pekerja radiasi yang sama) menggunakan γ-Spektrometri. Perhatian terutama ditujukan pada unsur radionuklida I-131 ( Eγ : 80,19 keV; 284,30 keV ; 364,48 keV; 636,98 keV dan 722,10 keV) yang relatif banyak terdeteksi pada pekerja radiasi, khususnya pada mereka yang bekerja di bidang produksi radioisotop. Hasil pengukuran dan perbandingan pada umumnya menunjukkan bahwa, untuk waktu pengukuran yang sama, hasil pengukuran in-vitro lebih kecil dibandingkan dengan hasil in-vivo dengan rentang orde perbandingan antara 1,5 sampai 24 kali. Hal ini disebabkan oleh sifat fisis,kimia serta pola retensi atau metabolisme radionuklida I-131 di dalam tubuh / organ, yang tentunya berlaku pula pada unsur yang lain.

ABSTRACT

ESTIMATION OF INTERNAL RADIATION DOSE BY IN-VIVO AND IN-VITRO.

Estimation of internal radiation dose by in-vivo and in-vitro had been done by intercomparison method using the results of routine monitoring as the data. Rdionuclide I-131 which emmits gamma radiation of 80,19 keV; 284,30 keV ; 364,48 keV; 636,98 keV and 722,10 keV was taken as radionuclide of interest, because this nuclide was detected in almost all of radioisotope production workers. The results of measurement and intercomparison indicated that, for the same counting time, in-vitro measurement results is less than in-vivo measurement results, with the range of differences in the order of 1,5 to 24. This differences is resulted from phisical and chemical characteristics and also the metabolic behaviour of iodine in the body/organ, which could also be applied to other radionuclides.

PENDAHULUAN

Pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja radiasi dilaksanakan dengan beberapa metode pemantauan, antara lain pemantauan dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi, baik radiasi eksterna maupun interna.

Pemantauan dosis radiasi interna dapat dilakukan dengan metode in-vivo maupun in-vitro. In-vivo adalah penentuan dosis atau aktivitas radionuklida di dalam tubuh /organ tubuh melalui pengukuran secara langsung menggunakan alat cacah seluruh tubuh atau whole body counter (WBC), sedangkan in-vitro adalah penentuan dosis interna secara tidak langsung dengan melakukan analisis terhadap contoh ekskreta, misalnya urin, feses atau keringat.

(2)

Kedua metode pemantauan tersebut dapat dilakukan secara individual maupun bersama, secara rutin atau periodik, dengan frekwensi pemantauan bergantung pada jenis nuklida yang dipantau serta jenis kegiatannya. Interpretasi hasil pemantauan dilakukan dengan didasarkan pada berbagai parameter yang mempengaruhi, antara lain sifat fisis dan kimia dari radionuklida terdeteksi serta pola metabolisme radionuklida di dalam tubuh.

Untuk mengetahui sejauh mana keakuratan pemantauan in-vivo dibandingkan dengan in-vitro, maka dilakukan komparasi hasil pemantauan. Komparasi dilakukan dengan menggunakan data hasil pemantauan rutin pekerja radiasi. Berdasarkan data yang ada, maka perhatian difokuskan kepada satu jenis radionuklida yang banyak terdeteksi, yaitu iodine-131 (I-131), yang terdeteksi pada sejumlah pekerja radiasi dari bidang produksi radioisotop. Data yang diperlukan dalam komparasi ini adalah aktivitas radionuklida ( satuan: Bq), prakiraan jumlah asupan radionuklida (intake) serta dosis yang dihasilkannya (satuan : mSv).

Dengan dilakukannya komparasi ini, dapat diketahui perbedaan yang dihasilkan melaui kedua metode tersebut, sehingga keputusan penggunaan salah satu metode, atau keduanya, untuk pemantauan rutin dapat dilakukan dengan penuh tanggung jawab.

METODE

BAHAN dan PERALATAN

Untuk melakukan kegiatan ini diperlukan beberapa bahan maupun peralatan cacah sebagai berikut :

1. Data hasil pemantauan rutin dengan in-vivo dan in-vitro

2. Alat cacah seluruh tubuh WBC-ACCUSCAN II buatan Cannberra, dengan detektor HpGe yang mempunyai efisiensi relatif 25 % dengan dimensi Ø 52,5 mm dan panjang 49,5 mm. Alat ini dilengkapi dengan sistem komputer dan perangkat lunak ABACOS-PC untuk analisis data hasil pencacahan

3. Alat cacah Spektrometer – γ dengan detektor HpGe yang mempunyai efisiensi relatif 10% dengan dimensi Ø 46 mm dan panjang 30 mm yang digunakan untuk pengukuran contoh urin. Perangkat lunak untuk analisis data hasil pencacahan adalah Gamma Track II.

TATA KERJA

Dosis radiasi interna dihitung berdasarkan hasil pemantauan, baik in-vivo maupun in-vitro, dengan parameter yang digunakan adalah hasil pengukuran berupa

(3)

jenis dan jumlah atau aktivitas radionuklida yang terdeteksi serta data pendukung lainnya. Pemantauan terhadap pekerja radiasi dilakukan secara periodik, dengan jadwal pemantauan yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk keperluan penelitian ini, waktu pemantauan dengan in-vivo disamakan dengan pemantauan in-vitro, dengan maksud untuk mendapatkan kondisi kerja yang sama sehingga hasil pengukuran dapat dibandingkan dengan benar.

Contoh hasil ekskresi yang digunakan adalah urin, karena urin dianggap cukup mewakili dan dapat menggambarkan kondisi metabolisme unsur dalam tubuh. Contoh urin dikumpulkan selama 2 (dua) hari kerja dengan volume minimal 250 ml. Contoh urin kemudian dicacah dengan menggunakan alat cacah spektrometer-γ selama minimal 60 menit. Data spektrum yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui jenis dan jumlah aktivitas radionuklida yang terdeteksi dengan bantuan perangkat lunak Gamma Track II.

Untuk pemantauan dengan in-vivo, pengukuran dengan menggunakan alat cacah WBC dilakukan selama minimal 10 menit per-orang. Data spektrum yang dihasilkan kemudian dianalisis dengan bantuan perangkat lunak ABACOS-PC untuk mengetahui jenis dan jumlah aktivitas radionuklida yang terdeteksi.

Setelah jenis dan jumlah radionuklida terdeteksi diketahui, dilanjutkan dengan perhitungan intake dan dosis. Perhitungan diawali dengan menghitung intake, yaitu jumlah radionuklida yang masuk ke dalam tubuh, baik melalui sistem pernafasan, pencernaan maupun luka yang terbuka. Perhitungannya didasarkan pada informasi waktu terjadinya intake dan data metabolic untuk setiap jenis radionuklida yang terdeteksi serta data distribusi , retensi serta ekskresi radionuklida. Retensi dan ekskresi radionuklida dinyatakan dalam bentuk fungsi matematis, yang merupakan fungsi waktu [1]. Sebagai contoh fungsi retensi R(t) untuk radonuklida iodin (125, I-131, I-133) :

R(t) = 0,33 e -2,8875t + 0,31 e -0,0060t + 0,018 e -0,063t (1) Sedangkan fungsi ekskresi E(t) dari iodin adalah :

Urin : Yu(t) = 1,9 e -0,693t/0,24 – 1,9x10-3 e -0,693t/11 + 1,9x10-3 e -0,693t/120 (2) Sedangkan intake dihitung dengan menggunakan rumus

In-vivo : I(t) = Q(t) x {(0,61 + 0,34 f1) x R(t) } -1 x exp (λRt) (3)

In-vitro (urin) : I(t) = E(t) x { (0,48 + 0,15f1) x Y(t) x Fu } -1 x exp(λRt) (4) Dengan Q(t) : jumlah aktivitas radionuklida yang terdeteksi WBC pada waktu t (Bq)

E(t) : konsentrasi aktivitas radionuklida yang terdeteksi dalam urin per hari

(4)

R(t) : fungsi retensi radionuklida dalam tubuh/organ Y(t) : fungsi ekskresi radionuklida dari dalam tubuh

f1 : fraksi elemen stabil fraksi elemen stabil yang masuk ke dalam darah dari saluran pencernaan

Fu : fraksi ekskresi urin dari ekskresi total

λR : konstanta peluruhan radionuklida = 0,693/T½ (hari-1)

t : rentang waktu antara intake dengan saat pengumpulan sampel atau pengukuran WBC

Selain dengan menggunakan rumus diatas, perhitungan intake dapat pula dilakukan dengan menggunakan Tabel dan Grafik fraksi aktivitas, baik fraksi retensi maupun fraksi ekskresi, yang diperoleh dari perhitungan berdasarkan pola metabolisme atau distribusi dan retensi radionuklida di dalam tubuh. Dari Tabel 1 dan Gambar 1 & 2 dapat dilihat fraksi aktivitas I-131 pada t =7 hari, untuk retensi dan eksresi dalam urin masing-masing adalah 1,4x10-1 dan 4,3x10-3, sehingga perhitungan intake menjadi :

In-vivo : I(t) = Q(t) / 1,4x10-1 Bq In-vitro : I(t) = E(t) / 4,3x10-3 Bq

Tabel 1. Fraksi retensi dan ekskresi nuklida I-131 yang digunakan dalam perhitungan Intake [1]

A. Pemantauan Rutin

Aktivitas tiroid Eksresi urin Interval Pemantauan T ( hari) Fraksi intake DIL (Bq) Fraksi intake DIL (Bq) 30 14 7 NA 1,1 x 10-1 1,4 x 10-1 NA 2,2 x 103 1,4 x 103 1,5 x 10-4 2,4 x 10-4 4,3 x 10-3 6,5 5,0 4,3 x 101 B. Pemantauan Khusus

Aktivitas tiroid Eksresi urin Interval Pemantauan T ( hari) Fraksi intake DIL (Bq) Fraksi intake DIL (Bq) 1 2 3 4 5 6 7 1,4 x 10-1 1,6 x 10-1 1,5 x 10-1 1,4 x 10-1 1,3 x 10-1 1,2 x 10-1 1,1 x 10-1 2,4 x 104 2,7 x 104 2,6 x 104 2,4 x 104 2,2 x 104 2,0 x 104 1,8 x 104 2,9 x 10-1 6,0 x 10-2 1,6 x 10-2 4,3 x 10-3 1,3 x 10-3 4,5 x 10-4 2,4 x 10-4 5,0 x 104 1,0 x 104 2,7 x 103 7,4 x 102 2,2 x 102 7,6 x 101 4,0 x 101

(5)

Catatan :

• NA : not applicable – interval pemantauan ini tidak sesuai dengan kriteria akurasi

• ALI = 2 x 106 Bq

Selanjutnya setelah intake diketahui maka dilakukan perhitungan dosis dengan menggunakan faktor konversi dosis(satuan : Sv/Bq) yang nilainya berbeda untuk setiap jenis radionuklida. Dosis yang dihitung adalah Dosis Terikat Efektif (DTE) atau Committed Effective Dose Equivalent. Untuk I-131, perhitungan dosis dengan faktor konversi dosis adalah : [1,2]

DTE = I(t) x 8,8x10-9 Sv

Komparasi hasil pemantauan in-vivo dengan in-vitro akan dilakukan dengan membandingkan hasil prakiraan intake dan dosis DTE yang dihitung dengan metode perhitungan tersebut. Berdasarkan data hasil pemantauan rutin selama ini, maka radionuklida I-131 akan digunakan sebagai unsur yang diperhatikan.

HASIL dan PEMBAHASAN

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan terhadap pekerja radiasi dengan alat cacah WBC dan pengukuran contoh urin dengan spektrometer-γ, diperoleh hasil bahwa radionuklida yang terdeteksi dalam contoh urin hanya I-131, sedangkan pada cacahan dengan WBC terdeteksi beberapa jenis nuklida, antara lain Cs-137, Zr-95, Nb-95 dan I-131. Agar komparasi dapat dilakukan maka dalam penelitian ini hanya nuklida I-131 yang diperhatikan. Pengumpulan contoh urin dilakukan pada saat yang bersamaan dengan waktu pencacahan WBC

Untuk menghitung dosis radiasi interna dari sejumlah aktivitas tersebut, diperlukan beberapa parameter dosimetri. Parameter utama adalah waktu terjadinya intake atau asupan radionuklida ke dalam tubuh. Karena penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara hasil in-vitro dengan in-vivo, maka perhitungan dosis dilakukan berdasarkan asumsi bahwa waktu intake pada 7 hari sebelum pengukuran. Dengan menggunakan rumus perhitungan (1) sampai (4) dengan t = 7 hari, maka prakiraan intake dan dosis yang diperoleh adalah sebagaimana yang ditampilkan dalam Tabel 2.

(6)

Tabel 2. Hasil perhitungan dosis interna dari radionuklida I-131 yang terdeteksi In-vitro In-vivo No . Nama/I D Aktiv. Bq/ml Intake (Bq) Dosis (mSv) Aktiv. (Bq) Intake (Bq) Dosis (Bq) Ket. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. HM/011 3 AS/00… NH/010 3 IY/01.. HF/0108 AD/0119 SA/0114 NK/0090 DF/0104 SH/00.. DH/00.. JS/0126 0,024 0,018 0,029 0,007 0,010 0,046 0,017 0,060 0,050 0,023 0,013 0,028 114,939 87,412 141,501 33,806 47,811 220,220 82,100 2873,487 23,664 111,559 61,816 135,223 0,003 0,002 0,004 0,001 0,001 0,006 0,002 0,072 0,001 0,003 0,002 0,003 241,80 773,04 69,74 59,28 38,08 139,11 88,26 4698,76 373,30 117,90 56,04 27,38 1727,14 5521,71 498,14 423,43 272,00 993,64 630,43 33562,5 7 2666,43 842,14 400,29 195,57 0,015 0,049 0,004 0,004 0,002 0,009 0,006 0,295 0,023 0,007 0,004 0,002 Asums i waktu intake t = 7 hari

Dari Tabel 2 terlihat bahwa hasil prakiraan intake maupun dosis dari in-vitro lebih kecil dibandingkan dengan hasil dari in-vivo, dengan rentang orde perbandingan antara 1,5 sampai 24 kali. Terjadinya perbedaan yang cukup besar ini dimungkinkan oleh adanya beberapa parameter yang mempengaruhi, antara lain metabolisme atau distribusi dan retensi radionuklida dalam tubuh (model dosimetri dan biokinetik), termasuk di dalamnya sifat fisis dan kimia radionuklida dan waktu pengumpulan contoh urin, faktor kalibrasi serta kemungkinan adanya kesalahan dalam perhitungan. 1. Distribusi dan Retensi radionuklida di dalam tubuh

Setiap radionuklida mempunyai perilaku yang berbeda di dalam tubuh, dengan pola distribusi dan retensi yang spesifik, bergantung pada sifat fisis dan kimia radionuklida tersebut. Hal ini dapat dilihat dari fungsi retensi dan ekskresi yang nilai parameternya berbeda untuk setiap radionuklida. Parameter yang mempengaruhi tersebut antara lain fraksi nuklida yang terserap dalam darah, fraksi retensi dalam organ, fraksi ekskresi dalam urin, waktu paro biologi serta solubilitas unsur. Untuk nuklida I-131 yang kita perhatikan disini, ketika unsur tersebut masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi, maka 0,63 bagian terdistribusi dalam kompartemen transfer atau darah dan sisanya dikeluarkan melalui ekshalasi. Kemudian 0,3 bagian dari yang ada dalam darah akan terdeposit dalam kelenjar tiroid dengan waktu paro biologi 80 hari sedangkan sisanya dikeluarkan melalui urin dengan waktu paro biologi 6 jam atau 0,25 hari. Contoh urin dalam analisis in-vitro dikumpulkan pada hari Senin pagi atau dua

(7)

hari setelah istirahat kerja, yang tentunya belum ada asupan tambahan ke dalam tubuh. Hal ini dapat berarti bahwa kandungan unsur yang dikeluarkan melalui urin telah mengalami peluruhan biologi beberapa kali sebelum pengumpulan contoh urin, sehingga apa yang kemudian ada dalam contoh sampel yang terkumpul pada hari Senin hanya sebagian kecil dari asupan awal. Sedangkan yang terdeteksi melalui pemantauan langsung dengan alat cacah WBC adalah kandungan unsur yang terdeposit dalam organ kritis I-131, yaitu tiroid, dengan waktu paro biologi cukup lama, 80 hari. Dengan demikian, untuk waktu pemantauan yang sama, unsur yang terdeteksi dalam urin jauh lebih kecil dibandingkan dengan dalam tiroid.

2. Faktor Kalibrasi

Kalibrasi alat cacah diperlukan untuk memperoleh hasil pengukuran yang akurat. Untuk alat cacah WBC dan Spektrometer-γ, kalibrasi dilakukan terutama untuk mengetahui respon detektor terhadap energi dan aktivitas radiasi γ yang diterimanya, atau disebut juga kalibrasi energi dan efisiensi. Selanjutnya hasil kalibrasi tersebut akan digunakan untuk analisis hasil cacahan, baik kualitatif maupun kuantitatif. Adanya kesalahan ataupun ketidakpastian dalam kalibrasi akan mempengaruhi hasil analisis. Kesalahan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sumber standar kalibrasi yang sudah banyak meluruh terutama untuk unsur dengan waktu paro pendek, geometri pencacahan, kondisi detektor maupun adanya gangguan dalam komponen elektronik alat cacah. Alat cacah WBC ACCUSCAN–II ini telah digunakan secara rutin sejak tahun 1990 sehingga terjadinya penyimpangan hasil sangat mungkin terjadi.

3. Faktor waktu

Yang dimaksud dengan faktor waktu ini adalah waktu yang digunakan dalam pengukuran pekerja radiasi menggunakan alat WBC ataupun contoh urin dengan menggunakan alat cacah Spectrometer-γ. Setiap personil dipantau selama 10 menit dengan alat WBC ACCUSCAN-II dengan posisi berdiri dan detektor bergerak mendeteksi dari ujung kepala hingga kaki, sedangkan contoh urin selama 60 menit/contoh. Untuk contoh urin dengan kemungkinan kontaminasi yang sangat kecil, waktu pencacahan selama 60 menit/contoh memang dirasakan sangat kurang, mengingat efisiensi detektor spectrometer-γ yang digunakan hanya sekitar 0,2 %, sedangkan untuk pencacahan dengan alat WBC, waktu 10 menit diperoleh dari hasil pengkajian awal dan cukup memberikan hasil yang menggambarkan kondisi subjek. Untuk unsur-unsur lain, terutama yang mempunyai faktor penyerapan ke dalam darah

(8)

<< 1, pencacahan contoh urin memerlukan waktu yang jauh lebih lama agar spektrum energi dapat terbentuk dengan sempurna.

4. Faktor kesalahan perhitungan

Nilai intake dan dosis yang tercantum dalam Tabel 2 adalah hasil perhitungan yang didasarkan pada metode perhitungan dalam acuan yang ada yaitu ICRP 30 dan 54. Perhitungan ini sangat bergantung pada waktu intake serta jenis atau ukuran partikulat unsur kontaminan. Dalam kenyataan di lapangan, informasi tersebut tidak selalu tersedia sehingga untuk keperluan perhitungan dosis, dibuatlah asumsi-asumsi, antara lain bahwa intake terjadi pada 7 hari sebelum pengukuran dan partikulat iodine diasumsikan sebagai aerosol dengan ukuran 1 µm AMAD, sesuai dengan rekomendasi ICRP [1,3]. Jika ternyata terdapat perbedaan dengan asumsi yang diambil, maka hasil perhitungan dan pengukuran akan menunjukkan perbedaan yang cukup berarti.

KESIMPULAN

Pemantauan dengan in-vivo memberikan hasil yang lebih pasti dan akurat terutama untuk unsur pemancar gamma yang mempunyai pola metabolik dengan faktor retensi pada organ kritis > 0,6. Hasil inipun sesuai dengan rekomendasi dari ICRP dan IAEA yang menyatakan bahwa metode pengukuran yang paling tepat untuk unsur iodin adalah dengan pengukuran langsung atau in-vivo [1,4].

Untuk unsur lain, yang mempunyai pola metabolik yang lebih rumit dengan waktu paro yang lebih panjang, metode pengukuran dengan analisis in-vitro dapat menjadi pilihan, terutama untuk unsur yang mengeluarkan energi radiasi β dan α. DAFTAR PUSTAKA

1. ICRP, Individual Monitoring for Intake of Radionuclides by Workers : Design and Interpretation, ICRP Publication No. 54, Pergammon Press, 1987.

2. ICRP, Dose Coefficients for Intakes of Radionuclides by Workers, ICRP Publication 68, Pergammon, Juli 1994.

3. Alexander Kaul, Prof.Dr., Internal Dose Assessment, “IAEA Interregional Post Graduate Education Course on Radiation Protection”, Argonne National Laboratory, USA, November 1995.

4. IAEA, Methods for Assessing Occupational Radiation Doses Due to Intakes of Radionuclides, Safety Report Series No. 37, Vienna, 2004

Gambar

Tabel 1. Fraksi retensi dan ekskresi nuklida I-131 yang digunakan dalam  perhitungan Intake [1]
Tabel 2. Hasil perhitungan dosis interna dari radionuklida I-131 yang terdeteksi    In-vitro In-vivo  No

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Setiarso (2006) proses penelitian dan pengembangan suatu ilmu dan teknologi tidak dapat dilepaskan dari kondisi tiga elemen dasarnya, yakni (1) komunitas ilmuwan dan

Kesimpulan dan saran : Setelah dilakukan sebaynyak 6 kali tindakan pada kondisi Post Fraktur Kompresi Vertebra Cervical 5 Frankle A dengan latihan breathing exercise, latihan

Hasil observasi awal yang telah peneliti lakukan bahwa dalam proses pembelajaran IPA, s iswa kelas IV SD Inpres Ana’ Gowa diantaranya adalah guru dalam proses pembelajaran

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi musik pada stres rawat inap pada anak usia sekolah di rumah sakit dr.Pirngadi Medan.. Desain penelitian

80% responden menyatakan bahwa keamanan di lokasi wisata cukup kondusif, dan sebanyak 65% pendapat untuk sarana dan promosi mencukupi.Berdasarkan datadalam pembahasan,

Reformasi administrasi perpajakan yang menyangkut aspek strategi organisasi, struktur organisasi, prosedur organisasi dan budaya organisasi telah mendorong kinerja pelayanan

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Syahrani (2006) substansi CO merupakan hasil gabungan karbon dan oksigen, dimana gabungan tersebut tidak mencukupi untuk

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyampaikan permasalahan yang dihadapi BAPETEN, khususnya Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir, Subdit