• Tidak ada hasil yang ditemukan

GEREJA MASEHI INJILI di TIMOR KLASIS ALOR TENGAH UTARA JEMAAT FANATING 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GEREJA MASEHI INJILI di TIMOR KLASIS ALOR TENGAH UTARA JEMAAT FANATING 2016"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

1

GEREJA MASEHI INJILI di TIMOR KLASIS ALOR TENGAH UTARA

“JEMAAT FANATING” 2016

Loth Botahala, S.T., M.Si. Antonius Karbeka, S.T.

Lukas Maukari Daniel Djasing

(2)

ii

“MENAPAK PERKEMBANGAN JEMAAT FANATING”

Oleh :

LOTH BOTAHALA, S.T., M.Si. ANTONIUS KARBEKA, S.T.

LUKAS MAUKARI DANIEL DJASING

Dibacakan (publikasi perdana) di hadapan para undangan yang menghadiri perayaan hari ulang tahun berdirinya GMIT Jemaat

Fanating yang ke-50 tahun pada tanggal 23 Maret 2016 di gedung gereja GMIT Jemaat Fanating

Penerbit :

GEREJA MASEHI INJILI di TIMOR KLASIS ALOR TENGAH UTARA

“JEMAAT FANATING” 2016

(3)

iii

PENGANTAR

Buku “Menapak Perkembangan Jemaat Fanating” ini di-buat pada tahun 2016 untuk memperingati 50 tahun diper-satukannya tempat-tempat kebaktian di kampung Fanating menjadi Jemaat Fanating.

Naskah dari buku ini dihimpun dari para narasumber secara individu dan terpisah dari segi waktu maupun tempat tinggal sejak tahun 1996 hingga 2016. Naskah ini telah di-seminarkan di depan para narasumber di gedung gereja jemaat Fanating (kecuali Alfonsus Botahala (alm) dan Abner Botahala) untuk keseragaman data sebanyak 3 kali pada Pebruari 2011 dan diseminarkan sebanyak 2 kali pada Pebruari - Maret 2016.

Sebagian naskah dari buku ini telah dibacakan pertama kali pada peringatan 45 tahun dipersatukannya tempat-tempat kebaktian di kampung Fanating menjadi jemaat Fanating dan naskah tersebut telah diarsipkan namun dalam perkembangan-nya perlu disempurnakan untuk kepentingan publikasi sebagai salah satu referensi bagi yang membutuhkannya.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pdt. Yandry I. Massu-Sennabu, S.Th. selaku Ketua Majelis Jemaat Fanating, tim menapak jejak penginjil yang dibentuk oleh pemuda GMIT Jemaat Fanating, dan para narasumber yang telah banyak membantu dalam penyelesaian naskah ini. Tiada hal yang terindah dapat kami persembahkan selain doa yang tulus selalu menyer-taimu dan keluargamu senantiasa.

Sangat disadari akan keterbatasan naskah dalam buku ini sehingga kritik dan saran untuk kemajuan bersama dan kesem-purnaan buku ini sangat diharapkan.

Fanating, Maret 2016

(4)

iv DAFTAR ISI Halaman SAMPUL i KETERANGAN ii PENGANTAR iii DAFTAR ISI iv BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II KEPERCAYAAN SEBELUM DAN SETELAH

KEKRISTENAN 3

2.1. SEBELUM KEKRISTENAN 3

2.2. KEKRISTENAN DI ALOR 4

2.3. KEKRISTENAN DI FANATING 5

BAB III PERKEMBANGAN TEMPAT-TEMPAT KEBAKTIAN

HINGGA JEMAAT DEWASA 8

3.1. KAMPUNG FANATING 8

3.2. KAMPUNG MALANGWI 8

3.3. KAMPUNG LOMALOHI 9

3.4. KAMPUNG WIKIKA 10

3.5. PENYATUAN TEMPAT KEBAKTIAN 10

3.6. PERIODE PELAYANAN PARA PELAYAN 16

BAB IV PENUTUP 24

DAFTAR PUSTAKA 25

(5)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Fanating adalah nama sebuah kampung yang se-sungguhnya berasal dari kata fena dan ayating. Secara harafiah, fena berarti kapok hutan dan ayating berarti rumah-rumah atau tempat tinggal atau perkampungan. Hal ini berawal dari upaya nenek moyang pada zaman itu dalam mencari tempat yang rata untuk mendirikan rumah-rumah atau perkampungan. Setelah itu, barulah mereka mendirikan mesbah sebagai pusat pemersatu ikatan atau hubungan kekerabatan dan juga sebagai pusat penyembahan.

Kampung Fanating dipimpin oleh seorang kepala kampung (dalam bahasa Fanating disebut Kapala) dan terdiri atas 2 suku yaitu Nabakika dan Kalati yang masing-masing dipimpin oleh kepala suku. Kampung Fanating terletak sejajar dengan kampung-kampung lain yaitu Malangwi, Murafui, Wikika, Felakanai, Aluokatau, dan Lomalohi. Sebagimana kampung Fanating yang terdiri atas suku-suku, demikian pula ke-6 kampung lainnya pun terdiri atas suku-suku. Kampung-kampung ini memiliki hubungan kekerabatan/kekeluargaan yang sangat erat dan kuat akibat adanya perkawinan serta semangat perdamaian1.

Untuk menjaga keutuhan kekeluargaan maka para pemimpin kampung dan pemimpin suku bersepakat membentuk suatu wilayah pemerintahan dengan nama Fanating dan dipimpin oleh seorang kepala yang posisinya lebih tinggi dari para pemimpin/kepala kampung (dengan nama dalam bahasa Fanating disebut Kapala Foka) yang membawahi

1

Menjadi ciri khas masyarakat Fanating sehingga wilayah Fanating bebas dari berbagai perang yang pernah terjadi, baik perang lokal maupun ... hingga perang dunia, sehingga dapat menjadi tempat perlindungan bagi kelompok masyarakat lain yang terancam akibat perang.

(6)

2 7 kampung (Fanating, Malangwi, Murafui, Wikika, Felakanai, Lomalohi, dan Aluokatau) dan masing-masing kampung memiliki kepala kampung. Ke-7 kampung ini terdiri atas 16 suku (Nabakika, Kalati, Lehieta, Ahalahieta, Murafui, Nabawati, Adiewati, Lomalohi, Tapalangwati, Ruihok, Kafoiwati, Lanhieta, Onhieta, Manihieta, Alohieta, Malihaiwati, dan suku-suku lain yang terbentuk akibat kawin-mawin maupun akibat perang, misalnya Ralowati, Lapihieta, Maluolahieta) dan masing-masing memiliki kepala-kepala suku pula. Oleh Raja Alor, jabatan

Kapala Foka dirubah menjadi Temukung (dalam bahasa

Fanating disebut Tamukung) sehingga jabatan kepala pemerintahan Fanating pun secara otomatis berubah.

Untuk efektivitas pelayanan pemerintahan dalam ketemukungan Fanating, ke-7 kepala kampung bersama Temukung dan para Kepala Suku bersepakat membentuk 4 kampung yang dikepalai oleh masing-masing 4 orang kepala kampung dalam ketemukungan Fanating dengan tidak menghilangkan nama asli dari masing-masing kampung. Adapun ke-4 kampung tersebut adalah Fanating (terdiri atas Nabakika dan Kalati), Malangwi (terdiri atas Malangwi dan Murafui), Lomalohi (terdiri atas Lomalohi, Tapalangwati, Lanhieta, Onhieta, Manihieta, Alohieta, Malihaiwati), serta Wikika (terdiri atas Adiewati, Ruihok, Kafoiwati). Setelah itu, perkembangan ketemukungan Fanating memasuki babak baru yaitu penyebaran aliran kepercayaan/agama yang dibawa oleh penjajah yaitu agama Kristen melalui pendidikan dan penginjilan.

(7)

3

BAB II

KEPERCAYAAN SEBELUM DAN SETELAH

KEKRISTENAN

2.1. Sebelum Kekristenan

Sebelum mengenal kekristenan, seluruh aspek kehidupan masyarakat Alor tidak dapat dipisahkan dari kepercayaan-kepercayaan. Pada umumnya seperti di daerah-daerah lain, masyarakat Alor percaya kepada dewa-dewa. Ada sesuatu yang dipercayai berada di tempat tertinggi dan dipandang sebagai “Yang Ilahi” atau “Yang Berkuasa” atau “Yang tidak kelihatan” dalam bahasa tandemotape2 disebut Mahtalla atau

Mahatalla yang dianggap keramat/sakral sehingga biasa

disebut pada peristiwa-peristiwa tertentu atau oleh orang-orang tertentu saja. Selanjutnya ada dewa yang dianggap tinggi dan disejajarkan dengan bulan (iya atau ved) dan matahari (wari atau oel), dipercayai sebagai pencipta, pemelihara, pemberi berkat, yang dikenal dengan nama “Aysala iya wari” atau “Asala iya wari3” atau “Oel Ved Lahtalla” atau “Oel Ved

Lahatalla”. Sedangkan kepercayaan terhadap dewa-dewa

rendah baik di darat maupun di laut adalah kekuatan gaib, makhluk halus, dan kekuatan sakti yang berada pada tempat-tempat tertentu, misalnya “timang” yang menguasai udara, “loki” yang menguasai darat/tanah, “urnakeng” yang menguasai air tawar, dan “fahai” yang menguasai laut. Sehingga dalam berbagai kegiatan (misalnya membuka lahan, berburuh, membangun rumah, dan lain-lain) atau pun berbagai kesulitan (misalnya penyakit, kecelakaan, bencana, dan lain-lain), selalu

2 Hamap, Petumbang, dan sekitarnya 3 Dalam bahasa hafuhibur (abui/afui)

(8)

4 diawali (permohonan) dan diakhiri (persembahan) dengan upacara di atas mesbah masing-masing suku dan dilanjutkan dengan pemberian sesaji pada tempat-tempat tertentu (misalnya pada pohon-pohon besar, batu-batu besar, gua-gua, mesbah, barang pusaka, patung-patung, dan lain-lain) yang dianggap keramat/sakral.

Kepercayaan inilah yang menjadi “kendaraan” pekabaran injil di Alor, walaupun pemahaman ini tidak tepat dan sangat keliru karena mensejajarkan Allah Tritunggal dengan 3 tingkatan kepercayaan tersebut di atas. Namun strategi ini sangat berhasil karena para pemberita injil dapat memberikan pemahaman yang sangat dalam, terutama tentang “Yang Ilahi”.

2.2. Kekristenan di Alor

Kekristenan di Alor bermula dari babtisan terhadap seorang anak dari Timor yang bernama Willem Hatsarani oleh pendeta Niks dari Kupang pada 22 Agustus 1901 di pantai Marya4 (dekat Lola). Selanjutnya terjadi beberapa kali babtisan di sana tetapi karena kurangnya pembinaan sehingga ada yang kembali jadi kafir dan ada yang masuk islam. Tahun 1906-1907 terjadi babtisan di Kolana. Karena seluruh rakyat Kolana dibabtis sehingga raja Kolana memperoleh penghargaan dari raja Belanda pada waktu itu. Setelah itu, Tahun 1910 terjadi babtisan di pantai Dulolong5 oleh pendeta berkebagsaan Jerman bernama S.D. William Bach6 dan yang dibabtis saat itu antara lain Lambertus Moata, dan pada tahun 1911 terjadi babtisan di Alor Kecil, di atas kapal Belanda. Selanjutnya, babtisan yang dilaksanakan pada tahun 1912 di Kalabahi menjadi awal penyebaran agama kristen di Alor. Mulai saat itu, dianjurkan untuk membuka sekolah yang memiliki dwifungsi

4

Banyak bambu 5 Kampung Raja

(9)

5 yaitu sebagai tempat menuntut ilmu sekaligus sebagai pos pemberitaan injil dan diwajibkan melaksanakan babtisan melalui sekolah-sekolah tersebut.

Berdasarkan anjuran tersebut maka kekristenan di Welai-Lembur dimulai dengan adanya pembukaan Volch School Maibeka di Kamurwal yang sekaligus sebagai pos penginjilan atau biasa disebut pos pekabaran injil oleh Pdt. Gebu pada tahun 19167 namun ditutup tahun 1918 karena adanya perang Fungwati yang dipimpin oleh sultan Maleilehi. Setelah itu, dibukalah Volch School Welai sekaligus sebagai pos pekabaran injil di Yafou oleh Pdt. A. A. Van Dalen tahun 1922, menghasilkan 2 orang yang melanjutkan sekolah ke Stovil (School tot Opleding van inlandsche Leeraren) atau sekolah guru di So’e yaitu Hermanus Manilehi yang pulang dan menjadi guru di Peitoko dan Nataniel Penpada yang menjadi guru di Nunkolo-Amanatun-So’e-TTS. Sekolah Welai ini ditutup pada tahun 19288 karena tidak adanya siswa akibat kebakaran yang menghanguskan rumah-rumah sehingga orang kembali ke gunung. Selanjutnya tahun 1939 guru Daud Tubulau dari Alor Timur membuka Sekolah Rakyat Ruilak sekaligus sebagai pos pekabaran injil di Ruilak, dengan guru Injil Bastian Abia Kande serta Pdt. Petrus Doeka9 sebagai pendeta wilayah Welai-Lembur

2.3. Kekristenan di Fanating

Berawal dari pendirian sebuah sekolah Belanda (Volch

School) Welai di Yafou oleh A. A. van Dalen10 pada tahun 1922,

dimulailah babtisan bagi beberapa orang anggota suku menjadi Kristen oleh Pdt. Lambertus Moata.

7

Pdt. J.H. Ten Kate menjadi pendeta pembantu di Alor-Pantar (1916-1917) 8 Pdt. Boeken Kruger menjadi pendeta pembantu di Alor-Pantar (1927-1930) 9

Menjadi Pdt. Wil. Welai-Lembur tahun 1939-1948 dan yang memberikan isyarat kepada guru Mislui dan keluarganya untuk pulang ke Kalabahi melalui Fanating

(10)

6 Beberapa orang dari ketemukungan Fanating yang turut dibabtis saat itu adalah:

 Dari kampung Fanating :

Markus Padafani, Petrus Padakari, Paulus Langlohi, Isak Atamau, Arnolus Lesina.

 Dari kampung Malangwi :

Lukas Ahalfani, Matius Botkafeli, Benyamin Atakari, Pither Botkafeli (Penruol), Musa Maukari, Ananias Mamakani.

 Dari kampung Lomalohi :

Moses Atamani, Markus Maukafola, Markus Maata, Daud Kamengmabi, Nataniel Malaipada.

 Dari kampung Wikika :

Daniel Kafolamau, Yesaya Atakari.

Setelah dibabtis, mereka dibimbing untuk memahami iman kepada Yesus Keristus. Setelah itu mereka kembali ke kampung dan menjadi orang Kristen pertama di kampung masing-masing, kecuali Markus Padafani ditugaskan melayani di Kafakbeka (saat itulah orang Kafakbeka mengenal perubahan peradaban) sedangkan Petrus Padakari ditugaskan melayani di Fungwati. Berbekal babtisan (bahasa Fanating disebut ya munuma mi bukai taha’ng tok), mereka mulai memberitakan tentang TUHAN secara pribadi dengan istilah “Asala Iya Wari hatakang mia” (Allah melebihi bulan dan matahari) dengan dibantu oleh seorang pelayan TUHAN yaitu guru injil Daud Belly (melayani pada 1922 – 1930), dilanjutkan oleh Pdt. Maroli dan diganti oleh Pdt. M. Ouwpoly (melayani pada 1930 – 1953).

Sejak tahun 1932, orang-orang kristen di Fanating mulai merencanakan dan mendirikan rumah kebaktian darurat di masing-masing kampung :

Kampung Fanating mandirikan rumah kebaktian di

(11)

7 Pelayan yang melayani pada tempat kebaktian tersebut adalah : Paulus Langlohi, Melianus Atakari, Yermias Langmaley dan koster Dafid Tifalaka.

Kampung Malangwi mendirikan rumah kebaktian di

Lekmelang.

Pelayan yang melayani pada tempat kebaktian tersebut adalah : Lukas Ahalfani

Kampung Lomalohi mendirikan rumah kebaktian di Kolayali.

Pelayan yang melayani pada tempat kebaktian tersebut adalah : Nataniel Malaipada, Markus Maata, dan Markus Maukafola dan Syamas Moses Atamani.

Kampung Wikika mendirikan rumah kebaktian di Wikukulek.

Pelayan yang melayani pada tempat kebaktian tersebut adalah : Lukas Ahalfani.

Dengan berbagai keterbatasan yang dimilikinya, para pelayan memberitakan Injil dengan penuh semangat hingga semua warga bertobat dan bergabung di tiap rumah kebaktian yang telah didirikan pada masing-masing kampung.

(12)

8

BAB III

PERKEMBANGAN TEMPAT-TEMPAT KEBAKTIAN

HINGGA JEMAAT DEWASA

Seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat, serta aktivitas masya-rakat dalam upaya mempertahankan hidup maka rumah kebaktian pun mengalami perkembangan / berpindah tempat sebelum ke pantai.

3.1. Kampung Fanating

Tahun 1940 tempat kebaktian di Momotmasang dipindahkan ke Hapongwei agar warga Ataifui dan warga Ruilak11 bisa beribadah bersama-sama. Pelayan saat itu Pither Ahalpada, Paulus Jenmakani, dan Matias Maufani12. Sedangkan pendeta yang melayani ke sana adalah Pdt. Daud Belly, Pdt. Maroly, dan Pdt. M. Ouwpoli Selanjutnya, tahun 1945 warga kampung Fanating mulai turun dan menetap di pantai (Yarukal), hingga tahun 1951 bergabung bersama warga kampung Malangwi yang melaksanakan kebaktian di Karfuri.

3.2. Kampung Malangwi

Tahun 1923 warga kampung Malangwi melakukan kebaktian di Murafui yang dilayani oleh Pdt. Petrus Doeka dengan menggunakan Mesbah sebagai tempat pemberitaan injil. Pelayanan kebaktian berlanjut hingga tahun 1937 pelayanan dipusatkan di Wikukulek.

11 Warga ketamukungan Liktai/Likutau dan Warga ketamukungan Foleng/Bolelang 12 Dari Ruilak, ketamukungan Foleng/Bolelang

(13)

9 Setelah itu, warga kampung Malangwi memindahkan tempat kebaktian dari Murafui ke Lekmelang dan pada tahun 1947 dilaksanakan babtisan masal oleh Pdt. Anderias Ruben Peni13 dan surat babtis ditandatangani oleh Pdt. M. Ouwpoly. Anggota babtis saat itu antara lain Kain Lauata dan Ayub Atakari. Seiring berjalannya waktu, tahun 1950 warga kampung Malangwi berangsur-angsur turun ke pantai, sehingga tahun 1951, menggunakan rumah Lukas Ahalfani di Karfuri sebagai tempat kebaktian.

3.3. Kampung Lomalohi

Tahun 1949 gereja di Kolayali diresmikan oleh Pdt. Anderias Ruben Peni yang dihadiri oleh Raja Alor Ahmad Bala Nampira. Selanjutnya Nataniel Malaipada ditahbiskan oleh Pdt. Ruben Peni menjadi guru Injil. Sedangkan pelayan pada waktu sebelum Nataniel Malaipada ditahbiskan menjadi guru Injil adalah Abraham Lakamau dan Markus Kafolamau14. Sementara itu, pada tahun 1951 gereja Kemah Injil masuk ke Lomalohi dan dibatalkan oleh guru jemaat Marthen Djasing Amarang dan seorang anggota Heiho bernama Marthen Onmau.

Tahun 1957 gereja Kolayali terbagi dua yaitu di Fuifoka dilayani oleh Markus Maata, Markus Maukafola, dan Matias Karbeka, sedangkan di Baleanu dilayani oleh Nataniel Malaipada. Sementara itu terbentuk juga gereja di Alowtamal (1957 – 1960) oleh sebagian warga Wikika yakni dari suku Ruihok dan Kafoiwati, sebagian warga Felakanai serta sebagian warga Lomalohi yakni dari suku Manihieta dan suku

13

Menjadi Pdt. Wil. Welai-Lembur tahun 1948-1955 dan selanjutnya dipindahkan ke Pantar. Tahun 1960 menjadi Pdt. Wil. Mahuting yang berpusat di Aikoli, sedangkan Wil. Lembur dilayani oleh Pdt. Daniel Anie. Pdt. Anderias Ruben Peni meninggal dunia tahun 1967 sehingga pelayanan di Mahuting dilanjutkan oleh Pdt. Marthen Majeni.

(14)

10 Lomalohi yang dilayani oleh Lukas Ahalfani dan Matias Karbeka dengan koster Ananias Manilani.

3.4. Kampung Wikika

Tahun 1937, ke-4 tempat kebaktian di gunung yaitu Momotmasang, Lekmelang, Kolayali, dan Wikukulek dipusatkan di Wikukulek atas prakarsa dan kerjasama 3 orang pendeta yaitu Pdt. Broeken Kruger, Pdt. Petrus Doeka, dan Pdt. Maroly, serta ditandai dengan babtisan masal yang dipimpin oleh Pdt. M. Ouwpoly. Selanjutnya, tahun 1950 warga kampung Wikika berangsur-angsur ke pantai dan meng-gabungkan diri dengan gereja Beawatang.

3.5. Penyatuan Tempat Kebaktian

Tahun 1937, sebanyak 30 kepala keluarga dari suku Hamap yang terdiri atas 28 kepala keluarga Kristen dan 2 kepala keluarga Islam dari pantai Dulolong dipindahkan ke Fahaituku, pantai Fanating oleh raja Umar Watang Nampira. Di Fahaituku, mereka membentuk suatu perkumpulan keluarga dengan nama Be-Watang15 dan mendirikan sebuah tempat perkumpulan untuk pertemuan rutin. Pertemuan yang biasanya diawali dan diakhiri dengan doa bersama, akhirnya diubah menjadi kebaktian dengan menggunakan nama perkumpulan sebagai nama tempat kebaktian dengan lokasi sekarang milik Baliraya Group. Utusan Injil yang melayani saat itu adalah Pither Bella, Syamas: Lodiwyk Obilape dan Thomas Lothare, Koster: Soleman Yeremias Beltaat yang sering bergantian dengan Hasan Kida (Dopong).

Dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi yang terjadi sejak tauh 1942 oleh bangsa Jepang mengakibatkan 24

15 Karena adanya perbedaan cara pengucapan/dialek, akhirnya tempat kebaktian Be-Watang lebih dikenal dengan sebutan gereja Beawatang

(15)

11 kepala keluarga secara bertahap kembali ke Hamap dan hanya 6 kepala keluarga yang menetap yaitu: Lodiwyk Obilape bersama keluarga, Saul Airtang bersama keluarga, Thomas Lotare bersama keluarga, Hasan Kida bersama keluarga, Asly Lobang bersama keluarga, dan Abia Lalahal bersama keluarga. Dengan situasi dan kondisi kehidupan yang sangat sulit ini, utusan injil Pither Bella berkhotbah tentang Goliat dan Daud membuat orang Jepang (Nipon) tersinggung sehingga Pither Bella, Lodiwyk Obilape, dan Soleman Yermias Beltaat dimasukkan ke penjara selama 2 minggu mengakibatkan gereja Beawatang dipindahkan ke Watakaru tahun 1945. Untuk mendukung pelayanan di gereja Beawatang maka pada tahun 1947, Utusan Injil Marthen Djasing Amarang dipindahkan dari Alalau ke gereja Beawatang dengan wilayah pelayanan gereja Beawatang, Mahuting, Fekameng, Kuyamasang, Ruilak, Aikoli, Mola, Mebung, Kamengtakali, dan Wikukulek.

Pada tahun 1950, muncul suatu gagasan dari Pdt. Petrus Doeka kepada warga di gunung agar turun ke pantai yang dilandasi dengan suatu ilustrasi yaitu warga yang di gudang (bahasa Fanating disebut kadang) harus turun ke halaman (bahasa Fanating disebut Sye Uwo) untuk melihat pemandangan di sekitarnya yang begitu indah. Maknanya bahwa warga yang di gunung harus turun ke pantai untuk menyaksikan dan mengalami perkembangan kehidupan.

Tahun 1951, tempat kebaktian gereja Beawatang di Watakaru dipindahkan ke lokasi milik bapak Lambertus Ahalfani. Setelah tempat kebaktian dipindahkan ke pantai (sekarang tanah milik Betel Airtang) tahun 1953, warga/jemaat dari ke-5 tempat kebaktian (Beawatang, Momotmasang, Lekmelang, Kolayali, dan Wikukulek) yang berada di pantai, secara resmi dihimpun menjadi satu jemaat dan menggunakan gereja Beawatang sebagai tempat kebaktian bersama. Selanjutnya pada tahun yang sama, dilaksanakan peneguhan

(16)

12 sidi pertama dan nikah pertama yang dilayani oleh guru jemaat Marthen Djasing Amarang. Adapun peserta sidi saat itu antara lain Thomas Lothare, Abraham Padalani, Mateus Atakari, Alfonsus Botahala, dan peserta sidi lainnya, sedangkan pasangan nikah saat itu antara lain Lodiwyk Obilape dan isteri, Yermias Ufetang dan isteri, Musa Malaikalong dan isteri, Abraham Padalani dan isteri, serta pasangan nikah lainnya. Tahun 1955, tempat kebaktian ini dijadikan sebagai Tempat Pemungutan Suara untuk Pemilihan Umum pertama di Indonesia, dan pada tahun 1956, dilakukan sakramen baptisan kudus yang dipimpin oleh Pdt. Masay16. Anggota babtis saat itu antara lain Lukas Maukari dan Frans Lans Djasing.

Beberapa bulan kemudian, di bawah pimpinan Paulus Langlohi dan Pither Ahalpada dengan utusan Injil Mathias Lauseni, kampung Fanating menarik diri dari gereja Beawatang dan mendirikan tempat kebaktian di Song Afeng, akibat terjadi pemukulan terhadap Alfonsus Botahala oleh Pither Manilani saat kebaktian sedang berlangsung. Pelayan pada tempat kebaktian Song Afeng yaitu Mathias Lauseni, Pither Ahalpada, Paulus Langlohi, Markus Atamau, dan Arkalaus Atakari. Selanjutnya lokasi tempat kebaktian kampung Fanating di Song Afeng dipindahkan ke depan jalan raya17 atas prakarsa dan kesepakatan para orang tua pada tahun 196318.

Tahun 1957 tempat kebaktian gereja Beawatang dipindahkan ke tanah milik Asli Lobang (sekarang rumah Djumo Elanu). Yang melayani saat itu adalah Marthen Djasing Amarang, Lodiwik A. Obilape, Thomas Lothare, Abraham Padalani, Mathias Atakari, Nataniel Malaipada, dan Markus Maata, dengan koster Matheos Atakari. Pada saat itu guru

16

Menjadi Pdt. Wil. Welai-Lembur tahun 1955-1960 dan selanjutnya dipindahkan ke Probur.

17 Tanah milik Paulus Fanmani. Sekarang rumah bapak Pdt. Yohanis Fanmani yang waktu itu ditukar dengan lahan keluarga di kampung Fanating tetapi diambil kembali oleh pemiliknya karena alasan-alasan yang sangat mendasar.

(17)

13 jemaat Christofel Abia Kande sebagai ketua Wipa Mahuting sehingga dapat mengatur pelayanan, termasuk menugaskan guru Matias Akankari melayani di gereja Beawatang dengan topik khotbah saat itu “opa mia hopalatil he, nopa mia hopalatil

he”.

Awal tahun 1965 Alfonsus Botahala mendirikan sekolah dan menggunakan tempat kebaktian kampung Fanating seba-gai tempat belajar sementara, sambil mengupayakan pem-bangunan gedung sekolah di Malangwi19. Pada akhir tahun 1965, proses pembangunan gedung sekolah sedang ber-langsung, warga kampung Lomalohi dibawah pimpinan Markus Maukafola menarik diri dari gereja Beawatang akibat adanya kesalahpahaman antara warga kampung Lomalohi dan warga kampung Malangwi. Selanjutnya warga kampung Lomalohi melaksanakan kebaktian sementara di bawah pohon sambil mengusahakan tempat kebaktian resmi.

Bertepatan dengan situasi politik yang tidak menentu dan cenderung memecah belah kesatuan warga dan wilayah20, sehingga pada akhir tahun 1965 atas prakarsa Petrus Padakari (Padakari), dilaksanakan pertemuan di Felakanai (rumah Pelipus Malaisari) untuk menyelesaikan konflik dan selanjutnya dilaksanakan pertemuan di rumah Musa Malaikalong untuk membahas penyatuan 3 gereja (Fanating, Beawatang, dan Lomalohi), dan kelanjutan pembangunan gedung sekolah.

Adapun peserta pertemuan saat itu terdiri atas Temukung, para kepala kampung, para kepala suku, dan tokoh-tokoh gereja/masyarakat, antara lain : Penfani (Petrus Botahala), Petrus Padakari, Padama, Lekpada, Melianus Ahalfani (Manikari), dan yang lainnya (dari kampung Fanating); Benyamin, Matias Atakari, Ananias Mamakani, Luther Fankari, Melkias Kamaukari, Karel Atakari, dan yang lainnya (dari

19 Sekarang lokasi gereja

(18)

14 kampung Malangwi); Markus Maukafola, Markus Maata, Musa Malaikalong, Daud Kamengmabi, Pilipus Malaisari, dan yang lainnya (dari kampung Lomalohi); serta Daniel Kafolamau, Marthen Djasing Amarang, Pither Manilani, Lodiwyk Obilape, Karel Maata, dan yang lainnya (dari kampung Wikika). Namun dalam pertemuan tersebut tidak menemui suatu kata sepakat.

Pada bulan Januari 1966 terbit surat edaran dari DGI21 yang isinya antara lain menyatakan bahwa “dianjurkan kepada

semua gereja di Indonesia, baik yang utuh maupun terpecah agar bersatu kembali untuk menjaga dan mencegah terjadinya bahaya laten yang mengancam bangsa dan negara serta gereja”. Atas dasar tersebut maka Petrus Padakari mendesak

untuk dilanjutkan pertemuan sehingga pada awal Maret 1966, pertemuan dilanjutkan di Karfuri (di rumah Musa Botkafeli) dengan agenda yang sama. Pertemuan tersebut diawali dengan menyanyikan pujian dari 22Tahlil 25: 1 dengan judul: “Syurut Penghantaran Allah” dan doa pembukaan oleh Mathias Atakari. Hasil pertemuan tersebut adalah:

 Menolak terjadinya konflik antar kampung dengan alasan apapun.

 Penyatuan 3 gereja menjadi 1 gereja dengan nama “gereja/jemaat Fanating” dengan batas-batas sesuai batas wilayah pemerintahan ketemukungan Fanating.

 Menggunakan gedung sekolah yang sedang dibangun untuk tempat kebaktian

 Membangun gedung sekolah yang baru

 Membentuk dan menetapkan Majelis jemaat yaitu:

21 Dewan Gereja-Gereja Indonesia dengan ketua Dr. Leimena

(19)

15

Jabatan Nama

Pelayan/guru jemaat : Marthen Djasing Amarang

Guru Injil : Mathias Lauseni

Penatua : Alfonsus Botahala, Mathias Atakari, Nataniel Malaipada, Karel Maata

Syamas : Ferdinan Atakari, Arkalaus Atakari, Melianus Ahalfani, Markus Maata,

Lodiwyk Obilape

Setelah memperoleh kesepakatan tersebut, pertemuan diakhiri dengan menyanyikan pujian dari Tahlil 72: 1 dengan judul “Kekayaan hati orang Masehi” dan doa penutup oleh Marthen Djasing Amarang.

Menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut, maka pada hari Rabu, tanggal 23 Maret 1966 dilaksanakan kebaktian makan baru bersama di gedung sekolah23. Kebaktian ini dipimpin oleh Domini Laho.24 Kebaktian ini dihadiri oleh Pdt. Wetangtere dan “Badan Kerja Klasis (BKK) Alor-Pantar” antara lain

1) Pimpinan umum, Domini J. A. Adang, S.Th.

2) Pimpinan bagian pekabaran injil, Pdt. F. Pulinggomang

3) Pimpinan bagian kemakmuran warga gereja, Pdt. Chr. K. Dakamoli

4) Pimpinan bagian Oikonomia, Pdt. S. L. Oiladang 5) Kepala Tata Usaha, J. Deel-Tele

Dengan demikian maka tanggal 23 Maret ditetapkan sebagai hari dipersatukannya gereja-gereja pada tiap kampung di Fanating menjadi “Mata Jemaat Fanating”, dalam Wilayah Pelayanan (Wipa) Mahuting klasis Alor Barat Laut25.

Fondasi gereja sendiri telah dikerjakan pada April 1961oleh 3 kampung yaitu Malangwi, Lomalohi, dan Wikika, di atas tanah keluarga Atakari26 yang telah menyerahkan tanah kepada pihak gereja. Pembangunan gedung gereja dimulai

23 Lokasinya di depan gereja Fanating 24

Pendeta dari gereja karismatik yang bekerja sama dengan Domini J.A.Adang, S.Th. dalam pekabaran injil 25 Klasis ABAL dibentuk tahun 1966

(20)

16 tahun 1967 dengan 2 tahapan pengatapan yaitu tahap I meng-gunakan alang-alang tahun 1968 dan tahap II mengmeng-gunakan seng tahun 1974.

3.6. Periode Pelayanan Para Pelayan

Mata Jemaat Fanating yang berada dalam wipa Mahuting klasis Alor Barat Laut mengalami berbagai tahapan proses untuk peningkatan iman jemaat, dan sebagai wujud nyata iman jemaat terhadap perkembangan pelayanan dalam pemberitaan injil.

3.6.1. Periode 1966 - 1986

Pada periode ini diawali oleh guru jemaat Marthen Djasing Amarang dan guru injil Mathias Lauseni serta dilanjutkan oleh utusan injil Fanseni sampai tahun 1969. Dalam periode ini pula dibuka lokasi Asabuana (1966) dan lokasi Parama Ubaya Fanating untuk Sekolah Theologia Parama Rambu yang diubah namanya pada tahun 1968 menjadi Perguruan Theologia Mardhi Wacana (1966 – 1989). Perguruan Theologia Mardhi Wacana telah menghasilkan lulusan-lulusan yang sangat membantu dalam pelayanan pemberitaan injil hingga saat ini.

Tahun 1970 utusan injil Mathias Lauseni bersama Mikael Mobila melayani di Fanating. Tahun 1977 pelayanan di Fanating diambil alih oleh ketua Wipa Mahuting Barat Pdt. M. M. Kartunggu Ani, yang saat itu berpusat di gereja Imanuel Ruilak untuk mengatur pelayanan selanjutnya hingga tahun 1986.

3.6.2. Periode 1986 – 2003

Periode pelayanan Pdt.Th. Kartunggu, Sm.Th. yang dimulai pada 13 Mei 1986 merupakan periode pelayanan terlama di Fanating yaitu 4 periode pelayanan berdasarkan ketentuan Majelis Sinode GMIT yaitu periode 1986 – 1990,

(21)

17 periode 1990 – 1995, periode 1995 – 1999, dan periode 1999 – 2003.

Pada periode 1986 – 1990, Pdt. Th. Kartunggu, Sm.Th. mengarahkan pelayanannya pada 2 bidang pelayanan yaitu pelayanan fisik dan pelayanan pembentukan iman jemaat. Pada pelayanan fisik mulai dari penyelesaian kasus-kasus yang berhubungan denga iman jemaat, pembuatan konsep bangunan baru jemaat, sampai peletakan batu pertama gedung gereja pada 31 Oktober 1990, sedangkan pelayanan pem-bentukan iman jemaat dititik beratkan pada katekisasi dan sidi masal, nikah masal, pembinaan PAR (KA-KR)

Komposisi susunan organisasi pada periode 1986 – 1990 adalah sebagi berikut :

 Ketua Majelis Jemaat : Pdt. Thomas Kartunggu, Sm.Th.

 Wakil ketua : Pnt. J. D. Airtang

 Sekretaris : Pnt. J. Waang Sir

 Wakil Sektretaris : Pnt. Agustinus Padakari

 Bendahara : Pnt. S. H. T. Maure

Pelayanan pada periode 1990 – 1995 diarahkan kepada pelayanan fisik dalam konteks iman yaitu pembenahan komplek gereja dan administrasi gereja dengan tetap melaksanakan pelayanan sakramen.

Komposisi susunan organisasi pada periode 1990 – 1995 adalah sebagi berikut :

 Ketua Majelis Jemaat : Pdt. Thomas Kartunggu, Sm.Th.

 Wakil ketua : Pnt. J. D. Airtang

 Sekretaris : Pnt. J. Waang Sir

 Wakil Sektretaris : Pnt. M. L. Padakari

 Bendahara : M. A. Karbeka (non majelis)

Pada periode 1995 – 1999 pelayanan diarahkan kepada pelayanan fisik dalam konteks iman yang bertumbuh dengan memberikan dorongan atau semangat kepada jemaat untuk memperhatikan pendidikan anak menjadi hal utama / prioritas.

(22)

18 Komposisi susunan organisasi pada periode 1995 – 1999 adalah sebagi berikut :

 Ketua Majelis Jemaat : Pdt. Thomas Kartunggu, Sm.Th.

 Wakil ketua : Pnt. M. K. Duka

 Sekretaris : Pnt. J. D. Airtang

 Wakil Sektretaris : Pnt. R. M. Duka

 Bendahara : Pnt. Yunus Karbeka, Sm.Hk.

Pelayanan pada periode 1999 – 2003 diarahkan pada peningkatan iman jemaat yang telah dibina selama ini. Pada periode inilah mata jemaat Fanating yang berada dalam Wilayah Pelayanan Mahuting Barat Klasis Alor Tengah Utara27, akhirnya memperoleh SK. Majelis Sinode GMIT sebagai

Jemaat Dewasa pada 20 Juli 199928 .

Komposisi susunan organisasi pada periode 1995 – 1999 adalah sebagi berikut :

 Ketua Majelis Jemaat : Pdt. Thomas Kartunggu, Sm.Th.

 Wakil ketua : Pnt. J. D. Airtang

 Sekretaris : Pnt. R. M. Duka

 Wakil Sektretaris : Pnt. M. L. Padakari

 Bendahara : Pnt. I. B. Plaikol

Personil gugus pada GMIT jemaat Fanating periode 1986 – 2003 adalah sebagai berikut :

 Koordinator gugus I, II, III, IV berturut-turut : Pnt. Marthen Padapeni, Pnt. Musa K. Duka, Pnt. Y. S. Maudemang, dan ---- selanjutnya Pnt. I. B. Plaikol

 Ketua gugus I, II, III, IV berturut-turut : Paulus Fanmani, Bernadus Mahala, Lukas Malufana, dan Albertinus Alokawati.

 Penggerak gugus I, II, III, IV berturut-turut : ----, Menase Bella, Mikael Maata, Bernadus Maukama

27 Klasis ALTAR dibentuk tahun 1982 dan WIPA Mahuting Barat dibentuk tahun 1984 28 Nomor 029/SK/MG-GMIT/1999 yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 1999.

(23)

19 Pelayanan Pdt. Thomas Kartunggu berakhir pada 15 Maret 2003 dan diambilalih oleh KPWK sampai ada pengganti Pdt. Thomas Kartunggu, Sm.Th.

3.6.3. Periode 2004 – 2008

Pdt. Marleni Dimu-Here, S.Th. memperoleh mutasi dari Majelis Sinode GMIT untuk melayani di jemaat Fanating melanjutkan pelayanan dari Pdt. Thomas Kartunggu, Sm.Th.

Dalam masa tugas pelayanannya, Pdt. Marleni Dimu-Here, S.Th. lebih menekankan kepada pendewasaan iman melalui pelayanan mimbar.

Komposisi susunan organisasi pada masa ini adalah sebagi berikut :

 Ketua Majelis Jemaat : Pdt. Marleni Dimu-Here, S.Th.

 Wakil ketua : Pnt. J. D. Airtang

 Sekretaris : Pnt. R. M. Duka

 Bendahara : Sofia Atamau-Penmau

Personil gugus pada GMIT jemaat Fanating periode 2004 – 2008 adalah sebagai berikut :

 Koordinator gugus I, II, III, IV berturut-turut : Marthen Padapeni, Marthen J. L. Meda, Amd., Y. S. Maudemang, dan I. B. Plaikol

 Ketua gugus I, II, III, IV berturut-turut :  Penggerak gugus I, II, III, IV berturut-turut :

3.6.4. Periode 2008 – 2013

Pdt. Ina Adriana Sir-Tiluata, S.Th. memperoleh mutasi dari Majelis Sinode GMIT untuk melayani di jemaat Fanating menggantikan Pdt. Marleni Dimu-Here, S.Th.

(24)

20 Dalam masa tugas pelayanannya, Pdt. Ina Adriana Sir-Tiluata, S.Th. lebih menekankan kepada pendewasaan iman melalui tata kelolah organisasi gereja. Hal-hal lain yang pernah dilaksanakan antara lain Mengupayakan adanya penyusunan sejarah jemaat Fanating dan telah dibacakan pada hari ulang tahun Jemaat Fanating tahun 2011, Mengupayakan penerbitan sertifikat tanah gereja dengan merekomendasikan 3 orang majelis untuk mengurus surat hibah dan sertifikat tanah gereja, dan Membangun fondasi rumah pastori jemaat Fanating yang pembangunan-nya telah dilanjutkan oleh Pdt. Yandry Imelda Masu-Sennabu, S.Th.

Komposisi susunan organisasi pada masa ini adalah sebagi berikut :

 Ketua Majelis Jemaat : Pdt. Ina Adriana Sir-Tiluata, S.Th.

 Wakil ketua : Pnt. J. D. Airtang

 Sekretaris : Pnt. Edi Edison Karbeka

 Wakil Sektretaris : Pnt. Yabes Semuel Atamani

 Bendahara : Pnt. Yumina Karpada-Moresi

 Wakil bendahara : Pnt. Mikael L. Padakari

Personil gugus pada GMIT jemaat Fanating periode 2008 – 2013 adalah sebagai berikut :

 Koordinator gugus I, II, III, IV berturut-turut : Marthen Padapeni, Marthen J. L. Meda, Amd., Y. S. Maudemang selanjutnya diganti oleh Daud Kamata, dan Charles A. Atakary.

 Ketua gugus I, II, III, IV berturut-turut : Agustinus Ahalpada, Melkias Kamaukari selanjutnya diganti oleh Abraham Lekafola, Edi Edison Karbeka, Yosep Padamani.

 Penggerak gugus I, II, III, IV berturut-turut : Sem Ahalfani, Simeon Atakari, Lukas Malufana, Daud Atakari.

3.6.5. Periode 2013 – 2014

Masa dimana terjadi mutasi oleh Majelis Sinode GMIT terhadap Pdt. Ina Adriana Sir-Tiluata, S.Th. dan belum

(25)

di-21 mutasikan pendeta pengganti sehingga seluruh pelayanan menjadi tanggungjawab KMK Alor Tengah Utara sampai dimutasikan pendeta pengganti.

3.6.6. Periode 2014 – 2018

Pdt. Yandry Imelda Masu-Sennabu, S.Th. memperoleh mutasi dari Majelis Sinode GMIT untuk melayani di jemaat Fanating, dengan nomor SK 053/SK/MS-GMIT/G/2014 tanggal 13 Maret 2014 (terhitung 1 Maret 2014 – 2018).

Komposisi susunan organisasi pada masa ini adalah sebagi berikut :

 Ketua Majelis Jemaat : Pdt. Yandry Imelda Masu-Sennabu, S.Th.

 Wakil ketua : Pnt. J. D. Airtang

 Sekretaris : Pnt. Yabes Semuel Atamani, S.Pd

 Wakil Sektretaris : Dkn. Ringkiwait Padakama, S.Pd.

 Bendahara : Pnt. Nigelel Heni Koilul-Botahala

 Wakil Bendahara : Pnt. Anni L. Malaipada

Personil gugus pada GMIT jemaat Fanating periode 2014 – 2018 adalah sebagai berikut :

 Koordinator gugus I, II, III, IV berturut-turut : Pnt. Marthen Padapeni, M. J. L. Meda, Amd., Benyamin Karbeka, S.Sos., dan Pnt. I. B. Plaikol

 Ketua gugus I, II, III, IV berturut-turut : Agustinus Ahalpada, Abraham Lekafola, Edi Edison Karbeka, dan Yosep Padamani.

 Penggerak gugus I, II, III, IV berturut-turut : Sem Ahalfani, Simeon Atakari, Mikael Maata, Bernadus Maukama

Pada masa ini beberapa hal telah dilaksanakan yaitu:  Penyelesaian lanjutan pembangunan pastori (rumah jabatan

pendeta),

 Penyelesaian lanjutan pengurusan tanah gereja dengan memberikan surat tugas kepada tim untuk penyelesaian status tanah gereja, hasilnya adalah diterbitkannya

(26)

22 1) Surat keterangan penyerahan tanah secara hibah29

tanggal 30 Mei 2014 dan berita acara penyerahan tanah tanggal 30 Mei 2014 oleh Lodia Atakari sebagai pemilik tanah dan Anus Atakari, Stefanus Atakari, Simeon Atakari, Ariston Atakari, Naomi Atakari, Magdalena Onmau-Atakari, dan Metusalak Karel Atakari sebagai ahli waris yang disaksikan oleh Marthen Padapeni, Imanuel Atakari, Joel Padalaka, Julianus D. Airtang, Lukas Maukari, dan Pdt. Emr. Thomas Kartunggu, Sm.Th. serta diketahui oleh kepala desa Fanating (Yermias A. Karbeka) dan camat Teluk Mutiara (Ferdy Lahal, S.H.)

2) Surat pernyataan melepaskan hak atas tanah tanggal 16 Pebruari 2015 dari Simeon Atakari mewakili keluarga pemilik tanah kepada Pdt. Yandry Imelda Masu-Sennabu, S.Th. sebagai ketua majelis jemaat Fanating.

3) Sertifikat tanah gereja dengan SK no. 52/HM/BPN-53.05/2015, tanggal 24 April 2015.

 Penulisan buku “Menapak Perkembangan Jemaat Fanating”, dan

 Masih banyak hal lain yang dilaksanakan demi terwujudnya iman jemaat yang misioner.

Banyak perubahan yang telah terjadi sejak dipersatu-kannya gereja-gereja menjadi jemaat Fanating, mulai dari penataan kehidupan rohani, atau tepatnya hal-hal yang ber-hubungan dengan penatalayanan, pembangunan gedung gereja, dan hal-hal lainnya, telah ditoreh oleh para pendeta yang telah dan sedang menjalani masa tugas pelayanan di jemaat Fanating.

Perubahan yang nampak, khususnya di bidang sumber daya manusia, hingga tahun 2016 jemaat Fanating telah memiliki sumber daya manusia berkualifikasi pada bidangnya

29 Batas-batas tanah gereja : timur dengan Mikael L. Padakari dan Ferdinan Atakari, barat dengan Kain Lauata dan Ayub Atakari, Utara dengan jalan raya, selatan dengan Yahya Atakari.

(27)

23 masing-masing yaitu : 2 orang calon mahasiswa theologia, 3 orang mahasiswa theologia, 2 orang tenaga magang, 3 orang pendeta, 11 orang D3/Amd, 3 orang sarjana muda (Sm), 64 orang sarjana (S1), 2 orang calon magister (S2), dan 2 orang magister (S2).

(28)

24

BAB IV

PENUTUP

Perkembangan gereja/jemaat Fanating sejak awal bagai-kan benih yang belum mendapat tempat yang tepat untuk ditanam. Benih-benih tersebut dikumpulkan atau dihimpun pada 23 Maret 1966 dan baru menjadi benih yang telah siap ditanam pada tahun 1986. Benih tersebut telah tumbuh tahun 1999 dan mulai menampakkan buahnya pada 2016. Adalah suatu proses perjalanan hidup yang panjang (1922 – 1966 – 1986 – 1999 - 2016) dengan beragam tantangan pada situasi dan kondisinya masing-masing, justeru semakin memberi peluang kepada masyarakat/jemaat untuk bersatu di bawah Terang Kasih TUHAN.

Perkembangan Jemaat Fanating sejak dibabtisnya beberapa orang dari ketemukungan Fanating merupakan ren-cana ALLAH sehingga walaupun ada begitu banyak persoalan namun tetap ada solusi untuk penyelesaiannya hingga menjadi jemaat dewasa.

Hingga kini di desa Fanating terdapat sebuah gereja yang memiliki jemaat mayoritas di antara gereja lain yaitu GMIT Jemaat Fanating dan jemaatnya memiliki alasan masing-masing untuk hanya tetap mempertahankan gereja tersebut berdasarkan sejarah, dan hal ini sangat relevan dengan Injil Markus 10: 9 (karena itu apa yang telah dipersatukan ALLAH, tidak boleh diceraikan manusia).

(29)

25

DAFTAR PUSTAKA

1. NARASUMBER

Ahaloni A. & Padapeni M., 2016, penutur sejarah gereja Fanating, tinggal di Fanating, Fanating

Airtang D. J., 2011, penutur sejarah gereja Fanating, tinggal di Wikika, Fanating

Alokari Arnolus, 2011, penutur sejarah Fanating, tinggal di Lomalohi, Fanating

Asalau Mathias, 2016, penutur sejarah gereja Mahuting, tinggal di Songmelang, Welai Barat

Atakari Ayub, 2011, pelaku sejarah Fanating, tinggal di Malangwi, Fanating

Botahala Abner, 1999, pelaku sejarah Fanating, tinggal di Makassar

Botahala Alfonsus, 1996, pelaku sejarah Fanating, tinggal di Fanating, Fanating

Djasing Daniel, 2011, penutur sejarah gereja Fanating, tinggal di Wikika, Fanating

Kamaukari Melkias, 2011, pelaku sejarah Fanating, tinggal di Malangwi, Fanating

Karmoy Yahuda, 2014, penutur sejarah Fanating, tinggal di Lomalohi, Fanating

Kartunggu Th., 2016, pelaku sejarah gereja Klasis Alor Tengah Utara, tinggal di Malangwi, Fanating.

Kolimo D.G., 2016, Tokoh agama Kabupaten Alor, tinggal di Lanbo, Lendola.

Maata Karel, 2011, pelaku sejarah Fanating, tinggal di Wikika, Fanating

Malaipada Imanuel, 2016, penutur sejarah gereja Fanating, tinggal di Lomalohi, Fanating

Manikari Menase, 2011, pelaku sejarah Fanating, tinggal di Fanating, Fanating

Maukari Lukas, 2011, penutur sejarah Fanating, tinggal di Malangwi, Fanating

(30)

26 Padamani Fransina, 2011, penutur sejarah gereja Fanating,

tinggal di Lomalohi, Fanating

Penpada Aleks (Pdt. Emr.), 2016, penutur sejarah gereja Welai Lembur, tinggal di Ruilak, Welai Barat

Waangsir Johanes, 2011, penutur sejarah gereja Fanating, tinggal di Malangwi, Fanating

2. LITERATUR PENDUKUNG

Anonimous, 2010, Alkitab dengan Kidung Jemaat, Cetakan IX, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta.

Doko I. H., 1972, Nusa Tenggara Timur Dalam Kancah

Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, Depdikbud daerah

Propinsi Nusa Tenggara Timur, Kupang

Haesy Ch. Sy. N., 2014, Kabupaten Alor Surga di Timur

Matahari, Akarpadi Selaras Media, Jakarta

Kolimo D.G., 1988, “Lahtal” suatu studi tentang konsep Allah

menurut kepercayaan agama suku di Alor serta upaya memahami penggunaannya dalam pelayanan gereja di klasis-klasis Tribuana, Universitas Kristen Artha Wacana,

Kupang.

Lakamal Imanuel, 2002, Peranan GMIT dalam pembangunan

ekonomi kerakyatan di kabupaten Alor Propinsi Nusa Tenggara Timur, FKIP Undana, Kupang.

Timo E. I. N., 2014, Alor punya cerita (kisah-kisah

mengharukan masuknya injil ke Alor), Satya Wacana

(31)

27

LAMPIRAN

1. Panitia pembangunan gedung gereja Fanating dari tahun 1961 sampai tahun 2016.

Periode Jabatan Nama

1. Gedung gereja lama 1961 - 1966

Ketua Daniel Kafolamau Wakil ketua Musa Malaikalong Sekretaris Karel Maata

Bendahara Esau Atamau

Anggota Orang-orang tua ke-4 kampung

1966 - 1973

Ketua Musa Malaikalong Sekretaris Karel Maata

Bendahara Musa Makankafola

Anggota Orang-orang tua ke-4 kampung

1974 - 1979

Ketua Karel Maata Sekretaris

Bendahara Anggota 2. Gedung gereja baru

1986 - 1990

Ketua Karel Maata Wakil ketua 1 Yunus Manikari Wakil ketua 2 Melkias Kamaukari Wakil ketua 3 Pither Padamani Sekretaris Lukas Maukari Bendahara Esau Atamau Anggota 4 ketua gugus : 1. Paulus Fanmani 2. Bernadus Mahala 3. Markus Maata 4. Alberthinus Alokawati

(32)

28

Periode Jabatan Nama

1991 - 1994

Ketua Arkalaus Atamani Wakil ketua Pither Padamani Sekretaris Lukas Maukari

Bendahara Alberthinus Alokawati Anggota 4 ketua gugus : 1. Paulus Fanmani 2. Bernadus Mahala 3. Lukas Malufana 4. Alberthinus Alokawati 1995 - 1998

Ketua Pither Padamani Wakil ketua Yunus Manikari Sekretaris Lukas Maukari

Bendahara Alberthinus Alokawati Anggota 4 ketua gugus : 1. Paulus Fanmani 2. Bernadus Mahala 3. Lukas Malufana 4. Alberthinus Alokawati 1999 - 2002

Ketua Pither Padamani

Wakil ketua Yunus Karbeka, Sm.Hk. Sekretaris Lukas Maukari

Bendahara Alberthinus Alokawati Anggota 4 ketua gugus : 1. Paulus Fanmani 2. Bernadus Mahala 3. Lukas Malufana 4. Alberthinus Alokawati

(33)

29

Periode Jabatan Nama

2003 - 2006

Ketua Agusthinus Padakari, diganti oleh Yunus Karbeka, Sm.Hk. Wakil ketua Musa Karel Duka

Sekretaris Daud Kilul

Bendahara Alberthinus Alokawati Anggota 4 ketua gugus : 1. Paulus Fanmani 2. Bernadus Mahala 3. Lukas Malufana 4. Alberthinus Alokawati 2007 - 2010

Ketua Mateos Atakary Sekretaris Imanuel Atakari

Bendahara Hagar Waangsir-Etidena Anggota

4 ketua gugus :

1. Agusthinus Ahalpada 2. Abraham Lekafola 3. Edi Edison Karbeka 4. Yosep Padamani

2011 - 2016

Ketua Abia Atamau

Wakil ketua Johanis Malaipada Sekretaris Edi Edison Karbeka Bendahara Petronela Waang Anggota

4 ketua gugus :

1. Agusthinus Ahalpada 2. Abraham Lekafola 3. Edi Edison Karbeka 4. Yosep Padamani

(34)

30 2. Tukang yang mengerjakan bangunan gereja I (1961- 1979)

adalah :

 Ayub Atakari (kepala tukang), Melianus Padaku,

Hermanus Moimani (dari Mataru), Kain Lauata, Alfret Botahala, Yunus Atakari, Paulus Malaipada,

Marthinus Atakari.

 Yang buat fondasi, petugas dari kantor Pekerjaan Umum (PU) Kalabahi yaitu atas nama : Doris Namangboling, Nikodemus Halundaka, dan Hermanus Bauki30.

3. Tukang yang mengerjakan bangunan gereja II (1986 - 2016) adalah :

 Lukas Maukari selaku kepala tukang dan dibantu oleh seluruh tukang di ke-4 gugus dalam mengerjakan gedung gereja baru.

 Yunus Atakari sebagai kepala tukang dan dibantu oleh seluruh tukang di ke-4 gugus dalam mengerjakan gedung pastori.

30 Letak fondasi miring sehingga diluruskan oleh para tukang dari pulau Pura. Akibatnya fondasi sebelah utara, timur, dan selatan menjadi dua lapis.

(35)

31

TAHLIL 25 : Syurut

31

Penghantaran Allah.

.

1 1 . 1 1 . 1. Ka – lau mau di – hen – tar Al – lah, ha – rus di – am dan te – duh,

2. Yang mau hi – dup, ha – rus ma – ti; yang tak ka – lah, tak me – nang; 3. Pen – ca – ri – an tak ber–un – tung, ka – lau ha – rap ku – at – mu, 4. Is – ti – me – wa hal roh – a – ni ja – ngan eng – kau yang le – mah

1 1 . .

1 1 . 1 1 1 1 1 1 1 . 1. Ha – rus tu – rut se – de – ka – la ja – lan Tu-han dan le – buh.

2. Du – lu ra – sa pi – cah ha – ti, ba – ru ba -tin pun se – nang. 3. Ka – lau tia – da – lah ber – gan – tung, ju – ga pa -da nik – mat Hu. 4. Hen-dak pak – sa de – ngan bra – ni: ber- do – a dan nan – ti – lah.

1 1 1 . 1 1 6 .

31

(36)

32

TAHLIL 72 : Kekayaan hati orang Masehi.

1 . .

1 1 1 1 1 . 1 1 .

1. A – sal Tu-han sa – ja ba-ha – gi – an – ku, 2. A – sal Tu-han sa – ja ba-ha – gi – an – ku, 3. Ma-na ju–ga Tu – han, sa-na tem-pat – ku; 1 1 1 . .

. 6 . .

1 1 1 3 . .

1 1 1 1 . 1 1 1 1 1 .

1. A – sal ha – ti trus se – ma – ja i – ngat a – kan Tu – han – ku, 2. Mes-ki ku – rang har – ta, –su – dah: a – ku tu – rut Tu – han – ku. 3. Sa – na de – ngan ke – pe – nu – han a – nu – grah – Nya mi – lik – ku, 1 1 .

1 1 . 4 . .

1 1 1 . 1 .

1 1 1 .

1. Tia –da deng – ki du – ka me – la – in – kan ka – sih, sla – mat, su – ka. 2. Bi – ar la – in o – rang ca – ri ja – lan le – bar, ra – mai, gam – pang. 3. Dan te – man seng – sa – ra gan – ti i – bu - ba – pa dan sau – da – ra. 1 .

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian di atas maka penulis menumakan bahwa, kualitas yang dibutuhkan jemaat desa adalah kualitas karakter dalam hal ini sikap pendeta yang mau

Pada hari ini Minggu, 09 Oktober 2016, dalam Ibadah pkl.09.00 akan dilaksanakan perkenalan Panitia Pembangunan Gedung Gereja GPIB Jemaat “Sejahtera” Bandung masa tugas

Ibadah syukur bersama Jemaat dalam rangka HUT Pelkat PT GPIB ke33, akan dilaksanakan pada hari ini Minggu, 07 Februari 2016, pkl.09.00 dengan menggunakan Tata Ibadah

Dihimbau kepada jemaat dan simpatisan yang memiliki putra-putri berusia 13-17 tahun agar dapat mengikuti ibadah Pelkat Persekutuan Teruna setiap hari Minggu jam 08.00 di

Sesuai Program Kerja Majelis Jemaat GPIB “Sejahtera” Bandung tahun 2016-2017 mulai bulan Agustus 2016 telah dilaksanakan Sensus warga Jemaat oleh Tim Sensus dengan membawa