• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hipokalsemia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hipokalsemia"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang

Kalsium merupakan salah satu mineral penting yang berguna untuk pembentukan tulang serta berbagai proses fisiologis, seperti transportasi antar membran sel, aktivasi dan inhibisi beberapa enzim, regulasi metabolik intraseluler, sekresi dan aktivasi hormon, proses pembekuan darah, kontraktilitas otot dan konduksi sistem syaraf. 90% kalsium tubuh berada di dalam tulang, sedikit diantaranya terdapat di ruangan intra dan ekstra seluler. Homeostasis kalsium merupakan proses kompleks yang membutuhkan berbagai hal, antara lain suplai adekuat, proses absorbsi yang memadai di usus, serta bantuan beberapa hormon seperti paratiroid, vitamin D dan kalsitonin. Kalsium serum merupakan satu persen dari kalsium tubuh total, terdapat di dalam cairan ekstraseluler dan jaringan lunak. Kalsium serum terdiri dari komponen ion (50%), terikat dengan protein (40%), terutama albumin, serta sebagian kecil (8-10%) terikat dengan asam organik dan inorganik seperti sitrat, laktat, bikarbonat dan sulfat.

Dalam keadaan normal, kadar kalsium serum diatur oleh hormon paratiroid (PTH) dan kalsitriol (1,25-dihydroxy vitamin D3; 1,25[OH]2D3) yang berfungsi untuk meningkatkan kadar kalsium serum, serta kalsitonin untuk menurunkan kadar kalsium serum terutama glukokortikoid, fenitoin, dan fenobarbital. Hipokalsemia didefinisikan dengan berbagai batasan, antara lain sebagai kadar kalsium yang kurang dari 8 mg/Dl (2 mmol/L), 7,48 mg/dL (1,87 mmol/L) atau 7 mg/dL (1,75 mmol/L). Definisi yang lebih tepat didasarkan pada kadar kalsium ion, tetapi pada kadar asam-basa dan albumin yang normal, nilai ini mempunyai korelasi linier dengan kadar kalsium serum, sehingga pengukuran kadar kalsium serum bisa digunakan sebagai skrining pertama. Pengukuran kadar kalsium serum sebaiknya dilakukan setiap hari pada bayi bayi dengan risiko hipokalsemia. Pada kejang neonatal,

(2)

pemeriksaan kadar kalsium serum merupakan salah satu pemeriksaan yang harus dilakukan, di samping pemeriksaan septicwork up, kadar glukosa, magnesium dan elektrolit.

2. Tujuan

a). Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan hiponatremia b). Tujuan Khusus

1. Mahasisa mampu mengetahui definisi hipokalsemia 2. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi hipokalsemia 3. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi hipokalsemia

4. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan diagnostik hipokalsemia 5. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan hipokalsemia

6. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan hipokalsemia

(3)

LANDASAN TEORI 1. Definisi hipokalsemia

Hipokalsemia adalah konsentrasi serum kalsium kurang dari 8,5 mg/dl. Ketidakmampuan untuk mengakses simpanan kalsium tulang akibat disfungsi, supresi, atau pengangkatan kelenjar paratiriod dapat menimbulkan hipokalsemia. Selain itu hipokalsemia bisa disebabkan oleh defisiensi vitamin D, sehingga menyebabkan penurunan absorpsi kalsium dalam diet. Peningkatan ikatan protein kalsium serum akibat penurunan H+

dapat menimbulkan hipokalsemia, karena gagal ginjal dapat menyebabkan kenaikkan kadar fospat. (Corwin, Elizabeth J, 2009)

Hipokalsemia menyebabkan gangguan fungsi neuromuskulus, berupa spasme dan kram otot, dan kebas serta kesemutan di ekstremitas. Hipotensi dan penurunan curah jantung merupakan tanda terkenanya sistem kardiovaskular. Dapat muncul pula nyeri tulang, deformitas dan fraktur. Osteomalasia dan riketsia pada masa kanak-kanak dapat terjadi . pengobatan hipokalsemia akut berupa infus intravena.

Hipokalsemia dapat terjadi karena reduksi kalsium total tubuh atau reduksi persentase kalsium yang teronisasi. Kadar kalsium total mungkin menurun karena peningkatan kehilangan kalsium, penurunan masukan sekunder terhadap perubahan absorpsi usus, atau perubahan pengaturan (misalnya hipoparatiroidisme). Peningkatan kadaar fosfor dan penurunan kadar magnesium dapat mencetuskan hipokalsemia. Kalsium dan fosfor mempunyai hubungan resiprokal : saat salah satu meningkat, yang lain cenderung menurun. Hipomagnesemia dapat menyebabkan hipokalsemia karena penurunan kerja hormon paratiroid. (Carpenito, 2000)

Hipokalsemia adalah bila kadar kalsium menurun, efek pemblokan dari kalsium terhadap natrium juga menurun. Sebagai akibat, depolarisasi sel yang dapat dirangsang terjadi lebih cepat bila natrium bergerak masuk. Karenanya, bila kadar kalsium rendah, meningkatkan eksitabilitas sistem saraf pusat dan terjadi spasme otot. Konvulsi dan tetani dapat terjadi. (Price, 2012).

(4)

Hipokalsemia akut menyebabkan rasa kesemutan di seputarnmulut (sirkumoral), tetani, terutama pada otot yang dipersarafi oleh serabut panjang, dan kejang-kejang. Terdapat tanda Chvostek(ketukan pada nervus fasialis tepat di bagiam anterior telinga menyebabkan kontraksi singkat otot muka) dan tanda Trousseau (inflasi manset pengukur tekanan darah dapat menyebabkan spasme karpopedal). Hipokalsemia kronis juga menyebabkan klasifikasi ganglia basalis dan katarak. ( At Glance MEDICINE).

Hipokalsemia mengacu pada konsentrasi serum kalsium yang lebih rendah dari normal, yang terjadi dalam beragam situasi klinis. Bagaimanapun pasien, dapat mengalai kekurangan kalsium tubuh total (seperti pada osteoporosis) dan mempertahankan kadar kalsium normal. Tirah baring pada individu lansia dengan osteoporosis adalah berbahaya karena kerusakan metabolisme kalsium dengan meningkatnya resorpsi tulang adalah berkaitan dengan imobilisasi.

Hipokalsemia adalah penurunan kadar kalsium serum yang dapat terjadi pada beberapa keadaan, seperti hipoparatiroidisme, defisiensi vitamin D, gangguan metabolisme vitamin D, hipomagnesemia dan gagal ginjal akut atau kronik. Dengan melihat kadar hormon PTH, hipokalsemia dapat dikelompokkan kedalam 2 bagian, yaitu hipokalsemia dengan kadar PTH yang rendah (hipoparatiroidisme) dan hipokalsemia dengan kadar PTH yang miningkat (hiperparatiroidisme sekunder).

2. Etiologi Hipokalsemia

Hipokalsemia transien dapat terjadi dengan pemberian darah bersitrat ( seperti pada transfusi tukar pada bayi baru lahir ), karena sitrat dapat bergabung dengan kalsium berionisasi dan secara sementara membuangnya dari sirkulasi. (Brunner & Suddarth, 2002)

Inflamsi pankreas menyebabkan pecahnya protein dan lemak. Ada dugaan bahwa ion kalsium bergabung dengan asam lemak yang dilepaskan oleh hipolisis, membentuk sabun. Sebagai hasil dari proses ini,

(5)

hipokalsemia terjadi dan umum dalam pankreatitis. Juga menjadi dugaan dalam bahwa hipokalsemia kemungkinan berkaitan dengan sekresi glukagon yang berlebihan dari pankreas yang mengalami inflamasi, sehingga mengakibatkn peningkatan sekresi kalsitosin ( suatu hormon yang menurunkan ion kalsium ).

Hipoklasemia umumnya terjadi pada pasien dengan gagal ginjal karena pasien ini sering mengalami kenaikan kadar serum fosfat. Hiperfosfatemia biasanya menyebabkan penurunan resiprokal dalam kadar serum kalsium. Penyebab lain hipokalsemia dapat mencakup konsumsi vitamin D yang tidak adekuat, defisiensi magnesium, karsinoma medula tiroid, kadar albumin serum yang rendah, dan alkalosis. Medikasi yang dapat memprediposisi kepada hipokalsemia termasuk antasid yang mengandung aluminium, aminoglikosida, kafein, sisplatin, kortikosteroid, mitramisin, fosfat, isoniasid, dan diuretik loop.

Osteoporosis berkaitan dengan masukan kalsium rendah dalam waktu yang lama dan menunjukan kekurangan kalsium tubuh total, meskipun kadar kalsium serum biasanya normal. Gangguan ion banyak menyerang orang Amerika terutama wanita pasca – menopause. Gangguan ini di tandai dengan kehilangan massa tulang, yang menyebabkan tulang menjadi berongga dan rapuh, dan karenaya rentan terhadap fraktur.

3. Manisfestasi Klinis

Tetuni merupakan manifestasi yang paling khas dari hipokalsemia. Tetani mengacu pada kompleks gejala keseluruhan yang diinduksi oleh eksitabilitas neural yang meningkat. Gejala-gejala ini adalah akibat lepasan secara spontan baik serabut motorik dan sensorik pada saraf perifer. Sensasi semutan dapat terjadi pada ujung jari-jari, sekitar mulut, dan yang jarang yang terjadi adalah pada kaki. Dapat terjadi spasme otot

(6)

ekstremitas dan wajah. Nyeri dapat terjadi sebagai akibat dari spasme ini. Tanda Trousseau dapat ditimbulkan dengan mengembangkan cuff tekanan darah pada lengan atas sampai sekitar 20 mmHg di atas tekanan sistolik, dalam 2 sampai 5 menit spasme korpopedal akan terjadi karena iskemia pada saraf ulnar.

Tanda Chvostek terdiri atas kedutan pada otot yang dipersarafi oleh saraf fasial ketika saraf tersebut ditekan sekitar 2 cm sebelah anterior ke arah daun telinga, tepat di bawah arkus zigomatikus. Kejang dapat terjadi karena hipokalsemia meningkatkan irritabilitas sistem saraf pusat juga saraf perifer. Perubahan lain yang berkaitan dengan hipokalsemia termasuk perubahan-perubahan mental seperti depresi, emosional, kerusakan memori, ketam pikir dan bahkan halusinasi. Interval QT yang memanjang tampak pada gambar EKG karena elongasi segmen ST, bentuk takikardia ventrikular yang di sebut Torsades de Pointes dapat terjadi.

Gejala utama hipokalsemia adalah peningkatan iritabilitas neuromuskuler yang dapat kesemutan pada ujung-ujung jari dan sekitar mulut. Dalam keadaan lanjut akan didapatkan tanda Chvostek dan Trousseau. Tanda Chvostek adalah twitching pada daerah sekitar mulut bila dilakukan ketokan pada nervus fasialis di anterior telinga. Tanda Trousseau adalah spasme karpal yang terjadi bila dilakukan bendungan lengan dengan menggunakan manset tensimeter pada tekanan 20 mmHg diatas tekanan sistolik selama 3 menit. Spasme karpal yang klasik akan berupa fleksi pergelangan tangan, ekstensi interfalang dan aduksi jari-jari. Gejala hipokalsemia yang lain adalah kejang otot yang mengenai pinggang, tungkai dan kaki. Pada keadaan yang berat dapat timbul spasme karpopedal spontan (tetani), laringospasme atau bronkospasme, sampai kejang-kejang umum.

Hipokalsemia berat dapat memperpanjang interval QT pada EKG yang reversibel setelah hipokalsemia dikoreksi. Tetani merupakan manisfestasi yang paling khas dari hipokalsemia. Tetani mengacu pada kompleks gejala keseluruhan yang di induksi oleh eksatibilitas neural yang meningkat.

(7)

Gejala – gejala ini adalah akibat lepasan secara spontan baik serabut motorik dan sensorik pada saraf perifer. Sensasi semutan dapat terjadi pada ujung jari – jari, sekitar mulut, dan yang jarang terjadi adalah pada kaki. Dapat terjadi spasme otot ekstremitas dan wajah. Nyeri dapat terjadi sebagai akibat dari spasme ini.

Tanda Trousse dapat ditimbulkan dengan mengembangkan cuff tekanan darah pada lengan atas sampai sekitar 20 mmHg di atas tekanan sistolik; dalam 2 sampai 5 menit spasme korpopedal akan terjadi karena terjadi iskemia pada saraf ulnar. Tanda Chvostek terdiri atas kedutan pada otot yang di persarafi oleh saraf fasial ketika saraf tersebut ditekan sekitar 2cm sebelah anterior ke arah daun telinga, tepat di bawah arkus zigomatikus. Kejang dapat terjadi karena hipokalsemia meningkatkan iritabilitas sistem saraf pusat juga saraf ferifer. Perubahan lain yang termasuk dengan hipokalsemia termasuk perubahan – perubahan mental seperti depresi emosional, kerusakan memori, kelam pikir, delirium, dan bahkan halusinasi. Interval QT yang memanjang tampak pada gambar EKG karena elongasi segmen ST; bentuk takikardia ventrikular yang di sebut Torsades de Pointes dapat terjadi.

Kebas dengan kesemutan jari dan region sirkumonal, refleks hiperaktif, kram otot, tetani, kejang. Letargi dan makan buruk mungkin terjadi pada bayi baru lahir. Pada hipokalsemia kronis, fraktur dapat terjadi karena porositas tulang.

(8)

4. Riwayat dan faktor resiko

a. Penurunan kalsium terionisasi: sebagai contoh, yang terjadi pada alkalosis, pemberian jumlah besar darah sitrat (sitrat di tambahkan ke dalam darah untuk mencegah pembekuan dapat berikatan dengan kalsium, menyebabkan hipokalsemia)., hemodilusi(misalnya karena penggantian volume dengan salin normal setelah hemoragi).

b. Peningkatan kehilangan kalsium dalam cairan tubuh: pada diuretik tertentu.

c. Penurunan absorpsi usus: sebagai contoh, pada peningkatan masukan, kerusakan metabolisme vitamin D(misalnya gagal ginjal), diare kronik, pasca-gastrektomi.

d. Hipoparatiroidisme

(9)

Ketika mengevaluasi kasar serum, perawat harus mempertimbangkan variabel lainnya, seperti kadar albumin serum dan pH arteri pasien. Karena abnormalitas dalam kadar serum, mungkin perlu untuk menghitung serum kalsium yang diperbaiki jika kadar albumin serum abnormal. Untuk setiap penurunan serum albumin 1g/dl di bawah 4g/dl, kadar kalsium serum total di abaikan hingga mendekati 0,8 mg/dl.

Para praktisi klinis akan mengabaikan kadar kalsium serum yang rendah pada adanya kadar albumin serum yang rendah. Kadar kalsium yang berionisasi biasanya normal pada pasien dengan penurunan kadar kalsium seru total dan hipoalbuminemia konkomitan. Bila pH arteri meningkat ( alkalosis ), maka lebih banyak kalsium akan berkaitan dengan protein. Sebagai hasilnya, porsi yang di ionisasi menjadi turun. Gejala – gejala hipokalsemia dapat terjadi pad adanya alkalosis. Asidosis ( pH rendah )mempunyai efek sebaliknya; yaitu, lebih sedikit kalsium yang berkaitan dengan protein dan dengan demikian lebih banyak yang terdapat dalam bentuk terionisasi. Bagaimanapun perubahan yang secara relatif kecil terjadi selama abnormalitas asam basa ini.

Idealnya, laboraturium harus mengukur kadar kalsium yang diionisasi. Bagaimanapun, kebanyakan laboraturium hanya melaporkan kadar kalsium total; dengan demikian, konsentraksi fraksi terionisasi harus diperkirakan berdasarkan pengukuran kadar albumin serum secara stimulan. Kadar hormon paratiroid akan menurun pada hipoparatiroidisme. Kadar magnesium dan fosfor harus dikaji untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab penurunan kalsium.

1) Kadar kalsium serum total: mungkin <8,5 mg/dl. Kadar kalsium harus dievaluasi dengan albumin serum. Untuk penurunan kadar albumin serum 1,0 g/dl, terjadi penurunan 0,8-1,0 mg/dl kadar kalsium total.

2) Kalsium serum terionisasi: akan <4,5 mg/dl.

3) Hormon paratiroid: penurunan kadar terjadi pada hipoparatiroidisme; peningkatan kadar dapat terjadi pada penyebab

(10)

hipokalsemia lsin. Rentang normal 150-350 pg/ml (bervariasi diantara laboraturium).

4) Kadar magnesium dan fosfor: dapar diperiksa untuk mengidentifikasi penyebab potensial hipokalsemia.

6. Penatalaksaan

a. pengobatan penyebab dasar. b. penggantian kalsium.

Hipokalsemia simtomatik adalah kedaruratan, membutuhkan pemberian segera kalsium intravena. Garam kalsium parenteral termasuk kalsium glukonat, kalsium klorida dan kalsium gluseptat. Meskipun kalsium klorida menghasilkan kalsium berionisasi yang secara signifikan lebih tinggi dibanding jumlah akuimolar kalsium glukonat, cairan ini tidak sering digunakan karena cairan tersebut lebih mengiritasi dan dapat menyebabkan peluruhan jaringan jika dibiarkan menginfiltrasi. Pemberian infus intravena kalsium yang terlalu cepat dapat menginduksi henti jantung, yang didahului oleh brakikardia. Pemberian kalsium intavena terutama bahaya pada pasien yang mendapat digitalis karena ion kalsium mengeluarkan suatu efek yang serupa dengan efek yang dimiliki digitalis dan dapat menyebabkan toksisitas digitalis dengan efek jantung yang merugikan.

c. Terapi vitamin D dapat dilakukan untuk meningkatkan absorbsi ion kalsium dari traktus GI.

d. Antasid hidroksida alumunium dapat diresepkan untuk menurunkan kadar fosfor yang meningkat sebelum mengobati hipokalsemia.

e. Dan terakhir, menigkatkan masukan diet kalsium sampai setidaknya 1000 hingga 1500 mg/hari pada orang dewasa sangat di anjurkan ( produk dari susu; sayuran berdaun hijau, salmon kaleng, sadin, dan oyster segar ). Jika tetani tidak memberikan respons

(11)

terhadap kalsium IV maka kadar magnesium yang rendah di gali sebagai kemungkinan penyebab tetani.

Penatalaksaan hipokalsemia akut ditentukan oleh derajat dan kecepatan timbulnya hipokalsemia. Hipokalsemia ringan (Ca serum 7,5-8,5 mg/dl) yang asimtomatik, cukup diterapi dengan kalsium oral 500-1000 mg tiap 6 jam disertai pengawasan yang ketat. Bila terdapat tetani atau kadar kalsium serum < 7,5 mg/dl, diperlukan pemberian kalsium intravena. Pemberian kalsium glukonat (90 mg kalsium elemental/10ml ampul) lebih disukai daripada kalsium sitrat (272 mg kalsium elemental/10 ml ampul) karena tidak iritatif. Mula-mula, dapat diberikan 1-2 ampul kalsium glukonat dalam 50-100 ml dekstrosa 5% dan diberikan per-infus 5-10 menit. Dosis ini dapat diulang bila masih didapatkan gejala hipokalsemia. Hipokalsemia yang berat dan persisten dapat diberikan kalsium per-drip dalam jangka waktu yang lebih lama, misalnya 15 mg/kgBB kalsium elemental diinfus selama 4-6 jam. Secara praktis dapat dilakukan dengan melarutkan 10 ampul kalsium glukonat dalam 1 liter dekstrosa 5% dan diinfus dengan kecepatan 50 ml/jam (45 mg kalsium elemental/jam). Larutan yang lebih pekat dari 200 mg kalsium elemental/100 ml dekstrosa 5% harus dihindari karena akan bersifat iritatif terhadap vena maupun jaringan disekitarnya bila terjadi ekstravasasi.Pada hiperkalsemia berat dan persisten, juga harus dipikirkan kemungkinan pemberian kombinasi kalsium oral 1-2 gram/hari dan 1,25(OH)2D 0,5-1,0gr/hari. Pada keadaan hipomagnesemia, maka terapi terhadap hipomagnesemia juga harus dilakukan selain terapi terhadap hipokalsemianya.

7. Asuhan keperawatan a. Pengkajian

(12)

1) Identitas pasien 2) Riwayat penyakit 3) Pengkajian fisik

Tanda trousseaus positif : spasme karpal karena iskemia. Tanda ini di timbulkan dengan penggunaan manset TD pada lengan atas dan mengembangkannya mekewati TD sistolik selama 2 menit.

Tanda Chvosteks positif: kontraksi unilateral dari wajah dan otot kelopak mata. Ini ditimbulkan oleh iritasi saraf pasial.

4) Pemeriksaan diagnostik

a) kadar kalsium serum total : mungkin <8,5 mg/dl. Kadar kalsium serum harus di evaluasi dengan albumin serum. Untuk penurunan kadar albumin serum 1,0 g/dl, terjadi penurunan 0,8-1,0 mg/dl kadar kalsium total.

b) kalsium serum terionisasi : akan <4,5 mg/dl

c) hormone paratiroid : penurunan kadar terjadi pada hipoparatiroidisme peningkatan kadar dapat terjadi pada penyebab hipokalsemia lain. Rentang normal 150 – 350 pg/ml (bervariasi antara laboraturium) d) kadar magnesium dan fosfat : dapat diperiksa untuk

mengidentifikasi penyebab potensial hipokalsemia.

b. Diagnosa dan intervensi keperawatan

1) Risiko tinggi terhadap trauma yang berhubungan dengan portensial terhadap tetani dan kejang sekunder terhadap hipokalsemia berat.

a) Hasil yang diharapkan : pasien tidak menunjukkan bukti cidera yang disebabkan oleh komplikasi hipokalsemia berat. Kadar kalsium serum dalam

(13)

batas normal (8,5-10,5 mg/dl). Pantau pasien terhadap bukti hipoklasemia yang memburuk : kebas dan kesemutan jari dan region sirkumoral, refleks hiperaktif, dan kram otot. Beritahu dokter dengan segera bila gejala ini terjadi karena ini terjadi mendahului tetani. Selain itiu, beritahu dokter bila pasien mengalami tanda trousseau dan Chvostek’s positif, yang juga menandakan tetani laten.

b) Berikan kalium IV dengan kewaspadaan. Kalsium IV harus diberikan lebih cepat dari 0,5-1 ml/mnt karena pemberian cepat dapat menyebabkan hipotensi. Obserpasi tempat pemasangan IV terhadap bukti infiltrasi karena kalsium akan merusak jaringan.larutan kalsium pekat harus diberikan melalui jalur sentral. Jangan menambhakna kalsium pada larutan uang mengandung bikarbonat atau fosfat karena presipitasi akan terjadi. Pantau pasien terhadap tanda dan gejala hiperkalsemia : letargi, kacau mental, peka rangsang, mual dan muntah.

c) Untuk pasien dengan hipokalsemia kronik berikan suplemen kalsium oral dan sediaan vitamin D sesuaiu program. Berikan kalisium oral 30 menit sebelum makan atau saat tidur untuk absorpsi maksimal. Berikan antasida alumunium hidroksida dengan segera setelah makan.

d) Anjurkan masukkan makanan dengan kalsium tinggi : produk susu, daging, berdaun hijau.

e) Beri tahu dokter bila respon terhadap terapi kalsium tak efektif. Tetani yang tidak berespon terhadap kalsium IV dapat disebabkan oleh hipomagnesemia.

(14)

f) Pertehankan pasien simtomatik pada kewaspadaan kejang. Kurangi stimuli lingkungan.

g) Hindari hiperventilasi pada pasien yang dicurigai hipokalsemia. Alkalosis pernafasan dapat mencetuskan tetani karena peningkatan kalsium bikarbonat.

2) Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas jantung sekunder terhadap hipokalsemia atau toksilitas digitalis yang terjai pada terapi penggantian kalsium.

Hasil yang diharapkan: curah jantung pasien adekuat dibuktikan oleh CVP ≤6mm Hg(≤12 cm H2O ), FJ ≤100,

TD dalam rentang normal pasien, dan tidak ada tanda klinis gagal jantung atau edema pulmoner misalnya creckles dan sesak nafas/ pasien perawatan kritis menunjukkan TAP 20-30/8-15 mmHg

a) Pantau EKG terhadap tanda hipokalsemia yang memburuk ( interval QT yang memanjang).

b) Hipokalsemia dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Pantau pasien terhadap tanda gagal jantung atau edema pilmoner

4) Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan suplai oksigen sekunderterhadap spasme laringeal yang terjadi pada hipokalsemia berat.

Hasil yang diharapkan: pasien menunjukkan kedalaman, pola, dan frekuensi pernafasan 12-2- nafas permenit dalam rentang normal dan asimtomatik dari spasme laringeal: stridor, dipsnea atau mengorok

a) Kaji frekuensi pernafasan pasien karakter dan irama. Waspadai terhadap stridor terhadap laringeal, dipsnea, dan mengorok.

(15)

b) Pertahankan troli trakeostomi darurat disamping tempat tidur pada pasien simtomatik.

BAB III PEMBAHASAN 1. Kasus

Seorang laki-laki 58 tahun dipindahkan ke ICU karena mengalami kejang selama 5 menit di ruang rawat dan sulit dibangunkan. Pasien riwayat pankreatitis akut. Hasil pemeriksaan fisik kulit kering, bersisik, rambut kasar, bisep dan patela refleks hiperaktif (+4), tanda Trousseau (+) dan Chvostek (+), perut kembung dengan bising usus melambat, TD 80/50 mmHg, HR 60x/menit, RR 40 (nafas dangkal) x/menit dan suhu 36,0 0C,

peningkatan produksi urin meningkat 10 cc/Kg/jam, berat badan 64 kg dan nyeri dengan observasi di skala 5 (sedang). Hasil pemeriksaan Ca++

serum= 3,5 mEq/L, albumin serum 2,2 mg/dL dan hasil electrocardiograf (EKG) diperoleh adanya gangguan irama jantung.

2. Pengkajian Identitas

Nama :

Usia : 58 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Pemeriksaan fisik

TD : 80/50 mmHg

(16)

RR : 40 x/menit (nafas dangkal)

Suhu : 36,0 0C

Produksi urin : 10 cc/Kg/jam

Nyeri : skala 5

a. Sistem pernafasan Pola nafas dangkal RR : 40 x/menit b. Sistem neurosensori

Kejang Trousseau (+) Chvostek (+)

Bisep dan patela refleks hiperaktif (+4) c. Sistem pencernaan

Bising usus melambat Perut kembung d. Sistem eliminasi

Urin meningkat 10cc/kg/jam e. Sistem integumen Kulit kering Bersisik Rambut kasar Pemeriksaan penunjang Ca++ serum : 3,5 mEq/L Albumin serum : 2,2 mg/dL

EKG : adanya gangguan irama jantung 3. Analisa data

No Masalah keperawatan

1 DS :

DO :

Penurunan cardiac output b/d perubahan irama jantung

(17)

EKG adanya gangguan irama jantung TD 80/50 mmHg RR 40 x/menitt HR 60 x/menit 2 DS : kejang,

DO : bisep dan patela refleks hiperaktif (+4)

Gangguan perfusi serebral b/d kejang

3 DS :

DO :

RR 40x/menit Nyeri

Gangguan pola nafas tidak efektif b/d nyeri

4 DS :

DO : skala nyeri 5

Gangguan rasa nyaman nyeri

4. Rencana Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

1 Gangguan perfusi serebral b/d kejang Tujuan : Setelah dilakukan pemeriksaan dalam 3x24 jam KH : - Laju respirasi 1-4 - Kedalaman respirasi 2-5 1. Monitor laju, irama dan kedalaman dari respirasi 2. Monitor pola pernafasan 3. Monitor saturasi oksigen secara terus menerus 4. Aukultasi bunyi nafas

(18)

5. Kontrol faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan 2 Penurunan cardiac output b/d perubahan irama jantung Tujuan: Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam curah jantung pasien kembali normal. KH : - Tekanan darah sistolik : 3 → 5 - Tekanan darah diastolik : 3 → 5 - Tekanan darah rata-rata : 2 → 4 Pengeluaran urin : 3 → 5 1. Monitor pisik dan psikologis pasien secraa rutin 2. Pastikan level aktifitas tidak mengganggu curah jantung 3. Anjurkan peningkatan aktivitas secara perlahan ketika kondisi stabil 4. Instruksikan pasien pentingnya melaporkan ketidaknyamana n dada secepatnya 5. Kaji status kardiovaskuler 6. Evaluasi perubahan

(19)

tekanan darah Lakukan terapi relaksasi

BAB IV

PERBANDINGAN ASKEP

Dari tinjauan teori yang sudah dipaparkan dan dipahami di BAB II, dapat kita ketahui bahwa pasien dalam kasus mengalami hipokalsemia. Hal ini dibuktikan dengan pengkajian yang telah dilakukan dan diperoleh sebagai mana tertera pada

(20)

BAB III. Pasien kejang selama 5 menit di ruang rawat dan sulit dibangunkan.Hasil pemeriksaan fisik kulit kering, bersisik, rambut kasar, bisep dan patela refleks hiperaktif (+4), tanda Trousseau (+) dan Chvostek (+), perut kembung dengan bising usus melambat, TD 80/50 mmHg, HR 60x/menit, RR 40 (nafas dangkal) x/menit dan suhu 36,0 0C, peningkatan produksi urin meningkat

10 cc/Kg/jam, berat badan 64 kg dan nyeri dengan observasi di skala 5 (sedang). Kemudian hasil pemeriksaan penunjang Ca+2 serum= 3,5 mEq/L, sedangkan

kadar normal Ca+2adalah 9,50-10,4 mg/dl menurut Saoberlich. Kadar albumin

serumnya 2,2 mg/dL, sedangkan kadar normalnya adalah 4,0-5,4 g/dl menurut jurnal. Dan hasil electrocardiograf (EKG) diperoleh adanya gangguan irama jantung. Jadi dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami hipokalsemia karna kadar Ca+2 dan albumin serum nya dibawah normal.

Dari segi diagnosa keperawatan, kami hanya mengangkat 1 diagnosa yang sama dengan askep pada teori, yaitu penurunan curah jantung atau penurunan cardiac output b/d perubahan irama jantung. Sedangkan untuk diagnosa lainnya kami mengangkat Resiko ketidakseimbangan elektrolit, Gangguan pola nafas tidak efektif b/d nyeri, Gangguan perfusi serebral b/d kejang, dan gangguan rasa nyaman nyeri. Setelah kami melakukan diskusi kelompok, kami berpendapat bahwa diagnose pada askep teori mungkin saja dapat terjadi apabila masalah hipokalsemia ini tidak ditangani segera. Namun, apabila mengacu pada gejala – gejala pasien pada kasus dan setelah melakukan analisa data, kami sepakat masalah utama yang dialami pasien adalah Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit dan Gangguan pola nafas tidak efektif b/d nyeri. Itulah alasan kami mengangkat diagnose tersebut.

Kemudian untuk intervensi yang sama antara askep teori dengan askep kasus hanyalah intervensi dari diagnosa penurunan curah jantung atau penurunan cardiac output. Yaitu kaji status kardiovaskuler melalui EKG. Intervensi dari diagnosa lainnya adalah sebagai tambahan dari askep teori karna diagnosa askep kasus berbeda dengan askep teori.

(21)

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan

Hipokalsemia adalah konsentrasi serum kalsium kurang dari 8,5 mg/dl. Ketidakmampuan untuk mengakses simpanan kalsium tulang akibat disfungsi, supresi, atau pengangkatan kelenjar paratiriod dapat

(22)

menimbulkan hipokalsemia. Selain itu hipokalsemia bisa disebabkan oleh defisiensi vitamin D, sehingga menyebabkan penurunan absorpsi kalsium dalam diet. Peningkatan ikatan protein kalsium serum akibat penurunan H+

dapat menimbulkan hipokalsemia, karena gagal ginjal dapat menyebabkan kenaikkan kadar fospat. Hipokalsemia transien dapat terjadi dengan pemberian darah bersitrat ( seperti pada transfusi tukar pada bayi baru lahir ), karena sitrat dapat bergabung dengan kalsium berionisasi dan secara sementara membuangnya dari sirkulasi. (Brunner & Suddarth, 2002). Tetuni merupakan manifestasi yang paling khas dari hipokalsemia. Tetani mengacu pada kompleks gejala keseluruhan yang diinduksi oleh eksitabilitas neural yang meningkat. Gejala-gejala ini adalah akibat lepasan secara spontan baik serabut motorik dan sensorik pada saraf perifer. Sensasi semutan dapat terjadi pada ujung jari-jari, sekitar mulut, dan yang jarang yang terjadi adalah pada kaki. Dapat terjadi spasme otot ekstremitas dan wajah. Nyeri dapat terjadi sebagai akibat dari spasme ini. Tanda Trousseau dapat ditimbulkan dengan mengembangkan cuff tekanan darah pada lengan atas sampai sekitar 20 mmHg di atas tekanan sistolik, dalam 2 sampai 5 menit spasme korpopedal akan terjadi karena iskemia pada saraf ulnar.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Keperwatan medikal-bedah, Vol 1. Jakarta:EGC Horne, M.M., & Swearingen, P. L. (2001). Keseimbangan cairan, elektrolyte &

asam basa (ed. 2). Jakarta:EGC

NANDA Internation, Inc. (2014). Nursing Diagnoses Defination and Classification 2015-2017. UK: Wiley Blacckwell

Nursing Intervation Classification (NIC). (2013). Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis Missouri: Elsavier Mosby

Nursing Outcome Classification (NOC). (2013). Nursing Outcome Classifiction (NOC). St. Louis Missouri Elsavier Mosby

Referensi

Dokumen terkait

Catatan Atas Laporan Keuangan Halaman - 100 - Teknologi Dirgantara telah menandatangani Surat Perjanjian Kerjasama Swakelola dengan Badan Informasi Geospasial (BIG)

Dan juga pada tahun 2015 koperasi Indonesia akan menghadapi tantangan yang cukup kuat dimana nantinya koperasi DI Indonesia tidak hanya akan bersaing dengan badan

(digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta

Kendinize şöyle sorun: &#34;Sadece şu anda olanın değil, aynı zamanda her şeyin var olduğu ve gerçekleştiği canlı bir zamansız içsel boşluk olarak şimdinin kendisinin

Pada dasarnya air hujan harus disalurkan melalui sistem pembuangan yang terpisah dari sistem pembuangan air bekas dan air kotor. Bila dicampurkan, kemungkinan

Praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai identifikasi Praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai identifikasi senyawa golongan alkohol, fenol, dan asam

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ Pengaruh Media Sosial Marketing Terhadap Kesadaran Merek Pada Batagor Hanimun (Survei Terhadap Pengikut

Anak tidak hanya sebagai pendengar pasif.Lebih dari itu juga, mengajukan pertanyaan adalah upaya konfirmasi sejauh mana anak memahami cerita dan urutan cerita yang