• Tidak ada hasil yang ditemukan

Volume 1 Nomor 1 Januari 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Volume 1 Nomor 1 Januari 2017"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 2548-9011

http://journal.fisika.or.id/rf

Volume

1

Nomor

1

Januari 2017

(2)

ISSN 2548-9011

http://journal.fisika.or.id/rf

mempublikasikan hasil-hasil penelitian dalam bidang fisika teori, fisika terapan, dan pendidikan fisika

EDITOR KETUA

Dr. Pramudita Anggraita, Himpunan Fisika Indonesia

EDITOR

Anto Sulaksono, Fisika Bintang dan Struktur Nuklir, Universitas Indonesia

L.T. Handoko, Fisika Partikel Teori, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Nazli Ismail, Fisika Bumi, Universitas Syiah Kuala

Ni Nyoman Rupiasih, Biofisika dan Polimer, Universitas Udayana

Terry Mart, Fisika Nuklir dan Partikel Teori, Universitas Indonesia

Santoso Soekirno, Fisika Instrumentasi, Universitas Indonesia

MITRA BESTARI

Ariadne L. Juwono, Fisika Material, Universitas Indonesia

Bambang Heru Iswanto, Fisika Komputasi, Universitas Negeri Jakarta

Budhy Kurniawan, Fisika Material, Universitas Indonesia

Esmar Budi, Fisika Material, Universitas Negeri Jakarta

Mirza Satriawan, Fisika Partikel Teori, Universitas Gadjah Mada

Yetty Supriyati, , Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Jakarta

ADMINISTRASI

Dewita

Frida Iswinning Dyah

Idrus Abdul Kudus

Sumadi

Penerbit:

Himpunan Fisika Indonesia (HFI)

Komplek Batan Indah Blok L No 48 Serpong Tangerang 15314, Banten Indonesia

Phone: +62-21-7561609

Fax: +62-21-7561609

(3)

Pengantar Redaksi i

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) ISSN 2548-9011

PENGANTAR REDAKSI

Risalah Fisika (RF) merupakan kelanjutan dari Jurnal Fisika Himpunan Fisika

Indonesia sebagai jurnal resmi yang diterbitkan oleh Himpunan Fisika Indonesia (HFI)

sejak tahun 1992-2001 dalam bentuk cetak dan kemudian secara on-line hingga tahun

2011 dengan ISSN 0854-3046 dan Akreditasi Nomor 242/Akred-LIPI/P2MBI/

05/2010. Jurnal terbit secara berkala enam bulanan (Juni dan Desember).

Dalam pertemuan HFI di Denpasar pada tanggal 16 Oktober 2014 diputuskan

untuk melanjutkan penerbitan secara on-line dengan nama baru yaitu Risalah Fisika,

tanpa penyebutan Himpunan Fisika Indonesia untuk menghindari pengulangan kata

fisika. Selain Risalah Fisika juga direncanakan penerbitan Journal of the Indonesian

Physical Society (JIPS) dalam bahasa Inggris, sebagai kelanjutan dari Physics Journal

of the Indonesian Physical Society yang pernah diterbitkan sebelumnya dalam bentuk

cetak 1996-2001 dengan ISSN 1410-8860.

Penyiapan situs, editor, mitra bestari, dan permintaan makalah (paper call) baru

dapat dilakukan pada pertengahan 2016. Makalah-makalah yang diterbitkan dalam

Risalah Fisika nomor pertama ini (Volume 1, Nomor 1, Januari 2017) masuk dan

diterima untuk diterbitkan antara Juni hingga Desember 2016, terdiri dari 5

makalah-makalah di bidang fisika teori, material, pendidikan, dan instrumentasi. Penerbitan

lebih dari 5 makalah tiap nomor akan dipertimbangkan jika cukup banyak makalah

yang masuk dan dapat diterima untuk diterbitkan.

Penerbitan Risalah Fisika nomor berikutnya (Volume 1, Nomor 2) direncanakan

pada bulan Juli 2017. Segenap Editor Jurnal Fisika mengundang komunitas fisika

untuk aktif berpartisipasi mengirimkan naskah ke situs http://journal.fisika.or.id/rf

(bahasa Indonesia) maupun http://journal.fisika.or.id/jips (bahasa Inggris).

(4)
(5)

Albertus Hariwangsa Panuluh - Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-Skalar

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 1-4 ISSN 2548-9011

1

Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi

Spinor-Skalar

(masuk/received 4 Juni 2016, diterima/accepted 28 Juni 2016)

)

Neutrino Mass Generation in Spinor-Scalar Correspondence Model

Albertus Hariwangsa Panuluh*, Mirza Satriawan**

*Prodi Pendidikan Fisika, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Kampus III USD, Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta 55282 panuluh@usd.ac.id

**Departemen Fisika, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Sekip Utara Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Abstrak – Model pengembangan dari model standar dengan prinsip korespondensi spinor-skalar telah dibangun.

Diperkenalkan enam buah medan skalar baru sebagai partikel korespondensi bagi spinor model standar. Berbagai eksperimen telah menunjukkan adanya osilasi neutrino, dan hal ini dapat terjadi jika neutrino memiliki massa. Oleh karena itu, setiap model pengembangan model standar harus mampu menjelaskan massa neutrino. Massa neutrino dalam model korespondensi spinor-skalar dapat dibangkitkan dengan menggunakan mekanisme seesaw dan dapat memiliki nilai massa yang sangat kecil.

Kata kunci: model standar, massa neutrino, supersimetri, mekanisme seesaw

Abstract – We have build an extension of standard model base on the spinor-scalar correspondence principle. Six new

scalar fields have been introduced as the corresponding particles for the spinors in the standard model. Many experiments have indicated that neutrinos is oscillating, which can happen only if neutrinos have masses. Thus every extension of the standard model has to be able to explain the neutrino mass. Neutrino mass in the spinor-scalar correspondence model can be generated using seesaw mechanism, and can have a very small value.

Key words: standard model, neutrino mass, supersymmetry, seesaw mechanism

I. PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan teknologi, fisika partikel juga telah mengalami perkembangan. Keberhasilan tim CMS dan ATLAS di LHC mendeteksi partikel boson Higgs merupakan salah satu pencapaian besar fisikawan partikel pada era ini [1]. Terdapat empat jenis interaksi di alam semesta, yaitu interaksi kuat, lemah, elektromag-netika, dan gravitasi. Model standar (MS) fisika partikel berhasil menjelaskan tiga jenis interaksi (kecuali gravitasi). Di dalam MS hanya ada satu partikel skalar yaitu boson Higgs yang berperan untuk membangkitkan massa partikel-partikel dalam MS.

MS dikatakan belum lengkap karena tidak mampu menjelaskan beberapa hal di antaranya: osilasi neutrino [2], masalah hierarki [3], ketaksimetrian barion di alam semesta [4], dan keberadaan materi gelap [5]. Oleh karena itu para fisikawan partikel masih berupaya untuk memperluas MS.

Salah satu model pengembangan MS yang mampu menyelesaikan masalah hierarki adalah supersimetri (SUSY) [6]. Supersimetri adalah suatu simetri antara boson dan fermion. Model pengembangan supersimetrik untuk MS disebut Model Standar Supersimetrik Minimal (MSSM) di mana setiap partikel dalam model standar memiliki pasangan-super (superpartner) nya, yaitu setiap boson memiliki pasangan fermion dan setiap fermion memiliki pasangan boson. Selain masalah hierarki, pada perkembangannya terkini SUSY mampu menjelaskan banyak hal di antaranya: momen magnet muon,

penyatu-an kopling ketiga interaksi pada energi tinggi (Grpenyatu-and

Unified Theory), dan partikel SUSY yang paling ringan

(Lightest Supersymmetric Particle) diduga mampu menjadi kandidat materi gelap [7].

Banyak masalah dalam MS yang dapat dijelaskan menggunakan SUSY. Namun partikel SUSY yang paling ringan, yaitu neutralino, belum ditemukan, maka boleh diduga neutralino dan semua gaugino sebenarnya tidak ada di alam. Ini berarti aljabar SUSY harus dirombak agar tidak menyertakan sektor medan tera. Tetapi merombak aljabar SUSY agar tidak menyertakan sektor tera bukanlah hal yang mudah, dan hingga saat ini belum dapat diwujudkan. Akan tetapi ide menggunakan simetri SUSY hanya pada sektor skalar dan spinor tanpa sektor tera dapat direalisir dengan sederhana, yaitu berupa korespondensi antara spinor dan skalar. Kami telah mengusulkan model Korespondensi Spinor Skalar (KSS) di pustaka [8]. Pada model ini untuk setiap partikel spinor dengan bilangan kuantum tera tertentu terdapat partikel skalar korespondensinya dengan bilangan kuantum tera yang sama, demikian pula sebaliknya, sedangkan untuk sektor medan tera tidak memiliki pasangan kores-pondensi. Konsekuensi dibangunnya model KSS adalah adanya peluruhan nukleon (proton dan neutron) yang tidak terdeteksi dalam MS, serta adanya partikel leptoquark yang melanggar bilangan lepton dan barion [8]. Status terakhir terkait dengan peluruhan nukleon dari kolaborasi Sudbury Neutrino Observatory (SNO) diperoleh nilai batas bawah untuk waktu hidup nukleon

adalah 29

2 10

inv

(6)

Albertus Hariwangsa Panuluh - Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-Skalar 2

Neutrino merupakan partikel yang masih misterius hingga saat ini. Awalnya diperkenalkan oleh Pauli pada tahun 1930 sebagai sebuah partikel yang membawa energi yang hilang pada peluruhan beta. Dalam MS, hanya ada neutrino kidal. Beberapa model pengembangan MS memperkenalkan singlet neutrino tak-kidal. Model KSS juga memperkenalkan singlet neutrino tak-kidal. Selain itu, dahulu diduga neutrino tidak bermassa. Namun hasil eksperimen yang dilakukan oleh SNO, Super Kamiokande, dan beberapa detektor neutrino lain menunjukkan bahwa neutrino yang berasal dari matahari mengalami osilasi (berubah flavor) [10]. Peristiwa osilasi neutrino hanya dapat berlangsung jika neutrino memiliki massa.

Atas dasar fakta ini, neutrino pada semua model pengembangan MS harus mampu menjelaskan massa neutrino. Dalam penelitian ini akan diteliti pembangkitan massa neutrino.

II. MODEL KSS

Model KSS merupakan pengembangan dari MS dengan memperkenalkan enam buah medan skalar yang masing-masing medan skalar merupakan pasangan dari medan spinor yang ada di MS ditambah dengan neutrino tak-kidal. Tabel 1 menunjukkan isi partikel dalam model KSS, dengan e L L l e

       

adalah dublet lepton

SU

(2)

L

dan L L u q d       

adalah dublet quark.

Bentuk potensial skalar dalam model KSS paling umum yang invarian terhadap transformasi tera SM dan melibatkan semua medan skalar dalam model KSS adalah sebagai berikut [8] 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 | | 2 | | 3 | | 4 | | 5 | | V             62| |2  1| |4  2| |4    3| |4 4| |4  5| |4 6| |4  1| | |2 |2  2| | |2 |2 2 2 2 2 2 2 3| | | | 4| | | | 5| | | |             2 2 2 2 2 2 1| | | | 2| | | | 3| | | |               4| | |2 |2 

1| | |2 |2 

2|| |2 |2 

3| | |2 |2 

1| | |2 |2 

2|| |2 |2   | | |2 |2  1( )  2( † †)

  3( † ) 4( †)

(1)

dengan simbol Yunani selain medan partikel (μ1,....,δ4)

adalah tetapan.

Supaya foton dan gluon tidak bermassa setelah mengalami perusakan simetri secara spontan (spontaneous symmetry breaking), maka hanya medan skalar yang memiliki muatan elektromagnetik neutral

Tabel 1. Medan spinor dan medan skalar disertai dimensi wakilan dan bilangan kuantum dalam model KSS.

Medan Spinor Medan Skalar

SU

(3)

C

SU

(2)

L

U

(1)

Y L l1,2,-1 R e

1,1,-2 R

1,1,0 R d3,1,-2/3 L q

3,2,1/3 R u3,1,4/3

yaitu

dan

yang boleh mempunyai nilai harap vakum (Vacuum Expectation Value, VEV) yang tak nol. Bentuk VEV bagi medan

dan

ditunjukkan dalam persamaan

1 0 2 

     

 

,

(2)

dengan

dan

adalah VEV bagi medan skalar

dan

. Dengan melakukan substitusi persamaan (2) ke persamaan (1), diperoleh nilai potensial skalar pada keadaan dasar/vakum setelah perusakan simetri secara spontan 2 2 2 2 4 4 2 2 1 3 1 3 2

1

1

1

2

4

2

V

 

 

 





  

 

.

(3)

Dari persamaan (3) dapat diperoleh nilai minimum dari potensial skalar dan dapat diperoleh nilai VEV bagi masing-masing medan skalar

2 2 2 3 1 3 2 3 1 2 4 4 

 

 

 

   

,

2 2 2 1 3 1 2 2 3 1

2

4

 

 

 

 

.

(4)

III. PEMBANGKITAN MASSA

A. Massa Partikel Skalar

Untuk membangkitkan massa keenam partikel skalar dalam model KSS maka dilakukan ekspansi di sekitar VEV setiap medan skalar. Bentuk ekspansinya ditunjukkan sebagai

1

,

,

0

2

h

h

h

    

 

1 2 , h , h h h       



. (5)

(7)

Albertus Hariwangsa Panuluh - Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-Skalar

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 1-4 ISSN 2548-9011

3

Dari bilangan kuantum serta dimensi wakilan grup teranya,

tidak lain adalah medan Higgs SM (yang terotasi) sehingga nilai

tak lain adalah nilai VEV untuk partikel Higgs MS yaitu 246 GeV [11]. Persamaan (5), disubstitusi ke persamaan (1), kemudian setelah dilakukan penjabaran dan suku campuran diabaikan, maka massa bagi keenam medan skalar

2 1

2

m



 , 2 3

8

m



 , 2 2 2 1 1 2

1

2

m

 

 

, 2 2 2 3 1 4

1

2

m

 

 

, 2 2 2 4 2 5

1

1

1

4

2

2

m

 

 

,

2 2 2 5 3 6

1

2

m

 

 

.

(6) B. Lagrangian Yukawa dan massa elektron, up dan down

quark

Massa elektron (e), up quark (u), dan down quark (d) dapat dibangkitkan dengan membangun Lagrangian Yukawa yang paling umum dalam model KSS. Bagian lagrangian Yukawa, setelah perusakan simetri spontan yang akan memberikan massa fermion adalah

( )c ( )c ( )c v L R l R R R R d R R G l G e   G   G d        L G qq L



RG uu R



RcG q uq u L

RG qq d L

cdRG le L

ceRG u eu l R

RcG ll d L

cdRG q lq l L

LcG dd u R

cuRcG dqd R

cdRcG qq L

cqcLG l llL

Lch c. (7) dengan berbagai koefisien G adalah tetapan kopling interaksi Yukawa, yang secara umum harus berupa matriks untuk menampung informasi tentang ketiga generasi fermion.

Persamaan (7) memuat suku yang dapat membangkit-kan massa elektron (e), up quark (u), dan down quark (d) yaitu suku G le LceR,G q uq u LR dan c

q d L R

G q

d berturut-turut. Dari ketiga suku tersebut diperoleh

1 2 e e mG, 1 2 u q u mG,

1 2 d q d mG

.

(8)

yakni massa elektron (e), up quark (u), dan down quark (d).

IV. PEMBANGKITAN MASSA NEUTRINO

Terdapat beberapa cara untuk membangkitkan massa neutrino, salah satunya adalah mekanisme seesaw tipe-1 [12]. Suku lagrangian untuk mekanisme seesaw secara umum adalah 2 c R L R R M f     

.

(9) Dari persamaan (7) dapat diperoleh bentuk Lagrangian yang memuat suku yang sama seperti persamaan (9) di atas, yaitu

c . . L R R R G  G  h c   

L (10)

Kemudian setelah medan skalar

dan

memperoleh VEV masing-masing

dan

, maka persamaan (10) menjadi

c L R R R G

 

G

 

   L (11)

yang diagram Feynman-nya ditunjukan pada Gambar (1). Dengan membandingkan persamaan (11) dengan persa-maan (9), maka diperoleh M 2G   dan fG.

Gambar 1. Diagram Feynman mekanisme seesaw pembang-kitan massa neutrino

Massa neutrino dapat diperoleh dengan cara melakukan diagonalisasi matriks massa neutrino dari persamaan (11)

0 m m M

(12) dengan mG   adalah massa Dirac. Maka massa neutrino dalam model KSS adalah

2 m m M   , (13)

yang dapat bernilai sangat kecil jika M m2. Karena semua kopling konstan di persamaan (7) tidak berdimensi maka dengan alasan kealamian (naturalness) nilainya semestinya berorde satu, sehingga di sini diasumsikan bahwa semua kopling konstan di persamaan (7) berorde satu, maka vϕ2/vη ≈ 10-9 GeV. Dengan memasukkan nilai

vϕ = 246 GeV, maka dapat diperkirakan nilai νη ≈ 6,05

× 1013

GeV yang tidak lain sebanding dengan massa M. Mekanisme yang telah dideskripsikan tersebut tidak

(8)

Albertus Hariwangsa Panuluh - Pembangkitan Massa Neutrino Dalam Model Korespondensi Spinor-Skalar 4

berbeda jauh dengan mekanisme seesaw tipe-1 di pustaka [13]. Perbedaannya di sini nilai M berasal dari VEV medan skalar η.

Hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah matriks campuran neutrino dalam model KSS. Isu lain yang dapat untuk diteliti adalah masalah ketidaksimetrian barion di alam semesta. Salah satu cara untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah leptogenesis yang dihasilkan melalui peluruhan neutrino singlet.

VI. KESIMPULAN

Model korespondensi spinor-skalar (KSS) merupakan salah satu model yang dapat menjadi alternatif lain dari SUSY yang tidak mengharuskan adanya gaugino. Dalam model ini massa neutrino dapat dibangkitkan menggunakan mekanisme seesaw dan massa neutrino memiliki nilai m2/M dan akan bernilai sangat kecil jika M >> m2.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP Universitas Sanata Dharma dan Program Studi Fisika, FMIPA Universitas Gadjah Mada atas segala bentuk dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

PUSTAKA

[1] The ATLAS Collaboration, Observation of a new particle in the search for the Standard Model Higgs boson with the ATLAS detector at the LHC, Physics Letter B, vol. 716, Issue 1, 17 September 2012, pp. 1-29.

[2] A. Aguilar, et al., Evidence for Neutrino Oscillations from the Observation of Electron Anti-neutrinos in a Muon Anti-Neutrino Beam, Physical Review D, vol. 64, no. 112007, 13 November 2001.

[3] L. Susskind, Dynamics of spontaneous symmetry breaking in the Weinberg-Salam theory, Physical Review

D, vol. 20, no. 2619, 15 Nopember 1979.

[4] S. Davidson, M. Losada, A. Riotto, A New perspective on baryogenesis, Physical Review Letters, vol. 84, no. 4284, 8 Mei 2000.

[5] P. Gondolo, G. Gelmini, Compatibility of DAMA dark matter detection with other searchers, Physical Review D, vol. 71, no. 123520, 10 Juni 2005.

[6] J. Wess, B. Zumino, Super gauge transformation in four dimensions, Nuclear Physics B, vol. 70, 1974, pp. 39-50. [7] V. Berezinsky, A. Bottino, J. Ellis, N. Fornengo, G.

Mignola, S. Scopel, Neutralino dark matter in supersymmetric models with non-universal scalar mass terms, Astroparticle Physics, Vol. 5, 1-26, 1996.

[8] A. H. Panuluh, Istikomah, F. Fauzi, dan M. Satriawan,

Model Korespondensi Spinor-Skalar, Prosiding

Pertemuan Ilmiah XXIX HFI DIY & Jateng, April 2015,

pp. 119-123.

[9] S. N. Ahmed, et al., Constraints on Nucleon Decay via Invisible Modes from the Sudbury Neutrino Observatory,

Physics Review Letter, Vol. 92, 2004.

[10] Y. Fukuda, et al., Evidence for Oscillation of Atmospheric Neutrinos, Physics Review Letter, Vol. 81, 1998.

[11] K. A. Olive, et al., Review of Particle Physics, Chinese

Physics C, Vol. 38, 2014.

[12] M. Fukugita dan T. Yanagida, Physics of Neutrinos and

Applications to Astrophysics, Springer-Verlag, 2003.

[13] R. N. Mohapatra dan G. Senjanovic, Neutrino Mass and Spontaneous Parity Nonconservation, Physics Review

(9)

Thomas Aquino Ariasoca - Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil Spectroscopy Ellipsometry Dengan ...

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 5-8 ISSN 2548-9011

5

Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil

Spectroscopy Ellipsometry Dengan Menggunakan Metode Matriks

Transfer

(masuk/received 26 Juni 2016, diterima/accepted 31 Agustus 2016 )

)

Graphene Dielectric Constant Modeling of Spectroscopy Ellipsometry

Result Using Matrix Transfer Method

Thomas Aquino Ariasoca, Iman Santoso

Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

thomas.a.a@mail.ugm.ac.id

Abstrak – Telah dilakukan pemodelan konstanta dielektrik graphene pada substrat SiC hasil spectroscopy

ellipsometry dengan menggunakan metode matriks transfer untuk melakukan perhitungan persamaan Fresnel dalam pemodelan optik. Matriks transfer didefinisikan dalam perkalian matriks interface I dan matriks layer L yang menunjukkan pengaruh dari lapisan permukaan dan badan dari suatu medium terhadap keseluruhan sistem. Pengaruh kekasaran lapisan didefinisikan menggunakan pendekatan medium efektif. Pemodelan konstanta dielektrik kemudian dilakukan dengan menggunakan inversi Newton-Raphson dari persamaan ellipsometry. Hasil dari penelitian menunjukkan perhitungan dengan menggunakan metode matriks transfer dapat menghasilkan nilai yang sama dengan perhitungan persamaan Fresnel biasa.

Kata kunci: matriks transfer, pemodelan optik, konstanta dielektrik, graphene, substrat SiC

Abstract – Modeling the dielectric constant of graphene on SiC substrate of spectroscopy ellipsometry result has been

done by using transfer matrix method to calculate the Fresnel equation in optical modeling. The transfer matrix is defined by multiplication of interface matrix I and layer matrix L that show the effect of interface and body layer of a medium to a system. The effect of surface roughness is defined by using effective medium approximation. Then modeling of dielectric constant is done by using Newton-Raphson inversion method from ellipsometry equation. Result shows that calculation using transfer matrix method gives same result as calculation of ordinary Fresnel equation.

Keywords: transfer matrix, optical modeling, dielectric constant, graphene, SiC substrate

I. PENDAHULUAN

Graphene adalah alotropi karbon yang berbentuk

lembaran heksagonal 2-dimensi [1]. Graphene pada dasarnya adalah dasar pembentukan beberapa material berbasis karbon seperti grafit. Graphene memiliki sifat optik dan kelistrikan yang unik seperti transport elektron balistik, efek kuantum Hall, dan tingkat transparansi optik yang tinggi [2], sehingga banyak dilakukan kajian untuk memanfaatkan keunikan sifat graphene tersebut ke dalam pengembangan teknologi elektronik [2].

Salah satu bentuk graphene yang sering dikaji adalah

graphene epitaxial multilayer, yaitu graphene yang

terdiri dari beberapa lapisan graphene. Karena adanya orientasi yang berbeda di antara lapisan yang terdekat terhadap substrat, struktur pita graphene epitaxial

multilayer hampir identik dengan graphene monolayer

terisolasi. [3]

Pengkajian sifat optik Graphene seperti perhitungan konstanta dielektrik, indeks bias, dan konduktivitas optik dapat dilakukan dengan metode spectroscopy ellipsometry karena sangat sensitif terhadap keberadaan

lapisan tipis pada orde 0,01 nm [4]. Perhitungan sifat optik dari metode ellipsometry dapat dilakukan dengan melakukan pemodelan optik. Untuk sistem banyak

lapisan, persamaan Fresnel yang diselesaikan dari pemodelan optik akan semakin rumit, sehingga diperlukan metode matriks transfer untuk mempermudah perhitungan persamaan Fresnel tersebut. Dalam makalah ini akan dikaji penggunaan matriks transfer dalam menyelesaikan persamaan Fresnel yang muncul pada permasalahan ekstraksi konstanta dielektrik material

graphene epitaxial multilayer.

II. LANDASAN TEORI

Dimisalkan suatu sistem optik dengan media linear, homogen, dan isotropik dengan jumlah layer n dan berada di antara medium 0 dan substrat n+1. Ketika cahaya datang dari medium 0, sebagai akibat dari transmisi dan refleksi cahaya pada medium, akan ada cahaya yang datang dari substrat n+1, sehingga akan terjadi medan planar yang merambat maju (+) dan medan planar yang terpantul (-) dari gelombang cahaya yang terjadi pada sistem optik tersebut.

Medan E untuk cahaya yang merambat menuju sistem optik dengan layer n kemudian didefinisikan ke dalam bentuk [5]

(10)

Thomas Aquino Ariasoca - Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil Spectroscopy Ellipsometry Dengan... 6

dengan z adalah koordinat perambatan gelombang planar. Bila cahaya yang merambat dari medium 0 merambat dalam koordinat z’ dan cahaya yang merambat dari substrat dalam koordinat z”, serta koordinat z’ dan z” saling pararel, maka berdasarkan sistem linear, E(z’) dan

E(z”) dapat direlasikan dalam sebuah matriks

transformasi [5]

(2)

dengan matriks S merupakan matriks hamburan yang didefinisikan dalam perkalian matriks interface I dan matriks layer L yang menunjukkan pengaruh dari lapisan permukaan dan badan dari suatu medium terhadap keseluruhan sistem, sehingga matriks S dapat ditulis sebagai [5]

(3)

matriks interface I dan matriks layer L dapat didefinisikan ke dalam bentuk matriks . Matriks I sendiri didefinisikan oleh [5]

(4)

dengan adalah koefisien refleksi pada medium i dan j, dan adalah koefisien transmisi pada medium i dan j. Matriks dapat didefinisikan dalam [5]

(5)

dengan adalah beda fase yang terjadi pada medium j. Metode matriks transfer kemudian diimplementasikan ke dalam persamaan spectroscopy ellipsometry yang dituliskan oleh persamaan [4]

(6)

dengan dan merupakan koefisien refleksi dari sistem yang ditinjau. Nilai koefisien refleksi dapat dicari dengan menggunakan persamaan Fresnel [4]

(7)

(8)

dengan dan adalah konstanta dielektrik pada medium 0 dan 1, serta dan adalah sudut sinar yang datang menuju medium medium 0 dan 1.

III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN

Sistem optik yang diteliti adalah sistem graphene pada susbtrat SiC dengan memperhitungkan efek kekasaran lapisan interface yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan medium efektif [4]

(9)

Tetapan adalah konstanta dielektrik dari medium efektif, konstanta dielektrik medium a, konstanta dielektrik medium b, dan adalah rasio volume dari medium a.

Pemodelan optik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk sistem bulk SiC, graphene pada SiC, dan

graphene pada SiC dengan efek interface. Pemodelan

optik yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pemodelan optik (a) SiC, (b) graphene di

atas SiC, dan (c) graphene di atas SiC dengan 2 interface layer

Perhitungan koefisien Fresnel dilakukan dengan menggunakan matriks transfer. Untuk sistem 3 layer persamaan matriks hamburan dapat ditulis sebagai

(10)

(11)

sehingga koefisien refleksi total sistem dapat ditulis dalam

(12)

dengan S11 dan S21 merupakan komponen dari matriks

hamburan .

Untuk sistem 5 layer, persamaan matriks hamburan dapat ditulis sebagai

(11)

Thomas Aquino Ariasoca - Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil Spectroscopy Ellipsometry Dengan ...

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 5-8 ISSN 2548-9011

7

(13)

(14)

dan koefisien refleksi total sistem ditulis dalam

(15)

dengan S11 dan S21 merupakan komponen dari matriks

hamburan .

Kemudian metode Newton-Raphson digunakan untuk menghitung nilai konstanta dielektrik [6]. Pertama-tama, persamaan dibuat ke dalam bentuk

(16)

yang merupakan persamaan pembuat nol yang akar-akarnya merupakan nilai persamaan dielektrik. Nilai akar-akar tersebut kemudian dicari dengan menggunakan persamaan Newton-Raphson

(17)

Algoritma perhitungan konstanta dielektrik tersebut dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan data ellipsometry yang digunakan untuk mengekstrak nilai konstanta dielektrik diperoleh dari pengukuran ellipsometry dari grup spektroskopi dari National University of Singapore (NUS) [3].

Hasil perhitungan dengan matriks transfer untuk sistem 3 lapisan kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan Fresnel untuk sisten 3 layer yang ditunjukkan oleh

(18)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyelesaian dari persamaan (16) akan menghasilkan nilai konstanta dielektrik yang merupakan bilangan kompleks. Gambar 3 menunjukkan perbandingan nilai konstanta dielektrik bagian real (garis sambung) dan bagian imajiner (garis putus-putus) dari graphene di atas substrat SiC dengan metode matriks transfer dan persamaan Fresnel biasa.

Gambar 2. Diagram alir Algoritma Newton-Raphson.

Gambar 3. Perbandingan hasil perhitungan konstanta

dielektrik graphene di atas substrat SiC dengan persamaan Fresnel biasa dan metode matriks.

Terlihat bahwa perhitungan dengan menggunakan metode matriks transfer menghasilkan nilai konstanta dielektrik yang sama dengan perhitungan menggunakan persamaan (18). Penggunaan matriks transfer selanjutnya dapat digunakan untuk mempermudah perhitungan koefisien refleksi untuk sistem banyak layer.

Hasil perhitungan konstanta dielektrik graphene pada substrat SiC dengan memperhitungkan efek interface dapat dilihat pada Gambar 4. Terlihat bahwa perubahan ketebalan interface mempengaruhi nilai konstanta dielektrik yang dihitung.

(12)

Thomas Aquino Ariasoca - Pemodelan Konstanta Dielektrik Graphene Pada Substrat SiC Hasil Spectroscopy Ellipsometry Dengan... 8

Gambar 4. Hasil perhitungan konstanta dielektrik

graphene di atas substrat SiC dengan

variasi (a) interface pertama, dan (b)

interface kedua.

Keberadaan interface pada pemodelan optik sistem

graphene pada substrat SiC membuat perubahan pada

nilai konstanta dielektrik jika dibandingkan dengan pemodelan optik tanpa memperhitungkan keberadaan

interface. Namun keberadaan puncak serapan masih tetap

sama pada titik energi 4,5 eV. Hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang menunjukkan bahwa puncak serapan dari graphene pada substrat SiC terjadi pada energi 4,5 eV [3]. Keberadaan puncak serapan tersebut diprediksi terjadi karena adanya interaksi elektron-hole pada graphene [6]. Selain itu, hal

ini menunjukkan bahwa penggunaan metode matriks transfer dalam perhitungan konstanta dielektrik dapat digunakan untuk sistem optik banyak lapisan.

V. KESIMPULAN

Telah dilakukan perhitungan konstanta dielektrik

graphene pada substrat SiC dengan menggunakan metode

matriks transfer dalam pemodelan optik sistem

multilayer. Dari perhitungan, hasil perhitungan dengan

metode matriks transfer memiliki nilai yang sama dengan perhitungan menggunakan metode Fresnel biasa. Pada perhitungan sistem graphene pada susbtrat SiC dengan memperhitungkan keberadaan interface, terjadi perubahan pada nilai konstanta dielektrik, namun bentuk kurva dan keberadaan puncak serapan pada titik 4,5 eV tetap sama.

PUSTAKA

[1] Geim, A.K. and Novoselov, K.S., 2007. The rise of graphene. Nature materials 6 (3), pp.183-191.

[2] Kravets, V.G., Grigorenko, A.N., Nair, R.R., Blake, P., Anissimova, S., Novoselov, K.S. and Geim, A.K., 2010. Spectroscopic ellipsometry of graphene and an exciton-shifted van Hove peak in absorption, Physical Review B 81 (15), p.155413.

[3] Santoso, I., Wong, S.L., Yin, X., Gogoi, P.K., Asmara, T.C., Huang, H., Chen, W., Wee, A.T. and Rusydi, A., 2014. Optical and electronic structure of quasi-freestanding multilayer graphene on the carbon face of SiC. EPL (Europhysics Letters) 108 (3), p.37009.

[4] Fujiwara, H., Spectroscopic Ellipsometry Principles and Applications, John Wiley & Sons, Ltd, England. 2007. [5] Azzam, R.M.A., and Bashara, N.M., Ellipsometry and

Polarized Light, North-Holland Publishing Company,

New York. 1977.

[6] Subama, E., Perhitungan Konstanta Dielektrik Graphene

Nanostructured Pada Substrat SiC dan SiO2/Si Hasil

Pengukuran Spectroscopy Ellipsometry Dengan

Menggunakan Metode Inversi Newton-Raphson, Thesis

(13)

Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya

9

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14 ISSN 2548-9011

Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah

Pertama di Kota Palangka Raya

(masuk/received 22 Juni 2016, diterima/accepted 10 November 2016)

)

A Study of Secondary School Understanding about Physical Science

Concepts in Palangka Raya

Theo Jhoni Hartanto*

*Prodi Pendidikan Fisika Universitas Palangka Raya, Jl. H. Timang, Palangka Raya 73112

sisohartanto@gmail.com

Abstrak – Tujuan dari studi ini adalah untuk mendeskripsikan pemahaman siswa SMP di Kota Palangka Raya terhadap

konsep-konsep fisika. Konsep-konsep fisika yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah konsep gerak jatuh, arus listrik, gaya, berat dan massa, serta gelombang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan sampel penelitian 112 siswa kelas IX yang berasal dari tiga SMP di Kota Palangka Raya tahun 2015, yaitu SMPN 1, SMPN 6, dan SMPN 8. Pemahaman konsep siswa dianalisis dengan menggunakan certainty of response index (CRI). Berdasarkan hasil analisis data diperoleh siswa yang paham konsep di SMPN 1 hanya sebesar 8,89%, siswa yang paham konsep di SMPN 6 dan SMPN 8 memperoleh persentase yang sama sebesar 11,49%. Berdasarkan temuan itu, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa di masing-masing sekolah sasaran penelitian ini masih memiliki pemahaman konsep yang rendah. Banyak miskonsepsi yang ditemukan pada konsep gerak jatuh, arus listrik, gaya, berat dan massa, serta gelombang.

Kata kunci: konsep fisika, gerak jatuh, berat dan massa, listrik arus searah, gelombang, gaya

Abstract – The purpose of this study was to describe the secondary school understanding about physical science

concepts in Palangka Raya. The physical science concepts consist of falling motion, electric current, force, weight and

mass, and the wave. One hundred and twelve Grade 9 students from 3 secondary schools across Palangka Raya

participated in the study. The students understanding was analyzed using certainty of response index (CRI). The finding suggest that Grade 9 students from 3 secondary school in Palangka Raya had a poor understanding about physical science concepts. The students who understand about physical science concepts on SMPN 1 Palangka Raya only amounted to 8.89%, whereas on SMPN 6 and SMPN 8 Palangka Raya obtained the same percentage about 11.49%. There are many misconceptions discovered in this study related to the concept of falling motion, electric current, force, weight and mass, and wave.

Key words: physical science concepts, falling motion, mass and weight, direct current, wave, force

I. PENDAHULUAN

Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam. Fisika memiliki banyak konsep khas atau seringkali dinamakan sebagai konsep fisika. Beberapa contoh konsep fisika itu diantaranya adalah gerak, perambatan cahaya, pembiasan cahaya, pemantulan cahaya, kalor, kalor jenis, tekanan, kuat arus listrik, gaya, suhu, dan masih banyak lagi konsep lainnya. Konsep-konsep ini dipelajari oleh siswa di sekolah, baik SMP maupun SMA. Pemahaman terhadap konsep fisika ini sangat penting bagi siswa, khususnya siswa sekolah menengah pertama sebagai bekal untuk mempelajari fisika di jenjang satuan pendidikan yang lebih tinggi. Pemahaman yang benar dan mendalam terhadap konsep akan memungkinkan siswa itu menerapkan pemahamannya dalam berbagai keperluan.

Pembelajaran IPA (khususnya yang berkaitan dengan fisika) di sekolah seolah-olah hanya mengisi otak siswa dengan berbagai materi ajar yang harus di hafal. Siswa merasakan bahwa belajar IPA fisika adalah seperti belajar

mengingat rumus-rumus, memecahkan permasalahan matematika, dan sebagian siswa meyakini bahwa fisika tidak berhubungan dengan dunia nyata [1]. Siswa yang belajar fisika tidak menemukan kemenarikan dari fisika dan banyak diantara mereka melewati pelajaran fisika tanpa memiliki pemahaman konseptual yang baik mengenai fisika itu sendiri [2].

Pada pembelajaran IPA fisika di SMP, konsep-konsep arus listrik searah, gerak, gaya, berat dan massa, serta gelombang merupakan beberapa konsep yang diajarkan di kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX. Guru mungkin merasa bahwa konsep-konsep ini mudah dimengerti oleh siswa, apalagi bila siswa dapat mengerjakan soal-soal hitungan yang diberikan guru tentang konsep-konsep itu. Tetapi, apakah benar bahwa mereka sudah mengerti dengan benar terhadap konsep yang telah mereka pelajari? Apakah mereka dapat memberikan jawaban yang secara ilmiah dapat dibenarkan apabila mereka diminta untuk memberikan jawaban tentang konsep-konsep fisika itu?

Guru sangat jarang atau bahkan tidak pernah melakukan pelacakan terhadap pemahaman konsep

(14)

10 Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya

siswanya. Guru seolah “tidak peduli” apakah siswanya sudah memahami konsep dengan benar atau bahkan masih bertahan dengan konsepsi yang salah. Padahal, mengetahui pemahaman konsep siswa merupakan hal yang sangat penting bagi seorang guru untuk perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajarannya [3].

“Ketidakpedulian” guru seperti ini akan menyebabkan pemahaman yang salah yang mungkin akan terbawa oleh siswa sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini telah dibuktikan oleh peneliti ketika mengampu Mata Kuliah Fisika Dasar I, banyak mahasiswa tahun pertama yang memiliki pemahaman yang salah terhadap konsep-konsep fisika yang seharusnya sudah pernah mereka pelajari di SMP atau SMA. Pemahaman yang salah ini seringkali disebut miskonsepsi. Miskonsepsi merupakan konsepsi anak sebagai hasil konstruksi tentang alam sekitarnya yang berbeda dengan konsepsi ilmiah; konsepsi yang tidak cocok dengan konsepsi ilmuwan; pemahaman terhadap ide, peristiwa, atau obyek yang berbeda dengan pemahaman ilmiah [4-6]. Hasil ini kemungkinan besar karena mahasiswa memperoleh pemahaman yang salah dan bertahan sejak tingkat satuan pendidikan sebelumnya. Pembelajaran yang tidak memperhatikan miskonsepsi menyebabkan kesulitan belajar dan akhirnya akan menghasilkan pada rendahnya prestasi belajar siswa [7,8].

Dalam tulisan ini akan ditunjukkan apa yang muncul dari hasil tes yang berkaitan dengan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep fisika yang ada di sekolah menengah, khususnya siswa dari beberapa SMP di Kota Palangka Raya. Harapannya adalah hasil penelitian ini akan memberikan gambaran pemahaman siswa terhadap konsep IPA (fisika) di SMP untuk selanjutnya, dapat memberikan dasar bagi guru (pengajar) dalam merancang pembelajaran untuk mengurangi potensi miskonsepsi pada siswa.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini tidak ada perlakuan yang diberikan pada sampel penelitian [9]. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mendeskripsikan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep IPA (fisika) yang dipelajari di jenjang SMP, khususnya di SMP Kota Palangka Raya.

Tes pemahaman konsep disusun dan dikembangkan

berdasarkan beberapa hasil penelitian dan referensi [5, 10,11,13,14]. Tes ini terdiri dari 6 butir soal dalam bentuk certainty of response index (CRI). CRI terdiri dari dua bagian, yaitu (1) pertanyaan dalam bentuk pilihan ganda disertai alasan responden memilih pilihan jawaban pada pertanyaan dan (2) keyakinan responden terhadap pilihan jawaban jawaban [10,12]. Rubrik mengenai paham konsep dengan metode CRI ini ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rubrik CRI untuk setiap jawaban.

No. Jawaban Alasan Nilai CRI Deskripsi

1. Benar Benar 2,5 Paham

konsep dengan baik

2. Benar Benar 2,5 Paham

konsep tetapi kurang percaya diri dengan jawabannya

3. Benar Salah 2,5 Miskonsepsi

4. Benar Salah 2,5 Tidak Paham

Konsep

5. Salah Benar 2,5 Miskonsepsi

6. Salah Benar 2,5 Tidak Paham

Konsep

7. Salah Salah 2,5 Miskonsepsi

8. Salah Salah 2,5 Tidak Paham

Konsep

Tes diberikan kepada beberapa sampel, yaitu siswa kelas IX yang berjumlah 112 orang dari tiga SMP di Palangka Raya, yaitu SMPN 1, SMPN 6, dan SMPN 8 yang sudah mempelajari konsep gerak jatuh, arus listrik, gaya, berat dan massa, serta gelombang. Selanjutnya, dicari persentase rata-rata siswa yang paham konsep, tidak memahami konsep, atau miskonsepsi dari tiap butir soal.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum, berdasarkan hasil analisis data, diperoleh persentase rata-rata pemahaman konsep siswa di tiga SMP yang menjadi sasaran penelitian. Data persentase pemahaman konsep siswa untuk tiap butir tes pemahaman konsep di masing-masing sekolah sasaran penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase pemahaman konsep siswa di SMPN 1, SMPN 6, dan SMPN 8.

No. Konsep Butir

Soal Persentase SMPN 1 SMPN 6 SMPN 8 P M TP P M TP P M TP 1. Gerak jatuh 1 10,00 33,33 56,67 10,34 68,97 20,69 0,00 79,31 20,69 2. Gaya 2 0,00 60,00 40,00 0,00 65,52 34,48 10,34 41,38 48,28 3. Gelombang 3 0,00 50,00 50,00 0,00 68,97 31,03 6,90 55,17 37,93

4. Berat & massa 4 10,00 26,67 63,33 3,45 55,17 41,38 13,79 27,59 58,62

5. Arus listrik searah 5 16,67 23,33 60,00 20,69 31,03 48,28 20,69 34,48 44,83

6 16,67 30,00 53,33 34,48 20,69 44,83 17,24 17,24 65,52

Rata-rata 8,89 37,22 53,89 11,49 51,73 36,78 11,49 42,53 45,98

(15)

Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya

11

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14 ISSN 2548-9011

Berdasarkan data pada Tabel 2, diperoleh bahwa sebagian besar siswa di beberapa SMP di Kota Palangka Raya masih banyak yang tidak paham konsep. Persentase paham konsep dapat dikatakan kecil, bahkan juga ditemukan miskonsepsi pada siswa. Terlihat bahwa persentase rata-rata menunjukkan bahwa yang paham konsep hanya sebesar 8,89% siswa di SMPN 1 dan 11,49% siswa di SMPN 6 dan SMPN 8. Persentase rata-rata siswa yang miskonsepsi dan tidak paham konsep sangat besar.

Pemahaman Konsep Gerak Jatuh

Berdasarkan data hasil tes menunjukkan bahwa konsep gerak jatuh masih banyak ditemukan pemahaman yang salah. Siswa di SMP yang menjadi sampel penelitian memahami bahwa benda yang berukuran besar (benda yang „berat‟ menurut siswa) akan jatuh mencapai tanah lebih awal daripada benda yang kecil ukurannya (benda „ringan‟ menurut siswa). Ketika pada tes ditanyakan sebuah kelereng kecil dan kelereng besar dijatuhkan bersamaan dari ketinggian yang sama (gesekan diabai-kan), 33,33% siswa di SMPN 1, 68,97% siswa di SMPN 6, dan 79,31% siswa di SMPN 8 menjawab kelereng besar yang jatuh lebih dahulu mencapai tanah. Hasil ini juga relevan dengan berbagai referensi dan hasil-hasil yang diperoleh penelitian-penelitian sebelumnya [10,11, 14]. Selain itu, sebesar 56,67% siswa di SMPN 1 dan 20,69%siswa di SMPN 6 dan SMPN 8 tidak mengetahui sama sekali konsep yang ditanyakan (tidak menjawab pertanyaan). Hanya sedikit siswa di tiga SMPN tersebut yang memahami konsep gerak jatuh dengan benar. Siswa yang memahami dengan benar memiliki jawaban apabila gesekan diabaikan, massa obyek tidak mempengaruhi gerak jatuh benda.

Miskonsepsi dan ketidakpahaman yang tinggi berkaitan dengan konsep gerak jatuh ini diakibatkan dua hal, yaitu pengalaman siswa dan kurangnya penekanan terhadap konsep dalam kegiatan pembelajaran. Miskonsepsi yang cukup tinggi ini (sebesar 33,33%) sangat erat kaitannya dengan pengalaman siswa. Menurut Ref [17] miskonsepsi muncul dari penjelasan-penjelasan yang berasal dari apa yang didengar dan apa yang dilihat. Sebelum belajar tentang gerak jatuh, siswa telah memiliki konsep bahwa benda yang lebih berat akan sampai di tanah terlebih dahulu dibandingkan dengan benda yang ringan. Jika siswa diperhadapkan dengan permasalahan yang demikian, maka secara spontan siswa akan menjawab sesuai dengan konsep awal yang telah mereka miliki. Melalui intuisinya, siswa beranggapan bahwa benda yang berat selalu lebih cepat jatuh daripada benda yang ringan [10,11,14]. Selain itu, miskonsepsi dan ketidakpahaman muncul karena kurangnya penekanan terhadap konsep dalam pembelajaran. Ref [18] menyatakan bahwa konsepsi siswa yang keliru tidak dapat diubah hanya dengan mempresentasikan informasi baru semata. Pembelajaran melalui transfer informasi berpotensi menyebabkan terjadinya miskonsepsi [19].

Pemahaman Konsep Gaya

Konsep gaya berkaitan dengan Hukum I Newton. Siswa ditanyakan apabila sebuah benda berada di atas

lantai yang licin dan bergerak lurus beraturan (kelajuan tetap), kemudian benda tersebut dikerjakan gaya F dan F' yang arahnya saling berlawanan dan nilainya sama besar. Sebesar 60% siswa di SMPN 1, 65,52% siswa di SMPN 6, dan 41,38% siswa di SMPN 8 menjawab benda akan berhenti bergerak dengan alasan gaya F dan gaya F' menghambat gerakan benda sehingga benda akan berhenti bergerak. Sebesar 40% siswa di SMPN 1, 34,48% di SMPN 6, dan 48,28% di SMPN 8 tidak mengetahui sama sekali konsep yang ditanyakan (tidak menjawab pertanyaan dalam tes). Tidak ada siswa yang memahami konsep ini dengan benar di SMPN 1 dan SMPN 6, dan hanya 10,34% siswa di SMPN 8 yang paham.

Berdasarkan hasil ini, sekali lagi, pengalaman siswa nampaknya bekerja dalam konsep ini dan masih kurangnya penekanan terhadap konsep dalam kegiatan pembelajaran. Siswa belum sepenuhnya paham bahwa sebuah benda yang bergerak dengan kecepatan tetap akan terus bergerak dengan kecepatan tetap kecuali resultan gaya bekerja pada benda itu tidak sama dengan nol. Seharusnya, benda akan tetap bergerak dengan kelajuan tetap karena resultan dari gaya F dan F' sama dengan nol. Jadi, gaya F dan gaya F' bukanlah sebagai penghambat gerak benda.

Pemahaman Konsep Gelombang

Pada konsep gelombang, siswa SMP masih memiliki pemahaman yang salah. Dalam tes, ditanyakan: Budi melemparkan batu ke tengah kolam, sehingga muncul gelombang air yang merambat dari tempat batu jatuh menuju tepi kolam. Sebesar 50% siswa di SMPN 1, 68,97% siswa di SMPN 6, dan 55,17% siswa di SMPN 8 mengalami miskonsepsi menjawab bahwa air yang mengenai tepi kolam adalah air yang berasal dari tengah kolam (tempat jatuhnya batu). Artinya, siswa masih memahami bahwa medium (air) ikut merambat bersama gelombang. Siswa memiliki pemahaman bahwa “air ikut berjalan” atau air ikut merambat bersama gelombang. Sebesar 50% siswa di SMPN 1, 31,03% siswa di SMPN 6, dan 37,93% siswa di SMPN 8 tidak mengetahui sama sekali konsep yang ditanyakan (tidak menjawab pertanyaan dalam tes). Pada soal yang berkaitan dengan konsep gelombang ini, tidak ada siswa yang memahami konsep ini dengan benar di SMPN 1 dan SMPN 6, hanya 6,90% siswa yang yang paham di SMPN 8. Hasil seperti ini relevan dengan penelitian yang lain [13].

Perkembangan kognitif siswa menjadi sumber dari tingginya miskonsepsi pada konsep gelombang. Ref [20] menyatakan bahwa miskonsepsi dapat bersumber dari tingkat perkembangan kognitif siswa. Siswa SMP kesulitan untuk memahami bahwa gelombang membawa energi dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini terjadi karena siswa SMP masih dalam tahap operasional konkret di mana siswa baru dapat berpikir dengan hal-hal yang nyata, yang dapat dilihat oleh indera [5]. Dalam konteks konsep gelombang ini, siswa lebih mudah melihat airnya daripada energinya sehingga lebih mudah bagi mereka untuk menjawab airlah yang berpindah dalam perambatan gelombang.

(16)

12 Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya

Pemahaman Berat dan Massa

Seperti yang telah dipelajari bahwa berat dan massa merupakan besaran yang berbeda. Namun demikian, banyak jawaban yang salah terhadap konsep berat dan massa. Berdasarkan hasil tes pemahaman konsep, sebesar 26,67% siswa di SMPN 1, 55,17% siswa di SMPN 6, dan 27,59% siswa di SMPN 8 menjawab massa dan berat merupakan besaran yang sama. Sebesar 63,33% siswa di SMPN 1, 41,38% siswa di SMPN 6, dan 58,62% siswa di SMPN 8 tidak tahu sama sekali konsep yang ditanyakan (tidak menjawab pertanyaan dalam tes).

Berdasarkan hasil tes, hanya 10% siswa di SMPN 1, 3,45% siswa di SMPN 6, dan 13,79% siswa di SMPN 8 yang bisa menjawab benar. Siswa-siswa yang menjawab benar ini bisa membedakan antara massa dan berat. Massa (mass) berkaitan dengan besaran skalar yang merupakan ukuran jumlah materi yang dimiliki benda dan tidak bergantung pada lokasi dimana benda itu berada. Berat (weight) berkaitan dengan besaran vektor yang merupakan gaya gravitasi yang bekerja pada benda dan dipengaruhi lokasi dimana benda itu berada.

Hasil tes ini mengindikasikan siswa di SMP sasaran masih belum paham konsep berat dan massa dengan benar. Hasil ini berkaitan dengan bahasa keseharian siswa. Dalam bahasa keseharian siswa, istilah berat dan massa seringkali disamakan, inilah yang menjadi salah sumber miskonsepsi pada konsep berat dan massa. Ref [10] menyatakan bahwa satu sumber miskonsepsi adalah bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dalam kesehariannya mengenal istilah berat dalam bahasa sehari-hari, misalnya “berat” badan (yang seharusnya massa badan). Pemakaian istilah seperti ini akan menjadi sumber kesalahan terhadap konsep massa dan berat.

Pemahaman Konsep Arus Listrik

Pada tes disajikan rangkaian listrik arus searah seperti pada Gambar 1. Pada Gambar 1 diperlihatkan rangkaian listrik yang terdiri dari 4 lampu yang identik (Lampu 1, Lampu 2, Lampu 3, dan Lampu 4) serta sebuah baterai.

Gambar 1. Rangkaian listrik arus searah pada tes

Jawaban dominan berkaitan dengan rangkaian listrik pada Gambar 1 adalah 60% siswa di SMPN 1, 48,28% siswa di SMPN 6, dan 44,83% siswa di SMPN 8 tidak tahu konsep berkaitan dengan rangkaian (tidak menjawab

pertanyaan dalam tes). Sebesar 23,33% siswa di SMPN 1, 31,03% siswa di SMPN 6, dan 34,48% siswa di SMPN 8 memiliki miskonsepsi. Menurut siswa yang miskonsepsi, keempat lampu pada rangkaian itu terangnya berbeda-beda (tidak sama) karena terang atau tidak terang nyala lampu bergantung pada posisi lampu terhadap baterai. Semakin dekat dengan kutub positif baterai, semakin terang nyala lampu. Akibatnya, jika lampu dirangkai seperti pada Gambar 1, siswa yang miskonsepsi menja-wab bahwa Lampu 1 menyala lebih terang daripada Lampu 2, Lampu 2 menyala lebih terang daripada Lampu 3, dan Lampu 3 menyala lebih terang daripada Lampu 4. Menurut siswa, perbedaan nyala lampu ini karena Lampu 1 lebih dahulu menerima arus listrik dari baterai, kemudian arus diberikan kepada Lampu 2, Lampu 3, dan Lampu 4. Miskonsepsi seperti ini pernah ditemukan di beberapa penelitian dan dikenal sebagai model konsumsi arus, yaitu besar arus listrik dalam rangkaian seri berkurang pada setiap hambatan/lampu [11,14, 15, 16].

Berdasarkan hasil tes, hanya 16,67% siswa di SMPN 1, 20,69% siswa di SMPN 6 dan SMPN 8 yang bisa menjawab benar. Siswa yang menjawab benar ini sudah memahami karakteristik rangkaian seri bahwa keempat lampu menyala dengan terang yang sama karena nilai arus yang mengalir melalui lampu sama besar.

Hasil yang tidak jauh berbeda ditemukan ketika rangkaian listrik dalam susunan paralel dengan (Gambar 2). Pada Gambar 2, Lampu 1 identik dengan Lampu 2 dan nilai hambatan R sama.

Gambar 2. Rangkaian listrik paralel pada tes

Berdasarkan hasil analisis data hasil tes, sebanyak 53,33% siswa di SMPN 1, 44,83% siswa di SMPN 6, dan 65,52% siswa di SMPN 8 tidak tahu konsep berkaitan dengan rangkaian (tidak menjawab pertanyaan dalam tes) dan sebanyak 30% siswa di SMPN 1, 20,69% siswa di SMPN 6, dan 17,24% siswa di SMPN 8 mengalami miskonsepsi. Ada dua bentuk jawaban siswa yang dominan berkaitan dengan Gambar 2. Pertama, nyala Lampu 2 lebih terang daripada nyala Lampu 1. Siswa yang jawabannya seperti ini memiliki alasan bahwa terang atau tidaknya nyala lampu dipengaruhi oleh letak resistor R yang berada di depan lampu. Resistor R yang berada di depan menggunakan arus listrik terlebih dahulu, kemudian “sisanya” akan diteruskan ke Lampu 1 sehingga nyala Lampu 1 lebih redup. Lampu 2 yang berada di depan menggunakan arus listrik terlebih dahulu, kemudian “sisanya” akan diteruskan ke R sehingga nyala

(17)

Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya

13

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) 9-14 ISSN 2548-9011

Lampu 2 lebih terang. Artinya, berdasarkan jawaban siswa ini, posisi resistor R mempengaruhi nyala lampu dan model konsumsi arus listrik masih terjadi dalam rangkaian paralel ini lampu. Kedua, apabila Lampu 2 dilepas, maka Lampu 1 padam. Sebaliknya, apabila Lampu 1 dilepas, maka Lampu 2 padam. Pada bentuk jawaban kedua ini mengindikasikan bahwa siswa belum paham tentang karakteristik rangkaian paralel. Hasil ini ini relevan dengan hasil penelitian sebelumnya tentang rangkaian listrik [11].

Miskonsepsi pada konsep arus listrik ini banyak berkaitan dengan model konsumsi arus listrik. Model seperti ini muncul karena seseorang memandang sesuatu secara humanistik, perilaku obyek dipahami seperti perilaku manusia [20]. Misalnya, lampu yang paling dekat dengan kutub positif baterai akan menyala lebih terang. Lampu yang berada dekat kutub positif akan menjadi lampu pertama yang ”mengonsumsi” arus listrik dari baterai kemudian “sisa” arus akan diberikan ke lampu kedua yang berada “dibelakang” lampu pertama sehingga nyala lampu kedua akan lebih redup dibandingkan lampu pertama.

Gambaran Solusi terhadap Temuan Penelitian

Hasil penelitian membuktikan bahwa pemahaman konsep siswa di beberapa SMPN di kota Palangka Raya yang menjadi tempat penelitian masih rendah walaupun siswa itu sudah pernah menerima dan mempelajari materi yang di-tes-kan dalam penelitian ini. Penting bagi pengajar untuk mengetahui pemahaman konsep yang dimiliki siswa-nya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran [3,17]. Namun demikian, pengajar sangat jarang atau bahkan tidak pernah melakukan pelacakan terhadap pemahaman konsep siswanya. Pengajar hanya berfokus “menuangkan” materi-materi ke dalam kepala siswa untuk mencapai target kurikulum, tidak memperdulikan apakah siswa sudah memahami atau tidak memahami konsep yang mereka pelajari.

Pengajar perlu memberikan penekanan terhadap konsep-konsep fisika yang dipelajari siswa supaya siswa mempunyai pemahaman yang benar. Penting bagi pengajar untuk mengetahui konsep fisika yang dipahami siswa. Pengajar perlu memberikan kesempatan bagi siswanya untuk mengungkapkan pemahaman tentang konsep fisika yang dipelajari. Berdasarkan ungkapan siswa, pengajar akan memahami apakah siswanya miskonsepsi atau tidak. Pengajar mempertemukan antara konsep yang dimiliki siswa dengan konsep fisika yang sebenarnya [10,11,20]. Misalnya, siswa diberikan suatu masalah yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari, kemudian diminta memberikan prediksi terhadap masalah itu. Pengajar memberikan kesempatan bagi siswa untuk menguji prediksinya tadi melalui percobaan dalam kelompok belajar atau demonstrasi di depan kelas. Apabila hasilnya tidak sesuai dengan prediksi, siswa mengalami konflik kognitif yang dapat menghasilkan perubahan dalam struktur kognitifnya. Pengajar mengarahkan siswa menuju ke konsep fisika yang benar.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan di atas diperoleh bahwa masih banyak siswa SMP di tiga sekolah di Kota Palangka Raya yang belum memahami konsep fisika dengan benar, bahkan banyak ditemukan miskonsepsi pada siswa-siswa SMP tersebut. Miskon-sepsi yang ditemukan antara lain: (a) Model konsumsi arus listrik: terang-tidak terang nyala lampu bergantung pada letak lampu terhadap baterai, semakin dekat dengan kutub positif baterai, semakin terang nyala lampu; (b) Terang atau tidaknya nyala lampu pada rangkaian listrik dipengaruhi oleh letak resistor R yang berada di depan atau di belakang lampu; (c) Benda yang berukuran besar selalu lebih cepat jatuh daripada benda yang lebih kecil ukurannya; (d) Pemahaman siswa mengenai Hukum I Newton belum dikuasai dengan baik; (e) Materi medium rambatan gelombang ikut berpindah bersama energi gelombang ; dan (f) siswa banyak yang salah terhadap konsep berat dan massa.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, penulis menyarankan bahwa perlu bagi pengajar untuk merancang kegiatan pembelajaran yang bertujuan menanamkan konsep yang benar pada siswa-nya. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, pengajar sebaiknya tidak hanya menekankan penguasaan pada perhitungan matematika saja, tetapi sebaiknya pemahaman konsep-konsep yang benar perlu diberi banyak perhatian.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada seluruh dosen dan mahasiswa di Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Palangka Raya. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada pihak SMPN 1, SMPN 6, dan SMPN 8 Kota Palangka Raya yang telah membantu dalam menyelesaikan kegiatan penelitian ini.

PUSTAKA

[1] M. Sahin, Exploring University Students' Expectations and Beliefs About Physics and Physics Learning in Problem Based Learning Context,

Eurasia Journal of Mathematics, Science,

Technology Education, Vol. 5 (4), 2009, pp.

321-333.

[2] Benckert and Pettersson, Learning Physics in Small-Group Discussions-Three Examples, Eurasia Journal Of Mathematics, Science, and Technology Education, Vol. 4 (2), 2008, pp. 121-134.

[3] R. Archer and S. Bates, Asking the right questions:

Developing diagnostic tests in undergraduate physics, School of Physics and Astronomy

University of Edinburgh, 2008.

[4] R. W. Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, Erlangga, 2011.

[5] Paul Suparno, Metodologi Pembelajaran Fisika:

Konstruktivistik dan Menyenangkan, Universitas

Sanata Dharma Press, 2007.

[6] Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik dalam

(18)

14 Theo Jhoni Hartanto - Studi Tentang Pemahaman Konsep-konsep Fisika Sekolah Menengah Pertama di Kota Palangka Raya

[7] Quijas and L.M. Aguilar, Overcoming misconceptions in quantum mechanics with the time evolution operator, Eur. J. Phys, Vol. 28, 2007, pp. 147–159.

[8] D.W. Hestenes and G. Swackhamer, The Force Concept Inventory, The Physics Teacher, Vol.30, 1992, pp. 141-158.

[9] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,

Alfabeta, 2011.

[10] M. Ibrahim, Seri Pembelajaran Inovatif: Konsep,

Miskonsepsi, dan Cara Pembelajarannya,

Universitas Negeri Surabaya Press, 2012.

[11] Van den Berg, Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi, Universitas Kristen Satya Wacana, 1991.

[12] A. Hakim, Liliasari, and A. Kadarohman, Student Concept Understanding of Natural Products Chemistry in Primary and Secondary Metabolites Using the Data Collecting Technique of Modified CRI, International Online Journal of

Educational Sciences, Vol. 4 (3), 2012,

pp.544-553.

[13] R. Astuti, B. Sanjaya, N. Triwijayanti, F.S. Rondonuwu, Konsepsi Mahasiswa Tentang Cepat Rambat Gelombang Pada Permukaan Air,

Prosiding Seminar Nasional Penelitian,

Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, Mei

2009, pp. PF 83 – PF 87.

[14] M. Allen, Misconceptions in Primary Science, Open University Press, McGraw-Hill Companies, 2010.

[15] Chia-Hsing Tsai, Hsueh-Yu Chen, Ching-Yang Chou, and Kuen-Der Lain, Current as the Key Concept of Taiwanese Students' Understandings of Electric Circuits', International Journal of Science Education, Vol. 29 (4), 2007, pp.483–496. [16] D.M. Shipstone, A study of children‟s understanding of electricity in simple DC circuits,

European Journal of Science Education, Vol.

6(2), 1984, pp.185–198.

[17] A.R. Saavedra and V.D. Opfer, Teaching and

Learning 21st Century Skills: Lessons from the Learning Sciences. RAND Corporation, 2012.

[18] Richard I. Arends, Learning to Teach : Belajar

untuk Mengajar Edisi Ketujuh Buku Satu, Pustaka

Pelajar, 2008.

[19] Wasis dan Mikrajuddin Abdullah, Pendidikan Astronomi dalam Kurikulum Sekolah, Prosiding

Seminar Pendidikan Astronomi, Bandung,

Oktober 2011, pp.39–42 .

[20] Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perbaikan Konsep

dalam Pendidikan Fisika, Gramedia Widiasarana

Gambar

Tabel  1.  Medan  spinor  dan  medan  skalar  disertai  dimensi  wakilan dan bilangan kuantum dalam model KSS
Gambar 1.   Diagram  Feynman  mekanisme  seesaw  pembang- pembang-kitan massa neutrino
Gambar  1.    Pemodelan  optik  (a)  SiC,  (b)  graphene  di  atas  SiC,  dan  (c)  graphene  di  atas  SiC  dengan 2 interface layer
Gambar  3.    Perbandingan  hasil  perhitungan  konstanta  dielektrik  graphene  di  atas  substrat  SiC  dengan  persamaan  Fresnel  biasa  dan  metode matriks
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kohli dan Jensen (2010) mengungkapkan bahwa SCOR model dapat mengukuran kinerja dalam proses bisnis menggunakan strategi rantai pasok untuk mendapatkan kolaborasi yang efektif

sesuai dengan karakter produk untuk menanamkan imej produk pada masyarakat terutama bagi target pasar melalui pengadaan sebuah event yang menarik. Dalam penerapan desain akan

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

Pemberian ekstrak etanol daun jambu mete ( Anacardium occidentale ) dengan dosis 1500 mg/ kg BB dapat digunakan sebagai preventif fibrosis hepar karena dapat menghambat produksi IL-6

Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan antara gagal jantung dan gangguan fungsi hati dengan adanya peningkatan AST dan ALT pada uji fungsi hati untuk

Melalui analisis multivariat dengan menggunakan analisis regresi logistik diperoleh variabel yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA, yaitu : kelembaban ruang rumah (OR=

Berdasar latar belakang tersebut, maka akan dilakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Narsisme Terhadap Atribusi Pemimpin Karisma dengan Kualitas Komunikasi Visioner

Untuk mengatasi hal tersebut bisa diterapkan sistem hotspot dengan topologi Extended Service Set (ESS) yang menggunakan lebih dari satu AP dan mengintegrasikan semua AP menjadi