• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepatuhan Konsumsi Tablet Fe 2.1.1. Kepatuhan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan merupakan respon seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatannya (Notoatmojo, 2007).

Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. Gejala kejiwaan yang yang dimaksud dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosial budaya, masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

Perilaku mengonsumsi obat merupakan perilaku peran sakit yaitu tindakan atau kegiatan yang dilakukan penderita agar dapat sembuh. Kepatuhan menjalankan aturan pengobatan sangat penting untuk mencapai kesehatan secara optimal. Perilaku kepatuhan dapat berupa perilaku patuh dan tidak patuh yang dapat diukur melalui dimensi kemudahan, lama pengobatan, mutu, jarak dan keteraturan pengobatan. Kepatuhan akan meningkat bila instruksi pengobatan jelas, hubungan obat terhadap

(2)

penyakit jelas dan pengobatan teratur serta adanya keyakinan bahwa kesehatan akan pulih, petugas kesehatan yang menyenangkan dan berwibawa, dukungan sosial keluarga pasien dan lain sebagainya (Medicastore, 2007).

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh yang berarti taat, suka menurut perintah. Kepatuhan adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan dokter atau oleh orang lain (Santoso, 2005). Menurut Anonim (2008) tingkat kepatuhan adalah pengukuran pelaksanaan kegiatan, yang sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditetapkan, perhitungan tingkat kepatuhan dapat dikontrol bahwa pelaksanaan program telah melaksanakan kegiatan sesuai standar.

Pengertian kepatuhan menurut Sacket adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan untuk pengobatan, misalnya dalam melakukan diet dan menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam bidang pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajiban untuk berobat sedemikian rupa sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan (Anonim, 2008).

Menurut Kelman perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi, kemudian baru internalisasi. Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru itu, dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda jenisnya yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut (Sarwono, 2007).

(3)

Pada tahap identifikasi, kepatuhan timbul karena individu merasa tertarik atau mengagumi petugas kesehatan atau tokoh tersebut. Pada tahap ini belum dapat menjamin kelestarian perilaku itu karena individu belum dapat mengkaitkan perilaku tersebut dengan nilai-nilai lain dalam hidupnya, sehingga jika ia ditinggalkan oleh tokohnya idolanya, maka ia tidak merasa perlu lagi melanjutkan perilaku tersebut. Sedangkan pada tahap internalisasi, perubahan perilaku baru dapat optimal dimana perilaku yang baru tersebut dianggap bernilai positif bagi diri individu itu sendiri dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya (Sarwono, 2007).

Menurut Medicastore (2007), medication compliance (kepatuhan pengobatan) adalah mengonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lain sesuai dengan waktu dan dosis yang tepat. Pengobatan hanya akan efektif apabila pasien mematuhi aturan dalam penggunaan obat. Apabila ada anjuran untuk menghabiskan obat tersebut, maka harus mengonsumsi obat tersebut sampai habis.

Lebih lanjut Medicastore (2007) menjelaskan ada beberapa tips untuk membantu ibu hamil atau pasien mengonsumsi obat tepat pada waktunya, seperti : 1. Menyesuaikan waktu minum obat dengan rutinitas sehari-hari, misalnya pada

pagi hari saat sarapan, siang hari saat makan siang, malam hari saat makan malam atau sebelum tidur.

2. Pasang alarm pada jam-jam yang sama untuk mengingatkan waktu minum obat. 3. Gunakan pot-pot obat atau kantung-kantung obat dan isi dengan obat-obat yang

harus diminum pada waktu yang tertentu, lalu beri label dan simpan kantung-kantung tersebut dalam wadah yang mudah dijangkau.

(4)

4. Penting untuk menyimpan obat-obatan di tempat yang diketahui secara pasti, supaya tidak harus menghabiskan waktu mencari-cari saat datangnya waktu minum obat.

5. Yang terpenting adalah jangan pernah menghentikan penggunaan obat atas keinginan sendiri karena merasa lebih sembuh dan jangan pernah menyembunyikan ketidakpatuhan dari petugas kesehatan.

Ada beberapa faktor yang mendukung kepatuhan pasien dalam pengobatan yaitu: (1) pengetahuan yang diperoleh pasien, misalkan membaca buku-buku, mendengarkan kaset tentang kesehatan; (2) memahami kepribadian pasien, sehingga menimbulkan empati perasaan pasien; (3) adanya dukungan sosial dari keluarga atau teman-teman; (4) perawatan dibuat sederhana; dan (5) meningkatkan interaksi profesional antara pasien dengan petugas kesehatan (Medicastore, 2007).

Untuk monitoring kepatuhan konsumsi tablet Fe dapat diukur dengan cara : (1) terjadinya perubahan warna hitam pada tinja menunjukkan bahwa sasaran minum tablet Fe. Adanya Fe dalam tinja juga dapat diketahui dengan tes Afifi; (2) melihat kemasan bungkus tablet Fe, untuk memantau jumlah tablet Fe yang telah dikonsumsi; (3) supervisi dan monitoring untuk melihat apakah tablet Fe benar-benar dikonsumsi oleh ibu hamil; (4) melihat perkembangan kesehatan ibu hamil apakah sasaran mengonsumsi tablet Fe (Depkes RI, 1999).

Perkembangan kesehatan ibu hamil dapat dilihat dari gejala-gejala utama yang ditimbulkan akibat anemia yaitu 5 L (lesu, lemah, letih, lelah dan lalai) dan gejala anemia lainnya. Gejala-gejala tersebut diakibatkan karena kekurangan Hb dalam

(5)

darah, mengakibatkan kurangnya oksigen yang ditransport ke sel tubuh maupun otak (Depkes RI, 1999).

Sri (2001) pernah melakukan penelitian tentang sistem monitoring yang tepat untuk mengawasi konsumsi tablet Fe dengan jenis penelitian quasy experimental yaitu dengan memberikan kartu, yang dapat dengan mudah ditandai oleh ibu hamil pada saat mengonsumsi tablet besi. Kartu ini harus dibawa pada saat periksa kehamilan, kemudian petugas kesehatan dapat memonitor melalui kartu ini.

Hasil penelitian Sri (2001) diperoleh bahwa kartu monitoring dan model pengawasan oleh bidan dapat memberikan efek yang cukup baik untuk mengingatkan ibu hamil dalam mengonsumsi tablet besi. Dengan demikian dapat meningkatkan kepatuhan ibu hamil dan menurunkan angka droup out konsumsi tablet besi. Oleh karena itu selain diberikan tablet besi, perlu pula disertai suatu perangkat yang berfungsi untuk mengingatkan ibu hamil agar tidak lupa minum tablet besi tersebut, dan sekaligus berperan sebagai alat monitoring bagi petugas kesehatan. Perangkat tersebut dapat berupa kartu seperti yang telah dikembangkan dalam penelitian ini atau bentuk lainnya, yang perlu dikembangkan lagi.

Menurut Wiknjosatro (2002), kepatuhan minum tablet Fe apabila ≥ 90 % dari tablet besi yang seharusnya diminum. Kepatuhan ibu hamil minum pil besi merupakan faktor penting dalam menjamin peningkatan kadar hemoglobin ibu hamil. Menurut Depkes RI (1999), target konsumsi tablet Fe1 (1 bungkus pertama) pada bulan pertama adalah 90%, sedangkan Fe3 (1 bungkus) pada bulan ketiga adalah 85%.

(6)

2.1.2. Konsumsi Tablet Fe

Zat besi (Fe) merupakan mikro elemen yang essensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemopobesis (pemindahan darah) yaitu dalam sintesa haemoglobin. Disamping itu berbagai jenis enzim memerlukan zat besi sebagai faktor penggiat (Paath, dkk, 2005). Tablet zat besi adalah sebuah tablet yang mengandung ferri karbonat sebagai konstituen pokok. Preparat zat besi jenis lain yang sering digunakan adalah ferro fumarat, glukonat dan sulfat. Tablet zat besi diperkenalkan oleh Blaud pada tahun 1832 yang kemudian disebut ”pil Blaud” (DeMaeyer, 1998).

Manfaat zat besi adalah untuk sintesis haemoglobin dalam darah, memproduksi panas untuk adenotrifosfat dalam respirasi sel. Zat besi disimpan dalam hepar, limpa dan sumsum tulang. Komposisi zat besi dalam tubuh adalah 70% dalam haemoglobin darah dan 30% dalam mioglobin. Haemoglobin (Hb) darah berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh dan mioglobin berfungsi sebagai simpanan oksigen dalam intramuskuler (Mandriwati, 2008). Total kebutuhan zat besi kira-kira antara 2-6 gram, tergantung berat badan dan kadar Hb nya (Tarwoto dan Wasnidar, 2007).

Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki-laki karena terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi sekitar 30 sampai 40 mg (Manuaba, 1998).

Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa haemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan. Kriteria anemia menurut WHO adalah

(7)

Hb <11 gram/dl. Secara klinis kriteria anemia di Indonesia umumnya adalah Hb <10 gram/dl, hemotokrit <30% dan eritrosit <2,8 juta/mm³ (Tarwoto dan Wasnidar, 2007).

Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan alat Sahli dapat digolongkan yaitu Hb 11 gram/dl adalah tidak anemia, 9-10 gram/dl untuk anemia ringan, 7-8 gram/dl untuk anemia sedang dan <7 gram/dl untuk anemia berat (Manuaba, 2001).

Menurut WHO kejadian anemia selama kehamilan berkisar antara 20-89% dengan menetapkan Hb 11 gram/dl sebagai dasarnya. Angka kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi. Tjiong menemukan angka anemia kehamilan 3,8% pada trimester I, 13,6% pada trimester II dan 24,8% pada trimester III. Simanjuntak mengemukakan bahwa sekitar 70% ibu hamil di Indonesia atau 7 dari 10 wanita menderita anemia kekurangan gizi. Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah dan murah (Manuaba, 1998).

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gram/dl (Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gram/dl pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gram/dl pada trimester II (Saifuddin, 2002).

Penyebab utama anemia karena defisiensi zat besi khususnya dinegara berkembang adalah konsumsi gizi yang tidak memadai. Banyak orang bergantung

(8)

hanya pada makanan nabati yang memiliki absorbsi zat besi yang buruk dan terdapat beberapa zat dalam makanan tersebut yang mempengaruhi absorbsi besi (Gibney, et.al, 2009).

Penyebab lainnya adalah karena darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, 2002).

Tanda dan gejala anemia defisiensi zat besi tidak khas, hampir sama dengan anemia pada umumnya yaitu cepat lelah atau kelelahan, hal ini terjadi karena simpanan oksigen dalam jaringan otot kurang, sehingga metabolisme otot terganggu, nyeri kepala dan pusing merupakan kompensasi akibat otak kekurangan oksigen karena daya angkut hemoglobin berkurang, terkadang sesak nafas karena tubuh memerlukan lebih banyak lagi oksigen dengan cara kompensasi pernafasan lebih dipercepat, palpitasi, dimana jantung berdenyut lebih cepat diikuti dengan peningkatan denyut nadi dan tanda lainnya adalah pucat pada muka, telapak tangan, kuku, membran mukosa dan konjungtiva. Tanda khas anemia defisiensi besi adalah adanya kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung mirip sendok (Tarwoto dan Wasnidar, 2007).

(9)

Setiap ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas agar diperiksa kadar Hbnya (Depkes RI, 1999). Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III (Manuaba, 2001).

Upaya pencegahan dan penangulangan pada dasarnya adalah mengatasi penyebabnya, Pada anemia berat (kadar haemoglobin <8 gram/dl) biasanya terdapat penyakit yang melatarbelakangi yaitu antara lain penyakit tubercolosis, infeksi cacing dan malaria, sehingga selain penanggulangan pada anemianya, harus dilakukan pengobatan terhadap penyakit-penyakit tersebut (Depkes RI, 1999).

Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 7000 mg sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).

Ibu hamil dengan anemia zat besi tidak mampu memenuhi kebutuhan zat besi pada janinnya secara optimal sehingga janin sangat resiko terjadinya gangguan kematangan atau kematuran organ tubuh janin dan risiko terjadinya prematur. Perdarahan saat melahirkan pada keadaan anemia sangat berisiko mengalami

(10)

perdarahan hipovelemik dan kematian akan lebih besar (Tarwoto dan Wasnidar, 2007).

Menurut Depkes RI (1999) ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi anemia akibat kekurangan zat besi yaitu :

1. Meningkatkan program penyuluhan tentang konsumsi zat besi dari sumber alami, terutama makanan sumber hewani (heme-iron) yang mudah diserap seperti hati, daging, ikan dan lain-lain. Selain itu juga perlu ditingkatkan makanan yang banyak mengandung vitamin C dan vitamin A (buah-buahan dan sayur-sayuran) untuk membantu penyerapan zat besi dan membantu proses pembentukan haemoglobin.

2. Fortifikasi bahan makanan dengan zat besi yaitu menambahkan zat besi asam folat, vitamin A dan asam amino essensial pada bahan makanan yang dimakan secara luas oleh kelompok sasaran. Penambahan zat besi ini umumnya dilakukan pada bahan makanan hasil produksi industri pangan. Untuk mengetahui bahan makanan yang mengandung zat besi dianjurkan membaca label pada kemasannya. 3. Suplementasi besi folat secara rutin selama jangka waktu tertentu adalah untuk

meningkatkan kadar haemoglobin secara cepat. Dengan demikian suplementasi zat besi hanya merupakan salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan anemia yang perlu diikuti dengan cara lainnya.

Menurut Gibney, et.al (2009), ada empat pendekatan utama untuk pencegahan dan pengendalian anemia karena defisiensi zat besi yaitu (1) penyediaan suplemen zat besi, (2) fortifikasi bahan pangan yang bisa dikonsumsi dengan zat besi, (3) edukasi

(11)

gizi dan (4) pendekatan berbasis hortikultur untuk memperbaiki ketersediaan hayati zat besi pada bahan pangan yang umum.

Upaya Depkes lainnya seperti yang tercantum pada Amiruddin (2007) adalah (1) penggunaan Buku pedoman pemberian zat besi bagi petugas tahun 1999, dan poster-poster mengenai tablet besi sudah dibagikan, (2) Buku Pedoman Operasional Penanggulangan Anemia Gizi bagi petugas sejak tahun 1993 sampai sekarang, (3) kemasan Fe yang tadinya menimbulkan bau kurang sedap sekarang sudah mengalami perbaikan yaitu tablet salut yang dikemas sebanyak 30 tablet per bungkus aluminium dengan komposisi yang sama. Namun program di lapangan menunjukkan bahwa belum semua ibu hamil mendapatkan tablet besi sesuai yang diharapkan program yaitu 90 tablet.

Dosis pemberian zat besi dibedakan atas dosis pencegahan dan dosis pengobatan. Dosis pencegahan diberikan kepada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan kadar Hb. Dosis yang dianjurkan untuk ibu hamil sampai masa nifas adalah sehari satu tablet (60 mg besi elemental) dan 0,25 mg asam folat. Berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilannya sampai 42 hari setelah melahirkan. Mulai pemberian pada waktu perama kali ibu hamil memeriksakan kehamilannya (Kunjungan pertama atau K1) (Depkes RI, 1999).

Sedangkan dosis pengobatan diberikan kepada sasaran dengan anemia (kadar Hb kurang dari batas seimbang). Bila ibu hamil sampai masa nifas dengan kadar Hb<11 gram/dl, pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari pada kehamilannya

(12)

sampai 42 hari setelah melahirkan (Depkes RI, 1999). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1. Cara Pemberian Tablet besi pada Setiap Kelompok Sasaran Kelompok Sasaran Ibu hamil Sampai Masa Nifas Bayi (6-12 bulan) Anak Balita (12-60 bulan) Anak Usia Sekolah (6-12 tahun) Remaja Putri, WUS, Pekerja Wanita dan Calon Pengantin Wanita Saat/Waktu Pemberian Setiap hari minimal 90 hari Setiap hari selama 60 hari Setiap hari selama 60 hari Setiap minggu selama 3 bulan Setiap minggu selama 16 minggu Dosis Pencegahan 1 x 1 tablet/hari 1 x ½ sendok takar/hari 1 x 1 sendok takar/hari 1 x 1 tablet/ming gu 1 x 1 tablet/minggu Dosis Pengobatan 3 x 1 tablet/hari 3 x ½ sendok takar/hari 3 x 1 sendok takar/hari 1 x 1 tablet/hari 1 x 1 tablet/hari Sumber : Depkes RI (1999).

Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet pada ibu-ibu hamil di Puskesmas (Manuaba, 2001). Beri tablet Fe pada semua ibu hamil sedikitnya 1 tablet selama 90 hari berturut-turut. Bila Hb kurang dari 11 gram/dl teruskan pemberian tablet Fe (IBI, 2005).

Untuk menghindari akibat yang tidak diinginkan, maka ibu hamil dengan anemia perlu ditangani segera dengan asupan nutrisi yang baik sesuai dengan kebutuhan antara lain makanan yang mengandung zat besi dan protein cukup (bahan pangan hewani dan nabati seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan) dan sayuran berwarna hijau yang mengandung mineral dan vitamin (Paath, dkk, 2005).

(13)

Kebutuhan suplemen zat besi pada ibu hamil menurut Hilman et.al dalam Mandriwati (2008) adalah 65 mg perhari sejak umur kehamilan 20 minggu. Kemasan suplemen zat besi berupa tablet sulfat ferosis. Penyerapan zat besi bisa meningkat bila ada zat asam dalam lambung dan bisa terhambat bila diminum bersamaan dengan makanan dan minuman yang mengandung alkohol, teh, kopi, coklat, buah-buahan yang mengandung alkohol (seperti durian, nanas, mangga, kuini). Cara minum yang baik adalah bersamaan dengan minum vitamin C/jus/buah jeruk atau minum bersamaan dengan makan daging atau ikan sehingga menstimulasi asam lambung.

Menurut Waterbury (2001), pengobatan dengan tablet besi diberikan dalam keadaan perut kosong (1 jam sebelum makan) dan bila timbul efek samping maka dapat diberikan tablet besi bersamaan dengan makanan (meskipun terjadi penurunan penyerapan zat besi sebesar 50%), tetapi tidak bersamaan dengan obat maag (antasida) dan dengan teh (penyerapan sangat menurun).

Biasanya ibu hamil diberikan tablet zat besi untuk mencukupi kebutuhan zat besi, untuk perkembangan otak janin dan pembentukan sel darah merah. Namun sebaiknya ibu hamil tidak berlebihan dalam mengonsumsi zat besi, sebab hal itu akan menyababkan peningkatan tekanan darah, padahal tekanan darah yang tinggi akan menyulitkan proses persalinan. Dalam laporan yang dimuat dalam the British Journal of Obstetrics and Gynecology, peneliti dari Universitas Iranian, mengatakan bahwa kelebihan zat besi berpengaruh buruk pada janin dan ibunya. ”Anemia memang menyebabkan bayi lahir dengan berat badan kurang atau lahir prematur, tapi bukan

(14)

berarti wanita hamil mengonsumsi pil vitamin secara membabi buta,” katanya (Anonim, 2006).

Sebaiknya ibu hamil hanya mengonsumsi suplemen zat besi jika direkomendasikan oleh dokter. Untuk menjamin perkembangan otak dan kecerdasan yang optimal, Food Standards Agency, Inggris, merekomensikan ibu hamil untuk mengonsumsi tambahan vitamin, terutama asam folat dan vitamin D, sedangkan kebutuhan nutrisi lain sudah cukup didapatkan dari makanan. Sumber zat besi yang baik terdapat pada daging, telur, susu, sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan seperti tempe dan tahu (Anonim, 2006).

Kekurangan zat besi menyebabkan anemia, pada kondisi hamil pada ibu-ibu yang aktif bekerja membutuhkan zat besi lebih banyak, karena zat besi dikeluarkan untuk energi bersama dengan kalori. Fungsi persiapan zat besi dalam tubuh ibu hamil adalah untuk kebutuhan aktifitas tubuh setiap hari, untuk stabilitas kadar Hb darah supaya aliran oksigen ke janin optimal dan menghindari kelelahan saat bersalin sehingga tidak terjadi perdarahan yang berlebihan (Mandriwati, 2008).

2.2. Peran Petugas Kesehatan

Peran adalah tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat (Depdikbud, 2001). Peran adalah suatu pola tingkah laku, kepercayaan, nilai, sikap yang diharapkan oleh masyarakat muncul dan menandai sifat dan tindakan si pemegang kedudukan. Jadi peran menggambarkan

(15)

perilaku yang seharusnya diperlihatkan oleh individu pemegang peran tersebut dalam situasi yang umum (Sarwono, 2007).

Ahli sosiologi menemukan sesuatu yang bermanfaat untuk mempelajari interaksi antara individu sebagai pelaku (actors) yang menjalankan berbagai peranan. Suatu peranan, apakah dokter, perawat, bidan atau petugas kesehatan lain mempunyai kewajiban atau paling tidak diharapkan untuk menjalankan suatu tugas atau kegiatan yang sesuai dengan peranannya (Muzaham, 2007).

Petugas kesehatan adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga dan masyarakat (Azwar, 1996). Petugas kesehatan berdasarkan pekerjaannya adalah tenaga medis, dan tenaga paramedis seperti tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga penunjang medis dan lain sebagainya. Ada dua aspek mutu pelayanan kesehatan yang perlu dilakukan di puskesmas yaitu quality of care dan quality of service. Quality of care antara lain menyangkut keterampilan tehnis petugas kesehatan (dokter, bidan, perawat atau paramedis lain) dalam menegakkan diagnosis dan memberikan perawatan kepada pasien (Muninjaya, 2004).

Adapun peran petugas kesehatan adalah sebagai berikut :

2.2.1. Customer

Sebagai pemberi pelayanan, petugas membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Petugas memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya mengembalikan kesehatan

(16)

emosi, spiritual dan social. Pemberi asuhan memberikan bantuan kepada klien dan keluarga dalam menetapkan tujuan dan mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan energi dan waktu yang minimal (Potter dan Perry, 2007).

Sebagai customer, bidan harus melakukan pemeriksaan status anemia pada kunjungan pertama ibu hamil, melakukan anamnesis riwayat kesehatan dan mengisi KMS ibu hamil atau buku KIA atau kartu ibu secara lengkap, memeriksa kadar Hb. Pemeriksaan Hb dapat dilakukan jika ada tanda-tanda anemia (IBI, 2005). Pada anemia ibu hamil data yang perlu dikaji adalah riwayat kesehatan (seperti riwayat penyakit diabetes, ginjal, jantung, darah) dan penyakit pencernaan, pola kebiasaan (seperti pola makan, sumber makanan dan jenis makanan, kebiasaan minum teh, kopi, alkohol, merokok), sosial ekonomi keluarga, jumlah keluarga, jarak kelahiran, pemeriksaan kesehatan selama hamil dan riwayat persalinan (Tarwoto dan Wasnidar, 2007).

Riwayat penyakit perlu dikaji, karena anemia dapat terjadi karena penyakit pada saluran pencernaan yang mengakibatkan perlukaan dan perdarahan gastrointestinal serta gangguan absorbsi besi pada usus karena infeksi atau neoplasma. Atau gangguan fungsi sumsum tulang akibat adanya tumor, pengobatan, toksin dan tidak adekuatnya stimulasi karena berkurangnya eritropoitin pada penyakit ginjal (Tarwoto dan Wasnidar, 2007).

Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering

(17)

seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis (Manuaba, 1998).

Berikutnya juga dilakukan pemeriksaan fisik (seperti ekspresi wajah, konjungtiva, sklera, keadaan kuku dan kulit, tekanan darah dan nadi, kardio vaskuler, keadaan ginjal dan pemeriksaan stomatiti, glositis dan cheilitis) dan pemeriksaan laboratorium seperti haemoglobin, haemotokrit, serum besi, serum asam folat dan serum vitamin B12 (Tarwoto dan Wasnidar, 2007).

Petugas kesehatan harus memberikan asuhan antenatal yang baik seperti melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk menilai apakah kehamilannya normal, memberikan konseling tentang gizi, aktifitas dan istirahat, memberikan zat besi hari mulai minggu ke 20 (Saifuddin, 2004).

Penimbangan berat badan dilakukan pada umur kehamilan trimester I dan II bertujuan untuk mengetahui kenaikan berat badan ibu sebelum dan sesudah hamil. Dalam keadaan normal kenaikan berat badan ibu dari sebelum hamil dihitung mulai trimester I sampai dengan trimester III berkisar antara 9–13,5 kg. Kenaikan berat badan normal setiap minggu pada kehamilan trimester III adalah 0,4–0,5 kg. Penurunan berat badan yang berlebihan menyebabkan ibu mengalami gizi kurang dan anemia (Mandriwati, 2008).

Dalam pemberian pelayanan suplemen gizi, ada beberapa aspek yang dilakukan yaitu menyiapkan lingkungan, menyiapkan obat-obatan dan mencuci tangan. Berikutnya menyiapkan ibu dengan memberikan informasi tentang jenis suplemen yang akan diberikan dan memberikan suplemen kepada ibu sesuai dengan kebutuhan.

(18)

Petugas perlu menanyakan kepada ibu apakah ibu sudah memahami cara minum suplemen yang diberikan, apabila belum maka perlu dilanjutkan dengan memberikan penjelasan tentang cara minum, makanan atau minuman yang menghambat penyerapan, efek samping dan cara penyimpanan dirumah (Mandriwati, 2008).

2.2.2. Komunikator

Komunikator adalah orang ataupun kelompok yang menyampaikan pesan ataupun stimulus kepada orang atau pihak lain dan diharapkan pihak lain yang menerima pesan tersebut memberikan respon (Mundakir, 2006).

Menurut Mundakir (2006), petugas kesehatan secara fisik dan psikologis harus hadir secara utuh pada waktu berkomunikasi dengan klien. Petugas tidak cukup hanya mengetahui tehnik komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang sangat penting adalah sikap dan penampilan dalam berkomunikasi. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar menjadi komunikator yang baik yaitu :

1. Penampilan yang baik, sopan dan menarik sangat berpengaruh dalam proses komunikasi. Seorang yang menerima pesan adakalanya yang pertama diperhatikan adalah penampilan komunikator. Sebagai seorang petugas kesehatan, penampilan yang bersih, sopan dan menarik sangat perlu dalam menjalankan perannya memberikan asuhan pelayanan kepada klien.

2. Penguasaan masalah. Sebelum melakukan komunikasi seorang komunikator hendaknya faham dan yakin betul bahwa apa yang akan disampaikan merupakan

(19)

permasalahan yang penting. Penguasaan masalah juga dapat meningkatkan kepercayaan komunikasi terhadap komunikator.

3. Penguasaan bahasa. Proses komunikasi akan berjalan lambat apabila bahasa yang digunakan kurang sesuai dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh penerima pesan. Penguasaan bahasa yang kurang baik dapat menyebabkan salah penafsiran. Peran sebagai komunikator merupakan pusat dari seluruh peran yang lain. Pelayanan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, komunikasi antar profesi kesehatan lainnya. Memberi perawatan yang efektif, pembuatan keputusan dengan klien dan keluarga atau mengajarkan sesuatu kepada klien, tidak mungkin dilakukan tanpa komunikasi yang jelas. Kualitas komunikasi merupakan faktor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan klien (Potter dan Perry, 2007).

Sebagai komunikator petugas seharusnya memberikan informasi secara jelas kepada pasien. Pemberian informasi sangat diperlukan karena menurut Notoatmodjo (2003), komunikasi diperlukan untuk mengkondisikan faktor kurangnya pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, mereka berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Untuk itu diperlukan komunikasi yang efektif dari petugas kesehatan.

Dalam penanganan anemia kehamilan, petugas harus bersikap ramah, sopan dan bersahabat pada setiap kunjungan. Melakukan pemeriksaan kadar Hb pada minggu ke-20 atau pada semua ibu hamil dengan kunjungan pertama (IBI, 2005). Petugas kesehatan harus mengevaluasi pemahaman ibu tentang informasi yang diberikan.

(20)

Juga memberikan pesan kepada ibu apabila terjadi efek samping yang tidak bisa ditanggulangi segera datang untuk konsultasi ke petugas (Mandriwati, 2008).

Pendidikan gizi diharapkan terjadinya perubahan perilaku ke arah perbaikan konsumsi pangan dan status gizi yaitu cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih dan menggunakan pangan (Baliwati, dkk, 2006). Berikan informasi tentang gizi pada setiap kunjungan antenatal tentang perlunya minum tablet Fe, mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi dan kaya vitamin C serta menghindari minum teh/kopi atau susu dalam 1 jam sebelum atau sesudah makan (IBI, 2005).

2.2.3. Motivator

Motivasi berasal dari kata motif (motive) yang artinya adalah rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang hingga orang tersebut memperlihatkan perilaku tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga pada seseorang maupun sekelompok masyarakat tersebut sehingga mau berbuat dan bekerja sama secara optimal, melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Azwar,1996).

Motivasi juga didefinisikan sebagai kekuatan dari dalam individu yang mempengaruhi kekuatan atau petunjuk perilaku, motivasi itu mempunyai arti mendorong/menggerakkan seseorang untuk berperilaku, beraktivitas dalam mencapai tujuan (Widayatun, 1999). Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama

(21)

dalam berprilaku. Motivator adalah orang yang memberikan motivasi atau dorongan kepada seseorang untuk berperilaku (Santoso, 2005).

Petugas harus menanyakan apakah ibu hamil minum tablet Fe sesuai dengan ketentuan dan apakah persediaannya cukup. Tablet zat besi harus diminum 1 tablet sehari selama 90 hari. Dengarkan keluhan yang disampaikan ibu dengan penuh minat dan yang perlu diingat adalah semua ibu memerlukan dukungan moril selama kehamilannya (IBI, 2005).

2.2.4. Fasilitator

Fasilitator adalah orang atau badan yang memberikan kemudahan atau menyediakan fasilitas (Santoso, 2005). Petugas kesehatan harus dapat berperan sebagai fasilitator bagi klien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Sebagai fasilitator bidan dilengkapi dengan Buku Pedoman Pemberian Tablet Fe dengan tujuan agar petugas mampu melaksanakan pemberian tablet Fe pada kelompok sasaran dalam upaya menurunkan prevelensi anemia. Adapun tujuan khususnya adalah agar petugas kesehatan mampu menentukan kelompok sasaran dengan anemia, mampu mengelola pengadaan tablet Fe, mampu melakukan pemberian tablet Fe dan melakukan pemantauan dan evaluasi pemberian tablet Fe (Depkes RI, 1999).

Ibu hamil harus lebih sering dikunjungi jika terdapat masalah dan ia hendaknya disarankan untuk menemui petugas kesehatan bilamana ia merasakan tanda-tanda bahaya atau jika ia merasa khawatir (Saifuddin, 2004). Menurut IBI (2005) bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan atau rujukan semua

(22)

kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bidan juga harus merencanakan kunjungan secara teratur ke posyandu, kelompok ibu, insitusi pendidikan dan tempat kegiatan masyarakat untuk memberikan penyuluhan tentang kesehatan atau kebersihan secara umum, kesiapan menghadapi kehamilan, makanan bergizi, pencegahan anemia, kematangan seksual, kehidupan seksual yang bertanggung jawab dan bahaya kehamilan pada usia muda.

2.2.5. Konselor

Konselor adalah orang yang memberikan bantuan kepada orang lain dalam membuat keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien (Depkes RI, 2002).

Tujuan umum pelaksanaan konseling adalah membantu ibu hamil mencapai perkembangan yang optimal dalam batas-batas potensi yang dimiliki dan secara khusus bertujuan untuk mengarahkan perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku sehat, membimbing ibu belajar membuat keputusan dan membimbing ibu mencegah timbulnya masalah (Mandriwati, 2008).

Pada umumnya jasa konseling diperlukan apabila ada pihak yang mempunyai kesulitan tentang sesuatu dan berharap dengan konsultasi kesulitan tersebut dapat teratasi. Konseling adalah bagian dari peran dan tanggung jawab petugas kesehatan kepada klien dalam memberikan pelayanan yang optimal (Mundakir, 2006).

Konseling berbeda dengan komunikasi infomasi edukasi karena konseling merupakan upaya untuk menciptakan perubahan perilaku yang dilaksanakan secara

(23)

individu atau kelompok dengan menggunakan komunikasi efektif, untuk mengutarakan permasalahan sesuai dengan kondisi sasaran sampai sasaran merasakan permasalahannya dan membimbing dalam pelaksanaannya (Mandriwati, 2008).

Proses konseling terdiri dari 4 unsur kegiatan yaitu pembinaan hubungan baik, penggalian informasi (identifikasi masalah, kebutuhan, perasaan, kekuatan diri, dan sebagainya) dan pemberian informasi sesuai kebutuhan, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, perencanaan dan menindaklanjuti pertemuan (Depkes RI, 2002). Langkah-langkah pelaksanaan konseling menurut Mandriwati (2008) adalah tahap persiapan dan tahap pelaksaan. Tahap persiapan yaitu menyiapkan ruangan yang kondusif, menyiapkan alat-alat peraga sesuai dengan kebutuhan dan menyiapkan alat tulis, catatan dan kartu ibu sesuai dengan kebutuhan.

Tahap pelaksanaan konseling disingkat dengan GATHER yaitu greet (menyapa ibu untuk memulai percakapan dan menciptakan suasana yang akrab), ask (menanyakan permasalahan kehamilan yang sedang dihadapi), tell (memberi informasi tentang cara atau metode yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah), help (yaitu membantu ibu memilih cara yang tepat untuk mengatasi permasalahannya sesuai dengan kemampuan ibu), explain (menjelaskan secara rinci tehnik pelaksanaan cara-cara yang dipilih) dan return (membuat kesepakatan dengan ibu untuk pertemuan berikutnya untuk mengevaluasi keberhasilan cara-cara pemecahan masalah yang telah dilaksanakan) (Mandriwati, 2008).

Petugas kesehatan harus mampu menjadi konselor untuk menjalankan peran dan fungsinya sebagai pelaksana pelayanan kesehatan ditengah-tengah masyarakat.

(24)

Sebagai konselor petugas harus mampu meyakinkan ibu bahwa ia berada dalam asuhan orang yang tepat sehingga ibu mau berbagi cerita seputar permasalahan kesehatan yang dialaminya dan ibu mau menerima asuhan yang diberikan (Simatupang, 2008).

Sifat konselor yang baik adalah mau mengajar dari dan melalui pengalaman, mampu menerima orang lain, mau mendengarkan dan sabar, optimis, respek, terbuka terhadap pandangan dan interaksi yang berbeda, tidak menghakimi, dapat menyimpan rahasia, mendorong pengambilan keputusan, memberi dukungan, membentuk dukungan atas dasar kepercayaan, mampu berkomunikasi, mengerti perasaan dan kekhawatiran orang lain dan mengerti keterbatasan mereka (Simatupang, 2008).

Sikap empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (compliance) (Muninjaya, 2004).

2.3.Landasan Teori

Ada Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang dalam berobat yaitu faktor petugas, faktor obat, dan faktor penderita. Karakteristik petugas antara lain jenis petugas, tingkat pengetahuan, lamanya kerja, peran petugas. Faktor obat yaitu pengobatan yang sulit dilaksanakan, tidak menunjukan kearah penyembuhan, waktu yang lama dan efek samping obat. Faktor penderita seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan dan dukungan keluarga (Anonim, 2008).

(25)

Sedangkan secara khusus, faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan ibu hamil meminum tablet Fe yaitu pengetahuan ibu hamil, pendidikan dan kunjungan ante natal care (Anonim, 2002). Peran petugas kesehatan adalah sebagai komunikator, motivator, fasilitator dan konsultan (Herawati, 2006). Petugas kesehatan juga harus menyadari peranannya sebagai customer (Muninjaya, 2004). Sebagai pelaksana pelayanan kebidanan bidan dapat berperan sebagai provider dan konselor Simatupang (2008). Untuk lebih jelas berikut ini digambarkan kerangka teori penelitian berlandaskan modifikasi dari beberapa teori diatas yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.1. Landasan Teori Faktor yang mempengaruhi kepatuhan Konsumsi Tablet Fe (Sumber : Muninjaya, 2004; Herawati, 2007; Anonim, 2002; Anonim, 2008).

Faktor Petugas • Jenis Petugas

• Pengetahuan Petugas • Lama bekerja

• Peran petugas sebagai: 1. Komunikator 2. Motivator 3. Fasilitator 4. Konselor 5. Customer Kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi tablet Fe Faktor Obat : • Tingkat kesembuhan • Waktu penyembuhan • Efek samping obat Faktor Pasien : • Umur • Pekerjaan • Dukungan keluarga • Pengetahuan • Pendidikan • Kunjungan kesehatan Tidak Patuh Patuh

(26)

2.4.Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang dikemukakan diatas, maka kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Peran Petugas Kesehatan : 1. Customer

2. Komunikator 3. Motivator 4. Fasilitator 5. Konselor

Kepatuhan Ibu Hamil dalam Mengonsumsi Tablet Fe

Gambar

Tabel 2.1. Cara Pemberian Tablet besi pada Setiap Kelompok Sasaran  Kelompok  Sasaran  Ibu hamil Sampai  Masa  Nifas  Bayi  (6-12  bulan)  Anak Balita (12-60 bulan)  Anak Usia  Sekolah     (6-12 tahun)  Remaja Putri, WUS, Pekerja Wanita dan  Calon Penganti
Gambar  2.1.  Landasan Teori Faktor yang mempengaruhi kepatuhan  Konsumsi Tablet Fe (Sumber : Muninjaya, 2004; Herawati,  2007; Anonim, 2002; Anonim, 2008)

Referensi

Dokumen terkait

Artinya, proses komunikasi yang terjadi dalam organisasi tersebut jika terlaksana dengan baik maka BASARNAS Kupang akan semakin kokoh dan kinerja pegawai akan meningkat.

disimpulkan oleh IBM, Big data adalah data yang memiliki scope informasi yang sangat besar, model informasi yang real-time, memiliki volume yang besar, dan berasalkan social media

8 Network Diagram Perhitungan Maju, Perhitungan Mundur, dan Penentuan Lintasan Jalur Kritis pada Kegiatan P24 Kereta B dan P .... 9 Context Diagram Sistem Informasi Perawatan

Sedangkan Tujuan organisasi HIMPPAR ada dua, yaitu Pertama, Menghimpun Mahasiswa dan Pelajar yang berasal dari daerah Papua Barat yang sedang menuntut ilmu di Salatiga

Adanya efektifitas pada KUD Ora Et Labora Desa Glagahagung Kecamatan Purwoharjo, maka akan dapat menghasilkan suatu kinerja organisasi yang sesuai

Dengan memperhitungkan faktor lokasi, peneliti ingin mengkaji lebih lanjut mengenai model regresi spasial yang tepat untuk memodelkan tingkat APM pada jenjang

Rencana Program, Kegiatan, Indikator Kinerja, Kelompok Sasaran, dan Pendanaan Indikatif Dinas Olahraga dan Pemuda Provinsi Jawa Barat.. Tujuan Sasaran Indikator Sasaran Kode

Reproduksi merupakan hal yang sangat penting dari suatu siklus hidup organisme, dengan mengetahui biologi reproduksi ikan dapat memberikan keterangan yang berarti mengenai