• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertanian memegang peranan penting dalam kehidupan ekonomi di Negara-negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Pertanian memegang peranan penting dalam kehidupan ekonomi di Negara-negara"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pertanian memegang peranan penting dalam kehidupan ekonomi di Negara-negara yang sedang berkembang, demikian pula di Indonesia (Widodo, 2008). Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian (Mubyarto, 1989). Menurut Ghatak & Ingersent (1984), pertanian mempunyai kontribusi yang besar dalam proses pembangunan ekonomi. Kontribusi pertanian terhadap ekonomi negara yaitu kontribusi produksi, kontribusi pasar, kontribusi faktor produksi dan kontribusi devisa (Widodo, 2008).

Sektor pertanian dikatakan sebagai sektor yang tangguh karena memang terbukti bahwa sektor pertanian telah mampu untuk menjadi penghasil bahan pangan, penyedia lapangan kerja, pendorong munculnya kesempatan berusaha dan bahkan pesatnya industri pun sebagian besar berasal dari industri yang berbahan baku pertanian, penyedia faktor produksi dan bahkan industri bahan baku seperti industri peralatan pertanian dan pupuk kini berkembang pesat karena berkembangnya sektor pertanian ini, serta sebagai penghasil devisa yang cukup besar (Soekartawi, 1994).

Kebijakan pembangunan pertanian di Provinsi Kalimantan Barat dirumuskan dengan mempertimbangkan aspek sumberdaya alam, sumber daya manusia, ketersediaan modal,

(2)

kapabilitas teknologi dan lingkungan strategisnya serta penyelarasan dengan kebijakan pembangunan pertanian nasional sesuai dengan revitalisasi pertanian.

Revitalisasi pertanian dalam arti luas dilakukan untuk mendukung pencapaian sasaran penciptaan lapangan kerja terutama dipedesaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan revitalisasi pertanian diharapkan sektor pertanian menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, terutama dalam meningkatkan ketahanan pangan serta menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi nasional dan mendorong pembangunan ekonomi daerah sesuai dengan esensi otonomi yaitu percepatan pembangunan ekonomi daerah (Dinas Pertanian KalBar, 2010).

Pembangunan sektor pertanian pada dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Begitu juga dalam meningkatkan ekonomi daerah. Cara yang paling efektif dan efisien dalam meningkatkan ekonomi daerah yaitu melalui pendayagunaan berbagai sumber daya ekonomi yang dimiliki daerah. Pada saat ini sumber daya ekonomi yang dimiliki dan siap didayagunakan untuk pembangunan ekonomi daerah adalah sumber daya domestik diantaranya melalui sektor tanaman pangan dan hortikultura (Gie, 2002).

Struktur perekonomian daerah Kabupaten Sambas Kalimantan Barat menunjukkan bahwa sektor pertanian masih tetap mendominasi dalam pembentukan PDRB Kabupaten Sambas. Menurut data BPS Kabupaten Sambas Tahun 2010 sektor pertanian memberikan kontribusi 47,35% dari total PDRB. Perekonomian Kabupaten Sambas sangat bergantung pada sumber daya alam yakni dari pertanian, perkebunan, dan perikanan. Salah satu tanaman utama (unggulan) yang banyak diusahakan masyarakat Sambas adalah komoditas jeruk siam (Pemkab Sambas, 2010).

(3)

Peranan usaha pertanian jeruk cukup besar dalam menyediakan lapangan kerja. Mulai dalam kegiatan pembersihan lahan, pemupukan, buruh petik, transportasi, pembuatan keranjang/peti, supir truk dan sebagainya (Dinas Pertanian KalBar, 2003). Peranan jeruk siam terhadap perekonomian Kalimantan Barat cukup signifikan, yaitu mencapai Rp 50 Milyar dari total PDRB tanaman pangan Rp 400,5 Milyar (Azri, 2004). Dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat melalui usaha perjerukan, maka pemerintah Kabupaten Sambas telah menetapkan jeruk sebagai salah satu produk unggulan daerah ini dengan menerbitkan SK Bupati Sambas Nomor 163A Tahun 2001 Tanggal 20 Juli 2001 (Azri, 2004 ; Sani, 2011).

Puncak kejayaan produksi jeruk siam di Kalimantan Barat terjadi pada tahun 1991 dengan luas panen 18.512 ha dan jumlah produksi sebesar 266.362 ton. Penurunan secara drastis dimulai pada tahun 1997, dengan luas panen 2.479 ha dan jumlah produksi 27.960 Ton. Sejak tahun 1997 hingga 2001 produksi jeruk siam semakin mengalami penurunan. Luas panen dan produksi jeruk anjlok sebagai akibat dari monopoli sistem tata niaga jeruk yang mengakibatkan harga ditingkat petani jatuh dan total pendapatan tidak cukup membiayai biaya pengeluaran, akibatnya petani membiarkan pohon jeruk meranggas mati karena tidak terpelihara dan diperparah akibat serangan hama penyakit. Tanaman jeruk diserang berbagai penyakit seperti Fusarium, Diplodia dan citrus vein phloem degeneration (CVPD). Penurunan produksi jeruk yang terjadi karena terserang berbagai macam penyakit selain merugikan petani, kondisi itu juga memukul perekonomian daerah sentra produksi di Kabupaten Sambas (Dinas Pertanian Kal-Bar, 2003).

Puncak kebangkitan komoditi jeruk terjadi pada tahun 2003 silam, terjadi peningkatan yang cukup drastis. Tahun 2003 menunjukkan luas panen 1.341,32 Ha dengan

(4)

jumlah produksi sebesar 22.086,39 Ton. Hal ini tentunya berpengaruh besar terhadap peningkatan perekonomian daerah. Peningkatan produksi disebabkan oleh peningkatan produktivitas dan luas panen.

Perkembangan luas panen dan produksi jeruk di Kabupaten Sambas sering mengalami pasang dan surut. Berdasarkan data luas panen, jumlah produksi dan produktivitas jeruk siam yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat dari tahun 2002 hingga 2013 adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jeruk Siam di Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2002 – 2014.

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) 2002 17,93 175,50 9,79 2003 1.341,32 22.086,39 16,47 2004 2.731,19 52.660,38 19,28 2005 4.206,49 103.426,35 24,59 2006 5.056,34 114.610,61 22,67 2007 6.513,17 113.020,94 17,35 2008 8.813,69 127.375,24 14,45 2009 8.078,65 108.020,54 13,37 2010 6.752,83 92.418,64 13,69 2011 6.580,19 81.087,80 12,32 2012 5.617 146.769 26,13 2013 5.150 114.825 22,30 2014 6.181 122.427 19,81 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sambas, 2014

Kondisi luas panen dan produksi yang berfluktuasi tersebut selain dipengaruhi oleh adanya hama dan penyakit yang menyerang tanaman jeruk siam juga dipengaruhi dari kemampuan petani dalam mengelola usahataninya yang sangat ditentukan oleh sumber daya yang dimilikinya. Dilihat secara umum kualitas dari sumber daya manusia sebagai pengelola usahatani di Kabupaten Sambas masih tergolong rendah dan pada awalnya bersifat

(5)

ikut-ikutan ketika melihat keberhasilan petani lainnya dalam mengelola usahatani jeruk. Namun tidak disertai dengan pemeliharaan kebun jeruk yang baik.

Secara umum potensi pengembangan dan lahan yang tersedia untuk usahatani jeruk cukup luas, namun saat ini masih dihadapkan pada kondisi rendahnya produktivitas jeruk, keterbatasan modal usahatani, penyelenggaraan usahatani jeruk siam ini memerlukan dukungan permodalan yang cukup besar, sedangkan kondisi umum yang terjadi permodalan petani sangat lemah, terutama untuk membiayai modal kerja selama kegiatan sebelum tanaman menghasilkan. Selain itu adanya keterbatasan penguasaan teknologi, serta manajemen usahatani yang belum efisien.

Menurut Wiji (2007), biaya yang dikeluarkan untuk usahatani jeruk siam sebelum tanaman menghasilkan (dari tahun ke 0 sampai tahun ke 2) sebesar Rp 18.396.400 per satu hektar. Besarnya modal yang dibutuhkan seringnya tidak sesuai dengan kondisi nyata permodalan yang dimiliki petani sangat lemah. Modal tersebut untuk membiayai input-input produksi seperti pupuk yang harganya mahal. Menghadapi biaya produksi yang tinggi, petani meminjam pada pengumpul hasil panen. Sering terjadi dana yang dipinjam petani masih belum mencukupi akibatnya petani menambah jumlah pinjamannya dari pengumpul hasil panen atau para petani menyediakan sarana produksi yang lebih kecil dari semestinya sehingga berakibat pada hasil panen yang tidak optimal (Rafita E, 2005). Besar kecilnya investasi tentu saja mempengaruhi besar kecilnya produk yang dihasilkan yang selanjutnya berpengaruh pula pada besar kecilnya pendapatan yang diterima (Rusmadi dalam Juarini, 2003).

Pengelolaan awal dan pemeliharaan kebun jeruk yang baik berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan mutu hasil, terutama berkaitan dengan teknologi yang mampu

(6)

diterapkan petani jeruk. Namun kondisi nyata di daerah Kabupaten Sambas menunjukkan bahwa masih rendahnya tingkat adopsi teknologi yang dikuasai oleh petani seperti penggunaan bibit jeruk berlabel bebas penyakit, teknologi pemangkasan dan penjarangan buah jeruk, pengendalian hama penyakit tanaman jeruk, pembungaan, pengairan maupun pemupukan masih belum dilaksanakan secara optimal.

Penggunaan bibit jeruk berlabel bebas penyakit merupakan unsur utama dalam usaha agribisnis jeruk siam. Adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada usahatani jeruk siam menyebabkan usahatani tidak efisien dan mempunyai kegagalan risiko panen yang tinggi. Penggunaan bibit jeruk berlabel bebas penyakit serta beberapa teknologi seperti penyaputan batang bawah (dengan bubur Kalifornia), penyemprotan dengan insektisida, membuang bagian tanaman yang sakit, eradikasi tanaman, penyulaman tanaman dengan bibit berlabel, pemangkasan pemeliharaan, pengolahan tanah, pemupukan berimbang, penjarangan buah dan pengendalian gulma, diadopsi oleh petani jeruk di Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas cukup tinggi. Penerapan teknologi lainnya seperti penggunaan perangkap kuning, penyiraman tanah dengan insektisida, penggunaan sex feromon, pemberongsongan, pemangkasan arsitektur, penyiraman, pemanenan secara benar, dan konsolidasi pengelolaan kebun memiliki tingkat adopsi yang sangat rendah (Ridwan et al, 2008).

Teknologi merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam proses produksi (Nicholson, 1998). Penerapan teknologi baru biasanya akan menimbulkan perbaikan dalam penggunaan satu atau lebih input dalam proses produksi, sehingga dimungkinkan tercapainya efisiensi usahatani. Penerapan teknologi juga dapat menimbulkan risiko, yaitu risiko produksi dan risiko pendapatan. Karena dengan adanya penerapan teknologi yang lebih baik akan menimbulkan biaya tambahan bagi petani diluar biaya produksi. Dengan bertambahnya biaya,

(7)

maka pendapatan juga akan berkurang, jika tidak disertai dengan peningkatan produktivitas lahan.

Faktor manajemen ikut mempengaruhi upaya keberhasilan peningkatan produksi dan mutu buah. Namun dalam pengambilan keputusan seringkali petani berdasarkan kebiasaan, naluri, atau mencontoh pada petani lain. Sehingga walaupun mereka mengetahui dan memahami teknologi, tetap saja pada prakteknya lebih cenderung pada keputusan sendiri, yang lebih banyak berdasarkan pengalaman berusahatani, kemampuan fisik dan dana yang tersedia. Tingkat pendidikan turut mempengaruhi keputusan petani dalam hal penyerapan dan kemampuan petani dalam mengalokasikan input produksi dan teknologi.

Luas lahan yang diusahakan petani untuk usahatani jeruk siam di Kabupaten Sambas cukup bervariasi antara 0,3 ha – > 2 ha. Namun pada umumnya sebagian besar luas lahan pertanian yang diusahakan petani jeruk siam antara 0,3 - 1 ha. Menurut Widodo (2008), luas usahatani di Indonesia sangat sempit, sebagian besar kurang dari 0.75 ha. Kecilnya usahatani merupakan salah satu masalah dalam manajemen usahatani jika ingin memajukan usahatani.

Dalam usahatani, pemilikan dan penguasaan lahan sempit sudah pasti kurang efisien dibanding lahan yang lebih luas, kecuali bila usahatani itu dijalankan dengan teknologi yang tepat. Pada luasan yang lebih sempit, penerapan teknologi cenderung berlebihan ( hal ini erat hubungannya dengan konversi luas lahan ke hektar) dan menjadikan usahatani tidak efisien. Namun pada usahatani yang memiliki lahan yang cukup luas, juga sering terjadi ketidakefisienan dalam penggunaan teknologi. Hal ini terjadi apabila usahatani tidak dijalankan dengan manajemen yang baik dan terarah (Daniel, 2004).

Risiko berpengaruh terhadap pengambilan atau perilaku petani (Soekartawi, 1986). Petani yang takut terhadap risiko produksi mengalokasikan input yang lebih sedikit

(8)

dibandingkan dengan petani yang menyukai risiko. Semakin berani petani dalam menghadapi risiko maka input yang dialokasikan semakin besar (Doll dan Orazem, 1978). Perilaku petani yang menghindari risiko menyebabkan alokasi penggunaan input tidak efisien, sehingga pada akhirnya berpengaruh terhadap tingkat produktivitas usahatani.

1.2. Perumusan Masalah

Jeruk siam merupakan komoditas hortikultura paling dominan di Kabupaten Sambas bahkan di Kalimantan Barat dengan kontribusi sekitar 90% dari total produksi komoditas hortikultura lainnya di Kalimantan Barat. Produksi jeruk siam yang melimpah menyebabkan jeruk menjadi komoditas unggulan daerah, ditunjukkan dari nilai Indeks Location Quotient lebih besar dari 1 (Kurniasih et al, 2007).

Puncak kejayaan produksi jeruk siam yang pernah dialami petani jeruk siam di Kabupaten Sambas terjadi pada tahun 1991 dan mengalami penurunan drastis sejak tahun 1997. Sejak tahun 2003 mengalami peningkatan kembali namun diikuti dengan kondisi yang berfluktuasi.

Gambar 1.1. Produktivitas Jeruk Siam (Ton/ha) Kabupaten Sambas Tahun 2002-2014 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sambas, 2014

0 5 10 15 20 25 30 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 produktivitas  (Ton/Ha)

(9)

Berdasarkan permasalahan yang dijelaskan di muka bahwa kondisi produksi yang berfluktuasi tersebut menjadi masalah yang dihadapi hingga saat ini berkaitan dengan adanya serangan hama penyakit, minimnya kemampuan luas lahan dan permodalan yang dikuasai petani, manajemen usahatani yang tidak efisien dan tingkat adopsi teknologi yang mampu diterapkan oleh petani masih rendah. Hal ini tentunya mempengaruhi tingkat efisiensi yang rendah dan risiko kegagalan produksi yang tinggi.

Adanya perubahan iklim merupakan faktor penentu utama bagi pertumbuhan dan produktifitas tanaman. Hal ini berdampak terhadap perubahan sistemfisik dan biologis lingkungan seperti peningkatan intensitas badai tropis, perubahan pola presipitasi, salinitas air laut, perubahan pola angin, masa reproduksi hewan dan tanaman, distribusi spesies dan ukuran populasi, dan frekuensi serangan hama penyakit tanaman. Indonesia terutama daerah Kalimantan Barat sebagai daerah yang terletak di kawasan khatulistiwa rentan terhadap perubahan iklim. Beberapa unsur iklim yang mengalami perubahan antara lain pola curah hujan, muka air laut, suhu udara, dan peningkatan kejadian iklim ekstrim yang menyebabkan banjir dan kekeringan. Pertanian adalah sektor yang paling serius terkena dampak perubahan iklim. Hampir semua sub-sektor pertanian, terutama hortikultura dan ternak, mempunyai risiko tinggi terancam dampak perubahan iklim (Bappeda Kab Sambas, 2011).

Faktor iklim mempunyai peranan yang sangat penting dalam perencanaan dan sistem produksi pertanian karena seluruh unsur iklim berpengaruh terhadap berbagai proses fisiologis, pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Demikian halnya yang terjadi pada usahatani jeruk siam dipengaruhi oleh perubahan iklim yang terjadi, sehingga mengakibatkan produksi jeruk siam berfluktuasi. Selain iklim, adanya serangan penyakit pada tanaman jeruk

(10)

seperti Fusarium, Diplodia dan citrus vein phloem degeneration (CVPD) juga ikut berakibat pada penurunan produksi jeruk yang tentunya membawa kerugian bagi petani.

Penggunaan bibit jeruk berlabel bebas penyakit merupakan unsur utama dalam usahatani jeruk siam. Adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada usahatani jeruk siam menyebabkan usahatani tidak efisien dan mempunyai kegagalan risiko panen yang tinggi. Pengendalian terhadap serangan hama penyakit berperan penting dalam menghindari terjadinya kegagalan panen. Upaya telah banyak diterapkan di Kabupaten Sambas diantaranya dengan menggunakan Bubur Kalifornia (campuran belerang-kapur). Teknologi Bubur Kalifornia sebagai upaya yang efektif untuk pengendalian penyakit diplodia yang sering menyerang tanaman jeruk siam di Kabupaten Sambas telah diterapkan sejak tahun 2005.

Selain efektif, penggunaan Bubur kalifornia secara teknis tidak rumit, dan sederhana. Namun ketersedian bahan baku pembuat Bubur kalifornia khususnya belerang sulit diperoleh di daerah sentra produksi Kabupaten Sambas, sehingga tingkat penerapan teknologi dilokasi menjadi berkurang (Ridwan, 2008). Menurut Nainggolan (2004), salah satu teknologi yang tersedia dan berwawasan lingkungan untuk mengendalikan OPT Jeruk adalah Bubur California (lime sulfur). Pestisida generik ini terbuat dari campuran kapur hidup (CaO) dan serbuk belerang.

Bubur California direkomendasikan untuk mengendalikan OPT jeruk antara lain : 1) penyakit diplodia atau penyakit busuk batang jeruk, 2) gangguan jamur kerak atau lumut, terutama di daerah lembab dan pohon yang agak rimbun, 3) penyakit embun tepung dan embun jelaga yang menyerang daun dan buah jeruk, 4) hama kutu sisik (Lepidosaples beckii), 5) tungau (Eriophyes) penyebab buah jorok (burik) dan lain-lain. Sedangkan bentuk pengendalian hama penyakit lainnya seperti fusarium dan CPVD dan jenis hama penyakit

(11)

lainnya menggunakan pestisida sintetik. Disamping penggunaan pestisida, cara pengelolaan kebun dan pemeliharaan tanaman yang baik merupakan bentuk upaya lainnya dalam mengendalikan serangan hama penyakit

Petani Indonesia dan di Asia pada umumnya memiliki sumber daya yang terbatas (Widodo, 2008). Dalam mengelola usahatani, petani dihadapkan pada pengambilan keputusan untuk mengalokasikan sumberdaya (faktor produksi) guna mencapai tujuan yang diinginkan (Kusumawardani N.D et al, 2002). Kemampuan menggunakan sumber daya tanah, tenaga manusia, modal yang terbatas serta pemahamannya dalam teknologi yang tepat ini menjadi risiko bagi keberhasilan petani untuk mencapai produksi yang efisien.

Besar kecilnya penerimaan dipengaruhi oleh jumlah produksi. Petani yang memiliki produksi tinggi akan mendapatkan penerimaan yang besar dan sebaliknya untuk jumlah produksi yang rendah maka penerimaan yang diterimapun akan lebih kecil. Sedangkan pendapatan dipengaruhi secara dominan oleh variabel penerimaan (Zaini A, 2010).

Dengan berbagai kondisi dan permasalahan seperti yang sudah dijelaskan diawal, maka petani harus dapat mengalokasikan faktor produksi yang digunakan sedemikian rupa agar dapat mengelola usahatani jeruk siamnya secara efisien dan dapat memperkecil risiko kegagalan produksi sehingga para petani jeruk siam dapat mencapai tujuannya untuk memperoleh pendapatan.

Kemampuan petani dalam menerapkan teknologi dan mengelola faktor-faktor produksi yang dimilikinya sangat ditentukan oleh pendapatan petani, baik dari usahataninya maupun dari luar usahataninya dan jumlah tenaga kerja yang tersedia, pengalaman serta pendidikan petani. Walaupun petani banyak menghadapi kendala tetapi mereka tetap

(12)

berusahatani jeruk siam, karena usahatani jeruk siam menguntungkan, kondisi lingkungan lahan garapan juga memungkinkan, dan sudah berpengalaman.

Risiko yang dihadapi petani jeruk siam yang disebabkan oleh kendala-kendala seperti yang dijelaskan di atas akan berdampak pada produksi dan pendapatan. Petani dalam berusahatani selain memperhatikan pendapatan yang akan diperoleh juga mempertimbangkan tinggi rendahnya risiko yang dihadapi. Dalam kondisi lingkungan seperti adanya perubahan suhu yang ekstrim, adanya serangan OPT dan kemampuan mengelola faktor-faktor produksinya yang rendah dapat menurunkan produksi yang pada akhirnya akan mengurangi pendapatan bahkan mungkin akan memperoleh pendapatan yang negatif.

Adanya perbaikan teknologi, misalnya penggunaan teknologi baru sebagai pengganti teknologi lama, maka produksi akan semakin meningkat. Tentu saja penggunaan teknologi ini mungkin memerlukan biaya produksi yang relatif tinggi, beban risiko dan ketidakpastian yang juga relatif tinggi, memerlukan keterampilan khusus dan sebagainya (Soekartawi, 1993). Penggunaan pupuk dan irigasi juga mempunyai interaksi yang nyata dalam meningkatkan derajat risiko produksi pertanian, demikian juga dalam penggunaan input tenaga kerja, modal dan penggunaan pestisida (Just and Pope, 1979).

Selain dihadapkan pada permasalahan produksi, pertanian Indonesia juga dihadapkan pada permasalahan fluktuasi harga komoditas pertanian. Fluktuasi harga pertanian yang berpengaruh pada nilai komoditas pertanian serta besarnya korbanan atau biaya yang dikeluarkan untuk bisa mendapatkan produksi yang optimum, menjadi risiko tersendiri terhadap pendapatan yang diharapkan petani (Nicholson, 1998). Adanya fluktuasi harga tentunya menyebabkan pendapatan petani sulit untuk diramalkan.

(13)

Besarnya pendapatan dan risiko usahatani jeruk siam sangat mempengaruhi perilaku petani dalam proses pengambilan keputusan. Petani dalam berusahatani ada yang berani terhadap risiko (risk lover), enggan terhadap risiko (risk averter) dan netral terhadap risiko (risk neutral). Adanya ketidakpastian hasil panen dan harga menyebabkan petani enggan menanggung risiko (risk aversion) terlebih lagi bagi petani kecil. Keengganan petani terhadap risiko merupakan faktor yang berpengaruh kuat sekali terhadap perilaku investasi. Besar kecilnya investasi akan mempengaruhi besar kecilnya produk yang dihasilkan yang selanjutnya berpengaruh terhadap besar kecilnya keuntungan yang diterima petani (Binswanger et al.,1983)

Berdasarkan kendala yang ada, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini diarahkan pada beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan perkembangan jeruk siam yang berada di daerah sentra produksi di Kabupaten Sambas, yaitu :

(1). Apakah usahatani jeruk siam sudah efisien secara teknis dan apakah kemampuan manajerial petani mempengaruhi efisiensi teknis ?

(2). Apakah usahatani jeruk siam sudah efisien secara ekonomi dan apakah kemampuan manajerial petani mempengaruhi efisiensi ekonomi ?

(3). Apakah kemampuan manajerial petani mempengaruhi risiko produksi pada usahatani jeruk siam ?

(4). Apakah kemampuan manajerial petani mempengaruhi risiko pendapatan pada usahatani jeruk siam ?

(5). Bagaimana perilaku petani terhadap risiko usahatani jeruk siam ? (6). Bagaimana hubungan antara efisiensi dan risiko usahatani jeruk siam ?

(14)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis efisiensi teknis dan pengaruh kemampuan manajerial petani terhadap efisiensi teknis.

2. Menganalisis efisiensi ekonomi dan pengaruh kemampuan manajerial petani terhadap efisiensi ekonomi.

3. Menganalisis pengaruh kemampuan manajerial petani terhadap risiko produksi usahatani jeruk siam.

4. Menganalisis pengaruh kemampuan manajerial petani terhadap risiko pendapatan usahatani jeruk siam.

5. Menganalisis perilaku petani dalam menghadapi risiko usahatani jeruk siam. 6. Menganalisis hubungan antara efisiensi dan risiko usahatani jeruk siam. 1.4. Kegunaan Penelitian

1. Pada tataran ilmu pengetahuan, memberikan acuan model teoritis mengenai efisiensi dan risiko usahatani jeruk siam. 

2. Sebagai dasar kebijakan bagi pemerintah dalam usaha pengembangan usahatani jeruk siam khususnya pada upaya pencapaian efisiensi dan penanganan risiko usahatani jeruk siam.

3. Sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam memproduksi jeruk siam untuk mengalokasikan input-input produksi, mengelola usahatani secara lebih efisien dan menekan risiko kegagalan produksi.

(15)

4. Sebagai sumbangan informasi maupun bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan secara lebih mendalam terutama di bidang usahatani jeruk siam yang produktif dan efisien.

1.5. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai usahatani jeruk siam di Kabupaten Sambas telah banyak dilakukan. Hasil penelitian yang penulis temukan diantaranya, Wiji (2007) meneliti tentang kelayakan finansial dan ekonomi, daya saing serta sistem pemasaran jeruk siam. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani, kelayakan finansial dan ekonomi menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkan, mempunyai dayasaing (kompetitif dan komparatif) yang cukup tinggi sehingga mampu bersaing di pasar international serta sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak cukup efisien.

Rafita (2005) menganalisis biaya-biaya yang dikeluarkan untuk usahatani jeruk siam di Kabupaten Sambas, dan analisis pendapatan. Analisis cash flow menunjukkan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani jeruk siam adalah bibit, peralatan, pupuk, pestisida, keranjang, tenaga kerja, pajak tanah. Pendapatan dibandingkan dengan pengeluaran rata-rata petani maka petani dengan lahan 1 ha dan 2 ha dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sedangkan pada luas lahan 0,5 ha hanya memberikan sumbangan sebesar 67,87% untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sisanya diperoleh dengan bekerja lain.

Kurniasih (2007) dalam penelitiannya tentang analisis daya saing jeruk siam di Kabupaten Sambas melaporkan bahwa jika hanya dilihat dari nilai produksi, jeruk siam merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Sambas yang layak diusahakan dilihat dari indeks Location Quotient (LQ) lebih dari 1. Ditinjau dari daya saing jeruk siam Kabupaten

(16)

Sambas cukup mampu bersaing di tingkat provinsi ditunjukkan dari nilai positif dari Differential Shift.

Ridwan (2008) meneliti tentang sifat inovasi teknologi Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat (PTJKS) yang berpengaruh terhadap adopsi inovasi oleh petani di Kabupaten Sambas menyimpulkan Inovasi teknologi PTKJS tidak seluruhnya diadopsi oleh petani jeruk di Kabupaten Sambas karena beberapa sub komponen teknologi seperti penggunaan perangkap kuning, penyiraman tanah dengan insektisida, penggunaan sex feromon, pemberongsongan, pemangkasan arsitektur, penyiraman, pemanenan secara benar, dan konsolidasi pengelolaan kebun, memiliki sifat inovasi yang berkategori nilai rendah. Subkomponen teknologi yang paling menonjol walaupun baru dikenal petani namun paling cepat dan mudah diadopsi atau diaplikasikan adalah penggunaan teknologi penyaputan batang dengan bubur Kalifornia.

Kamardiani (2000) meneliti tentang perilaku harga dan efisiensi sistem tataniaga jeruk siam Kalimantan Barat menunjukkan bahwa dalam jangka pendek harga riil jeruk siam berfluktuasi dari tahun 1988-1997, dalam jangka panjang fluktuasi harga jeruk siam tingkat petani cenderung mengarah pada siklus harga keseimbangan (siklus konvergen). Analisa sistem tataniaga menunjukkan jeruk siam Kalimantan Barat tidak efisien.

Selanjutnya Kurniadi (2005) menganalisa keunggulan komparatif komoditas jeruk siam di Kabupaten Sambas menunjukkan hasil bahwa secara finansial komoditas jeruk di Kabupaten Sambas belum menguntungkan. Komoditas jeruk mempunyai keunggulan komparatif baik untuk tujuan perdagangan antar daerah maupun perdagangan antar pulau yang ditunjukkan dari nilai koefisien biaya sumberdaya domestik.

(17)

Suharjo (1999), merumuskan strategi pengembangan agribisnis jeruk siam di Kabupaten Sambas dengan analisis SWOT menyimpulkan strategi yang dapat diterapkan yaitu mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy). Demikian pula dalam penelitian Saptana (1995) tentang analisis sistem agribisnis jeruk di Jawa Timur melalui pendekatan kelayakan dan kajian sistem pemasaran.

Selanjutnya hasil penelitian dari Lesmana (2009) mengenai analisis kelayakan jeruk keprok di Kabupaten Kutai Timur menunjukkan usahatani jeruk keprok layak dan menguntungkan untuk diusahakan untuk lahan 1 ha (400 pohon jarak tanam 5 x 5 cm). Apabila terjadi kenaikan biaya produksi sebesar 5 % dan harga BJS turun 5 %, usaha masih layak untuk dilakukan, namun apabila biaya produksi dan harga buah jeruk segar (BJS) turun 5 %, usaha budidaya jeruk keprok belum layak untuk diusahakan.

Dari penelitian-penelitian yang ditemukan diatas mengkaji tentang jeruk siam belum ditemukan penelitian yang mengkaji ke arah efisiensi baik secara teknis dan ekonomi serta mengkaji risiko usahatani jeruk siam khususnya di daerah sentra produksi di Kalimantan Barat. Hal inilah yang diyakini penulis letak dari keaslian dari kajian penelitian ini untuk mengembangkan penelitian ke arah efisiensi teknis dan ekonomi serta risiko usahatani jeruk siam di Kabupaten Sambas.

Penelitian yang mengkaji efisiensi teknis usahatani jeruk jenis keprok di Provinsi Nusa Tenggara Timur telah dilakukan oleh Adar D (2011), analisis penelitian dilakukan dengan model SPF bentuk Translog. Sedangkan untuk penelitian tingkat efisiensi teknis pada usahatani jeruk jenis siam dengan pendekatan fungsi produksi stokastik frontier bentuk Cobb-Douglas belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian mengenai efisiensi teknik pada usahatani jeruk pernah dilakukan oleh Sarwar (2012) di Pakistan dengan menggunakan fungsi

(18)

produksi stokastik frontier bentuk Cobb-Douglas sedangkan Dhehibi (2007) di Tunisia dengan bentuk SPF Translog. Hal ini juga diyakini penulis sebagai letak kebaharuannya.

Hal lainnya yang menjadi bentuk kebaharuan dari penelitian ini yaitu selain jenis komoditi berupa jeruk siam, waktu, lokasi penelitian serta penentuan variabel yang diamati juga menjadi bentuk keaslian dalam penelitian ini.

Gambar

Tabel 1.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jeruk Siam di Kabupaten Sambas  Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2002 – 2014
Gambar 1.1. Produktivitas Jeruk Siam (Ton/ha) Kabupaten Sambas Tahun 2002-2014   Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sambas, 2014

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Permasalahan pencemaran air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas saat ini menunjukkan adanya kecenderungan semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus

Pada Gambar 3.4 menjelaskan mengenai prinsip metode magnetik yang diilustrasikan menggunakan sebuah objek berbentuk kubus, lalu komponen- komponen yang digunakan

Penelitian ini dilakukan dengan maksud dapat memberikan bukti empiris mengenai masalah yang diteliti yaitu pengaruh positif penerapan sistem administrasi perpajakan

Dengan demikian sistem informasi akuntansi penjualan yang baik menjadi salah satu hal yang penting dalam operasional usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran

konflik yang terjadi di Suriah tentang pemberontakan terhadap rezim Bashar Al- assad menjadi sorotan dalam Dunia Internasional, dimana dalam Konflik ini banyak pihak

Adapun yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah; Bagaimaana hubungan hukum antara driver (pemilik kendaraan) dengan Aplikasi layanan Gojek dan Bagaimana Perlindungan