BAB VI
LOKASI LANDFILL
6.1. Syarat-Syarat Lokasi Pengelolaan Limbah B3
Syarat-syarat lokasi pengelolaan limbah B3 yang meliputi lokasi untuk penyimpanan, lokasi untuk pengumpulan, lokasi untuk pengolahan dan lokasi untuk penimbunan/landfill telah diatur di dalam:
- Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
- Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No.
Kep-01/Bapedal/09/1999 tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
- Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No.
Kep-03/Bapedal/09/1999 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
- Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No.
Kep-04/Bapedal/09/1999 tentang Tatacara dan Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi Bekas Penimbunaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
Secara singkat persyaratan-persyaratan lokasi pengelolaan limbah B3 seperti yang tersebut di dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan Kepala Bapedal itu dapat dilihat pada Tabel 6.1. dan Tabel 6.2.
Tabel 6.1 : Syarat-syarat Lokasi Pusat Pengelolaan Limbah B3 Menurut PP 18
Jenis Kegiatan Pengelolaan
Bebas Banjir Tdk Rawan
Bencana
Bukan Kaw. Lindung
Sesuai RTR Mrpk Kaw. Industri
menurut RTR
Besarnya Permeabilitas Secara Geologis Bukan daerah
resapan air
Lokasi Penyimpanan
Lokasi Pengolahan
Lokasi Penimbunan Ditetapkan sbg lks
penimb lb B3 Max 10
–7
cm/det Dinyatakan:-aman –stabil tdk rawan bencana
Tabel 6.2 : Syarat-syarat Lokasi Pusat Pengelolaan Limbah B3 Sesuai Dng Kep. Kepala Bapedal
Lokasi Penyimpanan (Kep 01) Lokasi Pengumpulan (Kep 01) Lokasi Pengolahan di dlm lks penghasil (Kep-03) Lokasi Pengolahan di luar lks penghasil (Kep-03) Lokasi Landfill (Kep-04)
a. Daerah bebas banjir, atau daerah yang diupayakan melalui pengurugan sehingga aman dari kemungkinan terkena banjir; b. Jarak minimum dengan fasilitas umum 50 meter.
a. Luas tanah termasuk untuk bangunan penyimpanan dan fasilitas lainnya min 1 (satu) Ha
b. Daerah bebas banjir tahunan
c. Cukup jauh dari fasilitas umum dan ekosistem tertentu.
Jarak terdekat yang diperkenankan adalah: 1. 50 m dari jalan utama/ tol; 50 m dari jalan
lainnya; 2. 300 m dari fasum spt:
pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fas. keagamaan, fas. pendidikan, dll.
3. 300 m dari perairan spt:
garis pasang tertinggi laut, badan sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air,sumur penduduk, dll. 4. 300 m dari daerah yang dilindungi spt: cagar
alam, hutan lindung, kawasan suaka, dll.
a. Daerah bebas banjir,
b. Jarak antara lokasi pengolahan dan lokasi fasum min 50 m.
a. daerah bebas banjir;
b. Min 150 m dari jalan utama/ tol dan 50 m untuk jalan lainnya;
c. Min 300 m dari daerah pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas keagamaan dan pendidikan;
d. Min 300 m dari garis pasang naik laut, sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air dan sumur penduduk;
e. Mmin 300 m dari daerah yang dilindungi (cagar alam, hutan lindung dan lain-lainnya).
a. Daerah yang bebas dari banjir seratus tahunan.
b. Geologi lingkungan:
1. Litologi batuan dasar adalah batuan sedimen berbutir sangat halus (seperti serpih, batu lempung), batuan beku, atau batuan malihan yang bersifat kedap air (k <10 -9m/detik), tdk berongga, tdk bercelah dan tdk berkekar
intensif.
2. Bukan daerah berpotensi bencana alam: longsoran, bahaya gunung api, gempa bumi & patahan aktif.
c. Hidrogeologi:
1. Bukan daerah resapan (recharge) air tanah tidak tertekan yang penting dan air tanah tertekan.
2. Dihindari lokasi yang di bawahnya terdapat lapisan air tanah (aquifer). Jika di bawah lokasi tersebut terdapat lapisan air tanah maka jarak terdekat lapisan tersebut dengan bagian dasar landfill adalah 4 meter.
d. Hidrologi Permukaan:
Bukan daerah genangan air, berjarak min 500 m dari: aliran sungai yang mengalir spj tahun, danau, waduk untuk irigasi pertanian dan air bersih.
e. lklim dan curah hujan:
Diutamakan lokasi dengan : 1. Curah Hujan : kecil, daerah kering;
2. Angin : kec. tahunan rendah, berarah dominan ke daerah tidak berpenduduk / berpenduduk jarang.
f. Sesuai dng RTR yg merupakan tanah kosong yang tidak subur, tanah pertanian yang kurang subur, atau lokasi bekas pertambangan yang telah tidak berpotensi dan sesuai dengan rencana tata ruang baik untuk peruntukan industri atau tempat penimbunan limbah.
Flora dan fauna:
1. Flora : daerah dng kesuburan rendah, tidak ditanami tanaman yang mempunyai nilai ekonomi dan bukan daerah/kawasan lindung; 2. Fauna : bukan daerah margasatwa / cagar alam.
8
6.2. Pemilihan Calon Lokasi Alternatif Pusat Pengelolaan Limbah B3 (PPL-B3) Yang Dikembangkan P3TL-BPPT
6.2.1. Langkah-langkah Penentuan Lokasi PPL-B3
Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam merencanakan lokasi
pusat pengelolaan limbah B3 (PPL-B3). Sebelum menentukan
lokasi, terlebih dahulu harus dipelajari jenis limbah apa yang akan dikelola dan bagaimana karakteristik dan sifat-sifat (fisika, kimia, biologi dan radio aktifitas) dari limbah tersebut. Setelah diketahui karakteristik dan sifat-sifatnya, dilakukan pemilihan teknik pengolahannya sampai penangangan akhir (landfill).
Pada waktu penentuan lokasi PPL-B3 perlu dipikirkan dampak negatif yang dapat ditimbulkan akibat kegiatan penimbunan. Lokasi
PPL-B3 harus laik dipandang dari sudut kesehatan, lingkungan,
sosial ekonomi dan budaya maupun dari segi estetika yang berlaku. Pertimbangan lain adalah upaya pengelolaan lokasi bekas penimbunan setelah ditutup (telah penuh), sebab timbunan limbah B3 dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan dalam jangka waktu yang sangat panjang (meskipun kegiatan penimbunan telah selesai).
Langkah-langkah yang perlu diambil dalam penentuan calon lokasi
PPL-B3 antara lain:
1. penentuan kriteria lokasi,
2. identifikasi calon-calon lokasi yang memenuhi kriteria, 3. review dan evaluasi calon-calon lokasi,
4. pemilihan lokasi untuk evaluasi terakhir, 5. evaluasi teknis dan penentuan rangking lokasi, 6. review terakhir.
Secara sistematis langkah-langkah penentuan lokasi PPL-B3 seperti pada Gambar 6.1.
6.2.2. Penerapan Teknik Geolistrik Untuk Analisis Lokasi
Untuk menentukan lokasi PPL-B3 yang aman sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan, diperlukan teknologi yang dapat digunakan untuk analisis kondisi calon lokasi dengan tepat. Salah satu teknologi yang dapat digunakan dan dapat memberikan hasil analisis yang akurat serta dapat memberikan banyak masukkan (data) adalah teknologi pengukuran dengan teknik geolistrik
SKEMA PENENTUAN CALON LOKASI PUSAT PENGELOLAAN LIMBAH B3
Gambar 6.1. Skema Penentuan Calon Lokasi Pusat Pengolahan Limbah B3
Survai &inventarisasi limbah industri di wilayah studi
Masuk dalam kategori limbah
B-3
Dikelola sendiri oleh Pemda/Swasta Tdk Jumlahnya layak dikelola secara terpusat Ya Ya Tdk Analisis kelayakan lokasi secara teknis
(Geologi, topogafi, hidrogeologi, iklim dll)
Kriteria lokasi
Pemilihan calon lokasi
Tdk
Ya
Calon lokasi terpilih
Buat peta pelayanan regional
LOKASI TERPILIH
Analisis masalah teknis (Transportasi dll)
Dapat memenuhi syarat secara teknis
& ekonomisteknis Ya Disetujui Ya Tdk Tdk
(investigasi tahan jenis). Ada berbagai data yang dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran dengan teknik ini, antara lain adalah :
dapat mengetahui muka air tanah,
dapat mengetahui penyebaran (distribusi) air tanah, dapat mengetahui arah aliran air tanah,
dapat mengetahui permeabilitas lapisan batuan, dapat menafsirkan kedalaman batuan dasar, dapat mengetahui porositas batuan dan
dapat mengetahui ketebalan akuifer air tanah dan penyebarannya.
Prinsip Dasar Analisis Geolistrik
Metoda Geolistrik Tahanan Jenis merupakan metoda geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi. Aliran arus listrik di dalam batuan/mineral dapat terjadi melalui konduksi secara elektronik, elektrolitik dan dielektrik. Konduksi secara elektronik terjadi jika batuan mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan oleh elektron-elektron bebas tersebut. Konduksi elektrolitik terjadi jika batuan bersifat porous dan pori-porinya terisi oleh fluida elektrolitik sehingga arus listrik dialirkan oleh ion-ion elektrolitik. Sedangkan konduksi dielektrik terjadi jika batuan bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik, yaitu terjadi polarisasi saat bahan dialiri listrik.
Tahanan jenis formasi batuan dibatasai oleh sejumlah arus yang melewati formasi batuan tersebut ketika potensial listrik diberikan. Secara sederhana tahanan jenis didefinisikan sebagai tahanan dalam ohms antara permukaan yang berlawanan dari suatu unit kubus pada suatau material. Jika material dengan tahanan R
mempunyai luas penampang A dan panjang L, maka tahanan jenisnya dapat diekspresikan sebagai berikut :
ρ ρ ρ
ρ = RA/L
Satuan tahanan jenis adalah ohm-m/m2, disederhanakan menjadi
ohm-m.
Tahanan jenis formasi batuan mempunyai jangkauan harga yang bervarisai, tergantung kepada jenis materialnya, densitas, porositas, ukuran dan bentuk pori, kandungan dan kualitas air serta temperatur. Dalam hubungannya dengan media yang porous, tahanan jenis lebih dikontrol oleh kandungan dan kualitas air di dalam formasi, dari pada oleh tahanan jenis batuannya.
Prinsip pengukuran dalam metoda tahanan jenis adalah dengan menginjeksikan arus listrik (dalam satuan mA) ke dalam bumi melalui dua elektroda arus, kemudian beda potensial yang terjadi (dalam satuan mV) diukur melalui dua elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang berbeda kemudian dapat diturunkan variasi nilai tahanan jenis (ρ) masing-masing lapisan di bawah titik ukur dalam satuan ohm-m.
Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-lektroda potensial dan elektroda-elektroda arus, dikenal ada beberapa konfigurasi
elektroda antara lain: Konfigurasi Wenner, Konfigurasi
Schlumberger, Konfihurasi Dipole-dipole, Lee Partition, Konfigurasi Rectangle, dll.. Masing-masing konfigurasi tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan, dan ditentukan berdasarkan target yang hendak dicapai. Dalam penelitian ini konfigurasi elektroda yang dipakai adalah dengan konfigurasi Schlumberger.
Pada metoda tahanan jenis diasumsikan bahwa bumi mempunyai sifat homogen isotropis. Dengan demikian tahanan jenis yang terukur merupakan tahanan jenis sebenarnya dan tidak bergantung pada spasi elektroda ρ = K [ ∆V/I ]. Tetapi kenyataannya bumi
terdiri dari lapisan-lapisan dengan yang berbeda, oleh karena itu
harga tahanan jenis yang diperoleh bukan harga satu lapisan saja, melainkan tergantung pada spasi elektroda. Atau dapat dikatakan bahwa harga tahanan jenis yang diperoleh dari ρ = K [ ∆V/I ] adalah harga tahanan jenis ( ρ ) semu yang besarnya dipengaruhi oleh faktor geometri ( K ).
Ada beberapa metoda untuk memperoleh harga tahanan jenis sebenarnya dari harga tahanan jenis semu tersebut. Salah satunya adalah dengan pencocokan kurva. Pada tahap ini ada tiga tahapan penting yaitu interpretasi lapangan dengan tujuan menentukan bentangan maksimal dan menentukan tipe kurva lapangan. Tahapan yang kedua adalah interpretasi pendahuluan dengan tujuan menentukan harga tahanan jenis dan kedalaman masing-masing lapisan dengan menggunakan kurva standar dan kurva bantu. Tahapan terakhir adalah interpretasi dengan keadaan geologi daerah penelitian.
Hubungan antara tahanan jenis dan porositas di dalam batuan sedimen, dapat dijelaskan melalui Hukum Archie (Archie, 1942 op.cit. Ward, 1992) dan diformulasikan sebagai berikut :
m r
a
e
F
=
=
φ
−ρ
ρ
dimana F = ρr / ρe adalah faktor formasi, ρr tahanan jenis batuan, ρe
tahanan jenis fluida yang mengisi pori di dalam batuan dan φ adalah porositas, sedangkan a dan m adalah konstanta yang tergantung kepada jenis batuannya. (Di sini digunakan simbol ρw sebagai ρe untuk air atau elektrolit di dalam pori). Konstanta m
biasanya mengacu kepada faktor sementasi sedangkan konstanta a mengacu kepada koefisien saturasi. Harga numerik untuk a umumnya berkisar antara 0,6 s.d. 1,0 sedangkan untuk m antara 1,4 s.d. 2,20. Tingkat sementasinya makin tinggi, maka harga m akan semakin tinggi juga. Bentuk khusus dari persamaan Archie untuk batupasir adalah sebagai berikut :
15 , 2
62
,
0
−=
φ
F
(Formula Humble)dan untuk karbonat dengan porositas yang rendah : m
F
=
φ
−(Formula Shell)
Baik Formula Humble maupun Shell biasanya digunakan untuk kondisinya yang memang cocok, tetapi formula lainnya juga biasa digunakan. Contohnya untuk batuan yang gampingan digunakan
persamaan F = 1/φ2.
Porositas didefinisikan sebagai perbandingan volume air di dalam batuan yang tersaturasi,
r e
V
V
=
φ
dimana Ve dan Vr menggambarkan volume terukur dari air dan batuan.
Pengambilan Data
Pengambilan data di lapangan meliputi penentuan posisi titik pengukuran, ketinggian dan pengukuran tahanan jenis. Penentuan posisi titik pengukuran merupakan pekerjaan yang sangant penting dan fundamental dalam setiap pengukuran. Karena dengan mengetahui posisi secara akurat, maka hasil pengukuran dapat di plot di peta dan kemudian siap untuk dilakukan analisis dan interpretasi lebih lanjut. Waktu pengambilan data, posisi lokasi titik
pengukuran tahanan jenis dapat ditentukan dengan alat GPS Garmin 12 XL (Global Positioning System).
Peralatan yang digunakan untuk mengukur tahanan jenis adalah Resistivitymeter McOHM Mark-2 Model-2115A yang mempunyai resolusi sangat tinggi yaitu 1 µ Ohm-m, dilengkapi dengan
elektroda arus, elektroda potensial, kabel, baterai dan
perlengkapan lainnya.
Konfigurasi elektroda yang dipakai dalam pengambilan data tahanan jenis adalah konfigurasi Schlumberger yang dapat divisualisasikan sebagai berikut :
Gambar 6.2.: Pengambilan data tahanan jenis dengan metoda Schlumberger
Dimana M, N adalah elektroda potensial, sedangkan A dan B adalah elektroda arus. Untuk Konfigurasi Schlumberger, tahanan jenis didapatkan dari persamaan sebagai berikut :
(
)
ρ
sK
s sπ
V
I
K
L
l
l
=
∆
dan
=
−
2 22
Bentangan elektroda arus maksimum yang digunakan adalah 250 m, dengan demikian target penetrasi kedalamannya adalah ± 80 - 100 m. C1 P1 P2 C2 Resistivitymeter Permukaan Tanah A M N B l L V I
Contoh Hasil Analisis Dengan Teknik Geolistrik;
Berikut ini diberikan contoh hasil analisis lokasi dengan memanfaatkan teknik geolistrik untuk menentukan calon lokasi PPL-B3. Lokasi ini merupakan daerah lembah dengan ketinggian ± 40 m di atas permukaan laut, merupakan persawahan tadah hujan yang tandus dan dikelilingi oleh bukit-bukit kecil. Data hasil pengukuran tahanan jenis di lokasi penelitian dapat dilihat di lampiran.
Interpretasi Data
Harga tahanan jenis yang diperoleh dari pengukuran adalah harga tahanan jenis ( ρ ) semu yang besarnya dipengaruhi oleh faktor geometri ( K ). Pengolahan dan interpretasi data bertujuan untuk memperoleh harga tahanan jenis yang sebenarnya dan kedalaman dari tiap lapisan di bawah titik pengukuran. Metoda yang digunakan adalah metoda pencocokan kurva ( curve matching) dengan bantuan program komputer Resist. Pengolahan dan interpretasi data juga didasarkan pada data-data geologi, terutama untuk menentekan parameter lapisan yang dianggap tetap (fix/unlock layers-parameter).
Dari hasil pengolahan dan interpretasi tersebut diperoleh parameter-parameter tahanan jenis yang sebenarnya dan kedalaman dari tiap lapisan. Dengan mengacu ke data geologi dan referensi harga tahanan jenis beberapa batuan kemudian diinterpretasikan jenis lapisannya.
Tahanan jenis dan interpretasi litologi. Nilai tahanan jenis yang diperoleh dari hasil survey di lapangan bervariasi dari 1 Ohmm s.d. 48 Ohm. Dengan mengacu ke kondisi geologi daerah penelitian disertai dengan data
referensi harga tahanan jenis beberapa batuan maka dari harga-harga tahanan jenis tersebut dapat ditafsirkan jenis litologi yang ada di daerah penelitian sebagai berikut :
ρ ρ ρ
ρ (Ohmm) Litologi
1 - 26 Lempung (lapisan impermeabel)
29,2 – 48,5 Pasir/Pasir lempungan (lapisan
permeabel)
Dari hasil survey tahanan jenis tersebut tampak di daerah penelitian didominasi oleh nilai tahanan jenis yang rendah (lihat hasil interpretasi) yang berarti didominasi oleh lapisan lempung.
Pada lokasi pengukuran SM-1 diketemukan dominasi lempung sebagai lapisan penutup sampai kedalaman 108 m dan di bagian bawah dibatasi oleh pasir sampai kedalaman tertentu tertentu. Sedangkan pada lokasi SM-2 lapisan atas merupakan lempung sampai kedalaman lebih dari 49 m dan masih menunjukkan kemenerusan dari lempung tersebut. Pada SM-3 tebal lapisan lempung sampai kedalaman 37 m, diteruskan dengan lapisan pasir dengan batas yang jelas. Pada lokasi SM-4 lempung merupakan lapisan teratas hingga langsung berbatasan dengan pasir pada kedalaman 84 m. Secara lengkap hasil pengolahan dan interpretasi data di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.3 s/d 6.10.
Gambar 6.3 S/d. 6.10
Sampai dengan bentangan 250 m (target kedalaman > 80 m) hasil survey tahanan jenis belum menunjukkan adanya batuan dasar. Hal ini kemungkinan disebabkan letak batuan dasar berada pada kedalaman lebih dari 100 m. Lapisan lempung secara geologi dikenal sebagai lapisan batuan yang mempunyai sifat impermeabel sehingga sering menjadi lapisan dasar dan atau lapisan penudung dalam suatau aquifer air tanah ataupun reservoir minyak bumi. Sedangkan lapisan pasir merupakan lapisan batuan dengan sifat sangat permeabel dan sering menjadi aquifer air tanah yang baik.
Tahanan jenis dan porositas. Dortman (1964) op.cit. Mazac et. al. (1990) memberikan hubungan antara porositas dengan harga tahanan jenis sebagai berikut :
P = 33.7 X ρρρρ-0.268
Dengan menggunkan hubungan Dortman di atas maka lapisan batuan yang ada di daerah penelitian mempunyai porositas sebagai berikut :
Lapisan ρρρρ (Ohmm) Porositas (%)
Lempung 1,0 – 26 14,07 – 33,7
Pasir/pasir lempungan 29,2 – 48,5 11,91 – 13,64
Tahanan jenis dan permeabilitas. Mazac et. al, 1990 telah menemukan hubungan langsung antara tahanan jenis batuan dengan permeabilitas. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.11.
Dengan didasarkan pada hubungan Mazac (1990), maka dapat diinterpretasikan harga permeabilitas lapisan batuan di daerah penelitian hasil dari survei tahanan jenis adalah sebagai berikut:
Lapisan ρρρρ (Ohmm) Permeabilitas (m/s)
Lempung 1,0 – 26 10-9 - 3x10-9
Pasir 29,2 – 48,5 2x10-7 - 3x10-7
Lapisan lempung secara geologi dikenal sebagai lapisan batuan yang mempunyai sifat impermeabel (tidak meloloskan fluida), sehingga sering menjadi lapisan dasar dan atau lapisan penudung dalam suatu aquifer air tanah ataupun reservoir minyak bumi. Sedangkan lapisan pasir merupakan lapisan batuan dengan sifat permeabel (dapat meloloskan fluida) dan sering menjadi aquifer air tanah yang baik.
Gambar 6.11: Hubungan permeabilitas dan resistivitas untuk beberapa jenis batuan (Mazac et. al., 1990).
Tahanan jenis dan Air Tanah. Lapisan batuan yang berpotensi sebagai akuifer air tanah adalah batuan yang mempunyai porositas dan permeabilitas cukup besar (misalnya lapisan pasir/batupasir).
Hasil survey dan interpretasi tahanan jenis di daerah penelitian
menunjukkan lapisan batuan yang berpotensi sebagai akuifer air tanah adalah di lokasi SM-1 pada kedalaman > 108,6 m, SM-3 pada kedalaman > 37,2 m dan SM-4 pada kedalaman > 84,4 m. Dari data tersebut menunjukkan bahwa di daerah penelitian mempunyai akuifer air tanah
yang relatif dalam, karena lapisan permukaannya
mempunyai lapisan lempung yang tebal (37,2 – 108,6 m). Berdasarkan pengamatan geologi regional dan hasil pengukuran tahanan jenis, di lokasi penelitian tidak diketemukan struktur patahan sehingga dapat di katakan sebagai daerah yang stabil. Korelasi antar lapisan batu lempung yang berbatasan dengan batu pasir yang dimungkinkan oleh hubungan menjari meskipun sebagian ada yang merupakan perlapisan.
Hasil analisis geolistrik ini secara lengkap juga dapat dilihat pada Tabel 6.3, sedangkan aktivitas pengambilan data analisis geolistrik dapat dilihat pada foto 1 dan foto 2.
6.2.3. Penilaian Peringkat/Ranking Calon Lokasi PPL-B3
Untuk menghindari terjadinya pencemaran lingkungan di sekitar landfill, maka landfill harus ditempatkan pada lokasi yang memenuhi kriteria-kriteria persyaratan yang telah ditetapkan dan diupayakan untuk ditempatkan pada lokasi terbaik sebagai pusat pengelolaan
limbah B3 agar dampaknya dapat diminimalisasikan. Untuk
menentukan lokasi terbaik di suatu wilayah, perlu dilakukan survai dan analisis calon lokasi. Kemudian dengan memperhatikan
syarat-syarat lokasi PPL-B3 dan hasil analisis dari tiap-tiap calon lokasi
ditabelkan untuk penilaian. Kriteria penilaian harus ditentukan Foto 1: Persiapan di lapangan untuk analisis
dengan jelas dan setiap parameter kondisi wilayah diberikan nilai yang sesuai dengan kondisi yang ada. Setelah semua parameter kondisi fisik wilayah diberi nilai, kemudian nilai dari setiap calon lokasi dijumlahkan. Calon lokasi yang mempunyai nilai tertinggi merupakan calon lokasi terbaik PPL-B3 di wilayah tersebut. Contoh penilaian dapat dilihat pada Tabel 6.4.
Tabel 6.4. Hasil Analisis Geolistrik di Lokasi Penelitian No Lokasi (Titik pengukuran) Batuan Porositas (%) Permeabilitas (m/s) Sifat Lapisan Potensi Air Tanah Arah Aliran Air Tanah
Arah Aliran Air Permukaan Jenis Kedalaman
(m)
1 SM1 lempung 0 - 108 14.07 – 37.7 10-9 - 3x10-9 impermeabel Pada kedalaman
>108.6 m
TA
pasir > 108 11.91-13.64 2.10-7 – 3.10-7 permeabel
2 SM2 lempung 0 – 49.5 14.07 – 37.7 10-9 - 3x10-9 impermeabel TA TA
3 SM3 lempung 0 – 37.2 14.07 – 37.7 10-9 - 3x10-9 impermeabel Pada kedalaman
> 37.2 m
TA pasir > 37.2 11.91-13.64 2.10-7 – 3.10-7 permeabel
4 SM4 lempung 0 – 84.4 14.07 – 37.7 10-9 - 3x10-9 impermeabel Pada kedalaman
> 84,4 m
TA Pasir > 84,4
Catatan : TA = Tidak Ada. Sumber : Hasil Analisis Lokasi
SM-1 SM-3 SM-4 SM-2 Keterangan: Titik pengukuran Arah aliran air permukaan
1
0
Tabel 6.5 : Contoh Tabel Penilaian Kondisi Fisik Wilayah
Persyaratan Kondisi Fisik Lokasi Landfill Sesuai Kep. Kepala Bapedal
No. 04/BAPEDAL/09/1995
Nilai Kondisi Fisik Calon Lokasi Lokasi I Lokasi II Lokasi III
1. Daerah yang bebas dari banjir seratus tahunan. -- -- --
2. Geologi lingkungan:
a. Litologi batuan dasar adalah batuan sedimen berbutir sangat halus (seperti serpih, batu lempung), batuan beku, atau batuan malihan yang bersifat kedap air (k <10 -9m/detik), tdk berongga, tdk bercelah dan tdk berkekar intensif.
-- -- --
b. Bukan daerah berpotensi bencana alam: longsoran, bahaya gunung api, gempa bumi & patahan aktif.
-- -- --
3. Hidrogeologi:
a. Bukan daerah resapan (recharge) air tanah tidak tertekan yang penting dan air tanah tertekan.
-- -- --
b. Dihindari lokasi yang di bawahnya terdapat lapisan air tanah (aquifer). Jika di bawah lokasi tersebut terdapat lapisan air tanah maka jarak terdekat lapisan tersebut dengan bagian dasar landfill adalah 4 meter.
-- -- --
4. Hidrologi Permukaan:
a. Bukan daerah genangan air, -- -- --
b. Berjarak min 500 m dari: aliran sungai yang mengalir spj tahun, danau, waduk untuk irigasi pertanian dan air bersih.
-- -- --
5. lklim dan curah hujan:
Diutamakan lokasi dengan : 1. Curah Hujan : kecil, daerah kering;
2. Angin : kec. tahunan rendah, berarah dominan ke daerah tidak berpenduduk / berpenduduk jarang.
-- -- --
6. Kesesuaian dengan RTRW yg ada -- -- --
7. Kesuburan tanah
Merupakan tanah kosong yang tidak subur, tanah pertanian yang kurang subur, atau lokasi bekas pertambangan yang telah tidak berpotensi dan sesuai dengan rencana tata ruang baik untuk peruntukan industri atau tempat penimbunan limbah.
-- -- --
8. Flora dan fauna:
a. Flora : daerah dng kesuburan rendah, tidak ditanami tanaman yang mempunyai nilai ekonomi dan bukan daerah/kawasan lindung; b. Fauna : bukan daerah margasatwa/cagar alam
-- -- -- -- -- -- Total Nilai -- -- -- Keterangan Nilai :
0 : Tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan;
1 : Dapat dimodifikasi/diubah fungsinya/tidak menimbulkan dampak yang besar; 2 : Cukup memenuhi persyaratan;
3 : Memenuhi persyaratan yang diperlukan; 4 : Sangat memenuhi persyaratan yang diperlukan.