• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika mereka telah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika mereka telah"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Teori Pertukaran Sosial

Blau, (1964) dalam Fung, Ahmad, & Omar (2012) menyatakan bahwa Teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh organisasi, mereka akan cenderung untuk melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih positif. Individu selalu akan berusaha untuk mebalas budi terhadap siapapun yang telah memberikannya keuntungan.

Melihat dari sudut pandang teori di atas adanya kaitan antara motivasi, kompensasi, komitmen organisasional dan OCB, dimana ketika karyawan merasa bahwa organisasi mereka sedang mempertimbangkan imbalan keuangan dan materi atau keuntungan bagi pekerjaan mereka (membayar, keamanan, perlakuan yang adil, promosi dan lain-lain), mereka menemukan diri mereka puas dengan pekerjaan mereka dan lebih mau membalas dengan menyatakan dan menampilkan sikap dan perilaku yang positif terhadap tugas dan perusahaannya.

2.2 Organizational Citizenship Behavior (OCB)

2.2.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi perilaku karyawan. Karyawan yang menampilkan OCB dapat disebut dengan good citizen (karyawan yang baik). Jika

(2)

karyawan dalam suatu organisasi memiliki OCB, maka ia dapat mengendalikan perilakunya sendiri sehingga mampu memilih perilaku yang terbaik untuk kepentingan organisasinya (Markoczy & Xin, dalam Hardaningtyas, 2005). Fitrianasari (2013) menyatakan OCB merupakan perilaku yang tidak berkaitan secara langsung dengan sistem reward, bersifat sukarela bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi, dan merupakan perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan performance, tidak diperintahkan secara formal.

Robbins & Judge (2008:40) mendefinisikan OCB sebagai perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Pendapat lain mengenai pengertian OCB dikemukakan oleh Garay (2006:34) ia menjelaskan bahwa OCB merupakan perilaku sukarela dari seorang pekerja untuk mau melakukan tugas atau pekerjaan di luar tanggung jawab atau kewajibannya demi kemajuan atau keuntungan organisasinya. Organ (1988) dalam Bolino et al. (2002) menyatakan OCB adalah perilaku karyawan yang melebihi peran yang diwajibkan, yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward formal, merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. OCB menunjuk pada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh karyawan melampaui peran yang telah disyaratkan oleh organisasi dan tindakan-tindakan tersebut memajukan kesejahteraan dari rekan kerja, kelompok kerja atau bahkan organisasi. Organisasi tergantung pada perilaku OCB dari karyawan untuk

(3)

membantu koleganya yang sedang mempunyai masalah, menciptakan suatu iklim kerja yang positif, dengan sabar menghadapi gangguan tanpa mengeluh dan menjaga asset yang dimiliki organisasi (Lovell, 1999).

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Sebelum karyawan melakukan suatu perilaku, tentunya ada penyebab mengapa mereka rela melakukan hal tersebut. Demikian pula perilaku yang dikatagorikan OCB juga dipengaruhi beberapa faktor. Menurut Vannecia dalam lubis (2015) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi OCB sebagai berikut.

1) Budaya organisasi 2) Iklim organisasi 3) Kepribadian 4) Suasana hati

5) Persepsi terhadap dukungan organisasional 6) Kualitas interaksi

(4)

2.2.3 Bentuk-bentuk Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Mengacu pada pendapat Organ, Dyne, Graham, dan Dienesch (1998) dalam Arum (2006), OCB mempunyai tiga bentuk utama, yaitu:

1) Obedience (Kepatuhan)

Menunjukkan rasa hormat, patuh pada seluruh peraturan organisasi, termasuk didalamnya adalah struktur organisasi, deskripsi pekerjaan, kebijakan-kebijakan personalia, dan proses perilaku yang mencerminkan kepatuhan dalam organisasi dapat pula ditunjukkan oleh ketepatan waktu masuk kerja dan penyelesaian tugas dantindakan penyusutan terhadap sumber atau aset organisasi.

2) Loyalty (Loyalitas)

Menunjukkan kesetiaan kepada organisasi secara menyeluruh, termasuk usaha mempertahankan organisasi dalam menghadapi ancaman, memberikan sumbangan yang dapat menimbulkan reputasi bagus bagi organisasi, memperluas fungsi kemakmuran yang sempit, yaitu dengan melakukan pelayanan terhadap kepentingan dari suatu komunitas.

3) Participation (Partisipasi)

Secara penuh dan bertanggung jawab terhadap keterlibatannya dalam keseluruhan proses organisasi. Merupakan kepentingan dalam hubungan keorganisasian berdasarkan standar ideal dari suatu kebajikan, ditunjukkan oleh adanya karyawan yang selalu mengikuti perkembangan organisasi dan karyawan yang secara penuh bertanggung jawab terlibat dalam keseluruhan proses keorganisasian.

(5)

2.2.4 Dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Terdapat lima dimensi OCB menurut Organ et al. (2006) adalah sebagai berikut.

1) Altruism adalah perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang sedang mengalami kesulitan.

2) Conscientiousness adalah perilaku karyawan yang mau patuh terhadap peraturan yang berlaku.

3) Sportmanship adalah perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan dengan bertoleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan ataupun mengeluh.

4) Courtessy adalah prilaku menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah-masalah interpersonal.

5) Civic virtue adalah perilaku yang mau mengikuti perkembangan dalam organisasi.

2.3 Motivasi

2.3.1 Pengertian Motivasi

Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau tidak pada hakekatnya secara internal dan eksternal yang dapat positif atau negatif untuk mengarahkannya yang sangat bergantung kepada ketangguhan sang manajer (Ardana dkk, 2012). Motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal (Prabu, 2005). Sejalan dengan itu,

(6)

Mangkunegara (2005:61) mengungkapkan, motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan/pegawai yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Menurut Robbins (2006:530) motivasi adalah kerelaan untuk mengarahkan segenap upaya untuk mencapai tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu

George dan Jones (Sutanto dan Tania, 2013) mengatakan bahwa motivasi kerja dapat didefinisikan sebagai suatu dorongan secara psikologis kepada seseorang yang menentukan arah dari perilaku (direction of behavior) seseorang dalam organisasi, tingkat usaha (level of effort) dan tingkat kegigihan atau ketahanan di dalam menghadapi suatu halangan atau masalah (level of persistence).

Motivasi merupakan faktor yang mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja karyawan untuk berperan serta secara aktif dalam proses kerja. Teori motivasi yang paling terkenal adalah hirarki kebutuhan yang diungkapan Abraham Maslow (Maslow, dalam Robbins, 2006). Antonio dan Sutanto (2014) menyatakan bahwa motivasi kerja dapat ditunjukan dengan perilaku pekerja. Perilaku pekerja yang menunjukkan semangat kerja dapat membuat karyawan bekerja secara maksimal. Djati dkk, (2011) mengatakan motivasi sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Dengan demikian, motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar.

(7)

2.3.2 Fungsi-fungsi Motivasi

Herzberg (Yusri dkk, 2009:59) menyatakan bahwa, terdapat dua fungsi dari motivasi di dalam kondisi pekerjaan seseorang, yaitu sebagai berikut.

1) Fungsi di dalam pemuas atau motivasi intrinsik, antara lain kepuasan kerja, prestasi yang diraih, peluang untuk maju, pengakuan orang lain, pengembangan karir dan tanggung jawab.

2) Fungsi di dalam pemeliharaan atau motivasi ekstrinsik, antara lain kompensasi, kondisi kerja, rasa aman dan selamat, status, supervisi, hubungan antar manusia, kebijakan perusahaan. Untuk meningkatkan motivasi maka manajer harus menghilangkan rasa ketidakpuasan atau mengurangi rasa ketidakpuasan dari karyawan.

McClelland (Yusri dkk, 2009) menyatakan bahwa, dalam teori ini terdapat tiga komponen dasar yang dapat digunakan untuk memotivasi orang untuk bekerja, yaitu:

1) Prestasi artinya adanya keinginan untuk mencapai tujuan lebih baik dari pada sebelumnya (pencapaian prestasi). Hal ini dapat dicapai dengan cara: (1) Merumuskan tujuan

Tujuan yang tidak pernah dirumuskan, akan menjerumuskan individu dan organisasi.

(2) Mendapatkan umpan balik

Umpan balik diperlukan untuk pencapaian prestasi yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

(8)

(3) Memberikan tanggung jawab pribadi

Kelemahan para manajer kebanyakan adalah jarang memberikan tanggung jawab kepada bawahannya. Akibatnya, bawahan akan bekerja menurut tanggung jawabnya sendiri.

(4) Bekerja keras

Bekerja keras saja tidak cukup, mesti diikuti dengan bekerja cerdas. 2) Persahabatan artinya adalah kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang

lain. Hal ini dapat dicapai dengan cara bekerja sama dengan orang lain, membuat kawan ditempat kerja, sosialisasi.

3) Kekuasaan artinya ada kebutuhan kekuasaan yang mendorong seseorang bekerja sehingga termotivasi dalam pekerjaannya.

Vroom (Yusri dkk, 2009:59) menyatakan bahwa fungsi dari motivasi seorang manajer atau pimpinan organisasi adalah sebagai berikut.

1) Mengakui bahwa setiap karyawan memiliki kebutuhan yang berbeda dan preferensi yang berbeda pula.

2) Mencoba memahami kebutuhan utama seorang karyawan.

3) Membantu seorang pegawai menentukan upaya mencapai kebutuhannya melalui prestasi.

Muhaimin (2004) menyatakan bahwa, fungsi di dalam motivasi adalah sebagai berikut.

1) Achievement (keberhasilan menyelesaikan tugas) dimana, dalam suatu motivasi, akan memberikan manfaat tersendiri untuk keberhasilannya di dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

(9)

2) Recognition (penghargaan), melalui penghargaan dapat menjadi pendorong semangat untuk lebih baik di dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

3) Work it self (pekerjaan itu sendiri), sebagai dasar di dalam diri sendiri untuk menyelesaikan pekerjannya di dalam tugas yang diberikan.

4) Responsibility (tanggung jawab), dengan adanya tanggung jawab, motivasi sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas di dalam bekerja.

5) Possibility of growth (kemungkinan untuk mengembangkan diri), di dalam pengembangan diri diperlukan motivasi untuk lebih baik.

6) Advancement (kesempatan untuk maju), di dalam motivasi diarahkan untuk berpikir dan bertindak kearah yang lebih baik dan condong untuk maju, agar tugas dan tanggung jawab yang diberikan dapat diselesaikan dengan maksimal.

2.3.3 Jenis-jenis Motivasi

Ada dua jenis motivasi menurut Hasibuan (2004:222), yaitu sebagai berikut. 1) Motivasi Positif

Manajer memotivasi karyawan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini semangat kerja karyawan akan meningkat, karena pada umumnya manusia senang yang baik-baik saja.

2) Motivasi Negatif

Manajer memotivasi karyawan dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjannya kurang baik. Dalam hal ini semangat kerja

(10)

karyawan dalam jangka pendek akan meningkat karena takut menerima hukuman, tetapi untuk jangka waktu yang panjang akan berakibat buruk.

2.3.4. Dimensi-dimensi Motivasi

Maslow, dalam Robbins (2006) dalam hipotesisnya mengatakan bahwa pada diri manusia terdapat lima jenjang kebutuhan yang menjadi indikator motivasi yaitu:

1) Fisiologis adalah terpenuhinya kebutuhan dasar yang diterima oleh karyawan selama bekerja di perusahaan ini.

2) Keamanan adalah jaminan atas keselamatan dalam bekerja yang diterima oleh karyawan sesuai dengan jabatan.

3) Sosial mencakup perasaan senang yang dirasakan oleh karyawan karena semua karyawan yang ada di perusahaan dapat diajak bekerjasama sebagai partner yang baik.

4) Penghargaan adalah keinginan karyawan untuk diakui prestasi kerjanya di perusahaan.

5) Aktualisasi diri adalah kesempatan untuk berkarir di perusahaan untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya untuk lebih maju.

(11)

2.4 Kompensasi

2.4.1 Pengertian Kompensasi

Seseorang bekerja pada organisasi berharap akan memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Penghargaan organisasi terhadap waktu, tenaga, dan pikiran karyawan yaitu salah satunya dengan memberikan kompensasi (Fitrianasari dkk, 2013). Malayu (2009:118) kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Lewa dan Subowo dalam Riyadi (2011) menyatakan bahwa kompensasi yang diberikan harus layak, adil, dapat diterima, memuaskan, memberi motivasi kerja, bersifat penghargaan dan sesuai dengan kebutuhan. Hal ini dapat meningkatkan kinerja karyawan yang nantinya menguntungkan kedua belah pihak, dari karyawan sendiri maupun perusahaan. Kompensasi mempunyai pengaruh yang besar dalam penarikan karyawan, motivasi, produktivitas, dan tingkat perputaran karyawan (Lieke, 2008).

Dessler (2012) membagi bentuk-bentuk kompensasi, diantaranya kompensasi finansial yaitu bentuk kompensasi yang dibayarkan kepada karyawan dalam bentuk uang atas jasa yang mereka sumbangkan pada pekerjaannya, dan kompensasi non finansial yaitu imbalan yang diberikan kepada karyawan bukan dalam bentuk uang, tetapi lebih mengarah pada penghargaan seperti pekerjaan yang lebih menantang, jam kerja yang lebih luas, imbalan karir, jaminan sosial, atau bentuk-bentuk lain yang dapat menimbulkan kepuasan kerja. Aspek-aspek kompensasi non finansial diantaranya pekerjaan dan lingkungan pekerjaan.

(12)

Menurut Simamora (2004) kompensasi merupakan apa yang diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi. Ardana dkk. (2012:153) mengatakan bila kompensasi dapat dikelola dengan baik, akan dapat membantu perusahan atau organisasi dalam mencapai tujuan. Bila kompensasi tidak dikelola dengan baik, akan mengganggu jalannya usaha. Menurut Mondy (2008:4) dalam Fitrianasari (2013) kompensasi adalah total seluruh imbalan yang diterima para karyawan sebagai pengganti jasa yang telah mereka berikan. Simamora (2006:442) dalam Fitrianasari (2013) mengemukakan bahwa kompensasi merupakan apa yang diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi.

2.4.2 Tujuan Pemberian Kompensasi

Ardana dkk. (2012:154) menyebutkan tujuan pemberian kompensasi sebagai berikut.

1) Ikatan kerja sama

Dengan pemeberian kompensasi maka terjalinlah ikatan kerja sama formal antara manajer dengan karyawan, di situ karyawan harus mengerjakan tugas-tugas dengan baik sedangkan atasan atau manajer wajib membayar kompensasi itu sesuai perjanjian.

2) Kepuasan kerja

Dengan balas jasa karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan fisik, sosial dan egoistiknya sehingga karyawan memperoleh kepuasan kerja dari jabatan itu.

(13)

3) Motivasi

Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan lebih mudah memotivasi bawahannya.

4) Stabilitas karyawan

Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompetitif maka stabilitas karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.

5) Disiplin

Dengan pemberian balas jasa yang cukup maka disiplin karyawan semakin baik, mereka akan menyadari serta mentaati peraturan yang berlaku. 6) Pengaruh serikat buruh

Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindari dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.

7) Pengaruh pemerintah

Jika program kompensasi itu sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.

2.4.3 Indikator-indikator Kompensasi

Simamora (2004:445) menyatakan indikator-indikator kompensasi adalah sebagai berikut.

1) Gaji adalah imbalan finansial yang diberikan oleh perusahaan setiap periode tertentu sesuai dengan upah minimum kabupaten.

(14)

2) Insentif adalah suatu penghargaan dalam bentuk finansial di luar gaji yang diberikan untuk memotivasi agar kinerja karyawan menjadi lebih baik. 3) Tunjangan adalah pemberian tunjangan untuk menghormati hari-hari besar

yang diterima karyawan sesuai dengan jabatannya.

4) Fasilitas adalah pemberian fasilitas yang diberikan membuat karyawan merasa terjamin bekerja di perusahaan.

2.5 Komitmen Organisasional

2.5.1 Pengertian Komitmen Organisasional

Robbins dan Judge (2008:100-101) mendefinisikan bahwa komitmen organisasional adalah suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Dengan kata lain, komitmen organisasional berkaitan dengan keinginan karyawan yang tinggi untuk berbagi dan berkorban bagi organisasi. Pentingnya Komitmen organisasional bagi suatu organisasi atau perusahaan disebabkan karena tanpa komitmen organisasional, sulit mendapatkan partisipasi aktif dan mendalam dari karyawan yang dimiliki. Meyer dan Allen (1997) juga mendefinisikan komitmen organisasional sebagai suatu keadaan psikologis yang dikarakteristikkan dengan meyakini dan menerima tujuan atau goal dan value yang dimiliki oleh organisasi, kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh demi organisasi, mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.

(15)

Komitmen organisasional sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi dan keinginan untuk tetap mempertahankan keanggotaan organisasinya. Lebih lanjut dikatakan bahwa komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan antara anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi (Mowday, Porter, dan Steers, 2002). Karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi akan memberikan kontribusi yang besar kepada perusahaan karena mereka mau bekerja semaksimal mungkin dan berperilaku baik dalam mencapai tujuan perusahaan. Oleh karena itu, komitmen organisasional dapat menjadi salah satu keunggulan kompetitif dalam sebuah organisasi/perusahaan (Sutanto, 1999).

Komitmen organisasi atau keterikatan kerja yang sangat erat merupakan suatu kondisi yang dirasakan para karyawan, sehingga menimbulkan perilaku positif yang kuat terhadap organisasi kerja yang dimiliki. Suatu bentuk ikatan kerja yang kuat bukan bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan pelaksanaan tujuan organisasi. Berarti karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi akan melakukan segala usaha agar dapat mencapai tujuan organisasi. Apabila tujuan organisasi tercapai maka kinerja organisasi akan menjadi lebih baik (Steer, 2003 dalam Amira, 2015).

(16)

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasional

John dan Taylor (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasional antara lain:

1) Karakteristik pribadi yang berkaitan dengan usia dan masa kerja, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan jenis kelamin.

2) Karakteristik pekerjaan yang berkaitan dengan peran, self employment, otonomi, jam kerja, tantangan dalam pekerjaan, serta tingkat kesulitan dalam pekerjaan.

3) Pengalaman kerja dipandang sebagai suatu kekuatan sosialisasi utama yang mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan ikatan psikologis dengan organisasi.

4) Karakteristik struktural yang meliputi kemajuan karier dan peluang promosi, besar atau kecilnya organisasi, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.

Steers dan Porter (1991) menyimpulkan ada tiga faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:

1) Faktor personal yang meliputi job satisfaction, psychological contract, job choice factors, karakteristik personal. Keseluruhan faktor ini akan membentuk komitmen awal.

2) Faktor organisasi, meliputi initial works experiences, job scope, supervision, goal consistency organizational. Semua faktor ini akan membentuk atau memunculkan tanggung jawab.

(17)

3) Non-organizational factors, yang meliputi availability of alternative job. Faktor yang bukan berasal dari dalam organisasi, misalnya ada tidaknya alternatif pekerjaan lain.

2.5.3 Dimensi-dimensi Komitemen Organisasional

Meyer dan Allen (1990) merumuskan tiga dimensi komitmen organisasional, yaitu:

1) Affective commitment adalah suatu perasaan yang dimiliki oleh karyawan yang merasa menjadi keluarga dalam perusahaan ini.

2) Continuance commitment adalah suatu kesadaran yang dimiliki oleh karyawan yang merasa mengalami kerugian jika meninggalkan perusahaan.

3) Normative commitment adalah suatu perasaan yang dimiliki oleh karyawan untuk tetap tinggal karena komitmennya terhadap perusahaan.

2.6 Hipotesis Penelitian

2.6.1 Pengaruh Motivasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Isnawati, Musnadi dan Darsono (2012) yang menyatakan bahwa motivasi berpengaruh positif terhadap OCB. Semakin tinggi motivasi kerja mereka semakin baik pula OCB. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan Soentoro (2013) dalam Hapsari (2015) yang menyatakan bahwa Motivasi berpengaruh terhadap variabel Organizational Citizenship Behavior (OCB). Penelitian yang dilakukan oleh Djati (2011) juga mengatakan bahwa motivasi berpengaruh terhadap OCB. Motivasi merupakan

(18)

suatu penggerak atau dorongan yang terdapat dalam diri manusia, yang dapat menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Hal ini berhubungan dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan dalam bentuk kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani yang terimplementasi dalam bentuk perilaku OCB.

Motivasi kerja berpengaruh terhadap OCB karyawan karena ketika karyawan termotivasi maka mampu membuat mereka merasa dihargai sehingga mampu memberikan pengaruh terhadap sikap mereka untuk menerima pekerjaan apapun dan melaksanakannya (Soentoro, 2013). Karyawan memiliki sifat positif terhadap perusahaan akan makin termotivasi untuk menampilkan perilaku OCB. Sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh George dan Jones dalam Antonio dan Sutanto (2013) bahwa karyawan yang memiliki perilaku yang baik, mau berusaha dan bekerja keras serta tidak mudah menyerah merupakan ciri-ciri dari perilaku OCB sehingga motivasi kerja yang tinggi sangat mempengaruhi timbulnya perilaku OCB di perusahaan. Oleh karena itu, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H1 : Motivasi berpengaruh positif terhadap OCB

2.6.2 Pengaruh Kompensasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Penelitian yang dilakukan oleh Tampi (2013) yang menyatakan bahwa kompensasi bepengaruh terhadap OCB. Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fitrianasari dkk (2013) bahwa kompensasi dan OCB mempunyai arah positif dimana semakin tinggi kompensasi yang diterima maka

(19)

akan semakin kuat OCB karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Angelina dan Subudi (2013) bahwa kompensasi finansial berpengaruh positif dan signifikan terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Penelitian yang telah dilakukan oleh Adiputera (2015) menyatakan kompensasi berpengaruh signifikan terhadap OCB. Oleh karena itu, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H2 : Kompensasi berpengaruh positif terhadap OCB

2.6.3 Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Organizational Citizenship

Behavior (OCB)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kencanawati (2014) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap OCB. Barusman dan Mihdar (2014) meyatakan komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap OCB. Rauter and Feather (2004) juga menemukan hubungan antara OCB dengan komitmen organisasi karyawan. Menurut Rauter and Feather (2004) semakin tinggi komitmen organisasi maka semakin baik pula OCB yang dilakukan karyawan.

Penelitian yang dilakukan oleh Ristiana (2013) juga menyatakan bahwa komitmen organisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap OCB. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi komitmen organisasi karyawan maka akan semakin tinggi pula OCB yang dimiliki karyawan. Jika karyawan merasa bangga akan perusahaannya, maka sikap antusias untuk melakukan pekerjaannya sendiri serta membantu anggota lainnya akan semakin baik. (Organ et al., 2005). Apalagi karyawan merasakan bahwa adanya ikatan emosional yang kuat antara sesama anggota maka mereka akan bahu membahu saling membantu tanpa disuruh.

(20)

Demikian juga karyawan yang merasakan bahwa perusahaan tempatnya bekerja akan menjadi tempatnya mencari nafkah dalam waktu yang berkelanjutan maka akan tumbuh sikap antusias tersebut. Oleh karena itu, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H3 : Komitmen Organisasional berpengaruh positif terhadap OCB

2.7 Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka pemikiran adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diteliti dan diukur dengan melalui penelitian yang akan dilakukan. Kerangka pemikiran merupakan gambaran terhadap penelitian yang dilakukan serta memberikan landasan yang kuat terhadap topik yang dipilih dan disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Untuk meperjelas pengaruh motivasi, kompensasi dan komitmen organisasional terhadap organizational citizenship behavior (OCB) maka dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut.

(21)

Motivasi (X1) H1(+) Kompensasi H2 (+) Organizational Citizenship (X2) Behavior (OCB) (Y) H3(+) Komitmen Organisasional (X3)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian Sumber :

H1 : Isnawati, Musnadi dan Darsono (2012), Soentoro (2013) dalam Hapsari

(2015), Djati (2011), Ibrahim dan Aslinda (2014).

H2 : Tampi (2013), Angelina dan Subudi (2013), Becton and Giles (2007).

H 3 : Ristiana (2013); Amira, Lubis dan Hafasnuddin (2015); Darmawati, Lyna

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Oblikovati se je začela kriminalistična obveščevalna dejavnost.« Dvoršek in Frangež, 2011 Mednarodno združenje šefov policij International Association of Chiefs of Police ali

is a type of bond instrument where the proceeds will be to finance / refinance activities that support / have an impact on social improvement, eg poverty program, gender issue, Micro

(1) Para pihak atau salah satu pihak yang bersengketa dapat mengajukan permohonan bantuan untuk penyelesaian sengketa lingkungan hidup kepada lembaga penyedia jasa dengan

Hasil penelitian tersebut linier dengan penelitian dari Wanto (2014) yang menyatakan adanya pengaruh signifikan antara kemandirian belajar terhadap minat belajar, dengan

R Setelah memutuskan tempat untuk memasang monitor utama/monitor tambahan, tempelkan braket pemasangan di lokasi yang ditunjukkan di bawah. C Posisi pemasangan monitor utama/monitor

Tujuan yang akan dicapai dari pelaksanaan PMK-M ini adalah: (a) Meningkatkan jiwa wirausaha, kemandirian serta daya kreatifitas masyarakat desa Totosan melalui

Dengan adanya hasil penelitian yang menyatakan bahwa Orientasi Kewirausahaan berpengaruh terhadap Kinerja Pemasaran, maka dari itu diharapkan pelaku UMKM makanan

Namun tidak selamanya kehadiran penanam modal ming di Indonesia memberikan pengaruh yang positif. Teriadinya sengketa antara Penanam modal asing dengan Pemerintah trdonesia