• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Drainase

2.1.1 Pengertian dan Jenis-Jenis Drainase

Kelebihan air yang ada disuatu perotaan dyang diakibatkan oleh curah hujan yang berlebihan dan terus menerus sehingga drainase tidak bisa menampung masalah yang ada

Drainase perkotaan adalah mempelajari penampang suatu limbah dari curah hujan yang berlebihan dan dapat mengendalikan masalah itu sampai meminimalisir terjadinya banjir.

Sistem drainase merupakan suatu sistem saluran buangan air yang berfungsi untuk mengalirkan air hujan yang jatuh ke permukaan bumi baik berupa lahan suatu kawasan/pemukiman, aspal, lapangan, perkebunan, pertanian, dan sebagainya, yang kemudian dialirkan secara cepat ke saluran pembuang agar tidak terjadi genangan atau banjir.

Banyak untuk mengelompokan macam macam drainase yang berdasarkan fungsi,letak dan bangunan kontruksinya,terus gimana sistem mengalirnya juga harus diperhatikan.

2.1.2 Tujuan Sistem drainase

Secara umum tujuan sistem drainase ialah :

1. Gimana caranya tidak ada endapan erosi dan penyebaran polusi yang dikarenakan air hujan yang berbahaya karena berlebihan dalam debit air hujan dan jaringan satu sama lain terhubung hingga jaringan akhir yaitu sungai. 2. Bisa mengalir dengan lancar antar jaringan yang ada sehingga tidak terjadi

genanggan dikawasan yang selalu banjir.

(2)

2.2 Analisis Hidrologi

Hidrologi sangat penting untuk meminimalisir masalah dalam lingkungan seperti erosi lahan dll ,sehingga kita harus mengetahui atau menganalisaa untuk menyelesaikan itu. Contohnya kita menganilas hidrologi yang ada disuatu daerah sering terjadi banjir. Dari analisa yang kita lakukan nanti dapat kita olah data itu dan dapat kita ketahui intenistas hujan yang ada pada daerah itu dan dapat mengetahui debit banjir curah hujan maksimal atau minimal yang terjadi di daerah tersebut.

Dengan mempelajari hidrologi kita dapat mengetahui potensi, waktu dan tempat tersedianya sumber daya air disuatu daerah aliran sungai (DAS) atau dari suatu wilayah sungai (SWS). Dengan mempelajari hidrologi dapat lebih mengetahui bahwa kenyataannya air itu distribusinya tidak merata baik menurut waktu dan tempat. Apabila diperhatikan di musim hujan umumnya terjadi banjir dimana-mana, sedangkan di musim kemarau terjadi kekeringan.

2.2.1 Curah Hujan Rerata Daerah

Sumber daya alam salah satunya yang sangat penting adalah air karena air sumber daya alam sehari hari yang sangat dibutuhkan bagi mahkluk hidup, namun gimana caraanya air ini harus kita jaga agar tidiak terjadi pencemaran dan tetap layak untuk di gunakan.

Hujan setring terjadi disuatu daerah dikarenakan siklus cuaca yang tidak menentu,seperti yang kita lihat saat ini siklus cuaca yang sudah mulai rusak dan tidak menentu, namun hujan dibagi dua jenis seperti aktual dan rencana, aktual disini hujan yang pernah terjadi dimasa lau, kalau hujan rencana hujajan yang dapat kita analisa menggunakan data yang sudah ada dari beberapa tahun kemaren disaat terjadinya hujan tahunan . sehinga dapat menggambarkan kejadian hujan yang diharapkan bisa terjadi paada masa mendatang.

Beberapa ciri hujan yang ditinjau didalam perencanaan hidrologi seperti ini : 1. Intensitas i, adalah kecepatan air = kecepatan air dalam waktu dari

mm/menit, mm/jam dan hari

2. Lamanya hujan turun (durasi) t, hitungan berapa lama hujan turun dalam satu daerah.

(3)

3. Tinggi hujan d, adalah lebatnya hujan yang turun selama durasi hujan turun diatas permukaan datar dalam mm.

4. Frekuensi adalah kala ulang hujan dalam beberap tahun belakang ,misalnya mungkin dalam 3 tahun.

5. Luas adalah luas geografis daerah sebaran hujan.

Kita dapat memperoleh data hujan dar penakar hujan terdekat yang dimiliki stasiun hujan BMKG entah dalam satu daerah atau satu titik. Mengingat banya bervariasi dalam hujan . sehigga kawasan luas , bisa menggunakan satu alat penakar hujan utnuk menggambarkan hujan wilayah disitu.

Tiga macam yang bisa kita lakukan untuk memperoleh besarnya intesitas hujn rencana dilakukan dengan menghitung rata rata DA. Disini kita memakai 3 metode.

1. Metode Rata-Rata Aljabar

Metode ini harus kita dapatkan jumlah tinggi yang didapatkan dari hujan daerah dikaji menggunakan pengukuran selama jangka waktu yang kita analisa., dibagi dengan jumlah pos pengukuran hujan. Sehingga Penggunaan metode ini nanti bisa menghasilkan hasil yang memuaskan apabila dipakai pada daerah datar, penempatan alat ukur disini berperan penting untuk meminimalisir data yang kita ambil pada kawasaan daerah yang kita teliti. Metode ini disajikan dengan rumus :

(4)

𝑅 = 1

𝑛∑ 𝑅1… … … (1)

𝑛

𝑖=1

dimana :

R = Rata rata besar curah hujan (mm) R1 = besar hujan di pos penakarhujan (mm) n = penakar hujan atau jumlah pos hujan 2. Metode Polygon Thiessen

Metode Thiessen juga dikenal sebagai Hidrologi sangat penting untuk meminimalisir masalah dalam lingkungan seperti erosi lahan dll ,sehingga kita harus mengetahui atau menganalisaa untuk menyelesaikan itu. Contohnya kita menganilas hidrologi yang ada disuatu daerah sering terjadi banjir. Dari analisa yang kita lakukan nanti dapat kita olah data itu dan dapat kita ketahui intenistas hujan yang ada pada daerah itu dan dapat mengetahui debit banjir curah hujan maksimal atau minimal yang terjadi di daerah tersebut.

dengan cara sebagai berikut :

a. Semua stasiun yang terdapat didalam atau diluar DAS yang berpengaruh dihubungkan dengan garis sehingga terbentuk jaring-jaring segitiga. b. Bisa mengalir dengan lancar antar jaringan yang ada sehingga tidak

terjadi genanggan dikawasan yang selalu banjir

c. Luas daerah yang hujannya dianggap mewakili oleh salah satu stasiun yang bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh polygon tersebut.

Metode ini cocok untuk menentukan tinggi hujan rata-rata, penempatan alat ukur disini berperan penting untuk meminimalisir data yang kita ambil pada kawasaan daerah yang kita teliti. Metode ini disajikan dengan rumus :

(5)

R =∑ Ai x Ri

∑ Ai ……… (2)

dimana :

R = Curah hujan rata-rata (mm)

Ri = Curah hujan pada pos yang diamati (mm) Ai = Luas yang dibatasi garis polygom (km2)

Gambar 2.1 Polygon Thiessen

3. Metode Rata-Rata Ishoyet

Metode Ishoyet ditentukan dengan Sumber daya alam salah satunya yang sangat penting adalah air karena air sumber daya alam sehari hari yang sangat dibutuhkan bagi mahkluk hidup, namun gimana caraanya air ini harus kita jaga agar tidiak terjadi pencemaran dan tetap layak untuk di gunakan.

Metode ini sangat akurat jika kita pakai dalam merancang suat besar hujan disuatu daerah namun diperlukan pengalaman untuk itu , metode ini cocok untuk daerha penggunungan dan bukit. Sebagimana rumus metode ini adalah :

R= 𝐴𝟏 2 (𝑅𝟏+𝑅𝟐)+ 𝐴𝟐 2 (𝑅𝟐+𝑅𝟑) 𝐴𝟑 2 (𝑅𝟏+𝑅𝟐) 𝐴𝒏−𝟏 2 (𝑅𝒏+𝑅𝒏−𝟏) 𝐴𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 ...(3) dimana :

R = Curah hujan rata-rata (mm)

Ai – An = Luas daerah yang dibatasi oleh garis isohyet (km2) R1 – Rn = Tinggi curah hujan pada setiap garis isohyet (mm) At = Luas total DAS (km2)

(6)

Gambar 2.2 Rata-Rata Ishoyet

2.2.2 Analisa Frekuensi dan Probabilitas

Frekuensi hujan salah satu data yang harus kita miliki ketika kita menganilisa satu daerah hujan yang cukup besar dalam meminimalisirn ya kembali, kita bisa mendpatkan frekuensi hujan ini dengan cara melihat berapa kali hujan datang dalam beberapa tahun belakang , sehingga kita bisa mengetahui rata rata hujan yang sudah pernah terjadi disatu wilayah luas tersebut.

Mungkin salah satunya kita dapat menganilas distribusi hujan yang sudah ditinjau dalam jumlah hujan turun dengan debit kecil atau besar dalam kala ulang tahun ,kala ulang bulan, kala ulang harian.

Analisa frekuensi dimaksudkan untuk menentukan jenis distribusi curah hujan yang sesuai, berdasarkan nilai-nilai yang keluar disetiap bulan, koefisien kurtosis, dan koefisien variasi didapat dari standar standar stistik yang ada..

Dalam ilmu statistik dikenal empat distribusi frekuensi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi, yaitu :

1. Distribusi Normal Ck = 5,4 Cs = 1,14 2. Distribusi Log Normal Ck = 3,0 Cs = 0,00 3. Distribusi Log-Person III Ck = bebas Cs = bebas 4. Distribusi Gumbel Ck = 3 Cv

(7)

Dalam melakukan pemilihan sebaran frekuensi yang dipakai, terlebih dahulu dihitung besarnya Cs, Cv, dan Ck yang didapat dari parameter statistik yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi :

1. Rata-rata : 𝐿𝑜𝑔 𝑋 = ∑ni=1Log Xi n ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (4) 2. Simpangan Baku : 𝑑 = √∑(log 𝑋𝑖 − 𝐿𝑜𝑔𝑋̅̅̅̅̅̅̅)2 𝑛 − 1 𝑛 𝑖=1 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (5) 3. Koefisien Variasi Cs =𝑆𝑑𝑋𝑖⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (6) 4. Koefisien Kepencengan Cs =𝑛2∑𝑛𝑖=0(𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖−log 𝑋)3 (𝑛−1)(𝑛−2)𝑆𝑑3 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7) 5. Koefisien Kurtosis Ck =𝑛2∑𝑛𝑖=1(𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖−log 𝑋)4 (𝑛−1)(𝑛−2)(𝑛−3)𝑆𝑑4 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7)

Dengan mengetahui besarnya koefisien asimetri, koefisien kurtosis dan koefisien variasi, maka dapat ditentukan probabilitas yang akan digunakan berdasarkan batasan-batasan sebagai berikut :

1. Jika nilai Cs sebesar tiga dan selalu bertanda positif serta nilai Ck sama dengan tiga kali Cv, maka di pakai distribusi Log Normal.

2. Jika nilai Cs sebesar 1,1396 dan Ck sebesar 5,4002 maka dipakai distribusi Gumbel.

3. Jika nilai Cs dan Ck bebas, maka dipakai distribusi Log Pearson Type III.

2.2.2.1 Distribusi Log Pearson Type III

Untuk menghitung kita rancang metode hujan ini dengan cara metode Log Person tipe 3 dan ditransformaskan data-data ke harga-harga logaritmanya,

(8)

setelah itu kita hitung standar standar stitistiknya. Secara garis besar metode Log Pearson tipe III sebagai berikut :

1. Hujan rerata jam-jaman maksimum dalam bentuk logaritma data.

2. Dihitung harga logaritma rata-rata dengan rumus sebagai berikut : 𝐿𝑜𝑔 𝑋 = ∑ 𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖 𝑛 𝑖=1 𝑛 Dimana: 𝐿𝑜𝑔 𝑋 ̅̅̅̅̅̅̅̅ = logaritma rata-rata

Xi = hujan rerata jam-jaman maksimum N = banyak data atau tahun pengamatan

3. Dihitung harga simpangan baku (standard deviation) dengan rumus sebagai berikut :

Sd = √∑𝑛𝑖=1(log 𝑋𝑖 − log 𝑋)2 𝑛 − 1

dimana :

Sd = simpangan baku

n = banyak data atau tahun pengamatan Xi = nilai individu dalam sampel

𝑋̅ = rata-rata hitung

4. Dihitung koefisien asimetri atau kepencengan (skewness) dengan rumus sebagai berikut : Cs =∑ (log 𝑋𝑖 − log 𝑋 ) 3 𝑛 𝑖=0 (𝑛 − 1)(𝑛 − 2)𝑆𝑑3

(9)

Tabel 2.1. Nilai G untuk distribusi Log-Pearson Type III

2.2.3 Uji Kesesuaian Distribusi

Ada dua metode pemeriksaan kesesuaian yang lazim dipakai yaitu metode Chi-Square Test (X2test) dan metode Smirnov-Kolmogorov.

1. Uji Chi Kuadrat

Prinsip metode ini adalah menguji penyimpangan distribusi data pengamatan dengan mengukur secara matematis kedekatan antara data pengamatan dan seluruh bagian garis persamaan distribusi teoritisnya.

Distribusi dinyatakan sesuai jika nilai X² dari hasil perhitungan lebih kecil dari nilai X kritis (Xcr) yang masih diijinkan. Metode ini berdasarkan rumus :

(10)

𝑋2 = ∑ (𝑂𝑖−𝐸𝑖) 2 𝐸𝑖 𝐺 𝑖=1 dimana :

Xh2 = nilai kritis hasil perhitungan

G = jumlah sub kelompok data Ei = nilai yang diharapkan Oi = nilai yang diamati

Besarnya nilai kritis X²cr tergantung pada derajat kebebasan dan nilai α.

Tabel 2.2. Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-Kuadrat (uji satu sisi)

Dk α Derajat kepercayaan 0.995 0.990 0.975 0.950 0.050 0.025 0.010 0.050 1 0.00003 93 0.0001 57 0.0009 82 0.0039 3 3.841 5.024 6.635 7.879 2 0.010 0.020 0.051 0.103 5.991 7.378 9.210 10.59 7 3 0.072 0.115 0.216 0.352 7.815 9.348 11.34 5 12.83 8 4 0.207 0.297 0.484 0.711 9.488 11.14 3 13.27 7 14.86 0 5 0.412 0.554 0.831 1.145 11.07 0 12.83 2 15.08 6 16.75 0 6 0.676 0.872 1.237 1.635 12.59 2 14.44 9 16.81 2 18.54 8 7 0.989 1.239 1.690 2.167 14.06 7 16.01 3 18.47 5 20.27 8 8 1.344 1.646 2.180 2.733 15.50 7 17.53 5 20.09 0 21.95 5 9 1.735 2.088 2.700 3.325 16.91 9 19.02 3 21.66 6 23.58 9

(11)

1 0 2.156 2.558 3.247 3.940 18.30 7 20.48 3 23.20 9 25.18 8 1 1 2.603 3.053 3.816 4.575 19.67 5 21.92 0 24.72 5 26.75 7 1 2 3.074 3.571 4.404 5.226 21.02 6 23.33 7 26.71 2 28.30 0 1 3 3.565 4.107 5.009 5.892 22.36 2 23.73 6 27.68 8 29.81 9 1 4 4.075 4.660 5.629 6.571 23.68 5 26.11 9 29.14 1 31.31 9 1 5 4.601 5.229 6.262 7.261 24.99 6 27.48 8 30.57 8 32.80 1 1 6 5.142 5.812 6.908 7.962 26.29 6 28.84 5 32.00 0 34.36 7 1 7 5.697 6.408 7.564 8.672 27.58 7 30.19 1 33.40 9 35.71 8 1 8 6.265 7.015 8.231 9.390 28.86 9 31.52 6 34.80 5 37.15 6 1 9 6.844 7.633 8.907 10.11 7 30.14 4 32.85 2 36.19 1 38.58 2 2 0 7.434 8.260 9.591 10.85 1 31.41 0 34.17 0 37.56 6 39.99 7 2 1 8.034 8.897 10.283 11.59 1 32.67 1 35.57 9 38.93 2 41.40 1 2 2 8.643 9.542 10.982 12.33 8 33.92 4 36.78 1 40.28 9 42.79 6 2 3 9.260 10.196 11.689 13.09 1 36.17 2 38.07 6 41.63 8 44.18 1 2 4 9.886 10.856 12.401 13.84 8 36.41 5 39.36 4 42.98 0 45.55 8

(12)

2 5 10.520 11.524 13.120 14.61 1 37.65 2 40.64 6 44.31 4 46.92 8 2 6 11.160 12.198 13.844 15.37 9 38.88 5 41.92 3 45.64 2 48.29 0 2 7 11.808 12.879 14.573 16.15 1 40.11 3 43.19 4 46.96 3 49.64 5 2 8 12.461 13.565 15.308 16.92 8 41.33 7 44.46 1 48.27 8 50.99 3 2 9 13.121 14.256 16.047 17.70 8 42.55 7 45.72 2 49.58 8 52.33 6 3 0 13.787 14.953 16.791 18.49 3 43.77 3 46.97 9 50.89 2 53.67 2 Sumber : Suripin, 2004 2. Uji Smirnov-Kolmogorov

Kecocokan pengujian yang kita lakukan disini dilakukan dengan sangat sederhana caranya hanya mebandingkan probailitas semua varian, dari distribusi empiris dan teorinya sehingga akan terdapat perbedaan tertentu.. Berdasarkan persamaan Smirnov dan Kolmogorov :

α = P{max|P(X)-P(Xi)|}∆cr

Apabila nilai ∆ max yang terbaca pada kertas kemungkinan ( ∆ cr yang didapat dari table ∆ kritis untuk Tes Smirnov Kolmogorov) Untuk derajat nyata (level of significance) dan banyaknya varian yang tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa penyimpangan yang terjadi hanya karena kesalahan-kesalahan yang terjadi secara kebetulan (by chance). Urutan test ini adalah sebagai berikut :

a. Menyusun data hujan rata rata harian tiap tahun dari besar ke kecil dan sebaliknya..

b. Hitung probabilitas untuk masing-masing data hujan dengan persamaan Weibull sebagai berikut :

(13)

𝑃 = 𝑚

𝑛 + 1𝑥 100% ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (9) Dimana :

P = Probabilitas (%)

m = Nomor urut data dari seri data yang telah disusun n = Banyak data

c. Gambarin (plot) distribusikan empirys ataupun distribusi teorits pada dikertas yang sudah disediakan.

d. Cari kan harga yang terjadi maupun maksimun atau minimun , dari dataa empiris dan teoitis.

∆= maksimum | P teoritis – P empiris|

e. Berpatokan pada tabel nilai kritis smirnov klmogorov dan tentukan nila kritisnya.

f. Jika yang terjadi lebih bear atau kecil metode ini bisa diterima namun jia tidak metode ini tidak dapat diterima.

Tabel 2.3. Nilai kritis Do untuk uji Smirnov-Kolmogorov

(14)

2.2.4 Analisis Intensitas Hujan

Untuk memperkirakan intensitas hujan yang terjadi dalam kurung jam-jaman dengan memakai interval yang ditentukan.pada perhitungan menggunakan rumus mononobe seperti ini :

𝐼 =𝑅24 24 ( 𝑇 𝑡𝑐 ) 2 3 ………. (10) Dengan :

I = Intensitas hujan rerata dalam T jam (mm/jam) R24 = Curah hujan efektif dalam 1 hari (mm)

tc = Waktu konsentrasi hujan (jam) T = Waktu mulai hujan

Setelah didapatkan sebaran hujan jam-jaman tersebut, maka dihitung ratio sebaran hujan dengan rumus sebagai berikut :

I = t * RT – (t - 1) * R (t – 1)... (11) Dengan :

RT = Curah hujan pada jam T

R (t – 1) = Rerata hujan dari awal sampai dengan jam ke (t – 1)

2.2.5 Debit Banjir Rancangan

Kita bisa mendapatkan berapa kapasitas drainase yang kita butuhkan , pertama kita harus menghitung berapa jumah air kotor dan air bersih yang dikeluarkah oleh rumah tangga melalu saluran rumah tangga. Debit rancangan kita dapat dari dari debit air hujan ditambah debit air kotor, sehingga kita dapat memperoleh debit banjir rancangan, jauh dari 10 % sedimen yang terdapat disaat air banjir turun dipermukaan. Jal ini rancangan ini kita gunakann di menenukan menghitung kappasitas saluran :.

Qranc = 1,1 x Qbanjir ...(12) Qranc = 1,1 x (Qah + Qak) ...(13) Qranc = Qah + Qak ...(14) Dengan :

(15)

Qah = Debit Air Hujan (m3/detik) Qak = Debit Air Kotor (m3/detik)

Tabel 2.4. Pemilihan kala ulang debit banjir rancangan berdasarkan jenis keperluan

Jenis Kala Ulang Debit Banjir

Drainase (beton) 20 – 30 tahun

Sanitary 25 – 30 tahun

Stasiun Pompa 15 – 30 tahun

Sumber: L.A. Van Duijl, 1985: 60

Tabel 2.5 Pemilihan kala ulang debit banjir rancangan berdasarkan luas DAS

Luas DAS (ha) Kala Ulang Debit Banjir Metode Perhitungan

< 10 2 tahun Rasional

10 - 100 2 – 5 tahun Rasional

101 - 500 5 – 20 tahun Rasional

> 500 10 – 25 tahun Hidrograf Satuan

(16)

Tabel 2.6 Pemilihan kala ulang debit banjir rancangan berdasarkan jenis saluran

Jenis Kala Ulang Debit Banjir

Saluran Kuarter 1 tahun

Saluran Tersier 2 tahun

Saluran Sekunder 5 tahun

Saluran Primer 10 tahun

Sumber: Anonim, 1997: 20

2.2.6 Kapasitas Pengaliran / Debit Akibat Curah Hujan 1. Metode Rasional

Debit air hujan dapat kita hutung dengan cara kita menganilas dimensi saluran memakai metode rasional, melihat kondisi daerah yang ada dari curah hujan kapasitas saluran , prilaku masyarakat yang diluar aturan dalam membuang sampah

Qah = 0,278. C. I. A ... (15)

Dua faktur pertama bisa kita gunakan di cara rasional ini ialah waktu konsentrasi (Tc) dan intensitas curah hujan (I). Metode rasional memperkirakan debit limpasan dengan pendekatan koefisien pengaliran, yang kita bandingkan disaat debit naik(maksimum) ydikarenakan hujan turun dengan intensitas tinggi, namun metode rasional terlalu menyederhaknakan proses yang rumit.

Untuk itu, menggunakan cara masuk akal yang modifikasi yang merupakan perkembangan di cara masuk akal untuk data intensitas hujan tinggin lebih dari waktu yang ditentukan . Maka rumus rasional termodifikasi (apabila luas daerah pengaliran lebih dari 0,80 km2 adalah sebagai berikut (Subarkah, 1980:49) :

Qah = 0,278. Cs. C. I. A ... (16) Sangat penting disuatu daerah pengaliran yang luas kapastiasnya ditentukan dengan cara rasional dengan Metode Hidrograf Satuan Sintetis. (Suhardjono, 1984:13)

(17)

Dengan :

Qah = Debit banjir maksimum (m3/det) C = Koefisien pengalian

I = Intensitas hujan rerata selama waktu tiba banjir (mm/jam) A = Luas daerah pengaliran (km2)

0,278 = Faktor konversi

2. Koefisien Tampungan

Didaerah yang kita teliti bertambah besar tandanya tampungan juga harus kita buat besar untuk menghitun apanada pengarung tampungan untuk daerah yang kita teliti tersebut. Disini kita memakai koefesien tampungan adalah sebagai berikut dalam rumus:

𝐶𝑠 = 2𝑇𝑐

2𝑇𝑐 𝑇𝑑⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (17) Dengan :

Cs = Koefisien penampungan Tc = Waktu konsentrasi (jam)

Td = Waktu pengaliran dalam saluran / Drain flow time (menit)

2.2.7 Koefisien Pengaliran (C)

Koefisien pengaliran dipermukaan [C] bisa kita definisikan untuk mendapakatkan antar tinnggi aliran permukaan dengan intensitas hujan yang tinggi. (Suripin, 2004:80) Faktor yang mempengaruhi besarnya aliran adalah : 1. Intensitas hujan jam-jaman

Intensitas hujan dan lama hujan mempengaruhi besarnya infiltrasi 2. Distribusi hujan di daerah aliran

Faktor ini mempengaruhi hubungan antara waktu hujan dan aliran sungai. 3. Topografi

Bentuk dan kemiringan daerah aliran mempengaruhi lama waktu mengalirnya air hujan melalui permukaan tanah ke sungai.

(18)

Jenis dan struktur tanah mempengaruhi bentuk dan kepadatan drainase, kapasitas infiltrasi dan perkolasi.

a. Keadaan tumbuh-tumbuhan

b. Perubahan karena pekerjaan manusia

Nilai koefisien C merupakan kombinasi dari beberapa faktor yang dapat dihitung berdasarkan tabel.

Tabel 2.7. Nilai koefisien aliran (C)

2.3 Analisa Hidrolika 2.3.1 Kapasitas Saluran

Kapasitas saluran dihitung dengan menggunakan rumur-rumus sebagai berikut :

(19)

A = (b + m x h) x h ... (18) 2. Keliling Basah Trapesium (P)

P = b + 2 x h ඥ݉ଶ + 1 ... (19)

3. Luas Penampang Segiempat (A)

A = b x h... (20) 4. Keliling Basah Trapesium (P)

P = b + 2 h ... (21) 5. Jari-jari Hidrolis 𝑅 =𝐴 𝑃⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (22) 6. Kecepatan Aliran 𝑉 = 1 𝑛𝑅2/3𝑆1/2⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (23) 7. Kontinuitas Q = A.V ... (24) Dimana :

V = kecepatan aliran dalam saluran (m/dt) A = Luas penampang basah (m2)

Q = Debit (m3/dt)

R = Jari-jari hidrolis (m)

n = Koefisien kekasaran Manning m = Kemiringan dinding saluran h = Tinggi saluran (m)

w = Tinggi jagaan (m)

I = Kemiringan dasar saluran P = Keliling basah saluran (m)

Menurut Chow (1985), dalam dimensi saluran drainase, harus didapatkan debit rencana dengan menghitung jumlah air hujan dan air kotor yang akan melewati saluran tersebut. Kemudian dimasukkan kedalam rumus Manning, dimana kemiringan dasar saluran (I) ditentukan dengan nilai koefisien Manning

(20)

(n) yang diperoleh berdasarkan bahan lapisan yang digunakan. Serta nilai A dan R tergantung lebar dasar saluran (b) yang diinginkan dengan memperhatikan pembebasan tanah, maka akan didapat dimensi penampang saluran yang dikehendaki.

Angka kekasaran Manning (n) besarnya bergantung pada bahan pembentuk saluran, seperti pada tabel berikut ini :

Tabel 2.8 Nilai Koefisien Kekasaran Manning (n)

Tipe Saluran N

A. Saluran tertutup terisi sebagian

1. beton gorong yang digunakan dan bebas dari kotoran 2. Beton gorong bebas dari bengkok dan sambungan 3. Saluran pembuang lurus dari beton

4. Bata yang bisa dilapisi dengan semen 5. Hasil semen batu kali

0,010 - 0,013 0,011 - 0,014 0,013 - 0,017 0,011 - 0,014 0,015 - 0,017 B. Saluran dilapisi atau disemen

1. Pasangan batu disemen 2. polesan beton gorong gorong

3. Hasil semen batu kali yang digunakan 4. Batu kosong per batang

0,012 - 0,018 0,013 - 0,016 0,017 - 0,030 0,023 - 0,035

Sumber: Ven Tje Chow, 1985

2.3.2 Tinggi Jagaan

Menjaga saluran yang ada dengan jarak vertical dari ketinggian tanggul hingga permukaan datar di kondisi perencanaa,. Hal ini didasarkan pertimbangan sehinggat bisa mencegah luapan air gelombang naik turun air. Tinggi direncanakan 5% - 30% dari kedalaman air.

w = c. h ... (25) Dimana :

w = Tinggi jagaan (m) c = 5%- 30%

(21)

2.4 Perhitungan Pertumbuhan Jumlah Penduduk

Dari suhurdjono kita dapat menghitung jumplah pertumbuhan penduduk sebagai berikut :

2.4.1 Pertumbuhan Geometri 𝑟 = 𝑃𝑛

𝑃𝑛 + 1⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (26) Dimana :

r = Rata – rata pertumbuhan penduduk

Pn = Jumlah penduduk pada tahun akhir rencana Pn+1 = Jumlah penduduk pada tahun berikutnya

𝑅𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 =

𝑟1 𝑟2 𝑟3 𝑟4 4

Analisa prediksi pertumbuhan penduduk sampai tahun rencana : Pn = Po (1 + rrata-rata)n ... (27)

Dimana :

Pn = Jumlah penduduk pada tahun akhir Po = Jumlah penduduk pada awal tahun

(22)

Rrata-rata = Rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk n = Periode waktu perencanaan (tahun) 2.4.2 Pertumbuhan Eksponensial

perkembangan ini mengamsumsikan perkembangan masyaraka dengan cara berkesinambungan setiap harinya di angka perkembangan konstan. Cara ini lebih efisien , karena aslinya perkembangan masyarakat berlangsung terus menerus.

Pn = Po x er-n ... (28) Dimana :

Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke n Po = Jumlah penduduk pada awal tahun r = Angka pertumbuhan penduduk n = Jangka waktu dalam tahunn

e = Bilangan pokok logaritma (2,7182828)

2.5 Perhitungan Debit Air Kotor

Menurut Suhardjono (1984), debit air kotor adalah debit yang berasal dari air buangan hasil aktivitas penduduk yang berasal dari lingkungan rumah tinggal, instansi, bangunan komersial, dan lain sebagainya.

Dalam perencanaan, estimasi mengenai total aliran air buangan dibagi 3, yaitu :

1. Air buangan domestik.

2. Infiltrasi air permukaan (hujan) dan air tanah (pada daerah pelayanan dan sepanjang pipa).

3. Air buangan industri dan komersial. a. Kebutuhan Air Domestik

Rumus yang digunakan untuk perhitungan debit air kotor adalah : 𝑄𝑑𝑜𝑚𝑒𝑠𝑡𝑖𝑘 =𝑃𝑛 𝑥 70% 𝑥 𝐾𝑎𝑏

𝐴 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (29) Dimana :

(23)

Kab. = Jumlah kebutuhan air bersih rata-rata di kota sedang sebesar 150 liter/hari/jiwa atau sama dengan 0,001736 liter/det./jiwa.

Pn = Proyeksi jumlah penduduk (orang) A = Luas daerah (Km2)

b. Kebutuhan Air Non Domestik

Kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air bersih untuk kebutuhan sarana dan prasarana daerah yang terindifikasi ada atau bakalan ada berdasarkan rencana tata ruang. Sarana dan prasarana berupa kepentingan sosial/umum seperti untuk pendidikan, tempat ibadah, kesehatan, dan juga untuk keperluan komersil seperti untuk perhotelan, kantor, restoran, dan lain-lain. Selain itu juga keperluan industri, pariwisata, pelabuhan, perhubungan, dan lain-lain.

Besar konsumsi non domestik antara 10% - 30% dari kubutuhan domestik.

Qnon domestik = 10% x Qdomestik

Tabel 2.9 Kebutuhan Air Non Domestik Untuk Kategori Kota Kategori I, II, III, IV

Sektor Nilai Kebutuhan Satuan

Sekolah 10 Liter/murid/hari

Rumah Sakit 200 Liter/bed/hari

Puskesmas 2.000 Liter/hari

Masjid 3.000 Liter/hari

Perkantoran 10 Liter/pegawai/hari

Pasar 12.000 Liter/hektar/hari

Hotel 150 Liter/bed/hari

(24)

Komplek Militer 60 Liter/orang/hari Kawasan Industri 0,2 – 0,8 Liter/detik/hektar Kawasan Pariwisata 0,1 – 0,3 Liter/detik/hektar

Sumber: Ditjen Cipta Karya DPU

Tabel 2.10 Kebutuhan Air Non Domestik Untuk Kategori V (Desa)

Sektor Nilai Kebutuhan Satuan

Sekolah 5 Liter/murid/hari

Masjid 3.000 Liter/unit/hari

Musholla 2.000 Liter/unit/hari

Rumah Sakit 200 Liter/bed/hari

Puskesmas 1.200 Liter/hari

Hotel 90 Liter/hari

Kawasan Industri 10 Liter/hari

Sumber: Ditjen Cipta Karya DPU

2.6 Sistem Drainase

Menurut Suhardjono (1984), sistem drainase terbagi atas : 1. Sistem Jaringan Terpisah (Sepairate Sistem)

Sisetem saluran melayanai air kotor dan hujan dengan terpisah. Dikarenakan beberapa pertimbangan sebagai berikut ini :

a. Jangkan hujan dan kemarau yang sangat lama terjadi,. b. Kualitas akan terlalu banyak diantara air bekas dan air kotor.

c. Air buangan mdiperlukan olahan awala kalau air hujan tidak perlu diproses pengolahan dan secepatnya kita buang kesuangai didaerah terdekat yang kita tinjau tersebut

(25)

a. Sistem saluran mempunyai dimensi yang kecil sehingga memudahkan pembuatannya dan operasinya.

b. Penggunaan sistem terpisah mengurangi bahaya bagi kesehatan masyarakat.

c. Pada dimensi pengolahan air buangan tidak ada tambahan beban kapasitas, karena penambahan air hujan.

d. Pada sistem ini untuk saluran air buangan bisa direncanakan pembilasan sensiri, abik pada musim kemarau maupun pada musim hujan. Kerugian :

Kerugian membuat 2 (dua) sistem saluran sehingga memerlukan tempat yang luas dan biaya yang cukup besar.

2. Sistem Tercampur (Pseudo Sepairate Sistem)

Air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran yang sama. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain : a. Debit masing-masing buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan. b. Kuantitas yang tidak terlalu jauh antara air buangan dan air hujan. c. Fluktuasi curah hujan dari tahun ke tahun relaif kecil.

Keuntungan :

a. Hanya diperlukan satu sistem air sehingga dalam pemilihannya lebih ekonomis.

b. Terjadi pengeceran air buangan oleh air hujan sehingga konsentrasi air buangan menurun.

Kerugian :

Kerugian membuat instalasi tambahan untuk penanggulangan disaat-saat tertentu sehingga memerlukan tempat yang luas dan biaya yang besar. 3. Sistem Kombinasi (Combinated Sistem)

Adalah paduan hasil sluran,air yang dibuang dengan air hujan yang turun dikala musim hujan yang bisa tercampur dengan air buangan didalam saluran air tersebutair hujan yang turunu pun dapat berfungsi untuk mengecer dan menggontor dua saluran yang tidak bersaty dan dihubungkan menggunakan sistem perpipaan intrseptor.

(26)

Kita bisa menggunakan beberapa faktor untuk menentukan sistem adalah sebagai berikut :

a. Faktor dua kali antar kuantitas air mungkin dialirkan melalui pipa besar dengan kualitas debit hujan yang besar dan dapat mengaliri sawah pengaliran.

b. Dikota kota biasanya dialiri air yang tidak masuk permukaan ketika hujan dan dibuang kedalam drainase yang ada.

c. Kemarau yang berkepanjangan dapat merugikan masyarakat,sehingga harusnya kita memilih untuk membangun tampungan air.

Bedasarkan hasil bincang bincang diatas, dari kacamata saya harusnya ada perbedaan antara air buangan ini dengan air rumah tangga sehingga tidak tercampur dan tercemar, air dapat diigolongkan beberapa jenis seperti limbah pabrik,rumah tangga,rumah sakit dan kantoran. Semua ada pen angganan masing-masing untuk memecahkan masalah tersebut.

2.6.1 Deskripsi Lingkungan Fisik Dalam Sistem Drainase

Menurut Suripin (2003), dalam perencanaan tata letak jaringan drainase, deskripsi lingkungan fisik merupakan informasi yang sangat penting. Penempatam saluran, bangunan dan jumlah kerapatan fasilitas tersebut akan sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah rencana. Dalam hal ini, seorang perencana dituntut untuk selalu peka dalam menginterpretasikan data yang tersedia, baik berupa data sekunder yang berupa peta dasar dan fenomena banjir yang pernah terjadi maupun aliran alam yang ada.

Menurut Suripin (2003), deskripsi sangat penting kita memperhatikan lingkungan agar diketahui jenisnya diantara lain seperti ini :

1. Tata Guna Lahan

Taga guna lahan paramater bai peneliti untuk melihat rancangan pada daeraah yang ingin diteliti di daerah rencana. Pola penggunaan lahan tersebuat segimana mestinya harusnya mencakup kondisi eksisiting perencanaan daerah dimas yang akan datang. Informasi tersebut diperlukan untuk

(27)

membangun sistem drainase sebagaimana fungsinya dan sesuai dengan standar tata guna lahan.

2. Prasarana Lain

Bangunan yang sudah berdiri sebelumnya bisa kita jadikan acuan untuk data, dikarenakan perkembangan pembangunan yang dilakukan tidak bik. Sehingga dapat berdampak pada banyak hal di drainase, dan dapat sangat merugikan banyak hal dengan kondisi tersebut. Hal ini bisa jadi perimbangan untuk perancang merencanakan sistem drainase.

3. Topografi

Informasi geografi tinggi elevasi tanah sehingga mempermudah arah penyaluran / pemutusan batas wilayah. Pemetaan kontur di suatu daerah urban perly dilakukan dalam skala di input ketentuan yaitu bila skala 1;50000 atau 1:10000 beda kontur 0,50 meter daerah permukaan datar, maka dipastikan daerah itu layak untuk direncanakan sebuah dranase. survey yang dikenal. Pemetaan kontur dengan skala 1:50.000 atau 1:100.000 juga mungkin diperlukan untuk menentukan aliran sungai daerah hulu yang bedanta kontur 25meter hal ini cukup untuk keperluan jalan dan drainase. dari jalan, saluran dan penghalan aliran banjir dapat diperkirakan.

4. Pola Aliran Alam

Informasi tentang pola aliran alam diperlukan uuntuk menggambarkan tentang kecenderungan pola letak dan arah aliran alam yang terjadi sesuai dengan kondisi alam lahan daerah rencana. Secra tidak langsung sebenarnya informasi ini dapat diinterpretasikan dari data peta topografi dengan cara mengidentifikasi bagian lembah dan punggung. Dimana pola aliran buangan alam cenderung mengarah pada daerah lembah. Namun untuk dapat memperoleh hasil informasi yang akurat, observasi lapangan diperlukan. Agar pekerjaan observasi lebih efisien, hendaaknya diidentifikasikan terlebih dahulu daerah-daerah yang akan disurvey melalui infirmasi yang tersedia (data sekunder).

(28)

Akhir pembuang ini diartikan adalah untuk tempat pengaliran air yang berlebihan dari yang kita rencanakan (misalnya : laut,danau,sungai,dan lain lain ). Indormasi ini sangat penting terutama berkaitan dengan rencana penempatan Outletnya. Elevasi fasilitas outlet harus ditetapkan diatas permukaan maksimum daerah pembuangan, sehingga gejala terjadinya muka air balik (Back Water) pada rencana saluran drainase dapat dihindari.

2.7 Tata Letak

2.7.1 Alternatif Tata Letak Saluran Drainase

Menurut Hasmar (2002), beberapa contoh model tata letak saluran yang dapat diterapkan dalam perencanaan jaringan drainase meliputi :

1. Pola Alamiah

Letak conveyor drain (b) ada dibagian terendah (lembah) dari suatu daerah (alam) yang secara efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada (collector drain), dimana Collector maupun Conveyor Drain merupaka saluran alamiah.

2. Pola Siku

Direncanakan pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi daripada sungai, biasanya saluran pembuangan akhir berada ditengan kota. Conveyor Drain (b) terletak di lembah dan merupakan saluran alamiah,, sedangkan Collector Drain (a) dibuat tegak lurus dari Conveyor Drain.

a = Collector drain b = Conveyor drain

Gambar 2.3 Saluran dengan pola Siku 3. Pola Paralel

Collector Drain yang menampung debit dari sungai-sungai yang lebih kecil, dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian masuk ke dalam Conveyor

(29)

Drain. Karena saluran Collector Drain direncanakan cukup banyak dan pendek-pendek, maka akan sangat sesuai pada kota-kota yang masih mengalami perkembangan pembangunan

Gambar 2.4 Saluran dengan pola Paralel 4. Pola Grid Iron

Beberapa Interceptor Drain (c) dibuat satu sama lain sejajar, kemudian ditampung di Collector Drain untuk selanjutnya masuk kedalam Conveyor Drain.

Gambar 2.5 Saluran dengan pola Grid Iron 5. Radial

Pola radial sangat cocok diterapkan pada daerah berbukit atau dengan topografi tinggi. Suatu daerah genangan dikeringkan melalui beberapa Collector Drain dari satu titik menyebar ke segala arah (sesuai dengan kondisi topografi daerah).

(30)

Gambar 2.6 Saluran dengan pola Radial 6. Pola Jaring-Jaring

Sangat cocok pada daerah dengan topografi datar, biasanya saluran-saluran pembuangnya direncanakan mengikuti arah jalan raya. Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah lainnya, maka dapatt dibuat beberapa Inteceptor Drain (a) yang kemudian ditampung ke dalam saluran Collector Drain (b) dan selanjutnya menuju saluran Conveyor Drain (c).

(31)

2.7.2 Susunan dan Fungsi Saluran Dalam Jaringan Drainase

Menurut Hardihardjaja (1997), dalam pengerrtian jaringan drainase, maka sesuai dengan fungsi dan sistem kerjanya jenis saluran drainase dapat dibedakan menjadi :

1. Interceptor Drain

Saluran yang berfungfi untuk mencegah pembebanan aliran air yang terjadi dari daerah ke daerah lain dibawahnya. ini biasanya digunakan dan terletak di bagian relatif satu garis dengan garis contur. Pintu keluar saluran ini biasaya terdapat di saluran drainasee alami .

2. Collector Drain

Sistem collector drain adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke saluran conveyor (pembawa).

3. Conveyor Drain

Saluran conveyor adalah drainase saluran mungkin harus berfungsi sebagai air buangan di suatu daerah kajian pembuangan tanpa membahayakan daerah kajian tersebut. .

2.7.3 Prosedur Perencanaan Tata Letak Sistem Jaringan Drainase

Menurut Hardihardjaja (1997), untuk menjamin berfungsinya suatu sistem jaringan perlu di perhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Pola Arah Aliran

Peta topografi jdi acuan untuk menentykan arah aliran yang merupakan naturak drainage sistem yang terbentukmsecara alamiah,dan dapat mengetahui tolernsi genangan air terlama didaerah rencana.

2. Situasi dan Kondisi Fisik Kota

Mengetahui karakter kondisi kota yang dikaji (eksisting) ataupun lag sedang kita rencanai harus diketahui sebagai berikut :

a. Sistem yang sudah ada (daranase,irigasi,air minum, telepon, listrik, dan sebagainya).

(32)

b. Arah Aliran yang sudah ada sebelumnya. c. Batas daerah aliran saluran.

d. Prasarana yang ada jumlah dan letaknya. e. Tinggi kebutuhan drainase yang diperlukan. f. Gambaran perioritas daerah secara garis besar.

Menurut Hardihardjaja (1997), semua hal itu diatas maksudnya untuk menjauhin perdebatan antar kepentingan dan pada akhirnya bertujuan untuk memperbaikin sarana prasarana dalam konteks drainase perkotaan sebagai berikut : :

a. Sasaran tercapai yaitu sistem drainase yang baik dari segi fungsi dll. b. Menjauhi dampak negatif dari lingkungan seminim mungkin. c. Bangunan bertahan lama sehingga kedepannya sangat baik. d. Pembangunan serendah mungkin di biaya nya..

Gambar

Gambar 2.1 Polygon Thiessen
Gambar 2.2 Rata-Rata Ishoyet
Tabel 2.1. Nilai G untuk distribusi Log-Pearson Type III
Tabel 2.2. Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-Kuadrat (uji satu sisi)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada layar ini yang tampilannya dapat dilihat pada gambar 4.5, ditampilkan general life table yang memuat angka harapan hidup saat lahir hingga tua untuk laki-laki dengan

Dengan mengingat kembali pengertian sisi, rusuk, titik sudut, diagonal sisi, diagonal ruang dan bidang diagonal pada kubus dan balok, tentukanlah sisi, rusuk, titik

 Identifikasi entitas data yang dibutuhkan  Membuat entitas data baru berdasarkan kebutuhan  Melakukan integrasi aplikasi untuk penggunaan data  Melakukan penambahan modul

Kredit yang macet akan berdampak pada buruknya keuangan perusahaan karena menimbulkan Kerugian atau mengurangi laba bagi Perusahaan sehingga perusahaan tersebut

Humbang Hasundutan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan 42 15071902710300 HONDA SIHOTANG Kab.. Humbang Hasundutan Guru

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perilaku konsumen terhadap keputusan dalam pembelian beras premium di Pasar

KM 4 Tahun 2005 tersebut hanya mengatur tentang tanggung jawab atas pencemaran perairan minyak yang bersumber dari kapal yang dibebankan kepada pemilik atau

$. Apakah media penga&#34;aran 3apa yang boleh digunakan oleh guru untuk sampaikan PDP4 yang paling sesuai untuk  tu&#34;uan penga&#34;aran kemahiran. !ontohnya&amp; seperti 8ideo