• Tidak ada hasil yang ditemukan

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat dan pada tahun 2010 mencapai 237.556.363 jiwa penduduk (BPS 2010)1. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia diikuti oleh peningkatan konsumsi beras nasional. Hampir 95 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras. Selama program diversifikasi belum berjalan dengan optimal, maka permintaan terhadap beras akan terus meningkat. Perkembangan produksi beras dan konsumsi beras tahun 2005-2010, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, 2005-2010 Tahun Produksi Beras

(Juta Ton) Konsumsi Beras (Juta Ton)* Impor (Juta Ton) 2005 34,96 35,74 0,54 2006 35,30 35,90 2,00 2007 37,00 36,35 0,35 2008 38,31 37,10 0,25 2009 36,37 38,00 1,15 2010 38,00 38,55 0,95

Sumber : BPS2 dan *USDA3, 2011 (diolah)

Peningkatan konsumsi beras ternyata tidak diimbangi oleh peningkatan produksi beras. Pada tahun 2009 terjadi penurunan produksi beras sebesar 1,94 juta ton dibanding tahun 2008. Hal ini mempengaruhi jumlah impor beras ke Indonesia. Peningkatan produksi beras dapat dilakukan melalui perluasan lahan pertanian dan peningkatan kualitas tanaman padi. Namun cara pertama memiliki banyak halangan, mengingat setiap tahunnya lahan subur semakin berkurang karena adanya alih fungsi (konversi) lahan pertanian untuk keperluan non

       1 http://bps.go.id/ [28 Oktober 2010]  2  http://bps.go.id/ [18 Oktober 2011]  3  http://www.usda.gov/ [15 November 2011] 

(2)

pertanian, terutama di daerah Jawa, seperti pembuatan daerah industri, daerah perkantoran, daerah wisata dan daerah pemukiman. Berdasarkan Sensus Pertanian (SP) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik selama 10 tahun sekali yaitu tahun 1973, 1983, 1993 dan 2003 diketahui bahwa selama periode 1983-1993 konversi lahan pertanian mencapai 1.280.268 hektar dan sebagian besar terjadi di Jawa. Selama periode berikutnya yaitu tahun 1993-2003 besaran konversi lahan yang terjadi adalah 1.264.109 hektar dan sebagian besar terjadi di Sumatera. Konversi lahan pertanian di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Konversi Lahan Pertanian di Indonesia, 1983-2003

Wilayah Total Lahan Pertanian (ha) Konversi Lahan (ha)

SP 19831) SP 19932) SP 20033) 1983-1993 1993-2003

Jawa 5.422.449 4.407.029 4.019.887 -1.015.420 -387.142

Bali & Nusa

Tenggara 1.208.164 1.060.218 1.095.551 -147.946 +35.333 Sumatera 5.668.811 5.416.601 4.249.706 -252.210 -1.166.895 Sulawesi 1.637.811 1.772.444 2.184.508 +134.693 +412.064 Kalimantan 2.222.153 2.191.596 2.096.230 -30.557 -95.366 Maluku 378.662 400.339 351.970 +21.717 -48.369 Irian Jaya 166.322 175.777 142.043 +9.455 -33.734 INDONESIA 16.704.272 15.424.004 14.139.895 -1.280.268 -1.284.109

Sumber: Badan Pusat Statistik, dalam Lokollo et al. 2007 (diolah) 1)Sensus Pertanian Seri J3, 1983

2)Sensus Pertanian Seri J3, 1993 3)Sensus Pertanian Seri A3, 2003

Selama kurun waktu 1983-2003, luas areal pertanian di Jawa mengalami pengurangan sebanyak 1.402.562 hektar atau sekitar 70.128,1 hektar per tahun dan terus menurun setiap tahunnya. Luas areal pertanian tersebut termasuk di dalamnya luas lahan tanaman padi. Pada tahun 2008 luas lahan padi nasional diketahui seluas 12,66 juta hektar. Penurunan luas lahan pertanian berpengaruh terhadap penurunan produksi pertanian termasuk padi. Untuk itulah perlu dilakukan usaha peningkatan produksi melalui peningkatan kualitas tanaman padi seperti pengembangan varietas dan penggunaan benih bersertifikat. Luas panen, produktivitas dan produksi padi di Indonesia tahun 2005-2010 dapat dilihat pada Tabel 3.

(3)

Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, Produksi Padi di Indonesia 2005-2011

Tahun Luas Panen (Ha) Produktivitas (ku/Ha) Produksi (ton) Pertumbuhan Produksi (%)

2005 11 839 060 45,74 54 151 097 - 2006 11 786 430 46,20 54 454 937 0,561 2007 12 147 637 47,05 57 157 435 4,963 2008 12 327 425 48,94 60 325 925 5,543 2009 12 883 576 49,99 64 398 890 6,752 2010 13 253 450 50,15 66 469 394 3,215 2011 13 224 379 49,44 65 385 183 -1,631 Sumber: BPS (2011)4 Keterangan :

Data Tahun 2011 adalah Angka Ramalan III

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa telah terjadi peningkatan produksi padi selama periode tahun 2005-2010. Walaupun telah terjadi penurunan produktivitas padi pada tahun 2011, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia terus berusaha memenuhi permintaan padi dalam negeri. Kenaikan produksi padi dalam lima tahun terakhir tidak terlepas dari semakin banyaknya penggunaan benih padi bersertifikat oleh petani. Produksi benih padi di Indonesia terdiri dari benih bersertifikat dan benih tidak bersertifkat berlabel merah jambu. Sejak tahun 2008, produksi benih label merah jambu dihentikan karena mutunya yang kurang baik. Benih bersertifikat adalah benih yang pada proses produksinya diterapkan cara dan persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan sertifikasi benih (Kartasapoetra 1992). Benih yang memenuhi standar mutu ditandai dengan Label Benih Bersertifikat. Proses penangkaran benih bersertifikat diawasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB).

Perbedaan antara benih bersertifikat dengan benih tidak bersertifikat terletak pada proses sertifikasi, dimana benih bersertifikat diproses dan dipelihara sedemikian rupa sehingga tingkat kemurnian varietas dapat terpelihara dan memenuhi standar mutu benih yang ditetapkan serta telah disertifikasi oleh BPSB. Sedangkan benih tidak bersertifikat merupakan benih dari varietas lokal atau dari hasil penangkaran sendiri yang telah dipilih dan dianggap memenuhi syarat untuk dijadikan benih padi oleh petani tanpa melalui proses pengawasan dan sertifikasi dari BPSB. Volume produksi benih padi dapat dilihat pada Tabel 4.

       4

(4)

Tabel 4. Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih Padi (Ton) Tahun 2002-2008

No Tahun Kebutuhan Benih Potensial (Ton)

Produksi Benih Total (Ton) 1 2002 296.397 113.634 2 2003 295.808 114.540 3 2004 312.978 119.482 4 2005 310.246 120.375 5 2006 317.053 121.412 6 2007 N 147.524 7 2008 360.000 181.400

Sumber : Deptan, 2010 (diolah) Keterangan: N = Data tidak tersedia

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kebutuhan benih potensial terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan kebutuhan benih potensial diikuti oleh produksi benih total. Penggunaan benih padi bersertifikat oleh petani pada tahun 2006 diketahui sebanyak 39 persen dari total benih yang dibutuhkan atau sekitar 120.000 ton. Pada tahun 2007, penggunaan benih bersertifikat adalah sebesar 49 persen atau sekitar 148.000 ton. Penggunaan benih bersertifikat terus meningkat setiap tahunnya, dimana pada tahun 2008 mencapai 53,20 persen dan pada tahun 2009 penggunaan benih bersertifikat mencapai 62,8 persen dari total kebutuhan benih nasional (Deptan 2010)5. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa penggunaan benih bersertifikat oleh petani setara dengan produksi benih bersertifikat nasional sehingga produksi benih harus ditingkatkan.

Penggunaan benih padi bersertifikat mendatangkan banyak keuntungan diantaranya meningkatkan produksi per satuan luas dan satuan waktu serta meningkatkan mutu hasil, yang nantinya akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani. Penggunaan benih padi bersertifikat memberikan produktivitas yang tinggi dikarenakan benih padi bersertifikat disiapkan dengan perlakuan khusus, seperti persiapan lahan yang baik, penggunaan benih unggul, pemeliharaan tanaman padi dengan baik dan terkontrol, waktu dan pelaksanaan panen yang tepat, pengepakan yang rapi menggunakan pembungkus benih yang memenuhi standar, serta penyimpanan dan pendistribusian yang baik. Perlakuan-perlakuan tersebut menghasilkan benih padi yang baik dengan daya tumbuh di

       5

(5)

atas 80 persen, varietas yang homogen, pertumbuhan tanaman yang serentak dan benih padi yang disiapkan terhindar dari gangguan hama penyakit karena diperlukan perlakuan khusus untuk memproduksi benih padi bersertifikat (Deptan 2010).

Kegiatan penangkaran benih bersertifikat merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara terprogram, terarah, terpadu dan berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir, yaitu mulai dari aspek penelitian untuk menghasilkan varietas unggul yang baru, pelepasan varietas, perencanaan perbanyakan benih, sertifikasi, pemasaran, hingga pengawasan pemasaran. Kegiatan tersebut melibatkan institusi pemerintah, pengawas, penelitian dan pengembangan, produsen maupun pedagang benih.

Di Indonesia, usaha penangkaran benih padi bersertifikat dilakukan oleh BUMN, swasta, maupun kelompok tani penangkar benih. Usaha penangkaran benih padi terutama varietas unggul akan meningkatkan pendapatan petani penangkar benih. Dengan memproduksi benih padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang diterima oleh petani penangkar lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Selain itu, penangkaran benih bertujuan untuk menjaga ketersediaan benih di musim tanam dan meningkatkan kesadaran petani untuk menggunakan benih padi varietas unggul bersertifikat. Petani penangkar benih padi tersebar di seluruh Indonesia. Umumnya para petani penangkar benih padi melakukan penangkaran benih di lahan usahataninya sendiri, dimana lahannya memenuhi syarat untuk dijadikan penangkaran benih padi bersertifikat.

PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) merupakan salah satu produsen benih padi yang telah berkembang di Indonesia dan merupakan penyumbang terbesar bagi pemenuhan kebutuhan benih bersertifikat nasional. PT. SHS didirikan oleh pemerintah pada tahun 1971 dengan status semi-swasta sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), untuk mendampingi balai-balai benih dalam memproduksi benih. Salah satu lokasi penangkaran benih padi PT. SHS terletak di Sukamandi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Ciri utama benih padi produksi PT. SHS adalah berlabel sertifikasi.

(6)

Dalam memproduksi benih padi bersertifikat, PT. SHS bermitra dengan para petani penangkar yang berada di daerah sekitar. Program kemitraan ini tentunya sangat diharapkan oleh petani untuk memberikan manfaat yang lebih dibandingkan dengan melakukan penangkaran sendiri. Untuk itu perlu dikaji mengenai pelaksanaan kemitraan, tingkat kepuasan petani mitra serta tingkat pendapatan petani mitra, agar diketahui apakah pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra telah sesuai dengan kesepakatan yang ditentukan dan memberikan keuntungan lebih bila dibandingkan dengan tidak melakukan kemitraan.

1.2 Perumusan Masalah

PT. SHS melakukan program kemitraan penangkaran benih padi dengan petani sekitar untuk memenuhi kebutuhan produksi benih padinya. Selain kemitraan, dalam memproduksi benih padi bersertifikat PT. SHS melakukan sistem swakelola, dimana perusahaan mengelola lahan sendiri untuk menghasilkan benih padi. Terdapat dua bentuk kemitraan antara petani dengan PT. SHS, yaitu Kemitraan Kerjasama Dalam dan Kemitraan Kerjasama Luar. Kerjasama Dalam merupakan kemitraan dengan sistem inti plasma dimana PT. SHS menyewakan lahan kepada petani di sekitar wilayah PT. SHS dengan sistem bagi hasil dan petani diwajibkan untuk melakukan budidaya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan. Sedangkan Kerjasama Luar merupakan sistem kemitraan yang terjalin antara PT. SHS dengan Kelompok Tani atau Gapoktan di luar daerah PT. SHS dimana PT. SHS membeli hasil panen Poktan atau Gapoktan tersebut. Kontrak kerjasama luar terjalin ketika produksi PT. SHS tidak memenuhi target.

Produksi benih padi PT. SHS terdiri dari produksi benih inbrida dan benih hibrida. Kelas benih inbrida yang dihasilkan oleh PT. SHS dengan sistem Kemitraan baik Kerjasama Dalam maupun Kerjasama Luar adalah kelas Benih Sebar (BR). Produksi benih inbrida PT. SHS selama empat tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 5.

(7)

Tabel 5. Produksi Benih Padi Inbrida PT. Sang Hyang Seri Tahun 2007-2010

Kegiatan Tahun

2007 2008 2009 2010 INBRIDA

1. Kerjasama Dalam ‐ Luas Panen (ha) ‐ Produksi GKP (kg) ‐ Produktivitas (kg/ha) 4.817,32 14.302.384 2.968,95 5.438,89 20.393.803 3.749,63 4.304,32 15.021.988 3.489,98 2.971,90 7.341.130 2.470,18 2. Swakelola

‐ Luas Panen (ha) ‐ ProduksiGKP (kg) ‐ Produktivitas (kg/ha) 1.462,32 5.619.845 3.843,10 1.673,92 6.609.710 3.948,64 1.107,33 3.850.594 3.477,37 845,85 3.709.735 4.385,81 3. Kerjasama Luar

‐ Luas Panen (ha) ‐ Produksi GKP (kg) ‐ Produktivitas (kg/ha) 110,57 81.396 736,15 - - - - - - - - - Sumber: PT. Sang Hyang Seri, 2011

Penurunan luas lahan panen serta produksi benih padi pada tahun 2010 disebabkan adanya serangan hama wereng. Selama dua musim tanam, yaitu musim tanam 2009/2010 dan musim tanam 2010, banyak petani mitra yang tidak dapat melakukan panen, karena tanaman padinya yang rusak. PT. SHS sebagai perusahaan inti memberikan keringanan dengan tidak menarik sewa lahan dalam bentuk bagi hasil pada dua musim tanam tersebut. Petani dapat membayar bagi hasil pada musim tanam 2010/2011 secara bertahap. Disinilah peranan perusahaan inti sebagai perusahaan mitra yang membantu petani mitra. Walaupun pada peraturan tidak tertulis disepakati bahwa risiko budidaya ditanggung oleh petani mitra, namun apabila kegagalan panen disebabkan oleh iklim, cuaca, ataupun serangan hama, maka risiko ditanggung bersama.

Kegagalan panen yang dialami petani pada musim tanam 2009/2010 menyebabkan turunnya jumlah petani penangkar benih mitra pada musim tanam 2010 dari 1482 petani menjadi 1184 petani. Namun pada musim tanam selanjutnya, yaitu musim tanam 2010/2011 jumlah petani mitra kembali meningkat menjadi 1490 petani mitra. Jumlah petani penangkar benih padi mitra dapat dilihat pada Tabel 6.

(8)

Tabel 6. Luas Lahan Kerjasama dan Jumlah Penangkar Benih Padi Mitra Per Musim Tanam

No Musim Tanam Luas Lahan (ha) Jumlah Petani (Orang)

1 2008/2009 2240,87 1470

2 2009 2275,76 1491

3 2009/2010 2274,60 1482

4 2010 1832,42 1184

5 2010/2011 2283,15 1490

Sumber: PT. Sang Hyang Seri, 2011

Dengan adanya kemitraan, petani penangkar benih berharap mendapatkan manfaat seperti adanya jaminan pasar, mendapatkan harga jual benih yang lebih tinggi sehingga pendapatan mereka meningkat dan mendapatkan tambahan ilmu serta teknologi yang efisien dari perusahaan tersebut. Sebelum menjalin kemitraan dengan dengan PT. SHS, sebagian besar petani merupakan buruh tani yang bekerja untuk orang lain. PT. SHS menawarkan kerjasama dengan menyediakan lahan dengan sistem bagi hasil. Selain itu, sebelumnya para petani ini tidak pernah melakukan usahatani penangkaran benih padi. Pelaksanaan kemitraan ini secara tidak langsung juga membantu dalam peningkatan jumlah petani penangkar benih padi bersertifikat.

Walaupun demikian, masih terdapat banyak masalah di dalam pelaksanaan kemitraan, karena masih terdapat banyak penyimpangan dalam menjalankan peraturan yang telah disepakati kedua belah pihak. Penyimpangan dari pihak petani terkait dengan kedisiplinan petani dalam mematuhi peraturan, seperti penjualan hasil panen dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang tidak dipatuhi oleh petani. Sedangkan penyimpangan dari pihak PT. SHS terutama terkait dengan pembayaran hasil panen yang tidak tepat waktu, serta penyimpangan-penyimpangan lainnya yang mempengaruhi kepuasan petani terhadap jalannya kemitraan.

Evaluasi kemitraan dapat dilakukan untuk melihat sejauh mana pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra telah berjalan, sehingga dapat diketahui masalah-masalah yang dihadapi selama pelaksanaan kemitraan. Dengan mengetahui permasalahannya, maka diharapkan dapat dilakukan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan kinerja kemitraan. Selain

(9)

mengevaluasi pelaksanaan kemitraan berdasarkan peraturan yang telah disepakati, kesuksesan dari pelaksanaan kemitraan dapat dicapai dengan mengetahui tingkat kepuasan petani terhadap jalannya kemitraan. Kemitraan dianggap sukses apabila petani mitra merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh PT. SHS sebagai perusahaan inti serta masing pihak telah menjalankan perannya masing-masing sesuai dengan peraturan. Peningkatan pendapatan juga menjadi salah satu tolak ukur kesuksesan pelaksanaan kemitraan. Karena dengan adanya kemitraan, petani mengharapkan beberapa manfaat, salah satunya adalah adanya peningkatan dalam pendapatan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1) Bagaimanakah pelaksanaan kemitraan antara PT. Sang Hyang Seri dengan petani penangkar benih padi mitra?

2) Bagaimanakan tingkat kepuasan petani penangkar benih padi mitra terhadap jalannya kemitraan selama ini?

3) Bagaimanakah tingkat pendapatan petani penangkar benih padi yang melakukan kemitraaan dengan PT Sang Hyang Seri bila dibandingkan dengan petani penangkar benih padi non mitra?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini antara lain :

1) Mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan antara PT. Sang Hyang Seri dengan petani penangkar benih padi mitra.

2) Menganalisis tingkat kepuasan petani penangkar benih padi mitra terhadap jalannya kemitraan selama ini.

3) Menganalisis tingkat pendapatan petani penangkar benih padi yang melakukan kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri bila dibandingkan dengan petani penangkar benih padi non mitra.

(10)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Bagi Penangkar Benih Padi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai manfaat dari sertifikasi benih terutama benih padi dan dapat memotivasi petani untuk menghasilkan benih padi bersertifikat. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai manfaat yang dapat diperoleh jika petani penangkar benih melakukan kemitraan yang ideal dengan perusahaan produsen benih.

2) Bagi PT. SHS

Penelitian ini diharapkan menjadi evaluasi bagi pelaksanaan kemitraan yang dilakukan perusahaan serta memberikan informasi yang membantu dalam penetapan kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan kemitraan yang dilakukan dengan petani penangkar benih padi.

3) Bagi Pemerintah

Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pembinaan kelembagaan petani, pengembangan kemitraan, serta kebijakan yang berhubungan dengan pengembangan industri benih di Indonesia.

4) Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya maupun penelitian yang terkait.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada lingkup regional yaitu di Kabupaten Subang, dengan benih padi sebagai komoditi yang akan diteliti. Petani yang dijadikan contoh dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu petani mitra dan petani non mitra. Petani mitra yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri (Persero) Regional I Sukamandi. Sedangkan petani non mitra adalah petani penangkar benih yang berasal dari Kecamatan Subang, Kabupaten Subang. Pemilihan lokasi ini

(11)

dilakukan karena responden dalam penelitian ini dikhususkan pada penangkar benih padi bersertifikat kelas Benih Sebar, dimana untuk wilayah Kabupaten Subang kelompok tani yang memproduksi benih padi bersertifikat kelas benih sebar berada pada daerah tersebut.

Analisis kajian dibatasi untuk melihat perbandingan tingkat pendapatan usahatani penangkaran benih padi pada petani mitra dan petani non mitra, mengevaluasi mekanisme kemitraan yang diterapkan oleh PT. SHS serta melihat tingkat kepuasan petani penangkar benih terhadap jalannya kemitraan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usahatani berdasarkan penerimaaan dan biaya usahatani, analisis R/C rasio untuk melihat tingkat efisiensi usahatani penangkar benih padi serta metode Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI) untuk melihat kinerja atribut kepuasan kemitraan serta tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan secara keseluruhan.

Gambar

Tabel 2. Konversi Lahan Pertanian di Indonesia, 1983-2003
Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, Produksi Padi di Indonesia 2005-2011  Tahun  Luas Panen
Tabel 4. Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih Padi (Ton)  Tahun 2002-2008
Tabel 5. Produksi Benih Padi Inbrida PT. Sang Hyang Seri Tahun 2007-2010
+2

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana hasil peramalan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menggunakan dengan model Fuzzy Feed Forward Neural Network untuk Peramalan Indeks Harga Saham Gabungan

Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan (Overlay) Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang (STA 61+000

A- 81.01-85 Merupakan perolehan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan sangat baik, memahami materi dengan sangat baik, memiliki tingkat proaktif dan kreatifitas tinggi

Penyebab kaki, tangan dan mulut (KTM) yang paling sering pada pasien rawat jalan adalah coxsackie A16, sedangkan yang sering memerlukan perawatan karena keadaannya lebih berat atau

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis dan konsentrasi bahan pengisi (filler) dari tepung sereal yang terbaik pada pembuatan sosis ikan tengiri ditinjau dari kualitas dan

Bahagian Pembangunan, Jabatan Perdana Menteri Aras 2, Blok B8, Kompleks Jabatan Perdana Menteri Pusat Pentadbiran Kerajaan Persekutuan.

Kandungan Zn pada teras atas, teras tengah, teras bawah dan sawah tanpa sistem terasering tidak terdapat perbedaan yang signifikan.Tetapi ada kecenderungan Zn pada

3. Mesin pengankat mobil hidrolik pada gambar disamping memiliki luas penampang masing-masing 10 cm2 dan 100 cm2. Pada pengisap kecil diberi gaya 500 N maka berapa berat