COMPOSTING
TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
(TKKS) DENGAN POA :
PENGARUH SIRKULASI TUMPUKAN TKKS
SKRIPSI
Oleh
YOSI RAHMAN
100405050
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
COMPOSTING
TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
(TKKS) DENGAN POA :
PENGARUH SIRKULASI TUMPUKAN TKKS
SKRIPSI
Oleh
YOSI RAHMAN
100405050
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:
COMPOSTING TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
(TKKS) DENGAN POA :
PENGARUH SIRKULASI TUMPUKAN TKKS
dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karyasaya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.
Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Medan, 12 Agustus 2015
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
COMPOSTING TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
(TKKS) DENGAN POA :
PENGARUH SIRKULASI TUMPUKAN TKKS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul “Composting Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Dengan POA : Pengaruh Sirkulasi Tumpukan TKKS”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.
Adapun hal kebaruan dari hasil penelitian ini adalah kajian bagaimana pengaruh variasi frekuensi sirkulasi terhadap pengomposan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dengan menggunakan pupuk organik aktif (POA). Komposter yang digunakan dalam penelitian ini adalah komposter yang memiliki diameter 0,45 m dan tinggi 3 m. Hasil dari penelitian ini menunjukkan potensi ekonomi yang tinggi terutama dalam penanggulangan limbah TKKS menjadi kompos.
Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ir.Bambang Trisakti, MT selaku dosen pembimbing dan atas
kontribusinya dalam menentukan judul, bimbingan, diskusi serta saran 2. Dr. Eng Ir. Irvan, Msi selaku ketua Departemen Teknik Kimia atas saran
dan bimbingan yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, 12 Agustus 2015 Penulis
DEDIKASI
Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada:
1. Kedua orang tua penulis yang tercinta, Yusuf dan Elfi Rahmi, atas doa dan dukungan yang tidak pernah putus diberikan kepada penulis hingga terselesainya skripsi ini.
2. Seluruh anggota keluarga penulis terutama untuk adik – adik penulis, Yuni Devina, Yanisa Febriana, dan Yenriyan Rahmansyah atas doa dan dukungan yang telah diberikan.
3. Anggota tim penelitian penulis, Chamsa Triyadi dan Muhamad Rahman, atas doa, kerjasama dan dukungan yang baik selama pengerjaan hingga terselesainya skripsi ini.
4. Seluruh sahabat serta teman sejawat penulis angkatan 2010 atas semangat yang saling mendukung kepada penulis.
5. Para guru dan dosen atas masukan dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama: Yosi Rahman NIM: 100405050
Tempat/Tgl. Lahir: Jakarta, 04 Mei 1992 Nama orang tua: Yusuf
Alamat orang tua:
Batu Taba, Kecamatan IV Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Asal Sekolah
TK Nurul Islam Jakarta Barat (1997-1998)
SD Negeri 15 Percontohan Pagi Jakarta Barat (1998-2004) SMP Negeri 5 Bukittinggi (2004-2007)
SMA Negeri 3 Bukittinggi (2007-2010) Pengalaman Organisasi/Kerja:
1. Anggota Covalen Study Group (CSG)
2. Ketua Umum Covalen Study Group (CSG) Kepengurusan 2012/2013 3. Anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) USU 4. Ketua Bidang Hubungan Keluar Instansi dan Alumni HIMATEK
Kepengurusan 2013/2014
5. Asisten Lab. Kimia Analisa Modul Permanganometri, Gravimetri, Kromatografi Kertas dan Kimia Analisa Kualitatif (2012/2015) 6. Kerja Praktek di PT Pertamina Refinery Unit II Dumai (2013) Artikel yang telah diterima untuk dipublikasikan pada Pertemuan Ilmiah:
ABSTRAK
Proses pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dengan mencampur pupuk organik aktif (POA) merupakan alternatif pemanfaatan limbah padat yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan teknik pengomposan TKKS dan untuk mendapatkan data degradasi pengomposan TKKS dengan memvariasikan frekuensi sirkulasi sehingga dihasilkan kompos bermutu baik. Proses pengomposan dilakukan dengan TKKS yang dipotong menjadi 4, kemudian dimasukkan TKKS pada komposter dan ditambahkan POA hingga mencapai nilai Moisture Content (MC) optimum 55-65%. Selama pengomposan MC dijaga pada kondisi optimum dengan menambahkan POA. Variasi frekuensi sirkulasi yang dilakukan adalah tanpa sirkulasi, 3 hari sekali, dan 5 hari sekali. Parameter yang dianalisa adalah temperatur, MC, pH, bacterial count (BC), electrical conductivity (EC), rasio C/N dan kualitas kompos. Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat pengaruh frekuensi sirkulasi terhadap proses pengomposan dan kompos dapat dihasilkan dalam waktu ± 40 hari. Degradasi TKKS terbaik diperoleh pada sirkulasi 5 hari sekali dengan MC 67,89%, pH 8,80, BC 24 x 106, EC 3595 dS/m, WHC 60%dan rasio C/N 19,54.
ABSTRACT
The composting of an Empty Fruit Bunch (EFB) by mixing it with activated organic fertilizer (AOF) was an alternative in the utilization of solid waste produced from the palm oil mill. This research was to study the composting technique for EFB and to collect the degration data during composting of EFB with turning frequency in order to get a high quality compost.s The composting process was started with cutting the TKKS become 4 parts before it was put into composter and then followed by the addition of POA until the optimum moisture content of 55-65 % was reached. During composting, the MC was kept on the optimum condition by adding the POA. The variations of turning frequency were without turning, once in 3 days, and once in 5 days. The parameters of temperature, MC, pH value, bacterial count (BC), electrical conductivity (EC), C/N ratio and the quality of compost were analyzed through the process. The outcome from this research proved that the turning frequency affected the composting process and the compost was produced around ± 40 days. The best degradation result of EFB was obtained for the once in 5 days turning in which thevalue of MC, pH, BC, EC, WHC and C/N ratio were 67,89 %, 8,80 %, 24 x 106, 3595dS/m, 60% and 19,54, respectively.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
PRAKATA iii
DEDIKASI iv
RIWAYAT HIDUP PENULIS v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
DAFTAR SINGKATAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 3
1.3 TUJUAN PENELITIAN 4
1.4 MANFAAT PENELITIAN 4
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 KELAPA SAWIT 6
2.2 TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) 6
2.3 KOMPOS 8
2.4 COMPOSTING 9
2.5 WINDROW 11
2.6 FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES
PENGOMPOSAN 11
2.6.1 Nutrisi 12
2.6.2 Rasio C/N 12
2.6.3 Luas Permukaan dan Ukuran Partikel 13
2.6.5 pH 14
2.6.6 Kadar Air 14
2.6.7 Penambahan Air, Mikroorganisme, dan Pencampuran Bahan 15
2.6.8 Pengadukan 15
2.7 TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) SEBAGAI
KOMPOS DENGAN PENAMBAHAN PUPUK ORGANIK
AKTIF (POA) 16
2.8 PUPUK ORGANIK AKTIF DARI EFFLUENT PENGOLAHAN
LANJUT LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT 20
2.9 STANDAR KUALITAS KOMPOS DI INDONESIA 21
2.10 KEMATANGAN KOMPOS 22
2.11 PEMANFAATAN KOMPOS 22
2.11.1 Aspek Bagi Tanah Dan Tanaman 22
2.11.2 Aspek Ekonomi 24
2.11.3 Aspek Lingkungan 24
2.12 POTENSI EKONOMI 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 26
3.1 LOKASI PENELITIAN 26
3.2 BAHAN 26
3.2.1 Bahan Utama 26
3.2.2 Bahan Analisa 26
3.3 PERALATAN PENELITIAN 26
3.3.1 Peralatan Utama 26
3.3.2 Peralatan Analisa 26
3.4 PROSEDUR PENELITIAN 27
3.4.1 Proses Pengomposan 27
3.5 PROSEDUR ANALISA 27
3.5.1 Prosedur Analisa Moisture Content 27
3.5.2 Prosedur Analisa pH 28
3.5.3 Prosedur Analisa Temperatur 28
3.5.6 Analisa Perbandingan C/N dan Bahan Organik Lainnya 30
3.6 SKEMA ALAT KOMPOSTER 31
3.7 FLOWCHART PENELITIAN 32
3.7.1 Flowchart Proses Pengomposan 32
3.7.2 Flowchart Analisa Moisture Content (MC) 33
3.7.3 Flowchart Analisa pH 34
3.7.4 Flowchart Analisa Temperatur 34
3.7.5 Flowchart Analisa Water Holding Capacity 35 3.7.6 Flowchart Analisa Electrical Conductivity 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 37
4.1 KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 37
4.2 ANALISIS KOMPOS HASIL DARI PENGOMPOSAN
TKKS DENGAN POA 38
4.2.1 Analisis Kompos Berdasarkan Suhu Dan MC 38
4.2.2 Analisis Kompos Berdasarkan pH 42
4.2.3 Analisis Kompos Berdasarkan Perbandingan C/N 43 4.2.4 Analisis Kompos Berdasarkan Bacterial Count(BC) 44 4.2.5 Analisis Kompos Berdasarkan Electrical Conductivity (EC) 45 4.3 PENGARUH FREKUENSI SIRKULASI TERHADAP
PARAMETER KOMPOS 47
4.3.1 Pengaruh Frekuensi Sirkulasi Terhadap Suhu dan Moisture
Content 47
4.3.2 Pengaruh Frekuensi Sirkulasi Terhadap pH 50 4.3.3 Pengaruh Frekuensi Sirkulasi Terhadap Perbandingan C/N 51 4.3.4 Pengaruh Frekuensi Sirkulasi Terhadap Jumlah POA Yang
Ditambahkan 52
4.4 PENYUSUTAN VOLUME MASING-MASING TUMPUKAN
KOMPOS SELAMA PROSES PENGOMPOSAN 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 56
5.1 KESIMPULAN 56
5.2 SARAN 56
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) 8
Gambar 2.2 Perubahan Suhu dan Pertumbuhan Mikroba Selama Proses
Pengomposan 10
Gambar 3.1 Skema Komposter 31
Gambar 3.2 Flowchart Prosedur Pengomposan 32
Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Analisa Moisture Content 33
Gambar 3.4 Flowchart Prosedur Analisa pH 34
Gambar 3.5 Flowchart Prosedur Analisa Temperatur 34 Gambar 3.6 Flowchart Prosedur Analisa Water Holding Capacity 35 Gambar 3.7 Flowchart Prosedur Analisa Electrical Conductivity 36 Gambar 4.1 Profil Suhu Dan MC Pada Pengomposan TKKS yang Dipotong
1/4, Penambahan POA Sebanyak 41,69 Liter, Luas Lubang Asupan Oksigen 72 cm2/m, Dan Sirkulasi 5 hari sekali 39 Gambar 4.2 Penyederhanaan Profil Suhu Dan MC Pada Pengomposan TKKS
Yang Dipotong 1/4, Penambahan POA Sebanyak 41,69 Liter, Luas Lubang Asupan Oksigen 72 cm2/m, Dan Sirkulasi 5 hari sekali 40 Gambar 4.3 Profil Perubahan pH Terhadap Waktu Pengomposan TKKS yang
Dipotong 1/4, Penambahan POA Sebanyak 41,69 Liter, Luas Lubang Asupan Oksigen 72 cm2/m, Dan Sirkulasi 5 hari sekali 42 Gambar 4.4 Grafik Perubahan C/N Terhadap Waktu Pengomposan 43 Gambar 4.5 Grafik Perubahan Bacterial Count (BC) Terhadap Waktu
Pengomposan 44
Gambar 4.6 Grafik Perubahan Electrical Conductivity (EC) Terhadap Waktu
Pengomposan 46
Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Frekuensi Sirkulasi Terhadap Suhu dan Moisture
Content 48
Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Frekuensi Sirkulasi Terhadap Perubahan pH 50 Gambar 4.9 Grafik Pengaruh Frekuensi Sirkulasi Terhadap Perubahan
Perbandingan C/N 51
Ditambahkan 53 Gambar 4.11 Grafik Penyusutan Volume Tumpukan Terhadap Waktu 54
Gambar L3.1 Komposter 77
Gambar L3.2 TKKS 77
Gambar L3.3 TKKS yang Telah Dipotong – potong 78
Gambar L3.4 Pengambilan Sampel Analisa 78
Gambar L3.5 Pengukuran pH 79
Gambar L3.6 Pengukuran Moisture Content 79
Gambar L3.7 Pengukuran Water Holding Capacity 80
Gambar L3.8 Pengukuran Kadar C 80
Gambar L3.9 Pengukuran Kadar N 81
Gambar L3.10 Sirkulasi 81
Gambar L3.11 Kompos 82
Gambar L4.1 Hasil Uji Laboratorium Untuk Analisis Bacterial Count POA 83 Gambar L4.2 Hasil Uji Laboratorium Untuk Analisis C, N, P dan K POA 84 Gambar L4.3 Hasil Uji Laboratorium Untuk Analisis C dan N TKKS Awal 85 Gambar L4.4 Hasil Uji Laboratorium Untuk Analisis C dan N Kompos Setelah
10 Hari Pengomposan 86
Gambar L4.5 Hasil Uji Laboratorium Untuk Analisis C dan N Kompos Setelah
20 Hari Pengomposan 87
Gambar L4.6 Hasil Uji Laboratorium Untuk Analisis C dan N Kompos Setelah
30 Hari Pengomposan 88
Gambar L4.7 Hasil Uji Laboratorium Untuk Analisis C dan N Kompos Setelah
40 Hari Pengomposan 89
Gambar L4.8 Hasil Uji Laboratorium Untuk Analisis Unsur Makro dan Mikro
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Produksi Kelapa Sawit Menurut Provinsi di Indonesia 2008 – 2012 1 Tabel 1.2 Rangkuman Hasil Penelitian Pembuatan Kompos dari Tandan
Kosong Kelapa Sawit (TKKS) 3
Tabel 2.1 Data luas areal perkebunan kelapa sawit, produksi CPO dan kernel di
Indonesia dari tahun 2006-2010 6
Tabel 2.2 Data Jumlah Kalkulasi TBS dan TKKS di Indonesia dari 2006–2010 7
Tabel 2.3 Kandungan Unsur Hara Limbah Biogas 20
Tabel 2.4 Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Aktif 20 Tabel 2.5 Data POA Effluent Biogas dari Pengolahan LCPKS LP3M-Biogas 21
Tabel 2.6 Standar Kualitas Kompos 21
Tabel 2.7 Parameter Kematangan Kompos 22
Tabel 2.8 Rincian Biaya Pembuatan Kompos 25
Tabel 4.1 Karakteristik TKKS PKS Sei Mangkei 37
Tabel 4.2 Karakteristik TKKS PKS Rambutan PTPN III TebingTinggi 37
Tabel 4.3 Hasil Analisa Karakteristik POA 38
Tabel 4.4 Analisis Kualitas Kompos 47
Tabel L1.1.1 Karakteristik TKKS PKS Sei Mangkei 62 Tabel L1.1.2 Karakteristik TKKS PKS Rambutan PTPN III 62
Tabel L1.1.3 Hasil Analisa Karakteristik POA 62
Tabel L1.2.1 Data Suhu Untuk Variasi Tanpa Sirkulasi 63 Tabel L1.2.2 Data Suhu Untuk Variasi Frekuensi Sirkulasi 3 Hari 64 Tabel L1.2.3 Data Suhu Untuk Variasi Frekuensi Sirkulasi 5 Hari 65 Tabel L1.3.1 Data MC Untuk Variasi Tanpa Sirkulasi 66 Tabel L1.3.2 Data MC Untuk Variasi Frekuensi Sirkulasi 3 Hari 67 Tabel L1.3.3 Data MC Untuk Variasi Frekuensi Sirkulasi 5 Hari 68
Tabel L1.4 Data pH Variasi Sirkulasi 69
Tabel L1.5 Data Perubahan C/N 70
Tabel L1.6 Data Perubahan Bacterial Count (BC) 70 Tabel L1.7 Data Perubahan Electrical Conductivity (EC) 71
Tabel L1.8 Data Penambahan POA 71
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN 62
L1.1 KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 62
L1.1.1 Karakteristik TKKS 62
L1.1.2 Karakteristik POA 62
L1.2 DATA HASIL PENELITIAN SUHU 63
L1.2.1 Data Suhu Untuk Variasi Tanpa Sirkulasi 63 L1.2.2 Data Suhu Untuk Variasi Frekuensi Sirkulasi 3 Hari 64 L1.2.3 Data Suhu Untuk Variasi Frekuensi Sirkulasi 5 Hari 65
L1.3 DATA HASIL PENELITIAN MC 66
L1.3.1 Data MC Untuk Variasi Tanpa Sirkulasi 66 L1.3.2 Data MC Untuk Variasi Frekuensi Sirkulasi 3 Hari 67 L1.3.3 Data MC Untuk Variasi Frekuensi Sirkulasi 5 Hari 68
L1.4 DATA HASIL PENELITIAN pH 69
L1.5 DATA HASIL PENELITIAN PERUBAHAN C/N 70
L1.6 DATA HASIL PENELITIAN PERUBAHAN BACTERIAL COUNT (BC) 70 L1.7 DATA HASIL PENELITIAN PERUBAHAN ELECTRICAL
CONDUCTIVITY (EC) 71
L1.8 DATA HASIL PENELITIAN PENAMBAHAN POA 71
L1.9 DATA HASIL PENELITIAN WHC 72
LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 73
L2.1 PERHITUNGAN PENAMBAHAN POA 73
L2.2 PERHITUNGAN KADAR C 73
L2.3 PERHITUNGAN KADAR N 74
L2.4 PERHITUNGAN WHC 74
L2.5 PERHITUNGAN STANDAR DEVIASI 75
LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI 77
DAFTAR SINGKATAN
BPS Badan Pusat Statistik
C Karbon
Ca Kalsium
Cd Kadmium
Cu Tembaga
CPO Crude Palm Oil
C/N Karbon/Nitrogen
Fe Besi
K Kalium
MC Moisture Content
EC Electrical Conductivity
BC Bacterial Count
WHC Water Holding Capacity
Mg Magnesium N Nitrogen Na Natrium
P Fosfor
Pb Timbal
Zn Seng
PKS Pabrik Kelapa Sawit POA Pupuk Organik Aktif POME Palm Oil Mill Effluent
TBS Tandan Buah Segar
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul “Composting Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Dengan POA : Pengaruh Sirkulasi Tumpukan TKKS”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.
Adapun hal kebaruan dari hasil penelitian ini adalah kajian bagaimana pengaruh variasi frekuensi sirkulasi terhadap pengomposan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dengan menggunakan pupuk organik aktif (POA). Komposter yang digunakan dalam penelitian ini adalah komposter yang memiliki diameter 0,45 m dan tinggi 3 m. Hasil dari penelitian ini menunjukkan potensi ekonomi yang tinggi terutama dalam penanggulangan limbah TKKS menjadi kompos.
Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ir.Bambang Trisakti, MT selaku dosen pembimbing dan atas
kontribusinya dalam menentukan judul, bimbingan, diskusi serta saran 2. Dr. Eng Ir. Irvan, Msi selaku ketua Departemen Teknik Kimia atas saran
dan bimbingan yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, 12 Agustus 2015 Penulis
DEDIKASI
Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada:
1. Kedua orang tua penulis yang tercinta, Yusuf dan Elfi Rahmi, atas doa dan dukungan yang tidak pernah putus diberikan kepada penulis hingga terselesainya skripsi ini.
2. Seluruh anggota keluarga penulis terutama untuk adik – adik penulis, Yuni Devina, Yanisa Febriana, dan Yenriyan Rahmansyah atas doa dan dukungan yang telah diberikan.
3. Anggota tim penelitian penulis, Chamsa Triyadi dan Muhamad Rahman, atas doa, kerjasama dan dukungan yang baik selama pengerjaan hingga terselesainya skripsi ini.
4. Seluruh sahabat serta teman sejawat penulis angkatan 2010 atas semangat yang saling mendukung kepada penulis.
5. Para guru dan dosen atas masukan dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama: Yosi Rahman NIM: 100405050
Tempat/Tgl. Lahir: Jakarta, 04 Mei 1992 Nama orang tua: Yusuf
Alamat orang tua:
Batu Taba, Kecamatan IV Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Asal Sekolah
TK Nurul Islam Jakarta Barat (1997-1998)
SD Negeri 15 Percontohan Pagi Jakarta Barat (1998-2004) SMP Negeri 5 Bukittinggi (2004-2007)
SMA Negeri 3 Bukittinggi (2007-2010) Pengalaman Organisasi/Kerja:
1. Anggota Covalen Study Group (CSG)
2. Ketua Umum Covalen Study Group (CSG) Kepengurusan 2012/2013 3. Anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) USU 4. Ketua Bidang Hubungan Keluar Instansi dan Alumni HIMATEK
Kepengurusan 2013/2014
5. Asisten Lab. Kimia Analisa Modul Permanganometri, Gravimetri, Kromatografi Kertas dan Kimia Analisa Kualitatif (2012/2015) 6. Kerja Praktek di PT Pertamina Refinery Unit II Dumai (2013) Artikel yang telah diterima untuk dipublikasikan pada Pertemuan Ilmiah:
ABSTRAK
Proses pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dengan mencampur pupuk organik aktif (POA) merupakan alternatif pemanfaatan limbah padat yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan teknik pengomposan TKKS dan untuk mendapatkan data degradasi pengomposan TKKS dengan memvariasikan frekuensi sirkulasi sehingga dihasilkan kompos bermutu baik. Proses pengomposan dilakukan dengan TKKS yang dipotong menjadi 4, kemudian dimasukkan TKKS pada komposter dan ditambahkan POA hingga mencapai nilai Moisture Content (MC) optimum 55-65%. Selama pengomposan MC dijaga pada kondisi optimum dengan menambahkan POA. Variasi frekuensi sirkulasi yang dilakukan adalah tanpa sirkulasi, 3 hari sekali, dan 5 hari sekali. Parameter yang dianalisa adalah temperatur, MC, pH, bacterial count (BC), electrical conductivity (EC), rasio C/N dan kualitas kompos. Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat pengaruh frekuensi sirkulasi terhadap proses pengomposan dan kompos dapat dihasilkan dalam waktu ± 40 hari. Degradasi TKKS terbaik diperoleh pada sirkulasi 5 hari sekali dengan MC 67,89%, pH 8,80, BC 24 x 106, EC 3595 dS/m, WHC 60%dan rasio C/N 19,54.
ABSTRACT
The composting of an Empty Fruit Bunch (EFB) by mixing it with activated organic fertilizer (AOF) was an alternative in the utilization of solid waste produced from the palm oil mill. This research was to study the composting technique for EFB and to collect the degration data during composting of EFB with turning frequency in order to get a high quality compost.s The composting process was started with cutting the TKKS become 4 parts before it was put into composter and then followed by the addition of POA until the optimum moisture content of 55-65 % was reached. During composting, the MC was kept on the optimum condition by adding the POA. The variations of turning frequency were without turning, once in 3 days, and once in 5 days. The parameters of temperature, MC, pH value, bacterial count (BC), electrical conductivity (EC), C/N ratio and the quality of compost were analyzed through the process. The outcome from this research proved that the turning frequency affected the composting process and the compost was produced around ± 40 days. The best degradation result of EFB was obtained for the once in 5 days turning in which thevalue of MC, pH, BC, EC, WHC and C/N ratio were 67,89 %, 8,80 %, 24 x 106, 3595dS/m, 60% and 19,54, respectively.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kontribusi perkebunan adalah meningkatnya produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja dan meningkatnya kesejahteraan. Nilai PDB perkebunan secara kumulatif terus meningkat cukup fantastis, dari Rp. 81,66 triliyun pada tahun 2007 tumbuh menjadi Rp.153,731 triliyun pada tahun 2011 dan terus melambung menembus angka Rp.159,73 triliyun pada tahun 2012 atau tumbuh rata-rata per tahunnya sebesar 14,79%. Untuk pengembangan komoditas ekspor kelapa sawit, terlihat bahwa rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama 2007 - 2012 sebesar 6,96%, sedangkan produksi kelapa sawit meningkat rata-rata 6,02% per tahun.
Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia, khususnya untuk provinsi Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1.1 Produksi Kelapa Sawit Menurut Provinsi di Indonesia 2008 – 2012 [1]
Provinsi Tahun (ton)
2008 2009 2010 2011 2012
Sumatera Utara 2.738.279 2.738.279 3.113.006 4.071.143 4.182.052 Riau 5.764.203 5.932.310 6.358.703 5.736.722 6.421.228 Sumatera Selatan 1.753.212 2.036.553 2.227.963 2.203.275 2.603.536
Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa hasil perkebunan kelapa sawit mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Untuk provinsi Sumatera Utara sendiri, di tahun 2012 hasil produksi mencapai 4,19 juta ton. Dalam pengolahan buah sawit sendiri, dapat dihasilkan 20 % Crude Palm Oil (CPO) dan 1,6 % Palm Kernel Oil (PKO) dengan menyisakan 78,4 % biomassa [2].
juta ton. Upaya pengembangan kelapa sawit dilakukan melalui Revitalisasi Perkebunan dengan dukungan subsidi bunga melalui program KPEN RP dan penggantian bibit palsu untuk meningkatkan produktivitas tanaman kelapa sawit rakyat. Laju pertumbuhan ratarata volume ekspor kelapa sawit selama 2007 -2012 sebesar 12,19% per tahun dengan peningkatan nilai ekspor rata-rata 22,24% per tahun. Realisasi ekspor komoditas kelapa sawit tahun 2012 telah mencapai volume 20,57 juta ton (minyak sawit/CPO dan minyak sawit lainnya) dengan nilai US $19,35 milyar. Neraca perdagangan untuk komoditas kelapa sawit tahun 2012 telah mencapai US $19,34 milyar[3].
Persentase kandungan unsur hara dalam pupuk anorganik relative tinggi sehingga petani cenderung memakai pupuk ini. Namun belakangan ini, harga pupuk anorganik semakin naik. Hal ini tentu saja menambah beban biaya bagi petani. Selain itu pupuk anorganik dapat menimbulkan ketergantungan dan dapat membawa dampak kurang baik, misalnya tanah menjadi rusak akibat penggunaan yang berlebihan dan terus menerus akan menyebabkan tanah menjadi keras, air tercemar, dan keseimbangan alam akan terganggu [4].
Tabel 1.2 Rangkuman Hasil Penelitian Pembuatan Kompos dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) [7, 8, 9, 10, 11]
NamaPeneliti (Tahun)
Metode HasilPenelitian
Baharuddin et al. (2010)
Pengomposan TKKS dengan POME anaerobic sludge
yang berasal dari 500 m3
closed anaerobic methane ddigested tank, dengan ukuran potongan TKKS 15-20 cm dan pengadukan 3 kali dalam seminggu.
Memperoleh waktu pengolahan pengomposan singkat 40 hari dengan rasio C/N akhir 12,4 dan pH pada tumpukan kompos 8,1 - 8,6.
Kananam et al. (2011)
Pengomposan TKKS dengan penambahan lumpur
decanter dan kotoran ayam sebagai sumber nitrogen, dengan ukuran potongan TKKS 2-5 cm dan pengadukan setiap 3 hari sekali
Memperoleh hasil penggunaan
decanter lumpur dan kotoran ayam dalam kondisi aerob dapat diselesaikan dalam waktu 30 hari sedangkan pada kondisi anaerob waktu pengomposan gagal diselesaikan dalam waktu 90 hari. Raabe
(2007)
Metode cepat pengomposan Memperoleh hasil bahwa tinggi tumpukan minimum berukuran
36" x 36" x 36" (0,9144 m x 0,9144 m x 0,9144 m)
Samsu et al. (2010)
Pengomposan TKKS dengan POME anaerobic sludge
yang berasal dari 500 m3
closed anaerobic methane digested tank
Memperoleh waktu pengolahan pengomposan singkat 40 hari dengan rasio C/N akhir 12,4 dan pH pada tumpukan kompos 8,1 - 8,6.
Zahrim dan Asis (2010)
Pengaruh frekuensi sirkulasi dan metode open turned windrow dengan dimensi area panjang 4 m, tinggi 1,5 m dan lebar 40 m terhadap pengomposan
Memperoleh hasil yang menunjukkan bahwa total waktu pengomposan termasuk persiapan adalah sekitar 40-45 hari dengan proses pembalikan dilakukan pada hari ke-10, 20, 30 dan 40
1.2 PERUMUSAN MASALAH
1.3TUJUAN PENELITIAN
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menemukan teknik pengomposan TKKS sehingga dihasilkan kompos bermutu baik. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data degradasi pengomposan TKKS dengan menambahkan POA dan frekuensi sirkulasi tumpukan, serta mengetahui kualitas kompos yang dihasilkan.
1.4MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Memperoleh informasi mengenai pengaruh penambahan pupuk organic aktif terhadap kualitas kompos.
b. Memperoleh informasi mengenai pengaruh frekuensi sirkulasi tumpukan terhadap kualitas kompos.
c. Memberikan informasi mengenai manfaat tandan kosong kelapa sawit serta proses pengomposan yang baik kepada masyarakat dan dunia industri.
d. Sebagai salah satu langkah optimalisasi pengolahan TKKS.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian pembuatan kompos ini dilakukan di Pusdiklat LP2M USU. Bahan utama yang akan digunakan adalah TKKS yang diperoleh dari PKS Sei Mangkei dan PKS PTPN III Kebun Rambutan serta POA yang diproduksi oleh unit LP3M-Biogas USU. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah komposter, termometer, timbangan, pH meter, magnetic stirer, electric conductivitymeter, neraca analitis, beaker glass, oven, cawan, kertas saring dan desikator.
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel yang divariasikan:
1. Frekuensi sirkulasi tumpukan (tanpa sirkulasi, 3 hari sekali, dan 5 hari sekali)
Variabel yang tetap :
1. Ukuran potongan TKKS
3. Jumlah lubang asupan oksigen (18 buah/m2 dengan luas 72cm2/m2) Adapun parameter-parameter yang akan diamati dan dianalisa pada penelitian ini antara lain:
Temperatur
Moisture Content (MC) Berat Kompos
Ratio C/N pH
Water Holding Capacity
Electric Conductivity
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KELAPA SAWIT
Kelapa sawit adalah salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomis dan prospek yang cerah untuk dikembangkan secara luas yang mana data total areal perkebunan kelapa sawit dan produksinya dari tahun 2006 – 2010 dapat dilihat pada tabel 2.1. Pada tahun 2010, menurut BPS (2011) total areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah seluas 8.548.828 ha dengan total produksi minyak mentah sawit atau crude palm oil (CPO) sebesar 22.496.857 ton. Sebanyak 16.291.856 ton dari produksi CPO ini diekspor ke beberapa negara Asia seperti Jepang, India, Vietnam, Malaysia, Pakistan, Arab Saudi dan beberapa negara lainnya [12].
Tabel 2.1 Data luas areal perkebunan kelapa sawit, produksi CPO, dan kernel di Indonesia dari tahun 2006 – 2010 [12]
Tahun Luas Areal (ha) Produksi CPO (ton) Produksi Kernel (ton)
2006 6.284.960 16.569.927 3.428.700
2007 6.853.916 17.796.374 4.017.477
2008 7.333.707 19.400.794 4.379.963
2009 8.548.828 21.390.326 4.829.123
2010 8.774.694 22.496.857 5.077.818
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa industri kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Oleh karena itu, dengan meningkatnya pertumbuhan produksi kelapa sawit maka jumlah limbah yang dihasilkan baik limbah padat dan cair juga semakin besar. Upaya untuk mengatasi limbah padat, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) melakukan teknologi pengomposan dengan memanfaatkan hasil limbah pabrik menjadi kompos yang memiliki nilai ekologi dan ekonomi yang tinggi.
2.2 TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
berbentuk seperti tongkat yang secara keseluruhan membentuk ikatan pembuluh [13]. TKKS merupakan sampah residu yang dihasilkan dari industri kelapa sawit. Tandan tersebut disterilkan dalam sterilisasi uap horizontal untuk menonaktifkan enzim yang ada. Tandan disterilkan dengan cara dimasukkan ke drum perontok
rotary untuk melepaskan buah dari tandan. TKKS berwarna cokelat kering dengan bentuk yang tidak seragam dan bobot rendah. Panjang dan lebar tergantung pada ukuran tandan buah segar dan dapat bervariasi dari panjang 17 – 30 cm dan lebar 25 – 35 cm. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan bahan organik yang mengandung: 42,8% C; 2,90% K2O; 0,80% N; 0,22% P2O5; 0,30% MgO dan unsur – unsur mikro antara lain 10 ppm B, 23 ppm Cu, dan 51 ppm Zn. Dalam setiap 1 ton tandan kosong kelapa sawit mengandung unsur hara yang setara dengan 3 kg urea, 0,6 kg RP, 12 kg MOP [14].
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Produktivitas TBS bila menggunakan bibit unggul akan menghasilkan TBS mencapai 20-25 ton TBS/ha/tahun [1] dan menurut Baharuddin et al.setiap satu ton total limbah TBS terdiri dari 23% TKKS, mesocarp fibre12%, cangkang 5% dan POME 60% [6].Sehingga dari data luas areal perkebunan kelapa sawit BPS 2011 dapat dikalkulasikan jumlah TBS dan TKKS pertahun [12].
Tabel 2.2 Data Jumlah Kalkulasi TBS dan TKKS di Indonesia dari 2006-2010 Tahun Luas Areal (ha) Produksi TBS (ton) Produksi TKKS
(ton)
2006 6.284.960 141.411.600 32.524.668
2007 6.853.916 154.213.110 35.469.015
2008 7.333.707 165.008.408 37.951.934
2009 8.548.828 192.348.630 44.240.185
2010 8.774.694 197.430.615 45.409.041
Keunggulan kompos TKKS meliputi: kandungan kalium yang tinggi, tanpa penambahan starter dan bahan kimia, memperkaya unsur hara yang ada di dalam tanah, dan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi. Menurut Sakiah (2012), kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain: 1. Memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan
2. Membantu kelarutan unsur – unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman
4. Merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah
5. Dapat diaplikasikan pada sembarang musim [15]
Gambar 2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) [14]
2.3 KOMPOS
Kompos adalah hasil penguraian bahan organik melalui proses biologis dengan bantuan organisme pengurai. Proses penguraian dapat berlangsung secara aerob (dengan udara) maupun anaerob (tanpa bantuan udara) [16]. Kompos dari limbah padat organik semakin penting di seluruh dunia, dalam kerangka terpadu manajemen limbah padat dan khususnya pengalihan biodegradables dari penimbunan [17].
Kompos merupakan produk dari proses dekomposisi limbah padat secara biologis di bawah keadaan aerobik untuk dijadikan pupuk pertanian (UNEP). Kompos juga didefinisikan sebagai kondisioner tanah organik yang telah distabilisasi sehingga menyerupai humus, bebas dari patogen bagi manusia dan tanaman, tidak mengandung biji tanaman, tidak menarik serangga atau vektor penyakit untuk hidup pada tanah tersebut, dan berguna bagi perkembangan tanaman. Menurut Haug (1993), fungsi dari kompos pada tanah adalah:
2. Kompos dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman komersial dan rumahan. Kompos yang stabil dapat mengurangi patogen tanaman dan meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit tanaman.
3. Kompos mengandung nutrien antara lain nitrogen, pospor, dan berbagai tra ce elements lain yang dapat berguna sebagai pupuk dan soil conditioner [18]. Menurut Budi et al (2009), fungsi utama kompos adalah membantu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Secara fisik, kompos dapat menggemburkan tanah, aplikasi kompos pada tanah akan meningkatkan jumlah rongga sehingga tanah menjadi gembur. Sementara sifat kimia yang mampu dibenahi dengan aplikasi kompos adalah meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada tanah dan dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air (water holding capacity). Sedangkan untuk perbaikan sifat biologi, kompos dapat meningkatkan populasi mikroorganisme dalam tanah. Keunggulan kompos adalah kandungan unsur hara makro maupun mikronya yang lengkap. Unsur hara makro yang terkandung dalam kompos antara lain N, P, K, Ca, Mg, dan S, sedangkan Fe, Mn, Zn, Cl, Cu, Mo, Na, dan B [19].
2.4 COMPOSTING
Menurut Haug (1993), composting adalah proses penguraian secara biologis dan stabilisasi materi organik dalam keadaan yang memungkinkan untuk perkembangan temperatur thermophilic sebagai hasil dari panas secara biologis untuk menghasilkan produk yang stabil, bebas patogen dan biji tanaman, dan dapat digunakan di tanah. Selain itu, composting juga dapat diartikan sebagai proses stabilisasi dari limbah yang membutuhkan kadar air dan aerasi dalam menghasilkan temperatur thermophilic. Temperatur thermophilic digunakan untuk membunuh patogen dan destruksi dari biji-biji tanaman yang ada dalam bahan kompos [18].
cukup makro dan mikronutrisi, oksigen, dan air. Organisme ini mengalami tingkat pertumbuhan yang optimal hanya dalam suhu tertentu dan rentang pH [20].
Pengomposan dapat terjadi secara alamiah maupun dengan bantuan manusia. Pengomposan secara alamiah yaitu dengan cara penumpukan sampah di alam, sedangkan pengomposan dengan bantuan manusia yaitu dengan cara menggunakan teknologi modern maupun dengan menggunakan bahan bioaktivator dan menciptakan kondisi ideal sehingga proses pengomposan dapat terjadi secara optimal dan menghasilkan kompos berkualitas tinggi. Untuk dapat membuat kompos dengan kualitas baik, diperlukan pemahaman proses pengomposan yang baik pula. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap awal proses, oksigen dan senyawa – senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik yang kemudian akan digantikan oleh bakteri
termofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat, kemudian akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga mencapai 70 °C. Suhu akan tetap tinggi selama fase pematangan.
Gambar 2.2 Perubahan Suhu dan Pertumbuhan Mikroba Selama Proses Pengomposan [19]
menguraikan bahan organik menjadi NH+, CO, uap air dan panas melalui sistem metabolisme dengan bantuan oksigen. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan hingga kembali mencapai suhu normal seperti tanah. Pada fase ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 50% dari bobot awal tergantung kadar air awal [19].
2.5WINDROW
Windrow merupakan metode tertua yang digunakan dalam pengomposan.
Windrow dapat dibuat dengan membuat gundukan setinggi 8 – 10 ft dengan lebar 20
– 25 ft ft. Dimensi dari tumpukan ini dapat dipengaruhi oleh alat pengaduk komposnya. Pengadukan dilakukan untuk mendapatkan suplai udara yang berfungsi
dalam pengaturan temperatur dan kelembaban. Pengadukan dapat juga menimbulkan
timbulnya bau karena kemungkinan terjadinya proses anaerobik pada tumpukan
kompos. Pengadukan tidak dilakukan terus menerus. Setelah 3 – 4 minggu, kompos
tidak perlu diaduk untuk mencapai periode curing. Pada periode ini residu materi
organik akan didekomposisi oleh fungi dan actinomycetes. Periode ini berlangsung
selama 3 – 4 minggu (Tchobanoglous, 1993). Adapun gundukan minimum yang
disarankan Raabe (2007) pada pengomposan windrow berukuran 36" x 36" x 36"
(0,9144 m x 0,9144 m x 0,9144 m) untuk mencegah kehilangan panas dalam
pengomposan [9].
2.6 FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES
PENGOMPOSAN
Nutongkaew et al (2011) menjelaskan bahwa proses pengomposan dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Faktor yang paling penting termasuk suhu, kadar air, karbon-nitrogen rasio, tingkat laju aerasi, pH, dan fisik struktur bahan baku [21].
mikronutrien, sedangkan faktor lingkungan dibagi menjadi temperatur dan kadar air, sedangkan faktor lain seperti ukuran partikel, C/N, pencampuran dengan bahan lain, penambahan air, penambahan mikroorganisme, kadar air, pengadukan, temperatur, kontrol patogen, udara, pH, derajat dekomposisi, dan lahan pengomposan harus dikontrol [22]. Berikut ini penjelasan dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengomposan:
2.6.1 Nutrisi
Carbon (C), nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) adalah nutrisi utama yang dibutuhkan oleh mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan, serta nutrisi utama untuk tanaman dan akan mempengaruhi kualitas kompos. Hampir semua bahan organik yang digunakan untuk kompos mengandung semua nutrisi ini di berbagai tingkatan yang menggunakan mikroorganisme untuk energi dan pertumbuhan. Sebuah pasokan nutrisi tidak mencukupi atau berlebihan dapat menyebabkan kompos berkualitas rendah. Tirado (2008) menjelaskan efek menguntungkan dari kompos terhadap pertumbuhan tanaman dikaitkan dengan peningkatan pasokan nutrisi bagi tanaman [23].
2.6.2 Rasio C/N
C/N adalah salah satu makronutrien dengan kebutuhan relatif dalam proses selulernya sebesar 25 : 1 [24]. Karbon dan nitrogen digunakan dalam metabolisme mikroorganisme dan sintesis membran sel. Pemakaian karbon di dalam pengomposan digunakan sebagai sumber energi. Karbon digunakan pada pembentukan membran, protoplasma dan dinding sel produk sintesis serta mengoksidanya menjadi karbon dioksida. Sedangkan nitrogen digunakan dalam sintesa protein. Nitrogen juga digunakan sebagai nutrien atau senyawa esensial pada protoplasma. Selain itu, bakteri mengandung 7-11% nitrogen dalam berat kering, sedangkan fungi mengandung 4-6% nitrogen dalam berat kering. Oleh karenanya, perbandingan pemakaian karbon akan lebih tinggi dibanding nitrogen sehingga kebutuhannya pun akan lebih banyak [25].
pengomposan banyak nitrogen yang digunakan untuk sintesa protein sebagai bentuk aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan material organik [25].
2.6.3 Luas Permukaan dan Ukuran Partikel
Ukuran partikel bahan kompos berkaitan dengan nutrien misalnya distribusi nutrien yang tergantung pada ukuran partikel sampah. Secara teoritis, laju dekomposisi akan meningkat dengan partikel organik yang semakin kecil [25]. Reduksi ukuran partikel dapat dilakukan dengan pencacahan. Ukuran partikel mempengaruhi drag force antara partikel sampah, internal friction, dan bulk density.
Sebagian besar dari dekomposisi aerobik pengomposan terjadi pada permukaan partikel, karena oksigen bergerak mudah sebagai gas melalui ruang pori tapi jauh lebih lambat melalui bagian cair dan padat dari partikel. Partikel yang lebih kecil mengurangi porositas efektif. Kualitas kompos yang baik biasanya diperoleh ketika ukuran partikel berkisar dari rata-rata diameter 1/8-2 inci [23].
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area partikel dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan organik dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut [26].
Semakin kecil ukuran material, proses pengomposan akan lebih cepat dan lebih baik karena mikroorganisme lebih mudah beraktivitas mengolah dan membentuk koloni pada bahan yang sudah lembut (substrat) daripada bahan dengan ukuran besar. Ukuran bahan yang dianjurkan untuk pengomposan aerobik berkisar 1-7,5 cm. Oleh karena itu, sebaiknya bahan dicacah dengan mesin sehingga mikroorganisme lebih mudah mencernanya. Pencacahan sebaiknya tidak terlalu lembut seperti bubur karena bahan justru akan mengeluarkan kandungan airnya [27].
2.6.4 Temperatur
termofilik (di atas 40 °C). Kebanyakan pengomposan berlangsung pada suhu antara 45 °C dan 65 °C. Suhu termofilik merupakan kondisi suhu yang menghasilkan dekomposisi yang lebih cepat [23].
Peningkatan temperatur disebabkan oleh reaksi eksoterm dan aktifitas metabolisme mikroorganisme. Pada metode windrow, temperatur akan naik karena pengadukan dan hanya dapat dikontrol secara tidak langsung dengan pengukuran setelah pengadukan. Setelah pengadukan, biasanya temperatur akan turun 5 – 10°C, namun akan kembali naik setelah beberapa jam. Temperatur pada
windrow turun 10 – 15 hari setelah oksidasi organik, suhu akan dapat berhenti naik pada hari ke 9 atau ke 10 sehingga aktifitas mikroorganisme pun menurun [22].
2.6.5 pH
Pengontrolan pH sangat penting seperti temperatur dalam mengevaluasi aktifitas mikroorganisme dan kestabilan sampah. pH pengomposan awal sampah organik berkisar antara 5 -7. Pada awal pengomposan, pH akan turun sampai 5 atau kurang dari itu karena organik akan berada pada temperatur ambien dan aktifitas mikroorganisme mesofil akan meningkat dalam menduplikasi diri sehingga produksi asam organik akan meningkat dan pH akan turun. Pada saat
termofilik, temperatur akan naik dan terjadi aerobik proses sehingga pH akan naik sampai 8 – 8,5. Setelah kompos matang, pH akan turun menjadi 7 – 8 [22]. Pada pengomposan bahan dengan kandungan lignin yang tinggi dengan lumpur biologis, pH cenderung rendah yakni sekitar 5,1-5,5 [16].
2.6.6 Kadar Air
Moisture diperlukan untuk mendukung proses metabolisme mikroba dan merupakan suatu paremeter penting untuk dikendalikan dalam pengomposan [23]. Kelembaban yang optimum berkisar antara 50 – 60%. Kadar air dapat juga ditambahkan dengan penambahan air. Apabila kelembaban kompos kurang dari 40% maka reaksi akan melambat [22].
2.6.7 Penambahan Air, Mikroorganisme, dan Pencampuran Bahan Lain
Dua faktor desain yang menentukan penambahan air, mikroorganisme, dan pencampuran dengan bahan lain yang mengandung C/N yang tinggi adalah kelembaban dan nilai C/N. Untuk dapat mencapai C/N yang optimum, kompos dapat juga dicampurkan dengan bahan-bahan yang mengandung sumber karbon yang tinggi seperti kertas, daun, kotoran hewan, dan lumpur dari instalasi pengolahan air limbah. Untuk mendapatkan kadar karbon dan nitrogen yang sesuai dengan standar kompos, maka diperlukan informasi mengenai kandungan karbon dan nitrogen awal.
Kadar karbon dan nitrogen dapat diatur dengan melakukan pencampuran bahan-bahan kompos. Sebelumnya, bahan-bahan kompos ini telah diketahui kadar karbon dan nitrogen. Kemudian dilakukan perhitungan sebagai berikut :
Dimana x adalah perbandingan atau rasio jumlah banyaknya bahan 2 dan bahan 1. Kandungan karbon dan nitrogen ini dihitung berdasarkan kadar kedua unsur tersebut dalam jumlah kering [22]. Pencampuran dengan bahan lain menyebabkan pengontrolan terhadap kelembaban. Penambahan mikroorganisme juga dapat dilakukan untuk menghasilkan dekomposisi yang cepat.
2.6.8 Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk menambah atau mengurangi kelembaban pada kompos agar sampai pada kelembaban yang optimum. Pengadukan juga dapat dilakukan untuk meratakan distribusi nutrien untuk mikroorganisme. Pengadukan merupakan faktor yang penting dalam mengontrol kelembaban, kebutuhan udara atau oksigen untuk keadaan aerob. Untuk kompos dengan menggunakan sampah organik membutuhkan 15 hari periode pengomposan dengan kelembaban 50 -60% dan pengadukan lebih baik dilakukan setelah hari ketiga dan dilakukan setelah hari itu sampai mendapatkan pengadukan 4 – 5 kali [22]. Menurut Schlosset al
pengadukan 4 hari sekali relatif efektif dalam pencapaian suhu maksimum dan pengurangan kadar air [29].
Menurut Tirado sistem pengomposan yang efisien sangat berkorelasi dari pengaruh pengadukan. Oksigen sangat dibutuhkan dalam proses pengomposan aerob. Oksigen dapat diberikan dari proses pengadukan atau suplai oksigen secara langsung melalui diffuser. Pemberian oksigen dilakukan untuk mencapai tiga tujuan yakni :
1. Penguraian bahan organik (stoichiometric demands)
Oksigen dibutuhkan oleh bahan organik dalam proses dekomposisi (stoichiometric demands). Penguraian bahan organik tersebut tergantung jenis bahan organik dalam bahan kompos. Kebutuhan oksigen tersebut dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan stoikiometri.
2. Pengurangan kadar air dalam kompos (drying demands)
Pengurangan kadar air dalam kompos sangat penting terutama pada jenis pengomposan dengan bahan kompos basah seperti lumpur. Udara dapat dipanaskan oleh bahan kompos dan mengambil kandungan kadar air sehingga terjadi proses pengeringan.
3. Pengurangan panas yang dihasilkan oleh proses degradasi bahan organik (heat demands) [23]. Pengurangan panas pada proses pengomposan akibat proses degradasi sangat penting dalam mengatur temperatur kompos. Pada temperatur yang tinggi, mikroorganisme mesofilik akan mati sehingga dapat mempengaruhi proses pengomposan. Oleh karenanya, suplai oksigen sangat penting dalam pengomposan [30]
.
2.7 TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) SEBAGAI KOMPOS
DENGAN PENAMBAHAN PUPUK ORGANIK AKTIF (POA)
Banyak penelitian terdahulu dilakukan untuk pengolahan kompos dari TKKS. Zahrim dan Asis (2010) melakukan penelitian mengenai produksi semi-kompos tandan kosong kelapa sawit tanpa diparut dengan mencampurkan POME. Penelitian ini dilakukan tanpa memotong TKKS karena dengan memotong dan merobek TKKS dapat menyulitkan, dan limbah cair yang disemprotkan mudah tercuci dari tumpukan. Prosesnya dilakukan dengan metode open turned windrow
dengan dimensi area panjang 4 m, tinggi 1,5 mdan lebar 40 m. Setiap windrow
berisi sekitar 120 metrik ton TKKS dan 324 metrik ton POME. Setelah inokulasi dengan bakteri, TKKS disemprot dengan POME, proses pembalikan dilakukan dengan menggunakan traktor dilengkapi alat macerator untuk menghomogenkan kompos dan meningkatkan kemampuan aerasi. Proses pembalikan dilakukan pada hari ke-10, 20, 30 dan 40 dan pengambilan sampel untuk analisa dilakukan di sembilan titik pada unit widrow. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa total waktu pengomposan termasuk persiapan adalah sekitar 40-45 hari, temperatur selama pengomposan mengalami fluktuasi dimana suhu awal pengomposan adalah 53 °C. Setelah dua hari, suhu turun di bawah 50 °C, setelah dilakukan pembalikan pertama, terjadi peningkatkan suhu lebih dari 50 °C. Pada hari 10 sampai hari 25, suhu dipertahankan pada sekitar 45 sampai 55 °C dengan bantuan putar yang kecil, namun pembalikan pada hari ke 40 tidak terjadi peningkatan suhu dan untuk kandungan oksigen dipertahankan di atas 10%. Kompos yang dihasilkan memiliki kualitas pH 7,9 ; N 1,9%; P2O5 0,6 %; K2O 2,0%; MgO 0,8 % dan rasio C/N 20 [11].
Penelitian yang dilakukan oleh Raabe (2007) mengenai metode cepat pengomposan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi metode pengomposan yang baik dan efektif. Dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa tinggi minimum untuk pengomposan adalah 36” x 36” x 36” (0,9144 m x 0,9144 m x 0,9144 m) [9].
digunakan untuk bahan tambahan proses pengomposan. Proses dilakukan pada unit composter berbentuk blok yang disusun dari batu bata dengan dimensi panjang 2,1 m, lebar dan tinggi 1,5 m. Pada penelitian ini TKKS ditekan dan dirobek dengan ukuran panjang 15 sampai 20 cm, lalu dicampur di blok
composter dengan POME anaerobic sludge, rasio penambahan TKKS:POME sebanyak 1:1. Untuk mempertahankan kadar air tumpukan kompos, POME ditambahkan setiap tiga hari dengan menggunakan pompa dan penambahan POME dihentikan seminggu sebelum dilakukan panen, sedangkan pengadukan dilakukan tiga kali seminggu. Hasil yang diperoleh waktu pengomposan singkat, yaitu 40 hari dengan rasio C/N akhir 12,4. Suhu pengomposan selama pengolahan terjadi pada fase termofilik yaitu 60-67 0C, sedangkan pH tumpukan kompos hampir konstan selama proses berkisar 8,1-8,6. Kadar air kompos mengalami penurunan dari awal sampai akhir composting yaitu dari 64,5 % menjadi 52 % dan banyaknya jumlah nutrisi serta rendahnya tingkat logam berat yang terdapat pada kompos [7].
Penelitian yang dilakukan oleh Kananam et al. (2011) adalah untuk mengetahui perubahan biokimia pengomposan TKKS dengan lumpur decanter
dan kotoran ayam sebagai sumber nitrogen. Pada penelitian ini juga dilakukan penambahan tanah merah yang mengandung Fe, berfungsi untuk acceptor
elektron mikroorganisme dalam kondisi anaerobik, dan lumpur decanter yang digunakan berasal dari limbah pabrik kelapa sawit. Prosesnya divariasikan dalam kondisi aerobik dan anaerobik. Untuk kondisi aerobik pada penelitian ini ditambahkan benih mikroorganisme yang terdiri dari jamur (Corynascus sp.,
masing–masing komposter baik kondisi aerobik maupun anaerobik. Untuk kondisi aerobik tumpukan dibasahi dengan air dan kelembaban dipertahankan 50-70%, sedangkan tumpukan anaerobik juga dibasahi dengan air dengan kelembaban dijaga lebih dari 80%. Hasil yang diperoleh penggunaan lumpur decanter dan kotoran ayam dalam kondisi aerob dapat diselesaikan dalam waktu 30 hari sedangkan pada kondisi anaerob waktu pengomposan gagal diselesaikan dalam waktu 90 hari. Suhu awal pengomposan semua tumpukan 28 °C dan mengalami peningkatan setelah 2 hari, pada kondisi aerobik berkisar 49-59 °C dan kondisi anaerobik berkisar 31-34 °C, pH yang diperoleh untuk kedua kondisi selama pengomposan adalah 7,50 – 8,60. Jumlah pertumbuhan mikroba untuk kondisi aerobik meningkat setelah 15 hari pengomposan dan kemudian secara bertahap menurun dan konstan sampai akhir pengomposan, sedangkan untuk kondisi anaerobik pertumbuhan mikroba tidak mengalami perubahan pada saat pengomposan sedangkan bahan organik, karbon organik yang terkandung serta rasio C/N untuk semua tumpukan dan kondisi secara bertahap menurun selama waktu pengomposan [8].
Penelitian yang dilakukan oleh Samsu et al. (2010) mengenai pengaruh dari POME anaerobic sludge yang berasal dari 500 m3 closed anaerobic methane digested tank dengan TKKS yang telah ditekan dan dirobek pada proses pengomposan. POME anaerobic sludge yang digunakan berasal dari pengolahan biogas, limbah ini memiliki nutrisi dan sumber mikroba yang tinggi dan cocok digunakan untuk bahan tambahan proses pengomposan. Proses dilakukan pada unit composter berbentuk blok yang disusun dari batu bata dengan dimensi panjang 2,1 m, lebar dan tinggi 1,5 m. Pada penelitian ini TKKS ditekan dan dirobek dengan ukuran panjang 15 sampai 20 cm, lalu dicampur di blok
hampir konstan selama proses berkisar 8,1-8,6. Kadar air kompos mengalami penurunan dari awal sampai akhir composting yaitu dari 64,5 % menjadi 52 % dan banyaknya jumlah nutrisi serta rendahnya tingkat logam berat yang terdapat pada kompos [10].
2.8 PUPUK ORGANIK AKTIF DARI EFFLUENT PENGOLAHAN
LANJUT LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT
Effluent biogas adalah keluaran dari instalasi biogas yang merupakan by product dari sistem pengomposan anaerob yang bebas bakteri patogen dan dapat digunakan sebagai pupuk untuk menjaga kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman. Effluent mengandung unsur makro yang penting untuk pertumbuhan tanaman seperti unsur N, P, K, dan unsur mikro yaitu Cu, Fe, Mg, S, dan Zn [31]. Effluent dari biogas jika dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman dapat meningkatkan hasil pertanian dan dapat memperbaiki kesuburan tanah.
Menurut Junus (1998), effluent biogas yang keluar dari tangki pencerna (digester) terdiri dari dua komponen yaitu bagian padat dan cair. Limbah cair lebih banyak mengandung unsur N dan K sedangkan padatannya lebih banyak mengandung unsur P, seperti terlihat pada Tabel 2.3 [32].
Tabel 2.3 Kandungan Unsur Hara Limbah Biogas [32] Bahan N (%) P2O5 (%) K2O (%)
Padat 0,64 0,22 0,24
Cair 1,00 0,02 1,08
Pupuk organik yang baik memiliki beberapa ciri yaitu N harus berada dalam bentuk persenyawaan organik, tidak meninggalkan sisa asam organik di dalam tanah, dan mempunyai persenyawaan C yang tinggi. Persyaratan teknis minimal pupuk organik cair yang terdapat pada Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 diperlihatkan pada Tabel 2.4 [33].
Tabel 2.4 Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Aktif [33]
No Parameter Satuan Kandungan
1. C – Organik ppm ≥ 40.000
2. C/N Ratio - -
3. Ph - 4,8
4. Kadar Total
P2O5 ppm < 20.000
K2O ppm < 20.000
5. Kadar Unsur Mikro
Fe total ppm min 0, maks 800
Mn ppm min 0, maks 1.000
Berikut ini data POA effluent dari pengolahan LCPKS LP3M-Biogas USU yang akan digunakan sebagai bahan tambahan proses pengomposan TKKS : Tabel 2.5 Data POA Effluent Biogas dari Pengolahan LCPKS LP3M-Biogas USU
No Parameter Satuan Kandungan
1. Nitrogen % 0,10
2. P2O5total % 0,016
3. K2O % 0,167
4. MgO % 0,1
5. CaO mg/l ≤ 0,001
6. C- Organik % 0,58
7. pH - 8,09
8. Ratio C/N - 5,8
2.9 STANDAR KUALITAS KOMPOS DI INDONESIA
Standar kualitas kompos di Indonesia merujuk pada SNI 19-7030-2004 tentang parameter kualitas kompos seperti yang ditampilkan pada tabel 2.4 [28]. Regulasi tersebut diperlukan sebagai pembatasan produk limbah (kompos) yang didesain sebagai perubah tanah organik atau pupuk dimana fokus utamanya adalah terletak pada pembatasan penggunaan dalam pertimbangan aspek konservasi lingkungan tanah.
Tabel 2.6. Standar Kualitas Kompos [28]
No Parameter Satuan Minimum Maksimum
1 Kadar Air % - 50
2 Temperatur ⁰C Temperatur
air tanah
3 Warna Kehitaman
4 Bau Berbau tanah
5 Ukuran partikel Mm 0,55 25
6 Kemampuan ikat air
% 58
7 pH 6,8 7,49
8 Bahan asing % * 1,5
UnsurMakro
10 Nitrogen % 0,40 -
11 Karbon % 9,80 32
12 Pospor % 0,10 -
13 C/N rasio 10 20
14 Kalium % 0,20 *
UnsurMikro
15 Arsen mm/kg * 13
16 Kadmium mm/kg * 3
17 Kobal mm/kg * 34
18 Kromium mm/kg * 210
19 Tembaga mm/kg * 100
20 Merkuri mm/kg * 0,8
21 Nikel mm/kg * 62
22 Timbal mm/kg * 150
23 Selenium mm/kg * 2
24 Seng mm/kg * 500
Unsur lain
25 Kalsium % * 25,50
26 Magnesium % * 0,60
27 Besi % * 2,00
28 Alumunium % * 2,20
29 Mangan % * 0,10
Bakteri
30 Fecal Coli MPN/gr 1000
31 Salmonella sp MPN/4 gr 3
2.10 KEMATANGAN KOMPOS
Agar dapat digunakan sebagai pupuk bagi tanaman, kompos yang digunakan harus benar-benar stabil (matang). Menurut Sekarsari (2012) terdapat beberapa parameter yang digunakan sebagai indikator kematangan kompos yang terdapat pada tabel 2.7 [34].
Tabel 2.7. Parameter Kematangan Kompos [34]
2.11 PEMANFAATAN KOMPOS
Pemanfaatan kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa
Parameter Indikator
Suhu Stabil
pH Alkalis
Perbandingan C/N <20
Laju Respirasi <10 mg g-1 kompos
Warna Coklat Tua
Bau Earthy (bau tanah)
2.11.1. Aspek Bagi Tanah Dan Tanaman
a. Memperbaiki produktivitas dan kesuburan tanah
Pemakaian kompos dapat meningkatkan produktivitas tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi tanah. Secara fisik, kompos dapat menggemburkan tanah, meningkatkan pengikatan antar partikel dan kapasitas mengikat air sehingga dapat mencegah erosi dan longsor serta dapat mengurangi tercucinya nitrogen terlarut dan memperbaiki daya olah tanah. Sedangkan secara kimia, kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), ketersediaan unsur hara dan ketersediaan asam humat. Asam humat akan membantu meningkatkan proses pelapukan bahan mineral. Secara biologi, kompos merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme tanah, sehingga mikroorganisme akan berkembang lebih cepat dan dapat menambah kesuburan tanah [34].
b. Menyediakan hormon,vitamin dan nutrisi bagi tanaman
Setiap tanaman membutuhkan nutrisi (makanan) untuk kelangsungan hidupnya. Tanah yang baik mempunyai unsur hara yang dapat mencukupi kebutuhan tanaman. Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tanaman, unsur hara yang diperlukan tanaman dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
Unsur hara primer, yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlahbanyak seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S),Kalsium (Ca), Magnesium (Mg)
Unsur hara mikro, yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlahsedikit, seperti Tembaga (Cu), Seng (Zn), Klor (Cl), Boron (B),Mangan (Mn) dan Molibdenum (Mo) [34]
c. Memperbaiki struktur tanah
menjadi penyeimbang tingkat kerekatan tanah. Selain itu, kehadiran kompos pada tanah menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas pada tanah. Dengan demikian, tanah yang semula keras dan sulit ditembus air maupun udara, kini dapat menjadi gembur akibat aktivitas mikroorganisme. Struktur tanah yang gembur amat baik bagi tanaman [34]. d. Menambah kemampuan tanah untuk menahan air
Tanah yang bercampur dengan bahan organik seperti kompos mempunyai pori-pori dengan daya rekat yang lebih baik sehingga mampu mengikat serta menahan ketersediaan air di dalam tanah. Kompos dapat menahan erosi secara langsung. Hujan yang turun deras mengenai permukaan tanah akan mengikis tanah sehingga unsur hara terangkut habis oleh air hujan. Dengan adanya kompos, tanah terlapisi secara fisik sehingga tidak mudah terkikis dan akar tanaman terlindungi. Kemampuan tanah untuk menahan air ini (water holding capacity) berhubungan erat dengan besarnya kadar air dalam gundukan kompos [34].
2.11.2. Aspek Ekonomi
a. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah b. Mengurangi volume/ukuran limbah
c. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
d. Proses pengomposan dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah [34].
2.11.3. Aspek Lingkungan
a. Membantu meringankan beban pengelolaan sampah
2.12 POTENSI EKONOMI
Penelitian kompos ini dapat diterapkan dalam skala home industry ataupun dalam skala pabrik. Namun pada potensi ekonomi ini akan dihitung pada skala
home industry dengan pengolahan TKKS sebanyak 1.500 kg/hari. Dimana bahan baku TKKS yang digunakan berasal dari PKS Sei Mangke PTPN III dan POA yang berasal dari plant biogas LP2M Biogas USU, serta lokasi pembuatan kompos dilakukan pada LP2M USU. Rincian biaya ditunjukan dalam tabel 2.4 berikut
Tabel 2.8 Rincian Biaya Pembuatan Kompos
No enis Biaya umlah Satuan @Harga (Rp) Biaya (Rp) 300.000
nsportasi 500.000
rja Harian 100.000
900.000
Dari rincian biaya pembuatan kompos diatas, maka total biaya pembuatan kompos kg/hari adalah :
Rp. 900.000 / 1.500 kg = Rp 600 /kg
Dari pengolahan 1 kg TKKS menghasilkan ± 0,8 kg kompos, sehingga dari pengolahan 1.500 kg TKKS akan menghasilkan kompos sebanyak
1.500 kg x 0,8 = 1.200 kg/hari
Harga 1 kg kompos TKKS yang dijual dipasaran adalah Rp 1.000/kg, maka dapat dihitung besar harga penjualan adalah sebagai berikut:
1.200 kg x Rp. 1.000 = Rp. 1.200.000
Sehingga keuntungan yang didapat perharinya adalah : Harga total penjualan Rp. 1.200.000
Biaya operasi Rp. 900.000 Rp. 300.000
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Pilot Plant Pembangkit Listrik Tenaga Biogas, Pusdiklat LPPM, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
3.2. BAHAN
3.2.1 Bahan Utama
1. Sampel TKKS dari PKS Sei Mangkei dan PKS PTPN III Kebun Rambutan
2. Sampel POA Effluent biogas hasil pengolahan LCPKS dari Pilot Plant Pembangkit Listrik Tenaga Biogas, Pusdiklat LPPM, USU, Medan
3.2.2 Bahan Analisa
1. H2O (Aquades)
3.3 PERALATAN PENELITIAN
3.3.1 Peralatan Utama
1. Komposter dengan diameter 0,45 m dan tinggi 3 m 2. Termometer
3. Timbangan
4. Alat Pemotong (Parang)
3.3.2 Peralatan Analisa
1. pH meter 2. Magnetic Stirer
3. Oven 4. Cawan 5. Kertas Saring 6. Desikator
10. Electric Conductivity meter
3.4 PROSEDUR PENELITIAN
3.4.1 Proses Pengomposan
1. Komposter kosong disiapkan.
2. Dipotong TKKS sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan yaitu 1/4.
3. TKKS yang telah disiapkan dimasukan kedalam komposter hingga penuh.
4. Ditambahan POA hingga mencapai kadar air optimum 55 – 65% dan dijaga dengan cara penambahan selama proses pengomposan terjadi.
5. Dilakukan variasi sirkulasi: Tanpa sirkulasi
Sirkulasi 3 hari sekali Sirkulasi 5 hari sekali
6. Pengambilan sampel dilakukan di tiga titik penyamplingan sebelum proses pengadukan (bagian atas, tengah dan bawah). 7. Pengukuran temperatur dilakukan setiap hari, pada pagi dan sore
hari.
8. Dilakukan analisa pH setiap hari. 9. Dilakukan analisa MC setiap hari.
10. Dilakukan analisa C/N awal bahan, setiap 10 hari serta setelah terjadinya proses pengomposan.
3.5 PROSEDUR ANALISA
3.5.1 Prosedur Analisa Moisture Content
1. Sampel ditimbang sebanyak 5 gr di tiga titik penyamplingan (atas, tengah, dan bawah
2. Cawan kosong ditimbang beratnya
3. Sampel yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam cawan 4. Cawan berisi ditimbang beratnya
5. Berat sampel di dalam cawan dihitung sebagai berat awal sampel 6. Dimasukkan ke dalam oven, suhunya diset 120 oC selama 4 jam 7. Didinginkan dalam desikator
8. Beratnya ditimbang kembali MC dihitung dengan rumus :
3.5.2 Prosedur Analisa pH
Pengukuran pH dilakukan pada sampel kompos dengan menggunakan pH meter digital. Prosedur analisa pH dilakukan dengan menggunakan prosedur yang telah dilakukan Sekarsari (2011) dan Amanah (2012). Berikut ini adalah cara menganalisa pH pada kompos:
1. Ditimbang kompos sebanyak 1 g dan ditempatkan di beaker glass
2. Ditambahkan aquades sebanyak 100 ml ke dalam beaker glass
3. Digoncang pada magnetic stirer selama 30 menit 4. Diukur pH suspensi kompos pada alat pH meter
3.5.3 Prosedur Analisa Temperatur
3.5.4 Prosedur Analisa Water Holding Capacity
Water Holding Capacity atau kemampuan ikat air dinyatakan dalam satuan persen (%), sesuai dengan satuan SNI 19-7030-2004. Dasar penetapan
Water Holding Capacity merupakan kadar penguraian air yang ditambahkan dengan air yang berhasil melewati kertas filter saringan dalam bucket analysys dalam 24 jam. Berikut ini adalah langkah – langkah menganalisa
Water Holding Capacity:
1. Diayak kompos matang sebanyak 50 gram
2. Dimasukkan kompos yang telah diayak ke dalam bucket
berlubang yang telah dilapisi dengan kertas filter
3. Kemudian ditambahkan air sebanyak 50 ml dan didiamkan selama 24 jam
4. Dihitung volume air yang berhasil melewati kertas saring dengan persamaan:
100% Va
Vb -Va (%) WHC
Keterangan :
Va : volume air yang ditambahkan (50 ml)
Vb : volume air yang lolos melalui kertas saring (ml)
3.5.5 Prosedur Analisa Electrical Conductivity
Pengukuran electrical conductivity dilakukan pada sampel kompos dengan menggunakan electrical conductivity meter digital. Prosedur analisa electrical conductivity dilakukan dengan menggunakan prosedur yang telah dilakukan Whitney (2007). Berikut ini adalah cara menganalisa
electrical conductivity pada kompos:
1. Ditimbang kompos sebanyak 10 g dan ditempatkan di beaker glass
2. Ditambahkan aquades sebanyak 20 ml ke dalam beaker glass
3. Digoncang pada magnetic stirer selama 15 menit
5. Diatur electrical conductivity meter untuk membaca 1,412 dS/m 6. Ditempatkan electrical conductivity meter pada suspensi kompos 7. Diukur electrical conductivity suspensi kompos
3.5.6Analisa Perbandingan C/N dan Bahan Organik Lainnya
3.6 SKEMA ALAT KOMPOSTER
Komposter yang digunakan dalam proses pengomposan ini terbuat dari drum yang memiliki diameter 0,45 m dan tinggi 3 m. Pada komposter ini terdapat 3 lubang tempat pengambilan sampel, tempat untuk sirkulasi dan tempat untuk mengukur suhu. Adapun bentuk komposter disajikan pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Skema Komposter Lubang Asupan
Oksigen
Tempat Pencuplikan sampel dan pengukuran suhu
Tempat untuk sirkulasi
Diameter Komposter: 0,45 m Tinggi Komposter: 3 m Jumlah lubang asupan ud