• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANFAAT KAJIAN FILASAFAT, NILAI ETIKA DAN PRAGMATIS ILMU PENGETAHUAN UNTUK MELAKUKAN PENELITIAN ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANFAAT KAJIAN FILASAFAT, NILAI ETIKA DAN PRAGMATIS ILMU PENGETAHUAN UNTUK MELAKUKAN PENELITIAN ILMIAH"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MANFAAT KAJIAN FILASAFAT, NILAI ETIKA DAN

PRAGMATIS ILMU PENGETAHUAN UNTUK

MELAKUKAN PENELITIAN ILMIAH

Tjen Dravinne Winata

Universitas M.H. Thamrin Jakarta E-mail: tjendw@yahoo.com.sg

Abstrak: Untuk melakukan penelitian ilmiah yang benar, peserta didik tingkat akademi/universitas di Indonesia perlu mengetahui metode ilmiah, nilai etika dan nilai pragmatis yang dikaji dari filsafat ilmu pengetahuan. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang peraturan-peraturan metode ilmiah dalam melakukan penelitian ilmiah, melalui kajian filsafat ilmu pengetahuan, nilai etika dan nilai pragmatis dalam mencari kebenaran ilmu pengetahuan. Jenis penelitian ini adalah kajian pustaka dengan pendekatan secara retrospektif kualitatif. Dapat disimpulkan bahwa: (1) Metode ilmiah yang dilaksanakan secara bertanggungjawab sesuai hukum dan peraturan-peraturan penelitian, akan menjamin kesahihan hasil penelitian. 2. Hal mendasar dalam melakukan penelitian ilmiah adalah sistematis, benar, jelas dan logis dengan metode ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan serta sesuai hukum atau aturan penelitian. (3) Metode ilmiah sebagai langkah-langkah, hukum atau aturan dalam mencari kebenaran ilmu pengetahuan adalah: (a) Perumusan masalah, (b) Pengajuan hipotesis, (c) Proses deduksi hipotesis melalui kajian literatur, (d) Pembuktian hipotesis melalui proses induksi, (e) Penerimaan hasil penelitian menjadi ilmu atau teori ilmiah baru yang bersifat kontruktif.

Kata kunci: metode ilmiah, ilmu, pengetahuan, penelitian.

Abstract: To conduct a scientific research, the students of the Academy/University in Indonesia need to know the scientific method, ethical values and the value of the examined from pragmatic philosophy of science.The purpose of this paper is to obtain an overview of the rules of the scientific method in conducting a scientific research, through the study of philosophy of science, ethics, values and pragmatic value in searching for the truth of science. The method used literature review with a qualitative retrospective approach. It can be concluded that: (1) the scientific method that is implemented in a responsible and legal research, regulations would ensure the validity of research results, (2) The fundamental thing in conducting scientific research is a systematic, correct, clear and logical scientific methods as well as appropriate defensible laws or rules of the study, (3) The scientific method as measures, laws or rules in seeking the truth of science are: (a) formulation of the problem, (b) the filing of a hypothesis, (c) the process of deduction hypothesis through the study of literature, (d) Proving the hypothesis through the process of induction, (e) the acceptance of the results of the research become a new scientific theory or science that is constructive. Key words: scientific method, science, knowledge, research.

PENDAHULUAN

Latar belakang penulisan makalah ini adalah perlunya upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dimana salah satunya melalui penerapan metode ilmiah tanpa mengabaikan nilai etika dan nilai pragmatis dalam pelaksanaan penelitian ilmiah sebagai pemenuhan persyaratan kelulusan bagi peserta didik tingkat akademik/universitas di Indonesia. Hal ini mengingat masih terdapat peserta didik yang terpaksa drop out, karena sejak awal kurang memahami hukum atau peraturan-peraturan metode ilmiah dalam penelitiannya, sehingga tidak mampu menyelesaikan tugas akhir sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

Pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pengembangan intelektual dan profesionalisme masyarakat, serta perannya menjadi semakin penting saat Indonesia harus menjadi kuat dalam menghadapi persaingan global. Menurut USAID (2014),

berdasarkan hasil monitoring UNESCO terhadap fasilitas, akses, dan pemerataan atas distribusi institusi pendidikan telah terjadi penurunan peringkat kualitas pendidikan di Indonesia sebesar ±0,1% pada tahun 2011-2012. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang peraturan-peraturan metode ilmiah dalam melakukan penelitian ilmiah, melalui kajian filsafat ilmu pengetahuan, nilai etika dan nilai pragmatis dalam mencari kebenaran ilmu pengetahuan yang sudah berkembang sejak pertengahan abad ke 2. Jenis penelitian ini adalah kajian pustaka dengan pendekatan secara retrospektif kualitatif.

PEMBAHASAN

P e r b e d a a n P e n g e t a h u a n d a n P e n g a l a m a n Menurut Soekidjo N.(2005), perbedaan pengetahuan (knowledge) dengan ilmu (science) adalah hanya pada keguna untuk eksistensi kehidupan sehari-hari atau hanya

(2)

bersifat sebagai existensial pragmatis, yang diperoleh manusia dari bakatnya. Hal ini untuk mengetahui segala sesuatu yang berasal dari pengalaman persentuhan inderanya (empirisme) dengan obyek pada alam sekitar yang nyata maupun tidak. Pengalaman ini akan menjadi pengetahuan jika manusia membuat keputusan untuk mengolah obyek pengalaman, menurut sudut pandangnya berdasarkan akal budinya (rasionalisme). Perbedaan sudut pandang manusia ini yang membedakan pengetahuan yang dihasilkan sedangkan upaya mencari kaitan dan hubungan antara pengetahuan yang satu dengan yang lain telah memicu manusia untuk selalu berpikir analitik. Pengetahuan ini baru dapat disebut ilmu (science) jika sudah dikaji secara ilmiah, dengan kriteria: (1) mengandung 2 tingkat kesadaran yaitu: (a) Kesadaran tingkat pertama; kesadaran adanya obyek (dalam keyakinan), (b) Kesadaran tingkat kedua; kesadaran bahwa ia sadar adanya obyek (fakta/empiris berdasarkan panca indera sebagai alat bantu). (2) Jenis pengetahuan yang terdiri: (a) Pengetahuan khusus; pengetahuan hanya mengenai satu saja, contohnya segitiga lancip, meja makan, rumah joglo, (b) Pengetahuan umum; pengetahuan yang berlaku bagi seluruh jenis dan masing-masing dalam macamnya sendiri, contohnya segitiga, meja, rumah. (c) Pengetahuan biasa; pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari tanpa mengetahui lebih lanjut atau seluk beluknya, contohnya tahu tentang air, binatang, laut, (d) Pengetahuan tidak biasa; pengetahuan yang tidak sekedar apanya sesuatu, tetapi sampai pada mengapa dan bagaimana sesuatu itu ada.

Beberapa Dasar Ilmu Pengetahuan Menurut Soekidjo N. (2005):

“Ilmu pengetahuan harus didasarkan pembuktian pengetahuan yang berasal pengalaman empiris (fakta), dan dibatasi oleh sifat fenomena (gejala/kejadian/ keadaan pada suatu saat tertentu) terhadap suatu obyek yang menyentuh indera dan telah diolah dan diputuskan berdasarkan akal budi (rasio) subyek”.

Menurut Toeti N. (2005) dan Wikipedia (2014) bahwa terdapat 4 hal mendasar yang dipertanyakan tentang pengetahuan agar dapat dikategorikan menjadi ilmu pengetahuan ilmiah yaitu:

1. Sumber Pengetahuan; wilayah filsafat yang mempertanyakan tentang bagaimana cara pengetahuan diperoleh yakni (a) sumber rasio dan (b) religi yang dalam perkembangannya telah menyebabkan keberpihakan tentang sumber pengetahuan ini, dan membagi faham Filsafat menjadi 2, yaitu (1) Faham Rasionalisme, dipelopori oleh Rene Descartes sebagai Bapak Filsafat Rasionalisme/Bapak Filsafat Modern, diikuti oleh Spinoza dan Reibnis. Faham ini berkembang di Eropa dan dikenal sebagai Filsafat Anglosaxon, mengakui rasio/akal/pikiran sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan yang pasti benar, selanjutnya dikenal sebagai cara berpikir deduktif. Pengetahuan yang dihasilkan adalah pengetahuan apriori yang mengandalkan pengetahuan akal budi atau pengetahuan sebelum tahu atau mendahului pengalaman; (2) Faham Empirisme; dipelopori oleh David Hume diikuti oleh Berkeley dan John Lock, yang berkembang di Inggris dan dikenal sebagai Filsafat continental, faham ini mengakui indera dalam memperoleh pengetahuan berdasarkan fakta-fakta dari pengalaman empiris sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan yang pasti benar karena akal budi hanya dapat berfungsi kalau ada acuannya realitas atau pengalaman, selanjutnya dikenal sebagai cara berpikir induktif. Pengetahuan yang dihasilkan adalah pengetahuan aposteriori, yaitu pengetahuan berdasarkan pengalaman panca indera yang sudah dibuktikan kebenaran faktanya.

Faham Sintesis; yang dipelopori oleh Immanuel Kant merupakan upaya sintesis atau penggabungan kedua faham Rasionalisme dan Empirisme, faham ini yang percaya bahwa pengetahuan harus didukung oleh kedua sumber yang ada, baik sumber pengetahuan berdasarkan pertimbangan rasio maupun pengetahuan empiris yang tertangkap dalam ruang dan waktu. Pengalaman (empirisme) yang diperoleh melalui indera penting sebagai dasar membentuk pengetahuan, akal budi (rasionalisme) juga penting untuk mengolah pengalaman tersebut.

(3)

Menurut Immanuel Kant:

“pengetahuan tanpa rasio adalah buta, pengetahuan tanpa empiri adalah kosong”. Ilmu Pengetahuan harus merupakan hasil dari perpaduan kedua sumber pengetahuan rasio dan empiris atau cara berpikit deduktif (rasio) dan induktif (pengalaman empiris indera)”. Masalah lainnya adalah adanya perbedaan antara individu yang satu dengan individu yang lain, dimana apa yang sama-sama dialami secara fisik/indera manusia oleh masing-masing individu, akan memberikan kesan persepsi yang diterima/pengalaman berbeda-beda pada masing-masing individu. Dengan kata lain pengetahuan yang berawal dari pengalaman sehari-hari yang sama (misalnya bahasa dan pengalaman), dapat berkembang menjadi teori yang berbeda, sebagai akibat cara berpikir/akal sehat/penalaran akal budi/fokus pengamatan yang berbeda. sebagai contoh teori figure-ground phenomena atau Psikologi Gestalt, dimana manusia dapat dengan mudah menangkap bentuk/figure, karena ada kontur (garis bentuk) yang membatasi bentuk dari latar di belakangnya. Untuk dapat melihat gambar latar berupa 2 (dua) wajah saling berhadapan, menurut Psikologi Gestalt, manusia dituntut melakukan pengamatan lebih terhadap bagian-bagian dari bentuk yang harus tampak terorganisir.

Gambar 1. Psikologi Gestalt, Figure- ground Phenomena. Bentuk/figure (Warna Hitam- Vas Bunga) dan Latar/ground (Warna Putih - Dua Wajah Saling Berhadapan). Sumber www.File: Multistability, Wikipedia, the Free Encyclopedia-en.wikipedia . org/ wiki/gestalt_psychology.

2. Batas-batas Pengetahuan; adalah pada apa yang kita ketahui dan apa yang tidak kita ketahui dan tercakup dalam ruang dan waktu. Hal ini dibedakan menjadi: (1) Fenomenon (gejala); batas pengetahuan yang dapat di

ketahui, dan dapat ditangkap oleh panca indera serta prinsip bahwa semua yang di lihat ini adalah gejala; dan (2) Nomenon; sesuatu yang tidak diketahui dan berada di luar jangkauan indera kita, tetapi sangat nyata dan sangat mempengaruhi dan sangat berarti dalam menata hidup agar kita menjadi orang yang bermoral dan beragama, misalnya Tuhan, jagat raya, nasib manusia, jiwa, ide, dan lain lain.

3. Struktur Pengetahuan; dibedakan menjadi dua yaitu Subyek dan Obyek dengan batas-batas tertentu. Rene Descartes membedakan batas-batas subyek dan obyek menjadi 2 substansi kesadaran, yaitu (a) Res Cogitans; kesadaran subyek tentang kehadiran dan keberadaannya. Dengan moto: Saya berpikir maka saya ada (cogito ergo sum), Aku merupakan kesadaran, dan (b) Res extensa; keluasan obyek yang dihadapi kesadaran (substansi res extensa).

4. Keabsahan Pengetahuan; dibedakan berdasarkan 3 teori kebenaran pengetahuan, yaitu: (a) Kebenaran Koherensi; jika tidak ada kontradiksi antara gagasan yang satu dengan gagasan yang lain, maka kedua gagasan bersifat koheren atau konsisten karena kedua gagasan tersebut sama. Sebagai contoh, suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu (misalnya pada proposisi tentatif/hipotesis) bersifat koheren atau konsisten dengan hasil penelitian/teori/ pernyataan sebelumnya (b) Kebenaran Korespondensi (veritas est adaequatio rei et intellectus); jika ada persesuaian atau hubungan antara ide (gagasan pada proposisi tentatif/hipotesis) dengan deskripsi realitas obyek dari ide atau fakta empiris hasil penelitian/ observasi/ eksperimen. Sebagai contoh, ide atau gagasan baru dianggap benar jika hasil survei memang benar, misalnya ide bahwa semua peserta didik S3 mempunyai mobil mewah. Untuk menyatakan bahwa ide ini benar maka harus dilakukan survei dahulu. Jadi suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung dalam pernyataan tersebut, berkorespondensi (ada persesuaian/hubungan) dengan obyek (deskripsi realitas obyek/hasil penelitian) yang dituju oleh pernyataan tersebut; dan (c) Kebenaran Pragmatis; jika ada

(4)

kebenaran yang bersifat konstruktif dan asas manfaat bagi kesejahteraan masyarakat diukur dengan kriteria lain selain nilai benar. Sebagai contoh, kriteria fungsional dalam kehidupan praktis, nilai mantap, mahal, ekonomis untuk konstruksi jembatan, atau nilai aman dan etis untuk bedah jantung dan lain-lain. Contoh kebenaran pragmatis ilmu adalah jika ilmu itu bermanfaat, aman dan etis walau tidak koheren atau tidak korenpondensi, misalnya pada Ilmu Bedah Jantung.

Menurut Toeti N. (2005): “Hakikat kebenaran ilmu pengetahuan, harus dapat diverifikasi/dipertanggung-jawabkan lewat metodologi sebagai jalan yang harus dilalui/ditempuh untuk mengubah pengetahuan menjadi ilmu dan pelaksanaannya harus jelas dan logis”.

Perbedaaan Pengetahuan (Knowledge) dan Ilmu Pengetahuan (Science)

Menurut Soekidjo N. (2005), seumum-umumnya ilmu pengetahuan masih harus didasarkan pada pembuktian ilmiah, baik berdasarkan pengalaman empiris maupun keputusan rasio yang mendalam. Jadi bukan sekedar mengetahui obyeknya saja tetapi penalarannya harus mencakup: (1) Penyelidikan/penelitian dengan cara/metode tertentu, dan (2) Dari hasil penyelidikan tersebut disusun teori yang sistematis, logis dan obyektif. Dengan kata lain ilmu adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri: 1. Ada Obyek; Obyek Ilmu Pengetahuan dibedakan menjadi obyek material sebagai obyek yang diselidiki, yang dapat sama atau juga umum serta obyek formal sebagai obyek khusus dari sudut mana ilmu itu dikaji dan yang mencirikan/membedakan ilmu satu dengan ilmu yang lain). Contohnya pada Sosiologi dan Psikologi, obyek materia manusia, akan tetapi untuk obyek formalnya berbeda. Obyek formal untuk Sosiologi adalah kebudayaan manusia, sementara obyek formal Psikologi pada keadaan psikologis manusia.

2. Ada Metode (Metodologi); yang menjamin untuk mencari kebenaran ilmu, berupa 3 sistem langkah atau peraturan yang menyangkut prosedur dalam rangka memperoleh pengetahuan yang disebut ilmu, yaitu:

(a) Proses Induksi; mengandalkan pengetahuan dari fakta-fakta pengalaman empiris yang dikumpulkan oleh masyarakat ilmiah sebagai hasil pengamatan indera dan dinilai paling penting oleh Thomas Kuhn. (b) Proses Deduksi; mengandalkan pengetahuan berdasarkan nalar/akal budi/rasio, yang dikenal sebagai dunia ide dan dinilai paling penting oleh Carl Popper. (c) Bahasa Ilmiah yang sangat erat hubungannya dengan logika dan statistika sebagai sarana berpikir ilmiah.

3. Disusun secara Sistematis mengikuti Logika Tertentu Ada 6 langkah dan 5 komponen informasi penting dalam pencarian kebenaran pengetahuan, yang harus dilaksanakan secara sistematis menurut urutan logika berpikir deduktif dan induktif, yaitu:

a) Langkah 1: Penemuan atau Penentuan masalah (informasi pertama -masalah); Persepsi dan bahasa sebagai pengalaman sehari-hari masyarakat ilmiah. Persepsi adalah apa yang dilihat sehari-hari, variabel yang mempengaruhi persepsi: (1) atribut obyek persepsi, (2) situasi lingkungan sosial persepsi, dan (3) karakteristik subyek yang mempersepsi. Bahasa adalah bahasa yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat ilmiah, sedangkan pemurnian, adalah tuntutan agar persepsi dan bahasa (pengalaman sehari-hari) didefinisikan dengan akal sehat/rasio peneliti, terkendali/terarah sehingga menjadi istilah-istilah/konsep-konsep ilmiah yang dapat digunakan saat merumuskan masalah penelitian.

b) Langkah 2: Perumusan Kerangka Masalah atau mendeskripsikan masalah dengan jelas; Masalah penelitian (problem) adalah masalah-masalah yang dijumpai oleh masyarakat ilmiah dalam kehidupan sehari-hari, yang harus dirumuskan secara ilmiah dalam konteks yaitu: (1) Latar Belakang Penelitian; Masalah dapat terjadi jika ada kesalahan/ kekeliruan atau perbedaan antara kenyataan yang dijumpai di lapangan dengan apa yang seharusnya (teori-teori ilmu pengetahuan dari hasil-hasil penelitian terdahulu/dari kepustakaan/internet). Masalah-masalah yang dijumpai ini disampaikan secara ringkas sebagai pernyataan dalam latar belakang tentang perlunya dilakukan penelitian. (2) Tujuan Penelitian disampaikan

(5)

dalam bentuk pernyataan ringkas tentang upaya untuk menjawab permasalahan. (3) Pertanyaan Penelitian. Perumusan masalah yang dijumpai sebagai pertanyaan yang harus dijawab melalui pelaksanaan penelitian berdasarkan hukum/kaidah-kaidah metode penelitian ilmiah. (4) Jawaban sementara atas masalah/pertanyaan penelitian disampaikan dalam bentuk hipotesa penelitian. (5) Jawaban akhir atas masalah, tujuan dan pertanyaan penelitian harus disampaikan dalam kesimpulan dan saran atas kesimpulan penelitian.

c) Langkah 3: Pengajuan (perumusan) Hipotesis (informasi kedua-hipotesa). Hipotesis adalah proposisi tentatif sebagai hasil penggabungan konsep-konsep ilmiah dengan bahasa ilmiah, sehingga menjadi penyataan sementara peneliti yang dapat diverifikasi/dipertanggung-jawabkan dan berisi gagasan/tebakan/jawaban sementara atas pertanyaan/masalah penelitian. Hipotesis dirumuskan berdasarkan adanya hubungan (sebab akibat/koherensi/ korespondensi dan konsisten) antara masalah penelitian dengan teori-teori dari hasil penelitian terdahulu (yang disampaikan sebagai tinjauan pustaka/kerangka teori penelitian). (informasi ketiga-teori). Perumusan hipotesa sangat dipengaruhi oleh kemampuan pengetahuan tertentu dari peneliti, karena mengandalkan rasio/cara berpikir/penalaran akal budi peneliti dan bertumpu pada fokus pengamatan peneliti yang dipengaruhi oleh keluasan pengalaman empiris peneliti (sesuai kenyataan obyektif). d) Langkah 4: Deduksi dari hipotesis; proses identifikasi fakta-fakta apa yang dapat dilihat di lapangan dengan memanfaatkan logika deduksi. Logika adalah upaya pengkajian dengan berpikir secara sahih. Logika digunakan selama proses penalaran dalam mencari pengetahuan, agar pengetahuan yang dihasilkan melalui proses berpikir mempunyai dasar kebenaran sehingga kesimpulan yang dihasilkan dapat dianggap sahih. Logika deduktif adalah upaya penarikan kesimpulan dari hal-hal yang umum menjadi hal-hal yang bersifat khusus (umum ke umum atau umum ke khusus) dalam rangka menghasilkan ilmu deduktif. Dari berpikir secara logika deduktif akan

dihasilkan ilmu pengetahuan yang bersifat rasional, koheren (tidak ada kontradiksi) dan konsisten dengan ilmu pengetahuan yang sebelumnya (hasilnya pengetahuan apriori= mengandalkan pengetahuan terdahulu sebelum proses tahu atau mendahului pengalaman). Pola berpikir yang digunakan adalah Silogismus, yaitu dari dua premis (pernyataan) ditarik satu kesimpulan, sebagai contoh: 1. Premis mayor: semua mahluk hidup mempunyai mata 2. Premis minor: ikan adalah mahluk hidup

3. Kesimpulan: ikan mempunyai mata

e) Langkah 5: Pembuktian Hipotesis (Informasi keempat- Observasi/ eksperimen), melalui proses observasi/eksperimen/verifikasi/falsifikasi (error elimination); berdasarkan proses induksi yang dilakukan secara bersamaan dengan proses deduksi, untuk mengeliminasi kesalahan/kekeliruan agar tebakan/ pernyataan sementara peneliti (hipotesis) tidak salah/tidak keliru/tidak meleset dan kesimpulan dari fakta-fakta sesuai dengan hukum penelitian yang berlaku yaitu: (1) Hukum; yang dimaksud adalah dasar yang digunakan selama proses pembuktian kebenaran proposisi tentatif, k e b e n a r a n k a r e n a a d a n y a h u b u n g a n s e b a b akibat/kesesuaian/tidak kontradiksi/konsistensi antara obyek penelitian dan perlakuan yang diberikan selama observasi/eksperimen. Hukum dapat berupa: (a) Teori paradigma, teori dominan hasil penelitian terdahulu, yang dimanfaatkan sebagai dasar untuk membuktikan proposisi tentative; (b) Langkah-langkah Metode ilmiah/ siklus empiris yang harus dilaksanakan.; dan (c) Hukum alamiah yang berlaku pada obyek penelitian, misalnya hukum berat jenis pada zat cair. (2) Falsifikasi; adalah upaya untuk mencoba menghilangkan kesalahan/ kekeliruan, agar hipotesa (penyataan yang masih harus dibuktikan melalui penelitian/eksperimen/obeservasi) tidak salah/keliru/meleset dan agar hasil penelitian tidak bertentangan/kontradiksi dengan teori-teori ilmu pengetahuan terdahulu, akan tetapi bukan berarti anomali (penyimpangan terhadap teori-teori) tidak dimungkinkan, karena anomali-anomali ini dapat menjadi pemicu

(6)

munculnya paradigma baru (teori-teori dominan baru) jika didukung konsensus antara para peneliti (intersubyektif). (3) Proses Deduksi; proses pembuktian memanfaatkan rasio/akal budi peneliti dan logika deduktif, memanfaatkan kepustakaan teori-teori ilmu pengetahuan hasil penelitian terdahulu sebagai titik tolak kerangka teori. (4) Proses induksi; proses pembuktian memanfaatkan indera dan pengalaman empiris peneliti dan logika induktif melalui penarikkan kesimpulan dari hal-hal yang khusus menjadi hal-hal yang bersifat umum untuk menghasilkan ilmu-ilmu induktif dengan kriteria, bahwa suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung oleh pernyataan tersebut. Sebagai contoh penyataan sementara/proposisi tentatif/ hipotesa harus berkorespondensi/berhubungan atau ada persesuaian/koheren/ tidak kontradiktif dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut dengan kata lain deskripsi realitas obyek hasil penelitian harus sesuai hipotesa penelitian.

f) Langkah 6: Penerimaan Kesimpulan atau Hasil Pembuktian hipotesis menjadi teori ilmiah atau upaya generalisasi ilmu pengetahuan baru. (Informasi kelima-kesimpulan); Kesimpulan harus berisi jawaban atas pertanyaan penelitian, dirumuskan sebagai hasil dari proses pembuktian hipotesis, melalui upaya observasi/eksperimen/klasifikasi yang didasarkan pada metode ilmiah/hukum/peraturan-peraturan yang menyangkut prosedur untuk mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu dan menjadi dasar dalam merumuskan saran.

4. Menyangkut masyarakat profesional dan bersifat universal; Penelitian ilmiah dilakukan oleh ilmuwan dalam suatu masyarakat ilmiah tertentu secara profesional. Sifat universal ilmu pengetahuan didapat melalui upaya generalisasi teori hasil penelitian, dalam bentuk upaya yang bersifat kontruktif agar teori yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh peneliti lain demi kesejahteraan manusia.

Nilai Etika dan Nilai Pragmatis Ilmu Pengetahuan Beberapa hal yang yang harus dipertimbangkan agar ilmu pengetahuan yang baru dihasilkan dari penelitian, dapat dikategorikan sahih dan bersifat universal, yaitu: 1. Teori hasil penelitian merupakan hasil pembuktian atas tebakan/hipotesa/proposisi tentatif yang teruji atau dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya, termasuk kebenaran pragmatis (nilai aman, manfaat, etis, dan nilai lainnya selain nilai benar) serta harus bersifat obyektif (tetap ada walau subyek sudah meninggal), sehingga ilmu/teori/ide-ide yang dihasilkan akan menjadi warisan bagi generasi manusia selanjutnya

2. Proses pelaksanaan penelitian selain harus didasarkan atas hukum penelitian, juga harus didasarkan pada:(a) Kekuatan argumentasi, (b) Mempercayai cara berpikir rasional, (c) Bersifat terbuka terhadap kritik dan kebenaran yang lain; (d) Bersifat pragmatis (konstruktif) dan harus didasari sifat-sifat: (1) Azas manfaat bagi orang banyak; (2) Tidak merubah kodrat manusia; (3) Tidak merendahkan martabat manusia,(4) Tidak mencampuri permasalahan tentang kehidupan (misalnya penggunaan alat kontrasepsi masih bertentangan dengan beberapa hukum agama), dan (5) Netral dari nilai yang bersifat dogmatis (misal Tuhan menciptakan sesuatu/cara tertentu) dalam menafsirkan hakekat realitas.

Sesuai dengan norma etika penelitian yaitu nilai moral dalam pelaksanaan penelitian. Nilai etika mendorong orang-orang atas kesadaran, kemauan, dan keinginan bebasnya sendiri, untuk senantiasa menempatkan diri, bersikap, berperilaku, bertindak secara baik, benar, dan bertanggung jawab untuk menghindari hal-hal yang dinilai buruk dan salah oleh kaidah-kaidah moral, pandangan agama, dan pandangan hidup, serta oleh lingkungan sosial, budaya, dan kenyataan hidup di tengah masyarakat yang dipengaruhi dan terikat oleh perubahan-perubahan ruang dan waktu. Etika penelitian berperan sebagai rambu-rambu moral, untuk menjaga agar proses dan hasil penelitian maupun interaksi yang terjadi selama proses penelitian di antara peneliti dengan pemegang peran yang lain (promotor penelitian, dosen pembimbing, lembaga pendidikan, penyandang dana misalnya pabrik obat dan

(7)

obyek penelitian sebagai mahluk hidup, khususnya manusia), berlangsung sesuai dengan kaidah-kaidah moral. Nilai moral yang dikaji adalah terkait dengan nilai-nilai b u r u k ( e v i l / b a d / k e j a h a t a n ) d a n n i l a i - n i l a i kebaikan(good/keutamaan) tentang tingkah laku manusia maupun nilai etis dalam proses memperoleh maupun saat pemanfaatan ilmu serta pertanyaan-pertanyaan yang timbul karenanya. Contoh proses penelitian yang tidak sesuai etika adalah “plagiatisme”.

Metode Penelitian Ilmiah dan Ilmu Pengetahuan Uraian tentang ciri-ciri, cara-cara, nilai etika dan nilai pragmatis dalam mengubah pengetahuan masyarakat ilmiah agar dapat dikategorikan menjadi ilmu pengetahuan ilmiah yang bermanfaat bagi kesejahteraan manusia, menjadi hal mendasar yang harus diperhatikan. Dalam melakukan penelitian ilmiah yang sistematis, benar, jelas dan logis dengan metode ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan serta sesuai hukum atau aturan penelitian seperti yang terlihat pada gambar 2 berikut:

(8)

Metode ilmiah sebagai langkah-langkah, hukum atau aturan dalam mencari kebenaran ilmu pengetahuan adalah: (1) Perumusan masalah penelitian yang harus tergambar dalam latar belakang, tujuan dan pertanyaan penelitian; (2) Pengajuan hipotesis sebagai pernyataan atau jawaban sementara atas pertanyaan yang mewakili tujuan penelitian; (3) Proses deduksi hipotesis melalui kajian literatur agar hasil penelitian konsisten dan koheren dengan ilmu pengetahuan sebelumnya; (4) Pembuktian hipotesis melalui proses induksi (observasi/eksperimen/ verifikasi/falsifikasi atau error elimination agar tebakan keliru/tidak meleset) yang dilakukan secara bersamaan dengan proses deduksi tanpa mengabaikan nilai etika penelitian; sampai (5) Penerimaan hasil penelitian menjadi ilmu atau teori ilmiah baru yang bersifat kontruktif bagi kesejahteraan manusia karena bernilai pragmatis nilai manfaat, etis, aman, efisien, efektif, dan nilai lainnya.

PENUTUP Kesimpulan

1. Metode ilmiah yang dilaksanakan secara bertanggung-jawab sesuai hukum dan peraturan-peraturan penelitian, a k a n m e n j a m i n k e s a h i h a n h a s i l p e n e l i t i a n . 2. Hal mendasar dalam melakukan penelitian ilmiah adalah sistematis, benar, jelas dan logis dengan metode ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan serta sesuai hukum atau aturan penelitian.

3. Metode ilmiah sebagai langkah-langkah, hukum atau aturan dalam mencari kebenaran ilmu pengetahuan adalah: (a) Perumusan masalah, (b) Pengajuan hipotesis, (c) Proses deduksi hipotesis melalui kajian literatur, (d) Pembuktian hipotesis melalui proses induksi, (e) Penerimaan hasil penelitian menjadi ilmu atau teori ilmiah baru yang bersifat kontruktif.

Saran-saran

1. Perlu implementasi metode ilmiah yang benar dan bertanggung-jawab selama proses penelitian untuk Gambar 3. Piramida Ilmu Pengetahuan sebagai Langkah-langkah Ilmiah dalam Memperoleh Kebenaran Ilmu Pengetahuan.

(9)

peningkatan kualitas pendidikan setingkat akademik /universitas di Indonesia.

2. Perlu sosialisasi metode ilmiah sebagai bagian sistematika penelitian ilmiah melalui proses pendidikan maupun media informasi lain untuk mendukung peserta didik dalam melakukan penelitian ilmiah sebagai pemenuhan persyaratan kelulusan setingkat akademik ke atas.

DAFTAR PUSTAKA

Budi Sampurna. Kebijakan, Etika dan Hukum Perumah-sakitan. Makalah Diskusi Jenjang Pendidikan S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakart. 2008. Does Sampoerno. Penyelesaian Kasus Kelalaian Medis di RS. Makalah Diskusi Filsafat, Jenjang Pendidikan S3, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Jakarta. 2005.

Does Sampoerno. Visi Misi dan Pendekatan Kesehatan Masyarakat. Makalah Diskusi Filsafat, Jenjang Pendidikan S3, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakarta. 2005.

Does Sampoerno. Etika Kesehatan Masyarakat. Makalah Diskusi Filsafat, Jenjang Pendidikan S3, Fak. Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakarta. 2005. Does Sampoerno. Etika Kedokteran. Makalah Diskusi Filsafat, Jenjang Pendidikan S3, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakarta. 2005.

Does Sampoerno. Etika Kedokteran Gigi. Makalah Diskusi Filsafat, Jenjang Pendidikan S3, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakarta. 2005. http://www.indonesianembassy.org.uk/education/education_system 1.html, Education System in Indonesia, diunduh tanggal 21Maret 2014.

Samsi Jacobalis. Etika Rumah Sakit. Makalah Diskusi, Jenjang Pendidikan S2 Fak. Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.

Samsi Jacobalis. Komite Medis Organisasi Manajemen RS. Science Buddies, Step of Science Methode, diunduh 2014.

http://www.prestas0-iief.org/index.php/english/feature/68. Reflection on Education in Indonesia, USAID diunduh dari (2014) Soekidjo Notoatmodjo. Etika dan Hati Nurani. Tanpa Penerbit. Tanpa

Kota. Tanpa Tahun.

Soekidjo Notoatmodjo. Etika sebagai Cabang Filsafat. Tanpa Penerbit. Tanpa Kota. Tanpa Tahun.

Soekidjo Notoatmodjo. Etika: Kebebasan dan Tanggung Jawab, Hak dan Kewajiban. Tanpa Penerbit. Tanpa Kota. Tanpa Tahun. Soekidjo Notoatmodjo. Makalah Diskusi Filsafat, Jenjang Pendidikan S3, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakarta. 2005.

Soekidjo Notoatmodjo. Metode Ilmu Pengetahuan. Tanpa Penerbit. Tanpa Kota. Tanpa Tahun.

Soekidjo Notoatmodjo. Pengantar Filsafat. Tanpa Penerbit. Tanpa Kota. Tanpa Tahun.

Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-prinsip Logika sebagai Sarana Berpikir Ilmiah. Tanpa Penerbit. Tanpa Kota. Tanpa Tahun. Soekidjo Notoatmodjo. Proses Berpikir Ilmiah (Induksi-Deduksi) .

Tanpa Penerbit. Tanpa Kota. Tanpa Tahun.

Tuti Nurhadi . Aksiologi Ilmu Pengetahuan. Tanpa Penerbit. Tanpa Kota. Tanpa Tahun.

Tuti Nurhadi. Epistemiologi Ilmu Pengetahuan. Tanpa Penerbit. Tanpa Kota. Tanpa Tahun.

Tuti Nurhadi. Hakekat Ilmu dan Kebenaran Ilmiah. Tanpa Penerbit. Tanpa Kota. Tanpa Tahun.

Tuti Nurhadi. Ilmu Pengetahuan dan Etika. Tanpa Penerbit. Tanpa Kota. Tanpa Tahun.

Tuti Nurhadi. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Tanpa Penerbit. Tanpa Kota. Tanpa Tahun.

Tuti Nurhadi. Makalah Diskusi Filsafat Jenjang Pendidikan S3, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakarta. 2005.

Tuti Nurhadi. Ontologi Ilmu Pengetahuan. Tanpa Penerbit. Tanpa Kota. Tanpa Tahun.

Wikipedia. Pendidikan di Indonesia, diunduh dari http:// en.wikipedia.org/wiki/Education_in_Indonesia (2014). Wikipedia. Psikologi Gestalt dan Persepsi Sosial, diunduh dari

www.File: Multistability,

Wikipedia. the Free Encyclopedia - en.wikipedia.org/wiki/ gestalt_psychology dan www.social perception, Wikipedia, the Free Encyclopedia - en.wikipedia.org/wiki/social_perception (2014) .

Gambar

Gambar 2. Siklus Empiris sebagai Bagian dari Sistematika Penelitian Ilmiah
Gambar 3. Piramida Ilmu Pengetahuan sebagai Langkah-langkah Ilmiah dalam Memperoleh Kebenaran Ilmu Pengetahuan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis terdorong untuk mengangkat permasalahan ini dalam bentuk penelitian dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menghasilkan produk e-learning berbasis pendekatan ilmiah pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam bagi siswa kelas VIII SMP Negeri

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan melakukan penelitian dengan judul: “Penerpan Metode Eksperimen dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Meningkatkan Hasil

Prosiding ini merupakan dokumentasi karya ilmiah para peneliti dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan sains dan teknologi nuklir dalam mendukung era industrialisasi,

Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2017 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator – BATAN. Yogyakarta, 28