• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Hakikat, Fungsi, dan Kedudukan Bahasa Indonesia. Bahasa dalam bahasa Inggris disebut dengan language, yang memiliki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. A. Hakikat, Fungsi, dan Kedudukan Bahasa Indonesia. Bahasa dalam bahasa Inggris disebut dengan language, yang memiliki"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hakikat, Fungsi, dan Kedudukan Bahasa Indonesia

Bahasa dalam bahasa Inggris disebut dengan language, yang memiliki pengertian suatu bentuk ungkapan yang bentuk dasarnya ujaran. Hakikat bahasa dilihat dari aspek bunyi atau syarat, simbol (huruf atau gambar), dan makna, dapat didefinisikan sebagai suatu bunyi ujaran atau isyarat yang dapat disimbolkan melalui huruf atau gambar yang berbeda-beda, dan setiap bunyi, isyarat atau simbol tersebut memiliki makna yang berbeda-beda (Mulyati, 2015: 2). Bahasa merupakan alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa lambang bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Santosa, dkk, 2008: 1.3).

Lebih lanjut, Santosa mengemukakan bahwa bahasa memiliki fungsi khusus dan fungsi sebagai alat komunikasi. Fungsi khusus Bahasa Indonesia yaitu:

1. Alat untuk menjalankan administrasi negara yang terlihat dalam surat-surat resmi kenegaraan.

2. Alat pemersatu berbagai suku yang memiliki latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda.

3. Wadah penampung kebudayaan (semua ilmu pengetahuan dan kebudayaan harus diajarkan dan diperdalam dengan mempergunakan Bahasa Indonesia sebagai medianya).

Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki berbagai fungsi antara lain sebagai berikut:

(2)

1. Fungsi informasi, yaitu fungsi untuk menyampaikan informasi timbal balik antaranggota keluarga ataupun anggota-anggota masyarakat. Berita pengumuman, petunjuk pernyataan lisan ataupun tulisan melalui media massa ataupun elektronik merupakan wujud fungsi bahasa sebagai fungsi informasi. 2. Fungsi ekspresi diri, yaitu untuk menyalurkan perasaan, sikap, gagasan, emosi atau tekanan-tekanan perasaan pembicara. Bahasa sebagai alat mengekspresikan diri ini dapat menjadi media untuk menyatakan eksistensi (keberadaan) diri, membebaskan diri dari tekanan emosi dan untuk menarik perhatian orang.

3. Fungsi adaptasi dan integrasi, yaitu untuk menyesuaikan dan membaurkan diri dengan anggota masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berintegrasi dengan manusia di sekelilingnya dan dengan bahasa manusia dapat saling bertukar pengalaman dan menjadi bagian dari pengalaman tersebut serta memanfaatkannya untuk kehidupannya.

4. Fungsi kontrol sosial, yaitu bahasa berfungsi untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain dan apabila fungsi ini berlaku dengan baik maka semua kegiatan sosial akan berlangsung dengan baik pula.

Berdasarkan uraian mengenai berbagai fungsi bahasa, dapat disimpulkan bahwa bahasa berperan penting dalam segala aspek kehidupan. Bahasa dapat membantu manusia dalam menjalankan berbagai tugas dan membuka gerbang ilmu pengetahuan. Bahasa dapat membantu manusia untuk bersosialisasi dan saling memahami satu sama lain serta menyatukan berbagai latar belakang manusia yang berbeda-beda baik secara regional maupun internasional. Salah satunya adalah Bahasa Indonesia yang digunakan oleh bangsa Indonesia.

(3)

Bahasa Indonesia merupakan bahasa negara atau bahasa nasional yang telah dinyatakan saat Sumpah Pemuda, yaitu tanggal 28 Oktober 1928 yang berbunyi „Kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia‟ (Alwi, dkk, 2010: 1). Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara menurut Mulyati (2015: 17-18) dan Alwi, dkk (2010: 2) adalah sebagai berikut:

1. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan

Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yaitu dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945. Sejak diproklamasikan kemerdekaan Indonesia, Bahasa Indonesia mulai dipakai dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan ataupun tulisan.

2. Bahasa Indonesia sebagai alat pengantar dalam dunia pendidikan

Peranan Bahasa Indonesia sebagai sarana ilmu seni sastra dan pengungkap budaya menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia telah benar-benar menjadi satu-satunya wahana dalam penyampaian ilmu pengetahuan serta media untuk mengungkapkan seni sastra dan budaya bagi semua warga Indonesia dengan latar belakang budaya serta bahasa daerah yang berbeda-beda. Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yaitu dengan pemakaian Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak juga harus berbahasa Indonesia. Cara tersebut akan sangat membantu dalam meningkatkan perkembangan Bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi.

(4)

3. Bahasa Indonesia sebagai penghubung tingkat nasional untuk berbagai kepentingan

Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dibuktikan dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa bertujuan agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.

4. Bahasa Indonesia sebagai pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi.

Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dibuktikan dengan penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah, maupun media cetak lainnya.

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang lebih dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional yang digunakan untuk berkomunikasi secara nasional dan formal di Indonesia baik dalam aktivitas pendidikan hingga kenegaraan. Bahasa Indonesia menyatukan seluruh warga Indonesia dan mempermudah komunikasi satu sama lain karena perbedaan bahasa dari setiap daerah. Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang penting pula dalam dunia ilmu pengetahuan karena di Indonesia sebagian besar ilmu pengetahuan menggunakan Bahasa Indonesia.

B. Bahasa Baku

Bahasa baku dan bahasa gaul memiliki perbedaan. Bahasa baku adalah salah satu variasi bahasa yang diangkat dan disepakati sebagai ragam bahasa yang

(5)

akan dijadikan tolok ukur sebagai bahasa yang baik dan benar dalam komunikasi yang bersifat resmi, baik secara lisan maupun tulisan (Chaer dan Agustina, 2004: 190), sedangkan bahasa gaul apabila ditinjau dari segi bahasa Indonesia tidak sesuai dengan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang diucapkan dengan nada atau intonasi tertentu, sehingga terasa lucu, ringan, dan ekspresif (Siahaan, D., 2007: 16). Alwi, dkk (2010: 20-21) mengungkapkan bahwa bahasa yang benar adalah pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku, sedangkan bahasa yang baik adalah pemanfaatan ragam yang tepat menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa (sesuai situasi dan kondisi). Alwi, dkk (2010: 14) mengemukakan bahwa ragam bahasa standar memiliki sifat kemantapan dinamis yang berupa kaidah dan aturan yang tetap dan tidak dapat berubah setiap saat serta sifat kecendekiaannya yang diwujudkan dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang lebih besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal. Ragam bahasa baku adalah ragam bahasa yang sama dengan bahasa resmi kenegaraan yang digunakan dalam situasi resmi kenegaraan, termasuk dalam pendidikan, buku pelajaran, undang-undang, dan lain sebagainya.

Fungsi bahasa baku menurut Alwi, dkk (2010: 14-16) adalah sebahai berikut:

1. Fungsi pemersatu

Bahasa baku menghubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa. Bahasa baku mempersatukan menjadi satu masyarakat bahasa dan meningkatkan proses identifikasi penutur dengan seluruh masyarakat. Bahasa baku mampu untuk menghilangkan perbedaan variasi dalam masyarakat dan membuat

(6)

terciptanya kesatuan masyarakat tutur dan memperkecil adanya perbedaan variasi dialektal dan menyatukan masyarakat yang berbeda dialeknya.

2. Fungsi pemberi kekhasan

Bahasa baku memiliki kekhasan yang berbeda dari bahasa lainnya sehingga memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan. Bahasa Indonesia berbeda dari bahasa Melayu di Singapura dan Brunei Darussalam.

3. Fungsi pembawa kewibawaan

Fungsi pembawa kewibawaan berhubungan dengan usaha orang untuk mencapai kesederajatan dengan peradaban lain yang dikagumi lewat pemerolehan bahasa baku. Pemakai ragam baku akan memiliki perasaan harga diri yang lebih tinggi daripada yang tidak menggunakannya karena ragam bahasa baku tidak dapat dipelajari dari lingkungan keluarga atau lingkungan hidup sehari-hari, tetapi dapat dicapai melalui pendidikan formal. Ragam bahasa baku juga merupakan lambang atau simbol suatu masyarakat tutur.

4. Fungsi sebagai kerangka acuan

Bahasa baku berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakaian bahasa dengan adanya norma atau kaidah yang jelas dan menjadi tolok ukur bagi tindakan pemakaian bahasa oleh penutur. Bahasa baku juga menjadi acuan bagi fungsi estetika bahasa yang mencakup segala jenis pemakaian bahasa yang menarik perhatian karena bentuknya yang khas, seperti dalam permainan kata, iklan, dan tajuk berita.

(7)

C. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pembelajaran di SD

Pada proses pembelajaran, terdapat dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu belajar dan mengajar. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran), sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar (Sudjana, 2010: 28). Saat proses pembelajaran, terjadi interaksi antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan perubahan tingkah laku pada siswa melalui berbagai pengalaman yang diperolehnya. Interaksi antara guru dan siswa memerlukan komunikasi yang jelas. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh komunikasi yang digunakan oleh guru. Komunikasi akan menempatkan guru pada posisi sebagai pemimpin, pembimbing, atau fasilitator belajar, apabila belajar siswa tidak terarah maka pembelajaran menjadi tidak efektif.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan sehingga dalam buku pelajaran, alat, media, dan sebagainya dibuat menggunakan Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia digunakan untuk komunikasi dalam proses belajar mengajar di kelas. Bahasa Indonesia digunakan untuk menjelaskan berbagai materi, memberikan petunjuk, nasihat dan sebagainya kepada siswa. Di sekolah dasar, penggunaan bahasa yang sederhana menyangkut (1) bahasa yang jelas kata-katanya, ungkapan, maupun volume suaranya, (2) menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek, (3) mendefinisikan istilah-istilah yang baru, (4) menghindari ungkapan yang kabur seperti kira-kira saja, barangkali, dan sebagainya, serta (5) menggunakan waktu diam sejenak sebelum mengutarakan hal yang penting (Murni, dkk, 2010: 90-91). Hal tersebut perlu dilakukan agar siswa dapat mengerti dengan baik apa yang disampaikan oleh guru.

(8)

D. Kompetensi Guru

Kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar siswa menurut Sudjana (2010: 19) dapat diguguskan menjadi empat kemampuan, yaitu merencanakan program belajar mengajar, melaksanakan dan memimpin atau mengelola proses belajar mengajar, menilai kemajuan proses belajar mengajar, dan menguasai bahan pelajaran yang dibina. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 (Kemendikbud, 2007) standar kompetensi guru dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang terintegrasi dalam kinerja guru.

1. Kompetensi pedagogik

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman tentang peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dimilikinya (Mulyasa, 2009: 75), sedangkan Mahsunah, dkk (2012: 27-28) menyatakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan karakteristik peserta didik dilihat dari berbagai aspek, seperti fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual yang berimplikasi bahwa seorang guru harus mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik karena peserta didik memiliki karakter, sifat, dan ketertarikan yang berbeda. Murni, dkk (2010: 32-33) mengemukakan bahwa pada kompetensi pedagogik, guru harus menguasai beberapa kompetensi, diantaranya adalah:

(9)

a. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.

b. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. c. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang

diajarkan.

d. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.

f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. h. Menyelenggarakan penilaian evaluasi proses dan hasil belajar.

i. Memanfaatkan hasil penilaian untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Kompetensi pedagogik perlu dimiliki oleh guru agar dapat mengelola kelas dan membimbing siswanya dengan baik. Guru harus mampu mengoptimalkan potensi siswa dan mengaktualisasikan kemampuannya di kelas, dan harus mampu melakukan penilaian terhadap pembelajaran yang dilakukan. Penggunaan bahasa yang digunakan oleh guru akan mempengaruhi pembelajaran, salah satunya adalah dengan menjalin komunikasi yang baik dengan siswa menggunakan Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia menjadi salah satu aspek yang perlu dikuasai oleh guru untuk dalam melakukan pembelajaran di kelas karena dengan Bahasa Indonesia dapat menyatukan dan memberi pemahaman kepada siswa yang memiliki perbedaan bahasa daerah.

(10)

2. Kompetensi kepribadian

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia (Mulyasa, 2009: 117). Guru dituntut harus mampu membelajarkan peserta didiknya tentang disiplin diri, belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana belajar, mematuhi aturan atau tata tertib, dan belajar bagaimana harus berbuat (Mahsunah, dkk, 2012: 28). Kompetensi kepribadian yang harus dimiliki oleh guru berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 (Kemendikbud, 2007) adalah sebagai berikut:

a. Bertindak sesuai norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.

b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.

c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.

d. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.

e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

Guru harus mempunyai kemantapan kepribadian sebagai seorang guru. Guru sebagai pendidik harus dapat mempengaruhi siswa untuk menjadi pribadi yang baik yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap baik dan berlaku dalam masyarakat. Pengaruh tersebut dapat diberikan oleh guru dengan menunjukkan kepribadian sebagai seorang guru yang mantap. Hal tersebut dapat dicontoh oleh siswanya sehingga dapat terbentuk pribadi yang baik dalam diri siswa.

(11)

3. Kompetensi sosial

Guru di mata masyarakat dan siswa merupakan panutan yang perlu dicontoh dan merupakan suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Mahsunah, dkk (2012: 29), mengemukakan bahwa kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerjasama, bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Menurut Murni, dkk (2010: 34), kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh guru adalah sebagai berikut:

a. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.

b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.

c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.

d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.

Guru sebagai suri tauladan bagi masyarakat dan siswa. Guru perlu memiliki kemampuan sosial dengan orang lain atau masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Kemampuan sosial yang baik akan membuat hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua siswa, para guru tidak akan mendapat kesulitan.

4. Kompetensi profesional

Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang harus dimiliki guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran (Mahsunah, dkk, 2012: 29).

(12)

Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran, sehingga guru dituntut untuk mampu menyampaikan bahan pembelajaran, menguasai materi, dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh guru (Murni, dkk, 2010: 34) adalah sebagai berikut:

a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata peajaran yang diajarkan.

b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diajarkan.

c. Mengembangkan materi pembelajaran yang diajarkan secara kreatif.

d. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.

e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.

Guru mempunyai tugas untuk mengrahkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran sehingga guru dituntut untuk mengusai dan mampu menyampaikan bahan pembelajaran. Pada saat pembelajaran, guru mempunyai peranan dan tugas sebagai sumber materi. Guru haus senantiasa mendorong siswa untuk bertanya, mengamati, melakukan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep yang benar.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Keempat kompetensi tersebut perlu dikuasai oleh guru agar memiliki kinerja yang baik,

(13)

mampu melakukan pembelajaran dengan baik profesional, serta mampu menjadi contoh atau model bagi siswa dan masyarakat. Keempat kompetensi tersebut dapat menunjukkan kematangan dan kelayakan guru sebagai seorang pengajar dan pendidik. Di sekolah, guru tidak hanya berperan untuk mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga mendidik siswa agar menjadi manusia yang bermoral dan berbudi pekerti.

E. Pentingnya Penguasaan Bahasa Indonesia oleh Pembelajar

Sekolah Dasar (SD) merupakan salah satu pendidikan dasar yang dapat membentuk landasan yang kuat untuk tingkat pendidikan selanjutnya yang berarti sekolah harus membekali lulusannya dengan keterampilan dasar yang memadai, salah satunya adalah keterampilan berbahasa. Pembelajaran Bahasa Indonesia dapat disisipkan pada setiap mata pelajaran. Tujuan dari pembelajaran Bahasa Indonesia menurut Zulela (2012: 4-5) adalah sebagai berikut:

a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan.

b. Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.

c. Memahami Bahasa Indonesia dan dapat menggunakan dengan tepat dan efektif dalam berbagai tujuan.

d. Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.

(14)

e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, menghaluskan budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

f. Menghargai dan membanggakan karya sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Berdasarkan tujuan dari pembelajaran Bahasa Indonesia di atas, terlihat bahwa penguasaan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar sangat penting bagi pembelajar agar siswa mampu menimba berbagai ilmu pengetahuan, mengapresiasi seni, serta mengembangkan dirinya secara berkelanjutan. Penguasaan Bahasa Indonesia dapat membuat seseorang menjadi makhluk sosial budaya, membentuk pribadi menjadi warga negara, serta untuk memahami dan berpartisipasi dalam proses pembangunan untuk masa kini dan masa mendatang yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan informasi yang semakin canggih (Zulela, 2012: 2). Kemampuan berbahasa Indonesia yang baik akan memudahkan siswa untuk beradaptasi dengan lingkungannya yang beragam dan dengan latar belakang yang berbeda karena Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan dan untuk memudahkan dalam menimba ilmu karena di Indonesia Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan.

F. Campur Kode

Campur kode adalah suatu keadaan berbahasa apabila orang mencampur dua atau lebih bahasa dan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, unsur-unsur yang menyisip tersebut tidak mempunyai fungsi sendiri (Wijana dan Rohmadi (2013: 117). Pada campur kode, terdapat

(15)

sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi serta keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur hanyalah berupa serpihan-serpihan saja, tanpa fungsi atau keotonomiannya sebagai sebuah kode (Chaer dan Agustina, 2004:114). Lebih lanjut, Chaer dan Agustina mengatakan bahwa inti dari campur kode adalah terdapat satu bahasa yang digunakan, tetapi di dalamnya terdapat serpihan-serpihan dari bahasa-bahasa lain. Suwandi (2008: 88) mengemukakan bahwa campur kode memiliki ciri, yaitu: 1. Penggunaan dua bahasa atau lebih untuk itu berlangsung dalam situasi

informal, santai, atau akrab.

2. Tidak ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut terjadinya campur kode.

3. Campur kode dapat berupa pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan sebagainya.

Bentuk atau wujud campur kode menurut Wijana dan Rohmadi (2013: 171-178) adalah campur kode yang berwujud kata, campur kode yang berwujud kelompok kata, campur kode yang berwujud kata ulang, campur kode yang berwujud idiom, dan campur kode yang berwujud klausa. Lebih lanjut, Wijana dan Rohmadi mengemukakan bahwa campur kode disebabkan oleh latar belakang sosial budaya dan situasinya. Pemakaian ragam bahasa nonformal pada situasi formal dapat berkenaan dengan tingkat kemampuan bahasa penutur seperti baru bisa berbahasa Indonesia ragam tak formal dan belum dapat menggunakan ragam formal (Chaer dan Agustina, 2004: 117-118). Pemakaian campur kode banyak terjadi di Indonesia, seperti pemakaian Bahasa Indonesia yang dicampur dengan

(16)

bahasa daerah. Campur kode dapat dilatarbelakangi oleh berbagai hal, antara lain kebiasaan, penegasan, latar belakang wilayah penutur, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa dalam campur kode peristiwa tutur yang di dalamnya terdapat pencampuran dua bahasa atau lebih. Campur kode dapat memiliki tujuan tertentu, contohnya adalah agar lawan bicara lebih memahami apa yang dimaksudkan oleh penutur. Campur kode dapat dipengaruhi oleh berbagai situasi dari penutur dan lawan bicaranya.

G. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian tentang campur kode dan alih kode telah dilakukan, diantaranya sebagai berikut:

1. Penelitian Rulyandi, Rohmadi dan Sulistyo (2014) tentang alih kode dan campur kode, menunjukkan hasil bahwa di kelas X SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta, guru dan siswa masih menggunakan dua bahasa (Jawa dan Indonesia) sebagai alat komunikasi dalam situasi formal. Saat proses pembelajaran berlangsung, guru menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa sehingga terjadi alih kode dan campur kode serta dalam pembelajarannya lebih banyak menggunakan Bahasa Jawa meskipun mata pelajaran yang diajarkan adalah Bahasa Indonesia. Tujuan guru menggunakan alih kode dan campur kode dalam pembelajaran adalah untuk memperlancar komunikasi antara guru dan siswa, sehingga memudahkan siswa untuk memahami materi pembelajaran. Wujud campur kode yang terjadi berupa penyisipan kata, klausa, pengulangan kata, dan idiom atau ungkapan. Faktor

(17)

penyebab campur kode adalah penutur, lawan tutur, hadirnya penutur ketiga, topik pembicaraan, dan untuk membangkitkan rasa humor.

2. Penelitian oleh Susmita (2015) tentang alih kode dan campur kode pada pembelajaran Bahasa Indonesia yang dilakukan oleh guru dan siswa di SMP Negeri 12 Kerinci ditemukan bahwa terdapat alih kode dan campur kode dalam proses pembelajaran. Guru dan siswa menggunakan Bahasa Indonesia dan bahasa daerah (Kerinci, Melayu Jambi, Minangkabau) dalam berkomunikasi saat proses pembelajaran. Wujud alih kode yang ditemukan dalam penelitian ini berupa alih kode berupa klausa dan kalimat, sedangkan campur kode berupa kata dan frasa. Faktor penyebab alih kode adalah perubahan kalimat dan terpengaruh oleh lawan bicara, sedangkan faktor penyebab campur kode adalah kebiasaan, penggunaan kosakata, dan humor. Pembatasan terhadap alih kode dan campur kode perlu dilakukan untuk memaksimalkan pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah agar siswa dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

3. Penelitian oleh Sumarsih, dkk (2014) tentang alih kode dan campur kode, menemukan bahwa “code switching and code mixing in Indonesia have been divided into three class, they are word class, phrase class, and sentence class, and the highest number is word level which is 57,3%”. Banyak penutur Batak Toba dan Mandailing menggunakan bahasa yang lain, yaitu Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris pada kesehariannya. Dari data tersebut menunjukkan bahwa dalam penggunaan Bahasa Indonesia masih terdapat campur kode dan alih kode, begitu pula sebaliknya saat menggunakan bahasa daerah, penutur mencampurnya dengan Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

(18)

4. Penelitian oleh Ariffin dan Husin (2011) tentang alih kode dan campur kode antara bahasa Malaysia dan bahasa Inggris di kelas. Mereka mengungkapkan bahwa “code switching/ code mixing in both Bahasa Malaysia and emerged as the instructiors’ code choicein the classrom, but students are not totally linguistically equipped to support the policy”. Pada penelitian Ariffin dan

Husin alih kode dan campur kode sering digunakan untuk memberikan instruksi pada siswa dan untuk mempermudah siswa dalam belajar Bahasa Inggris. Penggunaan alih kode dan campur kode dalam pembelajaran membuat siswa lebih memahami apa yang disampaikan oleh guru, terutama saat siswa belajar bahasa Inggris.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses campur kode dan alih kode merupakan kondisi yang sangat wajar terjadi dalam situasi di mana penggunaan bahasa ibu masih mendominasi. Dalam penelitian ini juga mengkaji tentang campur kode, namun penelitian ini tidak hanya terfokus hanya pada pelajaran Bahasa Indonesia saja, tetapi pada mata pelajaran lain juga. Penelitian ini lebih fokus pada penggunaan Bahasa Indonesia yang digunakan oleh guru saat mengajar di kelas dan campur kode yang dilakukan oleh guru saat pembelajaran. Campur kode yang dilakukan oleh guru ditelaah dan dikaji tentang upaya guru mendorong siswa dalam berbahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan di kelas dengan tingkatan yang berbeda (kelas rendah dan tinggi di SD).

H. Kerangka Pikir

Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar yang digunakan dalam pembelajaran di SD. Kemampuan guru dalam menggunakan Bahasa Indonesia

(19)

sangat dibutuhkan. Di samping untuk bisa memahamkan siswa tentang materi yang dipelajari, penggunaan Bahasa Indonesia yang baik oleh guru juga menjadi teladan bagi siswa, namun pemakaian campur kode sangat mungkin terjadi dalam penggunaan Bahasa Indonesia, apalagi jika penggunaan bahasa ibu masih mendominasi proses komunikasi. Campur kode dapat disebabkan dari latar belakang penuturnya, kebiasaan, agar lebih komunikatif, dan sebagainya. Peneliti berusaha untuk menggali lebih dalam tentang campur kode yang digunakan oleh guru, seperti alasan penggunaan, maksud campur kode, faktor penyebab, dan sebagainya. Guru diharapkan mampu untuk memperbaiki dan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar saat proses pembelajaran di sekolah. Kerangka pikir dari penelitian ini dapat digambarkan dalam gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Penggunaan Bahasa Indonesia oleh guru - Konsistensi - Campur kode - tidak konsisten - ada campur kode - Konsisten - tidak ada campur kode

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Semoga buku ini memberi manfaat yang besar bagi para mahasiswa, sejarawan dan pemerhati yang sedang mendalami sejarah bangsa Cina, terutama periode Klasik.. Konsep

Siswa yang memiliki perhatian yang tinggi terhadap pelajaran, misalnya siswa datang lebih awal untuk mempersiapkan diri dalam mengikuti proses pembelajaran, siswa tersebut

Upaya peningkatan minat belajar dan prestasi belajar siswa melalui metode mendongeng dilaksanakan dengan langkah-langkah yakni (1) Pemilihan cerita yang sesuai dengan

selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah mengarahkan penulis dalam menjalani perkuliahan dan membantu penulis dalam

Enzim yang berfungsi mengubah amilum menjadi glukosa dihasilkan oleh organ yang ditunjukkan nomor ...B. Perhatikan

Kebijakan Publik Yang Berupa Tindakan Yang Dilakukan Oleh Pemerintah. seperti Mendukung kunjungan presiden dan menteri ke

Downloaded From http://ikiguru.com The solo river or the Begawan Solo River is the longest river in the Java island.. This river has its source at mount Lawu, a quite active volcano

Pengawasan (controlling) merupakan bagian akhir dari fungsi pengelolaan/manajemen. Fungsi manajemen yang dikendalikan adalah perencanaan, pengorganisasian, penggerakan