PENGUKURAN MODULUS YOUNG DENGAN ANALISIS
GETARAN SEBUAH BATANG ALUMINIUM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh: Maria Tefa NIM: 131424027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PENGUKURAN MODULUS YOUNG DENGAN ANALISIS
GETARAN SEBUAH BATANG ALUMINIUM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh: Maria Tefa NIM: 131424027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii SKRIPSI
PENGUKURAN MODULUS YOUNG DENGAN ANALISIS
GETARAN SEBUAH BATANG ALUMINIUM
Oleh: Maria Tefa NIM: 131424027
Telah disetujui oleh:
Pembimbing,
iii SKRIPSI
PENGUKURAN MODULUS YOUNG DENGAN ANALISIS
GETARAN SEBUAH BATANG ALUMINIUM
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Maria Tefa NIM: 131424027
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 28 Juli 2017
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd. ……….
Sekretaris : Dr. Ignatius Edi Santosa, M.S. ……….
Anggota : Dr. Ignatius Edi Santosa, M.S. ……….
Anggota : Drs. Domi Severinus, M.Si. ……….
Anggota : Ir. Sri Agustini Sulandari, M.Si. ……….
Yogyakarta, 28 Juli 2017
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tentang Dua Aliran Sungai dalam Hati Yesus (Dikutip dari buku Yesus Sang Anak Manusia karya Kahlil Gibran)
Ada dua aliran sungai yang mengalir di hati Yesus dari Nazaret. Sungai kemesraan kasih Tuhan yang Nya Bapa; dan sungai gairah yang disebut-Nya Kerajaan di seberang dunia.
Sementara aku kesepian, aku akan mengenangkan Yesus dan aku menyusuri kedua sungai hati-Nya. Di pinggir sebuah sungai kutemui jiwaku sendiri. Kadang-kadang jiwaku seperti peminta-minta dan pengembara dan kadang-kadang Ia bagaikan seorang putri raja di dalam taman bunga.
Lalu aku menyusuri sungai yang lain. Di tengah jalan kutemui seorang yang baru saja dipukuli dan dirampas uangnya. Namun ia tersenyum. Sewaktu berjalan terus kudapati perampok tadi, sedang wajahnya digenangi air matanya yang terluruh. Kemudian kudengar desiran kedua sungai itu dalam dadaku sendiri dan aku gembira.
Ketika aku mengunjungi-Nya sehari sebelum Pontius Pilatus dan orang-orang tua menangkapnya, lama kami berbicara. Aku mengajukan banyak pertanyaan dan Ia menjawabnya dengan ramah sekali. Di saat aku meninggalkan-Nya, aku tahu bahwa Dia adalah Tuhan dan Raja dunia ini.
Pohon cadar iu telah lama tumbang, tetapi keharuman-Nya tetap bertahan dan Ia akan tetap memberi semerbak keharuman ke empat penjuru dunia.
“Hanya dekat Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku.
Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita.” (Mazmur 62:6, 9)
v
“Jangan pernah menyerah. Jangan pernah menyerah untuk mereka yang kamu cintai. Jangan pernah menyerah untuk menjadi bahagia sebab hidup adalah suatu
pertunjukkan yang luar biasa.” – Paus Fransiskus
Skripsi ini juga dipersembahkan untuk mereka yang saya cintai:
Mama sayang mama Regina Mone Teman debat Bapa Aloysius Tefa Kakak tersayang Annie Tefa dan Ani Mone Sahabat terkasih Trivonia Udjan Teman setia Reinhard Stensen Teman-teman Pendidikan Fisika 2013
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Juli 2017 Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPERLUAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Maria Tefa NIM : 131424027
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan karya ilmiah saya yang berjudul:
“PENGUKURAN MODULUS YOUNG DENGAN ANALISIS GETARAN SEBUAH BATANG ALUMINIUM”
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 28 Juli 2017 Yang menyatakan
viii
ABSTRAK
PENGUKURAN MODULUS YOUNG DENGAN ANALISIS GETARAN SEBUAH BATANG ALUMINIUM
Telah dilakukan penelitian untuk menentukan nilai modulus Young dengan analisis getaran dari sebuah batang aluminium. Batang aluminium tersebut digetarkan secara elektrik dengan bantuan magnet kecil yang ditempelkan pada bagian ujung batang aluminium yang bebas dan ditempatkan di sebuah medan magnet. Batang aluminium bergetar dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi medan magnet. Selanjutnya, frekuensi alami batang aluminium pada keadaan tidak ada magnet yang ditambahkan dapat diperoleh dari grafik frekuensi resonansi terhadap massa magnet yang ditambahkan. Nilai Modulus Young kemudian ditentukan dari gradien garis (𝑝) grafik hubungan antara frekuensi alami dengan satu per kuadrat panjang batang aluminium, berdasar pada persamaan frekuensi alami Euler-Bernoulli untuk getaran sebuah batang. Nilai Modulus Young aluminium yang diperoleh dari eksperimen ini adalah 𝑌 = (5,04 ± 0,03) × 1010 𝑁/𝑚2.
Kata kunci: Modulus Young, aluminium, getaran, frekuensi resonansi, dan
ix
ABSTRACT
DETERMINATION OF YOUNG’S MODULUS BY ANALYZING THE VIBRATIONS OF AN ALUMINIUM BAR
An experiment to determine the value of Young’s Modulus by analyzing the vibrations of an aluminium bar has been devised. The aluminium bar is electrically vibrated by the help of tiny magnets that is glued at the free end of the bar and it is placed in magnetic field. The bar vibrate with a frecuency equal to the frecuency of the magnetic field. Furthermore, the natural frecuency of the bar as zero magnet-mass condition can be obtained from the graph of resonant frecuencies versus the mass of the magnet. Finally, the value of Young’s Modulus of aluminium is determined from the gradient of the graph of the natural frecuencies versus one per square of length of aluminium bar, based on Euler-Bernoulli’s formula. The value of Young’s Modulus of aluminium that is detemined from this experimental is 𝑌 = (5,04 ± 0,03) × 1010 𝑁/𝑚2
Keywords: Young’s Modulus, aluminium, vibrations, resonant frecuencies,
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kepada Tri Tunggal Maha Kudus atas cinta dan penyertaan-Nya yang tak pernah usai. Hanya oleh rahmat-Nya penyusunan skripsi
yang berjudul “PENGUKURAN MODULUS YOUNG DENGAN
MEMPELAJARI GETARAN SEBUAH BATANG ALUMINIUM” ini dapat
terselesaikan dengan baik dan lancar. Penelitian skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan untuk Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan juga oleh karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak kepada penulis. Ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Ign. Edi Santosa, M.S., selaku dosen pembimbing yang telah dengan tulus hati membimbing, mengarahkan, menasehati, mendengarkan kesulitan yang dialami dan memberi solusi yang baik kepada penulis. Penulis juga berterima kasih untuk setiap motivasi yang diberikan, “Kamu jangan takut, jangan khawatir,” begitu kata beliau ketika penulis merasa pesimis.
2. Bapak Petrus Ngadiono selaku laboran yang selalu membantu mempersiapkan alat dan ruangan, serta memberi saran ketika ada kesulitan pemilihan alat.
3. Bapak Tarsisius Sarkim selaku DPA yang telah membimbing dan selalu memantau perkembangan skripsi mahasiswanya.
4. Dosen-dosen Pendidikan Fisika yang telah membantu dalam perkuliahan selama lebih kurang 4 tahun ini.
5. Bapak Aloysius Tefa dan Mama Regina Mone tercinta, yang selalu penuh kasih mendoakan, mendukung dan motivasi baik secara moral maupun moril kepada penulis. Terima kasih selalu mencintai.
xi
6. Kakak Annie Tefa dan Ani Mone tersayang, yang juga selalu mendoakan, memberi semangat, dan memantau perkembangan skripsi penulis. Terima kasih selalu perhatian.
7. Sahabat Trivonia Udjan terkasih yang juga selalu memberi semangat dan dukungan. Terima kasih selalu bertanya, “Kapan ujian dan wisuda?” 8. Teman setia Reinhard Stensen yang mendoakan dan memberi semangat
untuk berjuang menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih selalu ada dan tidak pernah meninggalkan.
9. Frater Antonius Ditubun yang selalu memberi motivasi selama kuliah dan menanyakan perkembangan skripsi penulis.
10. Esta Colla, Sula Atawolo, Selly Kono, Riri Mbae, Mega Ito, Ana Ongko, yang menyemangati penulis dan menjadi teman terbaik untuk penulis. 11. Ka Egi Sahu dan Ka Edward Arung yang memberi petunjuk dan saran
untuk penyusunan skripsi ini.
12. Teman-teman seperjuangan Tony, Hendy, Vita, Feli, dan Seshi, yang selalu membantu dan saling mendukung saat bimbingan.
13. Okto dan Aces yang telah membantu mencari alat untuk penelitian.
14. Novi, Ardy, Safri, Sintus, Ani, Indry, Dona, Vigi, Meldy, Ansi, Sari, Titin, Ice, Erny, Elty, dan Aloz, yang menjadi teman terbaik dan selalu saling mendukung selama perkuliahan dan penyusunan skripsi.
15. Teman-teman di Komsel Rohani Rhema yang selalu mendoakan, memberi semangat, dan memberi penghiburan untuk penyelesaian skripsi ini.
16. Teman-teman Pendidikan Fisika 2013 yang selalu saling mendukung untuk mengerjakan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai tahap yang sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan diterima. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi setiap pembaca.
xii
Yogyakarta, 26 Juli 2017 Penulis
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
HALAMAN KATA PENGANTAR ... x
HALAMAN DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR TABEL ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Batasan Masalah ... 4 1.4 Tujuan Penelitian ... 5 1.5 Manfaat Penelitian ... 5 1.6 Sistematika Penulisan ... 6
BAB II DASAR TEORI ... 7
xiv
2.2 Aluminium ... 8
2.3 Getaran ... 8
BAB III EKSPERIMEN ... 17
3.1 Persiapan Alat ... 17
3.2 Pengambilan Data ... 20
3.3 Analisis Data ... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
4.1 Hasil Penelitan ... 27 4.2 Pembahasan ... 40 BAB V PENUTUP ... 49 5.1 Kesimpulan ... 49 5.2 Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN ... 53
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sebuah benda m pada pegas vertikal ... 10 Gambar 2.2 Getaran lentur sebuah batang ... 11 Gambar 2.3 Garis-garis medan magnetik dalam bidang yang melalui
pusat dari sebuah magnet permanen dan sebuah koil silinder ... 12 Gambar 2.4 Pola gelombang berdiri pada batang aluminium yang terikat
hanya pada satu ujung ... 13 Gambar 3.1 Rangkaian alat untuk pengukuran frekuensi resonansi
getaran batang aluminium ... 18 Gambar 3.2 Rangkaian real alat untuk pengukuran frekuensi resonansi
getaran batang aluminium ... 19 Gambar 4.1 Grafik hubungan antara massa terhadap volume batang
aluminium ... 30 Gambar 4.2 Pola gelombang getaran batang aluminium untuk
l = 0,4 m ... 33 Gambar 4.3 Grafik hubungan frekuensi resonansi dengan massa
magnet yang ditambahkan, untuk panjang l = 0,3 m ... 35 Gambar 4.4 Grafik hubungan log f2 terhadap 1/l ... 37 Gambar 4.5 Grafik hubungan f2 terhadap 1/l2 ... 39
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tebal batang aluminium (𝑑), untuk berbagai pengukuran ... 21 Tabel 3.2 Hubungan antara massa dan volume batang aluminium ... 22 Tabel 3.3 Hubungan frekuensi resonansi dengan massa magnet
yang ditambahkan, untuk panjang l ... 23 Tabel 4.1 Nilai tebal batang aluminium (d) ... 27 Tabel 4.2 Hubungan antara massa dan volume batang aluminium ... 29 Tabel 4.3 Hubungan frekuensi resonansi dengan massa magnet yang
ditambahkan, untuk panjang l = 0,3 m ... 34 Tabel 4.4 Hubungan antara frekuensi alami dengan panjang batang
aluminium ... 36 Tabel 4.5 Hubungan antara log f2 dan log 1/l. ... 37 Tabel 4.6 Hubungan antara frekuensi alami dengan satu per
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zat padat cenderung tegar dan mempertahankan bentuknya. Sifat zat padat mempertahankan bentuknya dalam suatu kondisi tertentu disebut elastis. Hampir semua bahan memiliki sifat elastis tersebut. Suatu benda padat disebut elastis apabila gaya luar yang menghasilkan perubahan bentuk tidak melebihi batas tertentu, maka perubahan bentuk akan hilang sesudah gaya luar dilepas [Tipler, 1998].
Ukuran keelastisitasan suatu benda padat dapat dinyatakan dalam suatu konstanta yang disebut modulus elastisitas. Modulus Young merupakan salah satu nilai elastisitas yang menyatakan resistansi suatu benda padat terhadap perubahan panjang yang dialaminya. Nilai Modulus Young sebuah bahan di dunia industri menjadi suatu hal yang penting untuk diketahui. Salah satunya berkaitan dengan pemilihan bahan yang tepat untuk pemanfaatannya sebagai produk perkembangan teknologi dalam hidup keseharian [Timoshenko dan Goodier, 1986; Pradhan, Dhara, Panchadhyayee, dan Syam, 2015; Serway dan Jewett, 2009].
Salah satu bahan yang sangat lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah aluminium. Oleh karena sifat khasnya yang ringan namun kuat dan tahan beban, serta tahan karat, aluminium banyak digunakan sebagai komponen alat transportasi, bangunan dan jembatan, alat pertukangan, hingga perabotan rumah tangga. Aluminium juga bersifat nonmagnetik sehingga digunakan sebagai perangkat elektronik. Keunggulan lain dari aluminium yang menarik adalah tahan terhadap perubahan suhu serta cukup aman untuk kesehatan sehingga sering digunakan untuk membungkus makanan jika sesuai dengan aturan penggunaannya yang dikenal sebagai aluminium foil [Anna, 2016].
Ditinjau dari kegunaan bahan aluminium seperti disebutkan di atas, terlihat jelas bahwa kekakuan atau elastisitas antara aluminium yang digunakan untuk badan pesawat terbang tentu berbeda dengan aluminium yang digunakan untuk membungkus makanan (aluminium foil). Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai Modulus Young atau nilai elastisitas sebuah bahan berpengaruh sangat besar terhadap pemanfaatannya sehingga menjadi hal yang pokok untuk diketahui. Di sinilah fisika berperan penting melakukan suatu pengukuran yang akurat dan teliti [Giancoli, 2001].
Pengukuran untuk menentukan nilai Modulus Young suatu bahan telah banyak dilakukan di laboratorium. Terdapat dua metode untuk menentukannya yaitu metode statis dan metode dinamis. Metode statis merupakan metode yang melibatkan pengukuran defleksi (pembengkokkan) balok sebagai suatu fungsi beban yang diterapkan, atau menentukan secara langsung pertambahan panjang sebuah kawat sebagai suatu fungsi beban yang ditambahkan pada kawat tersebut. Sedangkan, metode dinamis merupakan metode yang melibatkan pengukuran terhadap frekuensi resonansi untuk sebuah balok yang bergetar [Wilson dan Arthur, 1973; Tyagi dan Arthur, 1980].
Di Universitas Sanata Dharma, pengukuran nilai Modulus Young pernah dilakukan dalam kuliah Penelitian Fisika I. Pengukuran Modulus Young yang dilakukan beberapa mahasiswa yaitu mengamati pertambahan panjang kawat ketika kawat ditarik dengan sebuah gaya. Gaya diberikan dengan cara memberi beban pada ujung kawat. Metode yang digunakan merupakan metode statis. Pengukuran dengan metode tersebut memiliki kelemahan dapat merusak kawat apabila beban yang ditambahkan tidak dikontrol dan melebihi batas elastisitas kawat [Murray, 1982].
Untuk mengatasi masalah resiko kerusakan bahan oleh karena penggunaan metode statis, diusulkan pengukuran dengan metode dinamis dengan analisis getaran. Sebuah penelitian pengukuran Modulus Young stainless steel dengan analisis getaran menyatakan bahwa penggunaan
analisis getaran dapat mengurangi potensi kerusakan bahan akibat pemberian tegangan berupa beban yang ditambahkan yang melebihi batas elastisitas. Dalam pengukuran dengan analisis getaran, regangan yang terjadi kecil sehingga hubungan antara tegangan tarik dan regangan tarik tidak melewati batas elastisitas. Penelitian tersebut menggunakan Force Sensor untuk mengukur frekuensi alami dari batang stainless steel. Hasil pengukuran ditampilkan dalam grafik hubungan antara gaya dengan waktu dalam program logger pro kemudian diubah ke grafik Fast Fourier Transform (FFT) untuk mendapat nilai frekuensi alami getaran tersebut [Sahu, 2017].
Terdapat pula metode dinamis lain yang melibatkan pengukuran frekuensi resonansi pada sebuah batang yang digetarkan dengan frekuensi yang dapat diatur. Pada sebuah penelitian untuk menentukan nilai Modulus Young aluminium, batang aluminium digetarkan secara mekanis. Batang aluminium digetarkan secara elektrik dengan bantuan magnet kecil yang ditempelkan di salah satu ujungnya dan ditempatkan pada sebuah medan magnet. Pada keadaan tersebut, batang aluminium bergetar dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi medan magnet (frekuensi resonansinya). Selanjutnya, frekuensi alami batang aluminium pada keadaan tidak ada beban magnet yang ditambahkan dapat ditentukan dari grafik frekuensi resonansi terhadap massa magnet yang ditambahkan pada ujung batang aluminium yang bebas [Pradhan, Dhara, Panchadhyayee, dan Syam, 2015].
Berdasarkan uraian di atas, penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengukur Modulus Young batang aluminium secara akurat dengan metode dinamis yang melibatkan pengukuran frekuensi resonansi berdasarkan analisis getarannya. Alat dan bahan yang digunakan sederhana dan mudah diperoleh di laboratorium. Rangkaian alat, prosedur percobaan, dan pengamatan eksperimen sederhana dan tidak memerlukan alat bantu khusus seperti sensor dan lainnya. Analisis data pun cukup menggunakan aplikasi Logger Pro dan Image Meter sehingga tidak
menyulitkan bagi siswa untuk pembelajaran di sekolah atau mahasiswa untuk perkuliahan.
Eksperimen dengan analisis getaran batang aluminium juga dapat menunjukkan berbagai konsep fisika yaitu getaran paksa, gelombang, resonansi, kelistrikkan dan kemagnetan dalam suatu kegiatan pengukuran Modulus Young aluminium. Keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain pun dapat dijelaskan dalam kegiatan pengukuran tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bisa menjadi acuan metode pembelajaran fisika konstruktivisme dan sebagai contoh pengajaran berbagai konsep dalam suatu peristiwa fisika. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi referensi dan solusi terhadap kelemahan eksperimen yang ada untuk eskperimen pengukuran Modulus Young di Universitas Sanata Dharma selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana cara menentukan Modulus Young alumunium dengan analisis getaran sebuah batang alumunium?
1.3 Batasan Masalah
1.3.1 Pengukuran Modulus Young pada batang almunium.
1.3.2 Batang almunium digetarkan secara elektrik dengan bantuan magnet kecil yang ditempelkan pada bagian ujung bebasnya. 1.3.3 Audio Frekuensi Generator dengan amplifier yang digunakan
memiliki frekuensi minimum 10 Hz.
1.3.4 Gelombang yang terbentuk dianalisis mengikuti bentuk lenturan batang cantilever yang bergetar menurut Euler Bernouli.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Menentukan nilai Modulus Young alumunium dengan analisis getaran sebuah batang alumunium.
1.4.2 Menentukan hubungan frekuensi alami getaran batang aluminium dengan panjang batang aluminium.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
a) Mengetahui berbagai konsep fisika yaitu Modulus Young, getaran, gelombang, resonansi, kelistrikkan dan kemagnetan dalam suatu kegiatan pengukuran modulus young alumunium dan mampu menjelaskan keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain tersebut.
b) Mampu memilih dan menggunakan alat yang tepat dan sesuai untuk melakukan pengukuran Modulus Young aluminium.
1.5.2 Bagi Pembaca
a) Mengetahui cara menentukan Modulus Young dengan analisis getaran sebuah batang aluminium.
b) Mengetahui adanya berbagai konsep fisika dan keterkaitan satu konsep dengan konsep lainnya yaitu Modulus Young, getaran, gelombang, resonansi, kelistrikkan dan kemagnetan dalam suatu kegiatan pengukuran modulus young alumunium.
c) Menjadi acuan metode pembelajaran fisika konstruktivisme dan sebagai contoh pengajaran berbagai konsep dalam suatu peristiwa fisika.
d) Penelitian ini dapat menjadi referensi dan solusi terhadap kelemahan eksperimen yang ada untuk eskperimen pengukuran Modulus Young di Universitas Sanata Dharma selanjutnya.
1.6 Sistematika Penelitian
1.6.1 BAB I Pendahuluan
BAB I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
1.6.2 BAB II Dasar Teori
BAB II berisi teori-teori mengenai Modulus Young, aluminium, getaran dan gelombang, serta medan magnet.
1.6.3 BAB III Eksperimen
BAB III berisi alat, bahan, prosedur penelitian, dan analisis data.
1.6.4 BAB IV Hasil dan Pembahasan
BAB IV berisi hasil penelitian dan pembahasannya.
1.6.5 BAB V Kesimpulan dan Saran
BAB V berisi kesimpilan dari penelitian yang telah dilakukan dan saran untuk penelitian lanjutan.
7 BAB II DASAR TEORI
2.1 Modulus Young
Elastisitas adalah sifat di mana benda kembali pada ukuran dan bentuk awalnya ketika ketika gaya-gaya yang mendeformasikannya (mengubah bentuknya) dihilangkan. Modulus Young merupakan salah satu dari tiga nilai modulus elastisitas yang menyatakan elastisitas panjang suatu benda. Modulus Young (Y), didefinisikan sebagai
𝑀𝑜𝑑𝑢𝑙𝑢𝑠 𝑌𝑜𝑢𝑛𝑔 = 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘
𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 (2.1)
Tegangan tarik (σ) yang dialami di dalam suatu padatan adalah besarnya gaya yang bekerja (F), dibagi dengan luas (A) di mana gaya tersebut bekerja.
𝜎 = 𝐹
𝐴 (2.2)
Regangan tarik (ɛ) didefiniskan sebagai perbandingan perubahan panjang (∆𝐿) terhadap panjang awal benda (𝐿0).
𝜀 =∆𝐿
𝐿0 (2.3)
Sehingga dapat ditulis:
𝑌 = 𝐹/𝐴
∆𝐿/𝐿0 =
𝐹𝐿0
𝐴∆𝐿 (2.4)
Modulus Young merupakan salah satu nilai modulus elastisitas yang hanya bergantung pada materi sebuah benda dan tidak bergantung pada ukuran atau bentuk benda. Modulus Young memiliki satuan yang sama dengan tegangan yaitu N/m2 atau Pa karena regangan adalah nilai tak berdimensi [Bueche dan Hecht, 2006; Giancoli, 2001; Serway dan Jewett, 2009].
2.2 Aluminium
Aluminium diperoleh terutama dari suatu bijih yang disebut bauksit yang secara kimia adalah hidrat oksida dari aluminium, yang diperoleh dalam jumlah besar pada permukaan bumi. Bila bijih ini diolah dengan soda api dihasilkan aluminium oksida yang dicampur dengan lelehan cryolit dan direduksi secara elektrolitik menghasilkan logam aluminium. Logam aluminium banyak digunakan pada pembuatan barang-barang yang ringan misalnya pada pesawat terbang dan juga untuk pengecoran setelah berpadu dengan berbagai persentase silikon, tembaga, besi, seng, mangan, dan magnesia baik secara tunggal atau gabungan. Modulus Young untuk aluminium secara umum adalah 7,0 × 1010 N/m2. Namun, pencampuran dengan logam yang lain seperti tembaga, mangan, atau magnesia, dapat dihasilkan nilai modulus Young yang berbeda tetapi tetap dalam rentang orde yang sama. [Jensen dan Chenoweth, 1991; Young dan Freedman, 2003].
Pada penelitian ini digunakan sebuah batang aluminium berbentuk balok dengan panjang l, lebar b, tebal d, dan massa jenis ρ. Massa jenis aluminium tidak sama persis untuk semua aluminium, oleh karena itu dalam penelitian ini nilai massa jenis batang aluminium yang digunakan dihitung terlebih dahulu. Nilai massa jenisnya akan dihitung dengan persamaan:
𝜌 =𝑚
𝑉 (2.5)
dengan, ρ : massa jenis (kg/m3) m : massa (kg)
V : volume (m3)
2.3 Getaran
2.3.1 Gerak Osilasi
Semua benda yang mempunyai massa dan elastisitas mampu bergetar. Ada dua kelompok getaran yaitu getaran bebas
dan getaran paksa. Getaran bebas terjadi jika sistem berosilasi karena bekerjanya gaya yang ada dalam sistem itu sendiri, dan tidak ada gaya luar yang bekerja. Sistem yang bergerak bebas akan bergetar pada satu atau lebih frekuensi naturalnya, yang merupakan sifat sistem dinamika yang dibentuk oleh distribusi massa dan kekakuannya. Sedangkan, getaran paksa merupakan getaran yang terjadi karena rangsangan gaya luar. Jika rangsangan tersebut berosilasi, maka sistem dipaksa untuk bergetar pada frekuensi rangsangan. Jika frekuensi rangsangan sama dengan salah satu frekuensi natural sistem, maka akan didapat keadaan resonansi dan sistem akan berosilasi dengan amplitudo maksimum [Thomson, 1992].
2.3.2 Osilasi Terpaksa dan Resonansi
Semua sistem yang bergetar mengalami redaman sampai derajat tertentu karena energi didisipasi oleh gesekan dan tahanan lain. Jika redaman itu kecil, maka pengaruhnya sangat kecil pada frekuensi natural sistem, dan perhitungan frekuensi natural biasanya dilaksanakan atas dasar tidak ada redaman. Namun, jika redaman itu besar dan energi terdisipasi secara kontinyu, amplitudo osilasi akan terus berkurang hingga sistem berhenti berosilasi. Untuk mempertahankan suatu sistem teredam agar tetap berosilasi, energi harus diberikan ke dalam sistem. Bila hal tersebut dilakukan maka sistem tersebut dikatakan digetarkan secara paksa. Jika energi yang dimasukkan ke dalam sistem berada pada laju yang lebih besar dari pada energi yang didisipasi oleh redaman, maka energi bertambah terhadap waktu yang ditunjukkan oleh peningkatan amplitudo. Jika energi yang diberikan memiliki laju yang sama dengan laju disipasi, maka amplitudo tetap konstan terhadap waktu [Thomson, 1992; Tipler, 1998].
Gambar 2.1 menunjukkan sebuah sistem yang terdiri dari sebuah benda yang digantung pada pegas dan digetarkan ke atas dan ke bawah.
Gambar 2.1 Sebuah benda m pada pegas vertikal
Jika pegas tersebut digetarkan dengan amplitudo kecil, maka sistem akan mulai berosilasi. Pada mulanya, gerak pegas tidak stabil, namun pada akhirnya suatu keadaan tunak dicapai ketika sistem berosilasi dengan frekuensi yang sama seperti frekuensi penggerak dan dengan amplitudo konstan karena energi yang diberikan konstan. Dalam keadaan tunak, energi yang diberikan ke dalam sistem dengan gaya paksa selama satu siklus sama dengan energi yang didisipasi per siklus karena redaman [Tipler, 1998].
Sistem dalam keadaan tunak juga bergantung pada frekuensinya. Frekuensi alami sebuah osilator didefinisikan sebagai frekuensi osilator tersebut ketika tidak ada gaya paksa atau gaya redaman. Misalnya, frekuensi alami sebuah pegas adalah ω0. Jika
frekuensi paksa sama (atau hampir sama) dengan frekuensi alami sistem, maka sistem akan berosilasi dengan suatu amplitudo yang maksimum. Fenomena ini disebut resonansi. Bila frekuensi paksa sama dengan frekuensi alami sistem, energi yang diserap bernilai maksimum dan frekuensi alami disebut frekuensi resonansi sistem. Pada penelitian ini, secara khusus frekuensi alami didefinisikan sebagai frekuensi saat batang alumunium tidak diberi beban berupa magnet kecil pada bagian ujung bebasnnya [Tipler, 1998].
2.3.3 Getaran Batang Alumunium
Batang dapat mengalami getaran transversal atau lenturan yang diilustrasikan dalam gambar 2.2. Seperti terlihat pada gambar, x adalah koordinat sepanjang sumbu horisontal batang dan y merupakan ukuran perpindahan atau defleksi lateral batang [Vierck, 1995].
Gambar 2.2 Getaran lentur sebuah batang
Pada eksperimen ini, keadaan batang alumunium dijepitkan pada sebuah meja secara horisontal pada salah satu ujungnya, sedangkan ujungnya yang lain dibiarkan bebas, sehingga memungkinkan bagian yang bebas tersebut dapat bergetar secara vertikal. Batang aluminium digetarkan secara elektrik dengan bantuan magnet kecil yang dilekatkan pada ujung bagian batang yang bebas. Magnet permanen memiliki kutub magnet utara dan selatan. Kemudian bagian batang yang bebas tersebut diletakkan di sebuah medan magnet yang bergetar dengan frekuensi yang dapat diatur (sebagai rangsangan gaya luar). Getaran tersebut dibangkitkan oleh sebuah kumparan yang dialiri arus listrik AC. Proses bergetarnya batang aluminium dapat dijelaskan dengan garis-garis medan magnetik dalam bidang yang melalui pusat sebuah magnet permanen dan sebuah koil silinder yang diilustrasikan pada gambar 2.3 berikut [Young dan Freedman, 2003].
y
0
Gambar 2.3 Garis-garis medan magnetik dari (a) sebuah magnet permanen, (b) sebuah koil silinder
Arah garis medan magnetik magnet permanen pada eksperimen ini tetap. Digambarkan pada gambar 2.3a di atas, arah garis medan masuk ke kutub selatan dan keluar dari kutub utara. Sedangkan arah garis medan magnetik pada kumparan berubah-ubah sebab arus yang mengalir adalah arus AC. Digambarkan pada gambar 2.3b, arah garis medan magnet masuk ke bagian kiri kumparan dan keluar dari bagian kanan kumparan. Oleh karena arus AC maka arah garis medan magnet tersebut dapat berubah menjadi sebaliknya. Hal tersebut membuat gaya di antara kedua medan magnet pada saat tertentu saling tarik menarik, dan pada saat tertentu saling tolak menolak. Keadaan tersebutlah yang membuat batang alumnium bergetar.
Sumber medan magnet ditempatkan pada statif yang kedudukannya terhadap ujung bebas batang alumunium dapat diubah-ubah untuk memastikan posisinya yang dapat menggetarkan batang alumunium dengan baik. Ketika frekuensi getaran medan magnet sama dengan salah satu frekuensi resonansi dari batang alumunium, maka amplitudo getaran batang tersebut mencapai nilai maksimumnya [Pradhan, Dhara, Panchadhyayee, dan Syam, 2015].
Keadaan resonansi seperti yang disebutkan akan membentuk pola gelombang yang mengikuti bentuk lenturan
batang cantilever yang bergetar menurut Euler Bernouli. Terdapat frekuensi tertentu yang menghasilkan suatu bentuk gelombang. Berikut pada gambar 2.4 ditunjukkan empat empat frekuensi natural dan mode shapes dari suatu batang cantilever yang bergetar [Rao, 2007].
Gambar 2.4 Bentuk lenturan batang cantilever yang bergetar untuk empat frekuensi menurut Euler Bernouli
Berdasarkan gambar 2.4, resonansi untuk setiap frekuensi dapat ditandai dengan keadaan sebagai berikut.
Untuk nada dasar (f1), terjadi bila: 𝑙 =1
4𝜆 Untuk nada atas pertama (f2) berlaku: 0,8𝑙 ≈1
2𝜆 𝑙 ≈5
8𝜆 Untuk nada atas kedua (f3) berlaku:
0,87𝑙 ≈ 𝜆 f1
f2
f3
𝑙 ≈ 1 3 20𝜆 Untuk nada atas kedua (f4) berlaku:
0,91𝑙 ≈ 11 2𝜆 𝑙 ≈ 113
20𝜆
Persamaan frekuensi sudut natural untuk getaran sebuah batang aluminium yang seragam dapat mengikuti persamaan Euler getaran lateral balok yang dapat ditulis sebagai berikut [Thomson, 1992]:
𝜔𝑛 ≈ (𝛽𝑛/𝑙)2∙ (𝑌𝑑2/12𝜌)1/2 (2.6)
Diketahui hubungan antara frekuensi sudut dan frekuensi getaran adalah 𝜔 = 2𝜋𝑓, maka dari persamaan 2.6 dapat diperoleh persamaan frekuensi natural getarannya adalah:
𝑓𝑛 ≈ (𝛽𝑛/𝑙)2∙ (𝑌𝑑2/(12𝜌 ∙ 4𝜋2))1/2 (2.7)
dengan
𝜔𝑛 : frekuensi sudut harmonik ke- (nada atas ke-) 𝛽𝑛 : nilai numerik
𝑌 : Modulus Young
𝑙 : panjang batang aluminium 𝑑 : tebal aluminium
𝜌 : massa jenis aluminium
𝑓𝑛 : frekuensi alami getaran harmonik ke- (nada atas ke-)
Persamaan (2.7) dipenuhi oleh sejumlah nilai numerik 𝛽𝑛 untuk keadaan konfigurasi batang dijepit di salah satu ujung, sedangkan ujung lain bebas sehubungan dengan masing-masing ragam normal getaran. Berikut beberapa nilai 𝛽𝑛 berturut-turut untuk keadaan
𝛽1 ≈ 1,9; 𝛽2 ≈ 4,7; 𝛽3≈ 7.9 (2.8)
Pada persamaan-persamaan di atas, nilai 𝜌 (massa jenis) adalah konstan. Padahal saat penambahan magnet, nilai 𝜌 akan berubah di bagian ujungnya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pendekatan untuk menjelaskan hal tersebut. Pendekatan pada eksperimen ini adalah penambahan magnet akan menambah panjangnya batang, sehingga relasi antara frekuensi sebenarnya (f) dan frekuensi pengukuran (f’), dapat dibuat sebagai berikut, yaitu:
𝑓 𝑓′=
𝑙′2
𝑙2 (2.9)
dengan l dan l’ berturut-turut adalah panjang batang sebenarnya dan panjang batang akhir. Jika ∆𝑙 adalah perubahan panjang batang maka persamaan (2.9) dapat ditulis sebagai:
𝑓 𝑓′= (𝑙 + ∆𝑙)2 𝑙2 atau 𝑓′ ≈ 𝑓 (1 − 2 (∆𝑙 𝑙 ) + 3 ( ∆𝑙 𝑙 ) 2 ) ≈ 𝑓 (1 − 2 (∆𝑚 𝑚 ) + 3 ( ∆𝑚 𝑚 ) 2 )
dengan mengasumsikan bahwa massa magnet adalah kecil jika dibandingkan dengan massa batang dan menganggap ∆𝑙/𝑙 sebanding dengan ∆𝑚/𝑚, di mana 𝑚 dan ∆𝑚 berturut-turut adalah massa batang dan massa magnet.
Sehingga,
𝑓′≈ 𝑓 − (2𝑓/𝑚) ∆𝑚; ∆𝑚 ≪ 𝑚 (2.10)
Ketika ∆𝑚 = 0, maka terbukti dari persamaan (2.10) bahwa 𝑓′=
𝑓. Kemudian, dengan membuat grafik 𝑓′ terhadap ∆𝑚 dapat dihitung nilai frekuensi resonansi yang sebenarnya (𝑓) dari
persamaan grafik tersebut (dimana ∆𝑚 = 0) [Pradhan, Dhara, Panchadhyayee, dan Syam, 2015].
Nilai Modulus Young batang alumunium dapat diperoleh dari persamaan (2.7), yaitu [Pradhan, Dhara, Panchadhyayee, dan Syam, 2015]: 𝑌 ≈ 4𝜋2 (𝛽𝑛)4( 12𝜌 𝑑2) ( 𝑓𝑛 1/𝑙2) 2 (2.11) Keterangan: 𝑌 : Modulus Young 𝛽𝑛 : nilai numerik
𝜌 : massa jenis aluminium 𝑑 : tebal aluminium
𝑓𝑛 : frekuensi alami harmonik ke- (nada atas ke-)
𝑙 : panjang batang aluminium
Pada penelitian ini Modulus Young ditentukan dengan metode grafik hubungan antara frekuensi alami terhadap satu per kuadrat panjang batang aluminium berdasarkan persamaan (2.7).
17 BAB III EKSPERIMEN
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur nilai Modulus Young dari batang alumunium. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah persiapan alat dan bahan, tahap kedua adalah pengambilan data, dan tahap ketiga adalah analisis data. Persiapan alat untuk pengambilan data atau pengukuran nilai besaran yang diukur disajikan sebagai berikut dengan berpedoman pada persamaan (2.11).
3.1 Persiapan Alat
3.1.1 Pengukuran tebal (𝑑) batang alumunium
Alat yang digunakan untuk mengukur tebal batang alumunium adalah mikrometer skrup yang berketelitian 0,01 mm.
3.1.2 Pengukuran panjang (𝑙) batang aluminium
Alat yang digunakan untuk mengukur panjang batang aluminium yang digunakan adalah midline yang berketelitian 1 mm.
3.1.3 Pengukuran massa jenis (𝜌) batang alumunium
Massa jenis batang aluminium dihitung dari perbandingan massa batang aluminium terhadap volumenya. Alat-alat yang digunakan untuk mengukur massa dan volume batang alumunium secara berturut-turut adalah neraca O’haus yang berketelitian 0,1 gram dan gelas ukur yang berketelitian 0,1 ml.
3.1.4 Pengukuran massa magnet (∆𝑚)
Alat yang digunakan unuk mengukur massa magnet adalah neraca O’haus berketelitian 0,1 gram yang juga digunakan untuk mengukur massa jenis batang aluminium.
3.1.5 Pengukuran frekuensi resonansi batang alumunium yang bergetar Alat-alat yang digunakan untuk menentukan frekuensi alami dari batang alumunium yang bergetar adalah batang alumunium, clamp, kumparan, statif, magnet kecil dengan berbagai massa, dan Audio Frecuency Generator (AFG) dengan amplifier.
Alat-alat tersebut dirangkai seperti pada gambar 3.1 dan 3.2 berikut.
Gambar 3.1 Rangkaian alat untuk pengukuran frekuensi resonansi getaran batang aluminium
Keterangan gambar:
a: batang aluminium dengan magnet ditempelkan pada salah satu ujungnya
b: Kumparan
c: Audio Frecuency Generator (AFG) d: Statif e: kabel penghubung Hz c d a b e
Gambar 3.2 Rangkaian real alat untuk pengukuran frekuensi resonansi getaran batang aluminium
a) Batang aluminium dan magnet kecil dengan berbagai massa Pada eksperimen ini panjang batang aluminium divariasikan. Panjangnya dapat diubah dengan memvariasikan panjang antara bagian yang dijepit dan bagian yang bebas. Panjang batang aluminium yang digunakan pada eksperimen ini adalah 0,3 m, 0,35 m, 0,4 m, 0,45 m, dan 0,5 m.
Magnet yang digunakan adalah magnet neodyum dengan diameter ± 1 cm. Magnet kecil tersebut digunakan untuk membantu menggetarkan batang aluminium secara elektrik dengan meletakkannya di sebuah kumparan yang memiliki medan magnet yang bergetar.
b) Kumparan
Kumparan digunakan sebagai penggetar (perangsang gaya dari luar) batang aluminium. Kumparan yang digunakan terdiri dari 1300 lilitan dengan diameter kawat adalah 0,5 mm. Kumparan ini akan dialiri arus sehingga timbul medan magnet. Medan magnet tersebut akan bergetar dengan frekuensi yang dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan.
c) Audio Frecuency Generator dengan amplifier
AFG berfungsi sebagai pembangkit sinyal untuk menggetarkan kumparan. AFG memberikan arus AC kepada kumparan yang ada, sehingga muncul medan magnet dalam bidang yang melalui pusat kumparan. AFG juga berfungsi untuk mengatur frekuensi getaran medan magnet kumparan sesuai dengan yang diinginkan. Amplifier pada AFG digunakan sebagai penguat sinyal untuk memastikan tenaga yang digunakan cukup untuk membangkitkan kumparan.
d) Statif
Statif digunakan sebagai tempat diletakkannya kumparan. Kumparan dijepit pada statif dengan tujuan agar posisi kumparan dapat diubah-ubah secara vertikal terhadap magnet kecil yang berada di ujung batang aluminium yang bebas. Posisi kumparan perlu diubah-ubah dengan tujuan untuk mendapatkan getaran batang aluminium yang stabil.
e) Kabel penghubung
Kabel penghubung digunakan untuk menghubungkan AFG ke kumparan.
f) Clamp
Clamp digunakan untuk menjepit salah satu ujung batang aluminium pada meja. Clamp juga memungkinkan untuk dilakukannya variasi panjang batang aluminium.
3.2 Pengambilan Data
3.2.1 Pengukuran tebal (𝑑) batang alumunium
Langkah-langkah untuk mengukur tebal batang aluminium adalah sebagai berikut.
a) Mengukur tebal batang aluminium di suatu titik menggunakan mikrometer skrup.
b) Mencatat data hasil pengukuran ke dalam tabel hasil pengukuran tebal batang aluminium.
Tabel 3.1 Tebal batang aluminium (𝑑), untuk berbagai pengukuran No Tebal, 𝒅 (m)
c) Melakukan langkah 1 dan 2 di titik yang lain pada batang aluminium.
3.2.2 Pengukuran massa jenis (𝜌) batang alumunium
Langkah-langkah untuk mengukur massa jenis batang aluminium adalah sebagai berikut.
a) Batang aluminium dipotong menjadi bagian-bagian yang kecil sehingga dapat dimasukkan ke dalam gelas ukur. Panjangnya kira-kira 10 cm.
b) Mengisi gelas ukur dengan air dengan volume tertentu (𝑉0). c) Mengukur massa satu potongan batangan aluminium
menggunakan neraca O’haus.
d) Memasukkan potongan aluminium pada langkah c ke dalam gelas ukur pada langkah b.
e) Mengamati perubahan volume yang terjadi.
f) Menghitung selisih volume akhir setelah dimasukkan potongan aluminium dan volume awal sebelum dimasukkannya potongan aluminium tersebut (𝑉1− 𝑉0). Hasilnya merupakan volume potongan batang aluminium.
g) Mencatat data hasil pengukuran volume dan massa batang aluminium yang pertama ke dalam tabel hubungan antara massa dan volume batang aluminium.
Tabel 3.2 Hubungan antara massa dan volume batang aluminium No Volume, V (m3) Massa, m (kg)
h) Melakukan langkah c sampai langkah g untuk potongan batang aluminium yang lain hingga mendapat 10 data hubungan antara volume dan massa batang aluminium.
3.2.3 Pengukuran massa magnet (∆𝑚)
Massa magnet diukur menggunakan neraca O’haus.
3.2.4 Pengukuran frekuensi resonansi batang aluminium yang bergetar Langkah-langkah untuk mengukur frekuensi resonansi batang aluminium yang bergetar adalah sebagai berikut.
a) Merangkai alat seperti pada gambar 3.1 untuk suatu panjang 𝑙. b) Melekatkan magnet yang telah ditimbang massanya dibagian
ujung batang aluminium yang bebas. c) Mengatur sinyal AFG pada keluaran AC.
d) Mengatur amplifier pada AFG pada posisi maksimum.
e) Mengatur frekuensi medan magnet kumparan pada AFG secara perlahan sampai terjadi resonansi. Resonansi yang terjadi ditandai dengan terbentuknya gelombang seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.4. Tampak bahwa gelombang yang terbentuk berada dalam keadaan tunak/konstan untuk frekuensi yang diatur, beramplitudo maksimum, dan getaran yang terjadi stabil.
f) Mencatat nilai frekuensi resonansi (f1’) yang terlihat pada AFG sesuai dengan keadaan resonansi untuk frekuensi f1 yang terjadi seperti pada gambar 2.4 pada tabel hubungan frekuensi resonansi (f1’) dengan massa magnet yang ditambahkan.
Tabel 3.3 Hubungan frekuensi resonansi (f’1) dengan massa magnet yang
ditambahkan, untuk panjang l
No Massa magnet,
∆𝒎 (kg)
Frekuensi resonansi, 𝒇𝟏′
(Hz)
1 2 3 4 5 6
g) Melakukan pengukuran frekuensi resonansi (f1’) sebanyak enam kali.
h) Menaikkan frekuensi kumparan secara perlahan hingga mendapat keadaan resonansi yang lain untuk frekuensi yang lain (f2 atau f3 atau f4) yang terjadi seperti pada gambar 2.4. i) Mencatat nilai frekuensi resonansi yang terlihat pada AFG
sesuai dengan keadaan resonansi untuk frekuensi yang lain (f2 atau f3 atau f4) yang terjadi seperti pada gambar 2.4 pada tabel hubungan frekuensi resonansi (fn’) dengan massa magnet yang ditambahkan.
j) Mengulangi langkah b sampai langkah i, dengan melakukan variasi massa magnet.
k) Mengulangi langkah a sampai langkah j, dengan melakukan variasi panjang batang aluminium.
3.3 Analisis Data
3.3.1 Menentukan massa jenis batang aluminium
Nilai massa jenis aluminium dihitung dengan metode grafik yang berdasar pada persamaan (2.5). Dari data hubungan massa dan volume batang aluminium, dibuat grafik massa aluminium terhadap volumenya. Hubungan antara massa dan volume aluminium mengikuti hubungan linear pada persamaan grafik,
𝑚 = 𝜌𝑉 + 𝐶 (3.1) dengan, m : massa (kg) ρ : massa jenis (kg/m3 ) V : volume (m3) C : konstanta
Berdasarkan persamaan (3.1), maka diperoleh nilai massa jenis batang aluminium yang merupakan nilai gradien garis.
3.3.2 Menentukan frekuensi alami batang aluminium
Nilai frekuensi alami batang aluminium dihitung dengan metode grafik yang berdasar pada persamaan (2.10). Dari data hubungan frekuensi resonansi dengan massa magnet yang ditambahkan untuk suatu panjang l, dibuat grafik frekuensi resonansi terhadap massa magnet yang ditambahkan. Hubungan antara frekuensi resonansi dan massa magnet yang ditambahkan mengikuti hubungan linear pada persamaan grafik,
𝑓′ = −𝑞(∆𝑚) + 𝑓 (3.2)
dengan, f’ : frekuensi resonansi (Hz) 𝑞 : gradien garis
∆𝑚 : massa magnet (kg) f : frekuensi alami (Hz)
Frekuensi alami batang aluminium merupakan frekuensi saat tidak ada magnet yang ditambahkan. Sehingga berdasarkan persamaan grafik, frekuensi alami batang aluminium merupakan nilai konstanta pada persamaan grafik.
Dari hasil frekuensi alami yang diperoleh untuk setiap panjang batang aluminium dapat dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan hubungan antara frekuensi alami dengan panjang batang aluminium.
Pengaruh panjang batang aluminium terhadap frekuensi alami dapat ditentukan dengan menganggap hubungan antara frekuensi alami dengan panjang batang aluminium mengikuti persamaan (3.3) berikut.
𝑓~𝑙𝑎 (3.3)
Untuk mengetahui nilai 𝑎, persamaan (3.3) dibuat menjadi persamaan logaritma sebagai berikut.
log 𝑓 = 𝑎 log 𝑙 (3.4)
Berdasarkan persamaan (3.4), data nilai frekuensi alami dan panjang batang aluminium diubah menjadi data nilai logaritma frekuensi alami dan nilai logaritma panjang batang aluminium, kemudian dibuat grafik log f terhadap log l. Dari persamaan grafik nantinya, nilai 𝑎 akan diperoleh sebagai nilai gradien garis.
3.3.3 Menentukan nilai Modulus Young batang aluminium
Nilai Modulus Young batang aluminium ditentukan dengan metode grafik hubungan frekuensi alami nada dasar terhadap satu per panjang batang aluminium dipangkatkan 𝑎 (grafik 𝑓1 𝑣𝑠 1
resonansi dan satu per panjang batang aluminium dipangkatkan 𝑎 mengikuti hubungan linear pada persamaan grafik,
𝑓1 = 𝑝 ∙ 1
𝑙𝑎+ 𝐶 (3.5)
dengan, 𝑓1 : frekuensi alami harmonik pertama (nada dasar)
𝑝 : gradien garis
𝑙 : panjang batang aluminium 𝐶 : konstanta
Berdasarkan persamaan (2.7) dan persamaan (3.5), nilai gradien garis 𝑝 dapat ditulis sebagai:
𝑝 = (𝛽1)2∙ √ 𝑌∙𝑑2
12𝜌∙4𝜋2 (3.6)
Dari persamaan (3.6), dengan mengkuadratkan kedua ruas, diperoleh nilai Modulus Young (Y) adalah:
𝑌 =48𝜋2∙𝑝2∙𝜌
(𝛽1)4∙𝑑2 (3.7)
Dengan cara yang sama, diulangi untuk nilai frekuensi alami yang lain f2, f3, f4, … fn.
27 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai Modulus Young batang aluminium. Berbagai pengukuran dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Berikut hasil pengukuran dan perhitungan yang dilakukan.
4.1.1 Hasil pengukuran tebal batang aluminium
Pengukuran tebal batang aluminium dilakukan di berbagai titik pada batang aluminium oleh karena ketebalan batang aluminium tidak persis sama di seluruh bagian. Batang aluminium lebih tebal di sisi pingir baik di kiri dan kanan bila dibandingkan dengan tebal di bagian tengahnya. Berikut hasil pengukurannya disajikan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Nilai tebal batang aluminium (d) No Tebal, 𝒅 (× 10-3 m) 1 0,89 2 0,92 3 0,91 4 0,89 5 0,88 6 0,92 7 0,92 8 0,89 9 0,93 10 0,88
Dari tabel di atas, nilai tebal batang aluminium adalah 𝑑 = (0,90 ± 0,01) × 10−3 𝑚
4.1.2 Hasil pengukuran massa jenis batang aluminium
Massa jenis batang aluminium merupakan perbandingan antara massa batang aluminium dengan volumenya. Massa batang aluminium diukur menggunakan neraca O’hauss. Sedangkan volume batang aluminium diukur menggunakan gelas ukur dengan melihat perubahan volume air pada gelas ukur. Pengukuran volume batang aluminium dilakukan dengan cara tersebut dengan alasan ketelitian dan kepraktisannya jika dibandingkan dengan pengukuran menggunakan panjang, lebar, dan tebal batang aluminium.
Pertama-tama, batang aluminium dipotong-potong menjadi beberapa bagian sehingga dapat diletakkan pada meja timbangan neraca O’hauss dan dapat dimasukkan ke dalam gelas ukur. Potongan batang aluminium yang dibuat memiliki panjang sekitar 10 cm. Potongan tersebut tidak boleh terlalu kecil, mengingat sifat aluminium yang ringan. Apabila potongannya terlalu kecil perubahan volume pada gelas ukur akan sulit untuk diamati. Satu persatu batang aluminium diukur massanya dan dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk diukur volumenya. Potongan aluminium yang pertama dengan massa 5,7 gram yang dimasukkan ke dalam gelas ukur menghasilkan perubahan volume air sebesar 2 ml. Dari data pertama terlihat bahwa perubahan volume yang terjadi kecil sehingga perlu diperhatikan untuk membuat potongan batang aluminium tidak terlalu kecil. Selanjutnya, potongan batang aluminium yang kedua diukur massanya dan kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur yang di dalamnya masih terdapat potongan aluminium pertama. Perubahan
volume yang terbaca adalah volume akhir dikurangi volume awal sebelum dimasukkan potongan batang aluminium yang pertama. Perubahan volume tersebut sebagai volume dua potongan batangan aluminium yaitu 4 ml. Sama halnya dengan massa potongan aluminium yang ditulis adalah jumlah massa potongan aluminium pertama dan kedua yaitu 11,3 gram. Demikian seterusnya, untuk potongan-potongan batang aluminium yang lain.
Hasil pengukuran massa dan volume batang aluminium disajikan pada tabel 4.2 berikut yang dinyatakan sebagai hubungan antara massa dan volume batang aluminium.
Tabel 4.2 Hubungan antara massa dan volume batang aluminium No Volume, V (× 10-6 m3) Massa, m (× 10-3 kg) 1 2 5,7 2 4 11,3 3 6 16,2 4 8 21,9 5 10,5 27,7 6 12,5 33,5 7 14,5 39,2 8 16,5 44,8 9 19 50,8 10 20 54,4
Massa jenis batang aluminium yang digunakan kemudian ditentukan dengan metode grafik yang berdasar pada persamaan (2.5). Dari tabel 4.1 di atas dibuat grafik massa aluminium terhadap volumenya dengan program Logger pro yang ditunjukkan pada gambar 4.1. Persamaan grafik yang ada kemudian dianalisis dengan persamaan (3.1).
Gambar 4.1 Grafik hubungan antara massa terhadap volume batang aluminium
Dari persamaan grafik pada gambar 4.1 dan berdasar pada persamaan (3.1), maka diperoleh nilai massa jenis batang aluminium yang sama dengan nilai gradien garis.
𝜌 = (2,68 ± 0,02) × 103 𝑘𝑔/𝑚3
4.1.3 Hasil pengukuran frekuensi resonansi batang aluminium
Pada penelitian ini, salah satu ujung batang aluminium dijepitkan secara horisontal pada sebuah meja, sedangkan salah satu ujungnya dibiarkan bebas, sehingga memungkinkan bagian yang bebas tersebut untuk bergetar secara vertikal. Getaran batang aluminium dilakukan secara elektrik dengan bantuan magnet kecil yang ditempelkan di salah satu ujungnya yang bebas. Bagian batang aluminium yang bebas tersebut kemudian diletakkan di atas sebuah medan magnet yang bergetar yang dibangkitkan oleh sebuah kumparan yang dialiri arus listrik AC dari sebuah AFG. Batang aluminium dapat bergetar oleh karena gaya di antara medan magnet kumparan dan magnet permanen yang pada saat tertentu saling tarik menarik dan saat tertentu lainnya saling tolak menolak.
Frekuensi getaran medan magnet kumparan dapat diatur pada AFG. Ketika frekuensi getaran medan magnet sama dengan salah satu frekuensi resonansi dari batang alumunium, maka batang aluminium akan bergetar dengan amplitudo maksimumnya. Keadaan resonansi ditandai dengan terbentuknya gelombang yang mengikuti bentuk lenturan batang cantilever yang bergetar menurut Euler Bernouli, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4. Frekuensi medan magnet kumparan harus diatur secara perlahan karena sedikit perubahan saja dapat sangat mempengaruhi besar amplitudo. Selain itu juga, perlu diperhatikan jarak antara kumparan pembangkit medan magnet dengan magnet pada batang aluminium. Jarak tersebut mempengaruhi gaya yang diperoleh magnet pada batang aluminium. Semakin besar jaraknya gaya yang diperoleh makin kecil sehingga batang aluminium tidak bergetar. Namun, apabila jaraknya terlalu dekat batang aluminium akan menumbuk kumparan saat bergetar, sehingga ada gaya tambahan dari tumbukan itu.
Pertama, dilakukan pengukuran frekuensi resonansi untuk batang aluminium dengan panjang 0,3 m. Salah satu ujung batang aluminium dijepit pada meja, sedang ujung lainnya dibiarkan bebas. Pada bagian batang aluminium yang bebas, dilekatkan sebuah magnet kecil yang telah diukur massanya yaitu 2,3 gram dan diletakkan diatas medan magnet sebuah kumparan yang bergetar dengan frekuensi yang dapat diatur pada AFG. Pengatur frekuensi pada AFG diputar secara perlahan dengan memperhatikan getaran batang aluminium yang terjadi. Pada frekuensi awal 10 Hz batang aluminium bergetar namun getaran yang dihasilkan tidak stabil, kadang bergetar dan kadang tidak. Frekuensi medan magnet kumparan kemudian dinaikkan lagi sampai 44,5 Hz. Pada frekuensi tersebut batang aluminium melentur menghasilkan suatu pola gelombang seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.4 dengan keadaan resonansi pada frekuensi f2. Potret pola gelombang yang terbentuk dengan keadaan resonansi pada frekuensi resonansi f2 untuk panjang batang aluminium 0,3 m ditampilkan pada halaman lampiran 9. Setelah mendapat satu keadaan resonansi dengan frekuensi resonansi 44,5 Hz, frekuensi medan magnet pada kumparan dinaikkan lagi untuk mencari keadaan resonansi yang lain. Namun, berdasarkan pengamatan setelah frekuensi kumparan dinaikkan, tidak ditemukan lagi keadaan resonansi yang lain pada batang aluminium dengan panjang 0,3 m. Batang aluminium dengan panjang 0,3 m hanya memiliki satu keadaan resonansi yaitu pada frekuensi resonansi 44,5 Hz. Kemudian untuk memastikan bahwa resonansi benar-benar terjadi pada frekuensi 44,5 Hz, pengukuran dilakukan sebanyak enam kali untuk satu masa magnet. Selanjutnya dengan cara yang sama, dilakukan variasi massa magnet pada batang aluminium dengan panjang 0,3 m.
Pengukuran frekuensi resonansi batang aluminium juga dilakukan pada panjang batang aluminium lainnya yaitu 0,35 m; 0,4 m; 0,45 m; dan 0,5 m. Dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pada batang aluminium dengan panjang 0,3, pengukuran frekuensi resonansi dilakukan sebanyak enam kali untuk satu massa magnet, kemudian melakukan variasi massa magnet pada satu panjang batang aluminium.
Berdasarkan pengamatan, getaran batang aluminium pada eksperimen ini untuk semua panjang (l) beresonansi menghasilkan gelombang yang bentuknya mengikuti bentuk lenturan batang cantilever menurut Euler Bernouli pada keadaan dengan frekuensi resonansi f2 (nada atas pertama) seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4. Gambar 4.2 berikut menunjukkan hasil pengamatan gelombang yang terbentuk untuk getaran batang aluminium dengan panjang 0,4 m. Potret gelombang yang terbentuk untuk panjang
batang aluminium yang lain ditampilkan pada halaman lampiran bagian ke-9.
Gambar 4.2 Pola gelombang getaran batang aluminium untuk l = 0,4 m
Untuk membuktikan bahwa keadaan resonansi pada getaran batang aluminium yang menghasilkan gelombang seperti yang terlihat pada gambar 4.2 sama dengan keadaan resonansi pada frekuensi resonansi f2 (nada atas pertama) pada gambar 2.4 dilakukan pengukuran terhadap panjang ½ λ yang dihasilkan dari penelitian ini. Secara teori panjang ½ λ untuk l = 0,4 m adalah ≈ 0,8l ≈ 0,32 m. Pengukuran panjang ½ λ pada gambar 4.2 dilakukan dengan menggunakan aplikasi Image Meter memberikan hasil pengukuran ½ λ = 0,323 m (cara pengukuran terlampir pada lampiran 10). Nilai 0,323 m mendekati nilai panjang ½ 𝜆 secara teori yaitu 0,32 m, sehingga keadaan resonansi pada gambar 2.4 dianggap sama dengan keadaan resonansi dengan frekuensi f2 (nada atas pertama). Oleh karena itu, frekuensi resonansi yang diukur pada eksperimen ini dituliskan dan dianalisis sebagai frekuensi resonansi f2 (nada atas pertama).
Berikut ditampilkan hasil pengukuran frekuensi resonansi untuk batang aluminium dengan panjang 0,3 m.
Tabel 4.3 Hubungan frekuensi resonansi dengan massa magnet yang ditambahkan, untuk panjang l = 0,3 m
No Massa magnet, ∆𝒎 (×10-3 kg) Frekuensi resonansi, 𝒇𝟐′ (Hz) 𝒇𝟐′ ̅̅̅̅ (Hz) 1 2 3 4 5 6 1 2,3 44,5 44,5 44,5 44,5 44,5 44,5 44,5 2 4,7 42,5 42 42 42 41,5 42 42 3 6,8 41 40,5 40,5 40,5 41 41 40,75 4 9,5 40 40 40 39,5 39,5 40 39,83 5 11,4 39,5 39,5 39,5 39 39 39,5 39,33 6 14,1 38,5 38,5 38,5 38,5 38,5 38,5 38,5
Hasil pengukuran frekuensi resonansi untuk batang aluminium dengan panjang 0,35 m; 0,4 m; 0,45 m; dan 0,5 m disajikan pada halaman lampiran bagian lampiran 1 sampai lampiran 4.
4.1.4 Menentukan frekuensi alami batang aluminium
Frekuensi alami pada penelitian ini didefinisikan secara khusus sebagai frekuensi saat batang alumunium tidak diberi beban berupa magnet kecil pada bagian ujung bebasnya. Nilai frekuensi alami batang aluminium dihitung dengan metode grafik yang berdasar pada persamaan (2.10). Dari data hubungan frekuensi resonansi dengan massa magnet yang ditambahkan untuk suatu panjang l, dibuat grafik frekuensi resonansi terhadap massa magnet yang ditambahkan. Hubungan antara frekuensi resonansi dan massa
magnet yang ditambahkan mengikuti hubungan linear pada persamaan grafik dengan analisis mengikuti persamaan (3.2).
Berikut ini disajikan grafik hubungan frekuensi resonansi dengan massa magnet yang ditambahkan, untuk panjang l = 0,3 m, yang dibuat dari data tabel 4.3.
Gambar 4.3 Grafik hubungan frekuensi resonansi dengan massa magnet yang ditambahkan, untuk panjang l = 0,3 m
Grafik hubungan frekuensi resonansi dengan massa magnet yang ditambahkan, untuk panjang batang aluminium yang lain disajikan pada halaman lampiran, bagian lampiran 5 sampai 8.
Berdasarkan persamaan grafik pada gambar 4.3 di atas dan mengikuti persamaan (3.2), nilai frekuensi alami untuk batang aluminium dengan panjang l = 0,3 m sama dengan nilai konstanta grafik.
𝑓2 = (44,7 ± 0,6) 𝐻𝑧
Dengan cara yang sama frekuensi alami untuk panjang batang aluminium yang lain juga ditentukan. Berikut ini disajikan frekuensi alami untuk setiap panjang batang aluminium pada tabel
4.4 yang dinyatakan sebagai hubungan antara frekuensi alami dengan panjang batang aluminium untuk dianalisis kemudian.
Tabel 4.4 Hubungan antara frekuensi alami dengan panjang batang aluminium
No 𝒍 (m) 𝒇𝟐 (Hz) 1 0,3 44,7 ± 0,6 2 0,35 32,9 ± 0,5 3 0,4 25,6 ± 0,4 4 0,45 20,1 ± 0,4 5 0,5 16,6 ± 0,3
Dari tabel 4.4 dapat dilakukan analisis untuk menentukan hubungan antara frekuensi alami dengan panjang batang aluminium. Hubungan antara frekuensi alami dengan panjang batang aluminium ditentukan dengan mengacu pada persamaan (3.3). Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa semakin besar nilai panjang batang aluminium, nilai frekuensi alaminya semakin kecil, namun tidak menunjukkan suatu hubungan yang linear. Oleh karena hal tersebut, untuk memudahkan proses analisis maka persamaan (3.3) dapat dituliskan sebagai:
𝑓2~1/𝑙𝑎 (4.1)
Selanjutnya, nilai 𝑎 ditentukan mengikuti persamaan (3.4) yang juga dapat dituliskan kembali sebagai berikut.
log 𝑓2 = 𝑎 log 1/𝑙 (4.2)
Selanjutnya, dari data pada tabel 4.4 dihitung nilai logaritmanya yang disajikan pada tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5 Hubungan antara log f2 dan log 1/l. No log 𝟏/𝒍 log 𝒇𝟐 1 0,52 1,65 2 0,46 1,52 3 0,40 1,41 4 0,35 1,30 5 0,30 1,22
Sesuai dengan persamaan (4.2) dibuat grafik hubungan log f2 dan log 1/l.
Gambar 4.4 Grafik hubungan log f2 terhadap log 1/l
Persamaan grafik pada gambar 4.4 kemudian dianalisis dengan persamaan (4.2). Berdasarkan persamaan pada grafik dan persamaan (4.2) diperoleh nilai 𝑎 sama dengan gradien grafik.
𝑎 = 2,03 ± 0,05
Dari hasil nilai 𝑎 yang diperoleh, hubungan antara frekuensi alami dengan panjang batang aluminium dapat dinyatakan dalam persamaan (4.3) berikut.
Oleh karena nilai 𝑎 tersebut mendekati 2 maka persamaan (4.3) dapat ditulis sebagai.
𝑓2~1/𝑙2 (4.4)
Persamaan (4.4) menunjukkan kesesuaian dengan persamaan (2.7) yang menunjukan bahwa frekuensi getaran sebanding dengan seperkuadrat panjang batang aluminium.
4.1.5 Menentukan nilai Modulus Young batang aluminium
Nilai Modulus Young batang aluminium ditentukan dengan metode grafik hubungan frekuensi alami terhadap satu per panjang batang aluminium dipangkatkan 𝑎 (grafik 𝑓𝑛 𝑣𝑠 1
𝑙𝑎) berdasarkan persamaan (2.7). Dari persamaan (4.4),
diketahui nilai 𝑎 = 2, maka nilai Modulus Young batang aluminium pada penelitian ini ditentukan dengan dengan metode grafik hubungan frekuensi alami terhadap satu per kuadrat panjang batang aluminium yang berdasar pada persamaan (2.7). Sebelumnya, hubungan antara frekuensi alami dengan satu per kuadrat panjang batang aluminium dituliskan pada tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6 Hubungan antara frekuensi alami dengan satu per kuadrat panjang batang aluminium No 1/𝒍𝟐 (m-2 ) 𝒇𝟐 (Hz) 1 11,11 44,7 ± 0,6 2 8,16 32,9 ± 0,5 3 6,25 25,6 ± 0,4 4 4,94 20,1 ± 0,4 5 4 16,6 ± 0,3
Dari tabel 4.6 dibuat grafik hubungan antara frekuensi alami dengan satu per kuadrat panjang batang aluminium sebagai berikut.
Gambar 4.5 Grafik hubungan f2 terhadap 1/l2
Dengan analisis mengikuti persamaan (3.5), dari persamaan grafik pada gambar 4.5 diperoleh nilai gradien garis yaitu:
𝑝 = (3,96 ± 0,03)𝐻𝑧 𝑚2
Dengan nilai 𝑝 yang diperoleh, maka nilai Modulus Young batang aluminium dapat dihitung menggunakan persamaan (3.7). Pada pengukuran-pengukuran sebelumnya telah diperoleh nilai tebal batang aluminium 𝑑 = (0,90 ± 0,01) × 10−3 𝑚 dan nilai massa jenis aluminium 𝜌 = (2,68 ± 0,02) × 103 𝑘𝑔/𝑚3. Nilai numerik 𝛽𝑛 yang digunakan adalah 𝛽2 ≈ 4,7. Dengan data-data yang ada,
nilai Modulus Young aluminium dapat dihitung sebagai berikut. 𝑌 =48𝜋 2∙ 𝑝2∙ 𝜌 (𝛽2)4∙ 𝑑2 𝑌 =48𝜋 2× (3,96 𝐻𝑧 𝑚2)2 × (2,68 × 103)𝑘𝑔/𝑚3 (4,7)4× (0,9 × 10−3 𝑚)2 𝑌 = (5,04 ± 0,03) × 1010 𝑁/𝑚2
4.2 Pembahasan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan nilai Modulus Young aluminium. Modulus Young merupakan salah satu dari tiga nilai modulus elastisitas yang menyatakan elastisitas panjang suatu benda. Elastisitas dijelaskan sebagai sifat sebuah benda yang apabila gaya luar yang menghasilkan perubahan bentuk yang tidak melebihi batas tertentu, maka perubahan bentuk akan hilang sesudah gaya dilepas. Modulus Young berkaitan dengan sifat sebuah benda yang bertambah panjang ketika diberi gaya luar, dan apabila gaya tersebut hilang panjang benda akan kembali ke panjang semula. Hal tersebut terjadi apabila gaya luar tidak melebihi batas elastisitas panjang benda tersebut. Apabila gaya luar melebihi batas elastisitas, maka benda tersebut tidak kembali ke panjang awalnya atau dapat berubah bentuk atau rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya.
Sifat elastis dimiliki oleh hampir semua bahan. Dalam dunia industri sifat tersebut dapat dinyatakan dalam angka yang disebut nilai elastisitas bahan. Nilai elastisitas sebuah bahan di dunia industri menjadi suatu hal yang penting untuk diketahui. Hal tersebut salah satunya berkaitan dengan pemilihan bahan yang tepat untuk pemanfaatannya sebagai produk perkembangan teknologi dalam hidup keseharian. Aluminium sebagai salah satu bahan yang sangat lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari perlu untuk diketahui nilai modulus elastisitasnya atau nilai Modulus Young-nya.
Terdapat berbagai metode pengukuran untuk mengetahui nilai Modulus Young sebuah benda. Namun, metode yang seharusnya digunakan adalah metode yang efektif dan efisien. Efektif merujuk pada hasil pengukuran yang akurat dan tidak merusak bahan. Sedangkan efisien merujuk pada kemudahan memperoleh, harga yang terjangkau, dan keserhanaan merangkai alat dan melakukan praktik pengukuran.