• Tidak ada hasil yang ditemukan

AMNESTY INTERNASIONAL DAN ORGANISASI KERJASAMA ISLAM DALAM MEMANDANG KONFLIK ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AMNESTY INTERNASIONAL DAN ORGANISASI KERJASAMA ISLAM DALAM MEMANDANG KONFLIK ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

AMNESTY INTERNASIONAL DAN ORGANISASI KERJASAMA ISLAM DALAM MEMANDANG KONFLIK ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA

Muhammad Zacky Jamali

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta zacky.jamali18@mhs.uinjkt.ac.id

ABSTRAK

Konflik yang terjadi di Xianjiang China dianggap melanggar prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia. Hal ini tentu saja menjadi sorotan dunia internasional yang mendatangkan berbagai respon, seruan, serta kecaman baik dari negara-negara di dunia maupun organisasi internasional seperti, Amnesty Internasional dan Organisasi Kerjasama Islam. Amnesty Internasional dan Organisasi Kerjasama Islam memiliki peran serta keterkaitan dalam isu konflik etnis muslim Uighur di China. Amnesty Internasional merupakan sebuah organisasi yang bergerak untuk memerangi kasus pelanggaran HAM di dunia dan OKI merupakan organisasi yang dibentuk atas dasar rasa solidaritas muslim di dunia yang seharusnya membantu memperjuangkan HAM muslim Uighur secara tegas malah bersikap lembut terhadap Konflik di Xianjiang. Penyebab sikap lunak OKI karena beberapa negara OKI sedang menjalin kerjsama dengan China. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Hasil temuan dari penelitian ini adalah melihat perbedaan respon antara Amnesty dan OKI serta hal yang melatarbelakangi perbedaan respon dari masing masing. Kata Kunci : Uighur, China, Amnesty, OKI, HAM

ABSTRACT

The conflict in Xianjiang China is perceived to be a breach of human rights principles. This has been concern of the international community, which has brought different reactions and critiques from countries in the world and international organization such as Amnesty International and the Organization of Islamic Cooperation. Amnesty International and Organisation of Islamic Cooperation have a role and participation in the issue of the Uyghur Muslim ethnic conflict in China. Amnesty International is an organisation that works to resolve cases of human rights abuses around the world, and the OIC is organization founded on the basis of sense of unity between Muslims around the world that should help fight for the human rights of Uyghur Muslims, but instead be soft on the conflict around Xianjiang. The results of this study are to see the difference response between Amnesty and OIC and the reasons for both of the different responses.

(2)

I. PENDAHULUAN

HAM merupakan hak hak absolut yang terikat pada hakikat di dalam setiap individu dan harus kita hormati, dijunjung tinggi, dan di proteksi oleh hukum, setiap orang, pemerintah, bahkan negara. Pencabutan maupun pelanggaran nilai nilai HAM secara sengaja dinilai sebagai tindakan yang melawan hukum hak hak dasar kemanusiaan dan merupakan kejahatan berat terhadap HAM. Hak Asasi Manusia memiliki sifat Universal dan Abadi, ini berarti berlaku untuk siapa saja dan dimana saja. Tidak diperbolehkan adanya pelanggaran ataupun penindasan terhadap nilai nilai Hak Asasi Manusia apapun itu rasnya, budayanya, warna kulitnya, jenis kelaminnya, kebangsaannya, dan agama atau kepercayaannya. Justru harus dihormati, dijunjung tingi, dan dilindungi tidak boleh dikurangi atau dirampas oleh siapapun (Gunakaya, 2017). Isu HAM mulai menjadi perhatian bagi dunia internasional ketika pada tanggal 10 Desember 1948 diadakan Sidang Umum PBB yang menghasilkan Instrumen HAM Internasional berupa Universal Declaration of Human Rights yang berisi 30 pasal. Instrumen ini diharapkan sebagai simbol komitmen moral dunia internasional dalam perlindungan HAM dan diharapkan Instrumen ini menjadi tolak ukur ataupun acuan di banyak negara-negara di dunia.

Islam memang agama minoritas di China, namun Islam bukanlah agama baru yang muncul di China. Pada tahun 1949 setelah berdirinya RRC, penduduk yang menetap di perbatasan negara dibagi menjadi 56 etnis berdasarkan sejarah, wilayah, bahasa, dan budayanya. Dan terdapat 10 kelompok yang akhirnya menjadi muslim minoritas salah satunya Uighur. Situasi semakin tidak terkendali setelah kasus 9/11 dan puncaknya pada tahun 2009 saat kerusuhan antara etnis Uighur dan Han di Xianjiang yang diakhiri dengan penahanan ilegal Muslim Uighur dan diikuti etnis lain seperti Kazakh. Alasannya adalah untuk memberikan pendidikan ulang serta mencegah radikalisme dan separatisme. Namun beberapa waktu lalu terdapat sejumlah dokumen rahasia yang bocor dan berisi hal hal kebijakan yang dinilai melanggar prinsip-prinsip HAM seperti, kegiatan cuci otak, hukuman tegas, aksi kriminal dan perbudakan ( BBC, 2019 ).

Konflik Etnis Muslim Uighur di Xianjiang China menyita perhatian yang cukup besar bagi dunia internasional baik negara-negara maupun organisasi internasional seperti Amnesty Internasional dan Organisasi Kerjasama Islam. Amnesty Internasional merupakan organisasi internasional yang sangat menjunjung tinggi nilai nilai HAM dan sudah menjadi kewajiban bagi Amnesty Internasional dalam memerangi tindakan pelanggaran HAM yang

(3)

terjadi di dunia internasional. Amnesty Internasional menekankan bahwa China telah melakukan tindakan represif dan memberikan penjelasan tentang nasib sekitar satu juta orang mayoritas Muslim yang ditahan secara sewenang wenang di Xianjiang dalam laporannya “China Where are they? Time for Answers about mass detentions in Xianjiang Uighur Autonomous Region” ( Masyrafina & Saubani, 2018). Menariknya disaat respon dunia internasional yang mengecam China atas tindakannya pada Konflik di Xianjiang, lain halnya dengan OKI yang merupakan organisasi solidaritas umat Muslim di dunia justru bersikap lunak dalam meresepon Konflik di Xianjiang. Respon lunak OKI di pengaruhi oleh adanya kepentingan negara-negara OKI dalam menjalin kerjasama dengan China. Dengan latar belakang tersebut, fokus Jurnal ini akan mengulas perkembangan Konflik di Xianjiang dan apa yang menyebabkan perbedaan respon antara Amnesty Internasional dan OKI dalam memandang Konflik di Xianjiang.

II. METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif untuk menganalisa permasalahan terkait topik Jurnal yakni Perbedaan Amnesty Internasional dan Organisasi Kerjasama Islam dalam Memandang Konflik Etnis Uighur di Xianjiang China. Pendekatan penelitian kualittif adalah pengumpulan data yang bertujuan untuk menafsirkan suatu fenomena topik yang diambil peneliti. Hasil dari penelitian kualitatif juga lebih menekankan makna dibanding generalisasi. Penelitian kualitatif sering digunakan dalam suatu penelitian di lingkup sosial. Pendekatan kualitatif hasilnya tidak didapatkan dengan prosedur statistik. Selain itu juga penelitian kualitatif berusaha untuk mendapatkan pencerahan serta pemahaman dalam memandang suatu fenomena yang terjadi. Singkatnya pendekatan kualitatif tidak menggunakan metode statistik, akan tetapi menggunakan pengumpulan data yang kemudian dianalisis dan di interpretasikan(Anggito & Setiawan, 2018). Data kualitatif digunakan penulis untuk menjelaskan perbedaan respon Amnesty Internasional dan Organisasi Kerjasama Islam terhadap Konflik Etnis Uighur di Xianjiang. Selain itu juga data kualitatif digunakan untuk menjelaskan apa yang melatarbelakangi Organisasi Kerjasama Islam dalam respon lunaknya terhadap Konflik Etnis di China. Penulis juga menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan library research dimana data data ini diperoleh dari buku, jurnal, artikel, website online, dokumen terpercaya dan hasil penelitian penelitian sebelumnya yang dilakukan para peneliti yang sudah pernah

(4)

melakukan riset yang berkaitan dengan topik ini. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengapa Organisasi Kerjasama Islam sebagai Organisasi yang dibentuk atas solidaritas Umat Islam justru bersikap lunak dalam merespon Konflik Etnis Muslim Uighur di Xianjiang China. Penulis bertujuan untuk menjelaskan kepada pembaca menggunakan Teori Model Aktor Rasional dalam pembuatan keputusan kebijakan luar negeri menurut Graham T. Allison. Teori ini menjelaskan bagaimana suatu kebijakan luar negeri diambil dengan pertimbangan yang paling rasional dalam suatu negara. Dalam teori kebijakan luar negeri Model Aktor Rasional penulis menganalisanya dengan respon yang dilontarkan oleh Organisasi Kerjasama Islam yang dinilai lunak dalam merespon konflik Uighur di Xianjiang China. Dalam hal ini beberapa negara anggota OKI telah melakukan hubungan kerjasama dengan pemerintah China. Selain itu juga faktor hubungan sejarah yang telah berlangsung baik antara pemerintah China dengan negara anggota OKI. Hal ini yang membuat OKI bersikap lunak dalam merespon konflik Etnis Muslim di Uighur China. Negara anggota OKI merasa cemas jika terlalu dalam untuk terlibat konflik Muslim di Uighur karena faktor hubungan diplomatik yang cukup baik telah terjalin anatara negara anggota OKI dan juga China. Menurut Teori Model Aktor Rasional negara anggota anggota OKI dengan kebijakan luar negerinya sangat mempertimbangkan segala keuntungan untuk negaranya. Dalam hal ini perilaku negara-negara anggota OKI digambarkan seperti aktor individual rasional dan sempurna yg umumnya diasumsikan memiliki pengetahuan yang sempurna terhadap situasi, dan mencoba memaksimalkan apa saja nilai dan tujuan berdasarkan situasi yang ada. Berbagai tindakan negara dianalisis dengan asumsi negara akan mempertimbangkan semua pilihan dan bertindak rasional untuk memaksimalkan keuntungan. Oleh karena itulah yang membuat negara anggota Organisasi Kerjasama Islam bersikap lunak.

III. KAJIAN PUSTAKA

Dalam menyusun jurnal ini, Penulis menggunakan sumber sumber data berupa beberapa literatur yang digunakan penulis untuk mendukung fakta dan data serta argumentasi penulis sebagai hasil akhir dari jurnal ini. Pertama, buku yang ditulis oleh Prof. Miriam Budiardjo yang berjudul Dasar Dasar Ilmu Politik pada tahun 2008. Dalam literatur pertama ini penulis menekankan fokusnya pada sub bab yang menjelaskan mengenai Hak Asasi Manusia. Dalam buku ini menerangkan bahwa Hak Asasi Manusia merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan juga telah menjadi isu yang hangat dibicarakan di hampir semua

(5)

belahan dunia. Dijelaskan juga bahwa Hak Asasi Manusia dianggap sebagai hak yang dimiliki setiap manusia, yang melekat atau inheren di dirinya karena dia adalah manusia. Selain itu juga buku ini membahas mengenai sejarah Hak Asasi Manusia dalam konteks internasional dimana diskusi internasional di PBB mengenai Hak Asasi Manusia telah menghasilkan beberap piagam penting seperti Universal Declaration of Human Rights (1948), dua perjanjian yaitu Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik (1966) dan Deklarasi Wina (1993). Dari beberapa instrument penting tersebut, diharapkan negara-negara dunia mentaati konsep konsep Hak Asasi Manusia dan menjadikan instrument internasional tersebut sebagai tolak ukur HAM secara universal. Hal ini membuktikan bahwa isu Hak Asasi Manusia menjadi hal yang sangat krusial dan perlu diperhatikan bagi seluruh negara -negara di dunia.

Literatur kedua adalah jurnal yang ditulis oleh M. Tri Andika dan Elcy Damayani yang berjudul Sikap Lunak OKI dalam Pelanggaran HAM di Uighur pada tahun 2020 Analisis CSIS Vol.49 Nomor 1. Dalam literatur jurnal ini menjelaskan bagaimana respon Organisasi Kerjasama Islam yang tidak tegas terhadap kasus konflik etnis di Xianjiang China. Tujuan penulis menggunakan literatur ini untuk menjelaskan apa yang melatarbelakangi negara-negara OKI yang bersikap lunak atas kasus konflik etnis di Xianjiang China. Padahal kita tahu bahwa Organisasi Kerjasama Islam merupakan sebuah organisasi yang dibentuk atas dasar solidaritas umat Muslim di dunia, dan sudah seharusnya negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam berkewajiban untuk meresepon lebih tegas dan membantu saudara saudari muslim di Xianjiang China. Jurnal ini menjelaskan bahwa lunaknya sikap Organisasi Kerjasama Islam atas perlakuan pemerintah China terhadap komunitas Muslim Uighur di Xianjiang dipengaruhi setidaknya karena dua hal. Yang pertama, karena faktor hubungan tradisional yang sudah terjalin lama antara negara-negara OKI dan China, terutama dalam kesamaan posisi atas agenda perjuangan Palestina. Dan yang kedua, adanya faktor kerjasama ekonomi yang dijalin antara China dan negara-negara anggota OKI. Jurnal ini menegaskan bahwa respon lunak Organisasi Kerjasama Islam atas isu pelanggran Hak Asasi Manusia yang dialami Muslim Uighur di Xianjiang China mengundang tanda tanya besar. Organisasi Kerjasama Islam tidak mampu bersikap atas kasus serupa yang terjadi di negara lain. Hal ini dapat dilihat bahwa Organisasi Kerjasama Islam sangat aktif dalam menangani isu isu marginalisasi yang dialami oleh kelompok Muslim seperti yang terjadi di Filipina, Thailand, Irak, dan Somalia. Dalam isu konflik tersebut OKI sangat berperan aktif dalam upaya menyelesaikan permasalahan

(6)

permasalahan yang menimpa kelompok Muslim. Jurnal ini juga menggaris bawahi bahwa Organisasi Kerjasama Islam sebagai organisasi internasional yang membawa semangat atas dasar solidaritas Muslim, memang tidak absen dalam isu konflik Muslim Uighur di Xianjiang China. OKI mengeluarkan pernyataan pernyataan melalui forum forum yang diselenggarakan, akan tetapi sikap OKI yang ditujukan dinilai sebagai respon formal tanpa menyentu hal yang menjadi kritik masyarakat internasional.

Literatur ketiga adalah jurnal yang ditulis oleh Risky Fauzi Widodo yang berjudul The Role of Amnesty International in Responding Australia’s Policy on the Asylum Seeker pada tahun 2019. Penulis menggunakan sumber literatur jurnal ini untuk menjelaskan perbedaan respon antara Amnesty Internasional dan Organisasi Kerjasama Islam atas kasus Muslim Uighur di Xianjiang China. Dalam jurnal ini dijelaskan mengenai bagaimana Amnesty Internasional merespon suatu permasalahan yang terjadi di dunia internasional terkait pelanggaran nilai nilai Hak Asasi Manusia. Jurnal ini juga menjelaskan secara lengkap mengenai Organisasi Internasional Amnesty Internasional baik dari Visi, Misi, dan prinsip dasar yang dipegang oleh Amnesty Internasional dalam memerangi pelanggaran HAM yang terjadi di dunia. Dijelaskan juga dalam jurnal ini bahwa Amnesty Internasional dalam menjalankan kegiatannya selalu menjunjung tinggi dan mengedepankan prinsip prinsip solidaritas internasional, universalitas, ketidakberpihakan dan kemerdekaan, dan rasa saling menghormati. Jurnal ini juga menerangkan bahwa Amnesty Internasional merupakan sebuah organisasi internasional yang menyikapi permasalahan HAM dengan sangat tegas, hal ini dapat dilihat dalam usahanya untuk selalu menajalankan berbagai kegiatannya guna memperjuangkan Hak Asasi Manusia di dunia dimana Amnesty international selalu mengedepankan tiga prinsip utama yang selalu menjadi pegangan yaitu netral, mandiri, dan tidak memihak. Netral memiliki arti bahwa dalam usahanya memperjuangkan Hak Asasi Manusia, Amnesty international tidak akan melihat pada latarbelakang individu atau kelompok yang diadvokasinya seperti suku, agama, ras, bahkan pandangan politik mereka. Yang kedua adalah prinsip mandiri, hal ini berarti bahwa Amnesty Internasional merupakan organisasi yang mandiri, bahkan dalam hal sumber pendanaan dimana Amnesty International tidak menerima pendanaan dari instansi manapun bahkan dari instansi pemerintah. Dan yang ketiga adalah prinsip tidak memihak, hal ini memiliki arti bahwa Amnesty international akan selalu memperjuangkan Hak Asasi Manusia dimanapun terjadinya pelanggaran terhadap nilai nilai Hak Asasi Manusia. Jadi Amnesty Internasional

(7)

akan selalu turut membantu tanpa memandang kondisi geografis suatu negara atau wilayah baik itu dibelahan bumi utara atau selatan dan benua manapun.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebagaimana yang kita ketahui Hak Asasi Manusia merupakan unsur penting dan melekat pada setiap individu yang harus dijaga, dilindungi, dan juga dihormati oleh siapapun baik sesama manusia, pemerintahan, bahkan negara. Jika terjadi permasalahan permasalahan ataupun pelanggaran terhadap nilai Hak Asasi Manusia maka harus ditindak lanjuti. Hal ini seperti yang terjadi pada Konflik HAM Etnis Muslim Uighur di Xianjiang China yang dinilai telah terjadi pelanggaran nilai HAM terhadap Etnis Muslim Uighur yang dilakukan oleh pemerintah China. Konflik tersebut menuai perhatian dunia internasional dan mendatangkan respon yang beragam baik dari negara-negara di dunia maupun dari organisasi internasional, seperti Amnesty Internasional dan Organisasi Kerjasama Islam.

Kasus pelanggaran HAM memang sering menyita perhatian. Hal ini dikarenakan tingginya sifat solidaritas dan empati yang dimiliki oleh setiap individu yang ingin membantu sesama. Selain itu juga terdapat instrument internasional yang mengatur serta menjadi kiblat bagi negara-negara di dunia mengenai Hak Asasi Manusia. Salah satu Instrument Internasional tersebut adalah Universal Declaration of Human Rights. Pada tahun 1948 diadakan sidang komisi Hak Asasi Manusia yang menghasilkan Universal Declaration of Human Rights, yang diterima oleh 48 negara dengan catatan bahwa delapan negara, seperti Uni Soviet, Arab Saudi, dan Afrika Selatan tidak memberikan suaranya ataupun abstain. Deklarasi Universal yang dimaksud sebagai pedoman sekaligus standar minimum yang dicita citakan oleh seluruh umat manusia. Walaupun memang sifatnya tidak mengikat secara yuridis, tetapi Deklarasi ternyata memiliki pengaruh moral, politik, dan edukatif yang tiada taranya. Selain itu juga sebagai lambang “komitmen moral” dunia internasional pada perlindungan Hak Asasi Manusia, dan menjadikan Deklarasi ini menjadi acuan di banyak negara dalam undang undang dasar, serta putusan putusan hakim ( Budiardjo, 2008 ).

Konflik Etnis Muslim Uighur di China telah menjadi pusat perhatian dunia internasional. Negara-negara bahkan organisasi internasional turut merespon konflik Etnis Muslim Uighur yang terjadi di Xianjiang. Salah satu organisasi internasional yang turut

(8)

berperan dalam penyelesaiian konflik Etnis Muslim Uighur adalah Amnesty Internasional. Amnesty Internasional merupakan sebuah organisasi internasional yang aktif dalam memperjuangkan hak hak manusia jika terjadi pelanggaran pelanggaran yang ada di dunia, ini merupakan prinsip yang dipegang secara teguh oleh Amnesty Internasional. Kemudian Amnesty Internasional memiliki visi dimana menciptakan dunia agar setiap individu mempunyai Hak Asasi Manusia yang tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of Human Rights dan juga standar Hak Asasi Manusia internasional lainnya. Selain dari visinya Amnesty Internasional juga memiliki misi yaitu, Amnesty Internasional sangat serius dalam meneliti dan mengupayakan pergerakan pergerakan dalam memperjuangkan, mengakhiri, bahkan mencegah semua hal yang dinilai melanggar hak-hak asasi manusia dan didukung oleh pola kerjasama dari Amnesty Internasional yakni transparan terhadap seluruh aktor aktor baik pemerintah, perusahaan, kelompok elit politik, dan organisasi pemerintah internasional ( Widodo, 2019 ). Dengan segala karakteristik serta pinrip yang melekat pada Amnesty Internasional, menjadikan Amnesty Internasional bersikap netral dalam menjalankan segala kegiatannya memerangi pelanggaran HAM yang terjadi didunia. Amnesty Internasional tidak memandang latar belakang dari kelompok atau individu yang diadvokasinya seperti suku, agama, ras, geografisnya, dll. Jika terdapat suatu tindakan yang dinilai melanggar HAM maka Amnesty Internasional merasa perlu untuk berperan dalam menyelesaikannya. Sebagai contohnya ketika kasus tragedi kemanusiaan yang terjadi di Myanmar. Amnesty Internasional sebagai salah satu organisasi yang memegang peranan penting dalam memerangi pelanggaran HAM di dunia harus mengambil tindakan atas peristiwa tersebut. Adapun upaya upaya yang dilakukan Amnesty Internasional dalam Memperjuangkan HAM etnis Rohingya di Myanmar :

1. Melakukan sebuah kampanye tulisan dan aksi protes terhadap pemerintah Myanmar Upaya ini dilakukan oleh Amnesty Internasional untuk menekan pemerintah Myanmar agar menghentikan pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap etnis Rohingya. Upaya ini sudah pernah dilakukan sebelumnya namun tidak didengar dengan baik oleh pemerintah Myanmar. Hal ini dapat dilihat ketika pemerintah Myanmar kembali melakukan aksi seperti pembunuhan dan pemerkosaan warga sipil Rohingya, serta mereka melakukan perusakan mesjid dan penganiayaan agama lainnya, selain itu banyak para aktivis yang damai di penjarakan tanpa alasan, pembatasan berbicara dan pencabutan hak politik kelompok minoritas, khususnya Rohingya.

(9)

2. Melakukan investigasi dan mencari bukti pelanggaran Hak Asasi Manusia di Negara Myanmar

Selain itu Amnesty Internasional juga melakukan upaya investigasi dan penyelidikan mendalam guna mengetahui pelanggaran apa saja yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar hal ini dikarenakan situasi Rohingya yang tidak kunjung membaik yang membuat semakin buruknya krisis kemanusiaan disana. Kemudian Amnesty Internasional juga mewawancarai para korban yang tujuannya untuk menemukan pelanggaran pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya. Amnesty Internasional juga mempersiapkan sebuah laporan Universal Periodic Review (UPR) pada November 2015 di negara Myanmar. UPR merupakan sebuah proses laporan di bawah naungan Dewan Hak Asasi Manusia, yang bertujuan mendorong dan memberikan kesempatan bagi setiap negara untuk menyatakan tindakan apa yang telah mereka lakukan untuk memperbaiki situasi Hak Asasi Manusia di negaranya. Dibuatnya UPR ini agar mengingatkan negara tentang pentingnya tanggung jawab mereka dalam menghormati serta melaksanakan HAM. Tentunya tujuannya agar memperbaiki situasi HAM di semua negara dan menghentikan pelanggaran pelanggaran HAM yang terjadi.

3. Melakukan kerjasama dengan organisasi lainnya untuk membantu etnis Rohingya Amnesty Internasional melakukan kerjasama dengan organisasi internasional dan LSM seperti OHCHR, HRC (Human Rights Campaign) dan organisasi lainnya. Hal ini dilakukan Amnesty Internasional untuk memperkuat posisinya dalam menghentikan serta menyelesaikan sebuah pelnggaran HAM yang terjadi terhadap etnis Rohingya. 4. Menuntut kebijakan pemerintah dan mengirimkan surat Rekomendasi terhadap

pemerintah Myanmar

Amnesty Internasional menuntut sebuah kebijakan pemerintah Myanmar yang dirasa telah melanggar Hak Asasi Manusia dengan mengirim surat rekomendasi. Hal ini dilakukan agar pemerintah Myanmar menghentikan aksi diskriminasi dan kekerasan terhadap etnis minoritas.

5. Mengirimkan surat Rekomendasi kepada beberpaa Negara tetangga serta Komunitas Internasional agar melindungi etnis Rohingya

(10)

Hal ini dilakukan agar dapat melindungi etnis Rohingya. Karena sebagian banyak etnis Rohingya memilih untuk tinggal ke negara tetangga karena di Myanmar mereka tidak diperlakukan dengan layak. Maka dari itu Amnesty Internasional mengirimkan beberapa rekomendasi ke negara tetangga untuk bertindak atas kewajiban mereka di bawah Hak Asasi Manusia internasional dan hukum kebiasaan internasional dimana memberikan akses Rohingya agar bisa masuk ke negara mereka. Dari pengiriman surat rekomendasi ini muncul berbagai respon dari negara-negara tetangga seperti, Indonesia dan Malaysia yang mengeluarkan sebuah kebijakan untuk para pencari suaka untuk tinggal sampai Mei 2016 ( Sadewa, 2017 ).

Dari peran Amnesty Internasional dalam membantu konflik HAM di Rohingya dapat membuktikan bahwa Amnesty Internasional sangat konsisten dalam memerangi kasus kasus pelanggaran HAM yang terjadi di dunia tanpa melihat dari latar belakang kelompok yang di advokasinya hal ini lah yang membuat Amnesty Internasional diyakini sebagai Organisasi Internasional yang sangat menjunjung tinggi sifat netral. Dalam konflik Etnis Muslim Uighur di China, Amnesty Internasional tentu turut berperan dalam kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Xianjiang China. Amnesty Internasional mencatat bahwa setidaknya ada satu juta orang minoritas muslim yang ditahan secara sewenang wenang, dieskploitasi, didoktrin dan ditempatkan pada camp yang telah disediakan dengan pengamanan dan pengawasan yang ketat. Adapun peranan Amnesty Internasional dalam menangani kasus ini diantaranya :

1. Meminta pemerintah China untuk menutup camp-camp dan segera melepaskan orang orang yang ada di dalamnya.

2. Menghentikan seluruh jenis pelanggaran yang terjadi di dalam camp tersebut

3. Membatalkan Undang-undang dan peraturan yang membatasi hak hak Muslim Ughyur

4. Berhenti meminta negara lain untuk memulangkan warga China yang terbukti melanggar prinsip non-refoulement.

5. Memberikan akses kepada peneliti, ahli HAM PBB, jurnalis dan pihak pihak lain ke camp Ughyur di Xianjiang untuk melakukan penyelidikan terhadap aktivitas yang dilakukan di dalam camp

Amnesty Internasional juga menyerukan kepada negara lain apabila ada salah satu komunitas atau bagian dari muslim Ughyur untuk dijaga, dilindungi serta tidak

(11)

memulangkan mereka ke China karena dikhawatirkan akan diperlakukan sama seperti mereka yang sudah ada di camp. Amnesty Internasional bersama dengan organisasi HAM lain mendesak PBB untuk menekan China agar mengakhiri penahanan terhadap Muslim Ughyur ( Amnesty, 2020 ). Kemudian pada waktu bersamaan, 37 negara mengirimkan surat kepada PBB dan menyatakan sikap pembelaannya kepada pemerintah China atas kebijakan re-education camp di Xinjiang. Lebih dari setengah jumlah negara yang membela kebijakan tersebut merupakan negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Seperti Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, beberapa negara sponsor OKI tersebut justru membela kebijakan China. Pembelaan tersebut didasarkan kepada pandangan bahwa re-education camp yang dilakukan oleh pemerintah China merupakan bentuk dari upaya China dalam mengatasi isu permasalahan terorisme, ekstrimisme dan separatisme yang juga merupakan hal-hal yang dapat menjadi ancaman bagi seluruh negara di dunia. Respon Organisasi Kerjasama Islam ini terhadap kebijakan re-education camp Beijing tersebut mencerminkan sikap negara-negara anggotanya. Respon lunak yang diberikan OKI terhadap perlakuan diskriminatif yang dialami Muslim Uighur ini tentu mengundang tanda tanya besar, OKI yang berperan sebagai organisasi yang membawa semangat solidaritas muslim dunia justru sikapnya terhadap muslim Uighur dipandang tidak memadai. Sebagai organisasi internasional yang dibentuk atas dasar solidaritas Islam, OKI memang tidak absen dalam isu konflik Etnis Muslim Uighur di Xianjiang China. Organisasi Kerjasama Islam mengeluarkan pernyataan melalui forum-forum yang diselenggarakan. Akan tetapi, respon yang ditunjukan OKI terkesan hanya seperti respon formal tanpa menyentuh hal yang menjadi kritik dari masyarakat dunia. Melalui pernyataan yang disampaikan dalam pertemuan tetap IPHRC ke 14 pada 2-6 Desember 2018 di Jeddah, Arab Saudi(OIC,2018). Pada pertemuan tersebut IPHRC memang melaporkan adanya kamp detensi yang dibangun pemerintah China untuk Uighur, namun pertemuan tersebut hanya berujung pada pernyataan harapan pada pemerintah China agar dalam upayanya memerangi terorisme dapat tetap menjamin hak dan kebebasan beragama. Setelah itu dalam salah satu poin Resolusi Pertemuan mengenai Perlindungan Hak Komunitas dan Minoritas Muslim di Negara non-anggota OKI pada Resolusi Pertemuan Dewan Menteri Luar Negeri OKI ke 46, disebutkan penghargaan OKI terhadap kepedulian yang diberikan pemerintah China kepada masyarakat muslimnya, lalu selanjutnya OKI menantikan kerja sama yang lebih baik antara OKI dan pemerintah China. Lalu pada pertemuan IPHRC dengan OKI ke-15, IPHRC juga memberikan pernyataan positif pada keterlibatan aktif OKI dan pemerintah China dalam menangani permasalahan

(12)

yang terjadi di Xianjiang China. Dari sikap-sikap resmi OKI tersebut, terlihat lunaknya respon OKI terhadap kasus Uighur ini. Respon lunak OKI juga dapat dilihat dari minimnya upaya OKI untuk mengekspos informasi mengenai Uighur di berbagai sumber informasi resmi kepemilikan OKI. OKI juga tidak mengeluarkan laporan atau press release apapun terkait situasi dan kondisi lapangan dari kamp re-edukasi di Xinjiang yang seharusnya merupakan hal krusial bagi OKI sebagai satu-satunya organisasi antarpemerintah yang diberi akses memasuki kamp di Xianjiang yang mana hal ini justru terkesan membuat OKI menutup-nutupi kabar terkini terkait kasus Uighur (Andika & Damayani, 2020). Dalam hal ini respon OKI terhadap konflik Etnis Muslim Uighur ini berbeda jauh dengan repon OKI terhadap kasus-kasus diskriminatif umat Muslim di berbagai negara sebelumnya, termasuk dengan sikapnya terhadap kasus Rohingya yang mendapat perhatian penuh dari OKI. Dalam konflik Uighur ini OKI mengambil sikap yang bisa dibilang berbeda dan bukan sebagaimana mestinya dan memunculkan spekulasi terhadap peran OKI yang tidak lagi relevan dalam merespon isu marginalisasi yang dialami masyarakat muslim dunia. Oleh karena itu muncul spekulasi dimana sikap yang diambil OKI dalam merespon kasus ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, seperti faktor kerjasama ekonomi China dengan negara-negara anggota OKI. Spekulasi mengenai banyak negara seakan tutup mata atas pelanggaran HAM di Xinjiang disebabkan mereka tidak menginginkan China memutus hubungan ekonomi dengan mereka. Negara-negara seperti Pakistan, Kazakhstan, Kirgistan, sampai Qatar yang penduduknya mayoritas muslim punya sentimen yang sama yaitu menganggap masyarakat di Xinjiang hidup bahagia. Hal itu muncul karena negara-negara ini terlibat langsung dalam proyek BRI bersama China(Foreign Policy, 2019). Penulis berpendapat bahwa respon yang diambil oleh negara anggota OKI ini jika dilihat dari kacamata Teori Model Aktor Rasional, merupakan respon yang rasional dengan memikirkan segala hal untuk memaksimalkan keuntungan. Karena jika negara-negara anggota OKI terlibat lebih dalam lagi dan sampai mengeluarkan sikap yang berbeda, maka China berpeluang menghentikan kerja sama ekonominya dengan mereka.

Kepentingan ekonomi yang sedang terjalin antara negara-negara anggota OKI dan China seperti dalam agenda besar OBOR atau BRI, melalui proyek ini China merangkul berbagai negara termasuk negara anggota OKI, China berupaya untuk menjadikan Timur Tengah sebagai salah satu fokus kebijakan ekonominya dan menegaskan prinsip developmental peace yang menekankan pada pendekatan non-intervensi, partnership, dan mutual benefit terhadap negara-negara Timur Tengah dalam menjalankan kerja sama ekonominya.

(13)

Sehingga ketika timbul permasalahan yang dianggap internal, China dan negara-negara Timur Tengah kembali pada prinsip tersebut demi menjaga keutuhan dan kelangsungan kerjasama ekonominya yang sudah terjalin. Kerja sama ekonomi telah menjadi instrument strategis China dalam menjaga hubungannya dengan negara-negara Timur Tengah yang memegang peran penting di OKI, terutama jika ditinjau dari konstribusi finansialnya. Contoh lain seperti Arab Saudi yang merupakan eksportir minyak kedua terbesar untuk China. Dan pada 2017 kedua negara tersebut berinvestasi senilai US$65 M untuk pembangunan kilang minyak di China kemudian di 2019 mereka kembali menandatangani kerja sama senilai US$10 miliar di bidang petrokimia(CNN Indonesia, 2019). Negara anggota OKI yang lain seperti Iran juga menjalin hubungan yang baik dengan China baik dalam ekonomi dan militer karena China telah menjadi mitra dagang terbesar kedua serta pemasok senjata militer utama bagi Iran. Selain itu juga terdapat negara lainnya seperti Kuwait, Turki dan UEA juga merupakan partner China dalam proyek One Bellt One Road. Sehingga diduga respon negara-negara anggota OKI ini berpengaruh dengan hubungan ekonominya dengan China. Karena dalam hubungan ekonominya dengan negara-negara Timur Tengah, China memiliki prinsip “developmental peace” yang membatasi tindakan apapun yang dapat mencederai kerja sama ekonomi. Maka hal ini tercemin dalam respon negara Timur Tengah dalam menyikapi kasus Muslim Uighur di China.

V. KESIMPULAN

Konflik Etnis Muslim Uighur di Xianjiang China merupakan konflik kemanusiaan yang berujung pada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah China. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa HAM merupakan hak hak dasar dan fundamental yang terdapat disetiap manusia tidak mengenal latarbelakang suku, agama, ras dan tidak dapat dirampas,dihilangkan, dan diganggu gugat. Maka jika terjadi suatu pelanggaran terhadap nilai nilai HAM maupun diskriminasi dan tindak kekerasan harus ditindak secara tegas seperti kasus Muslim Uighur di Xianjiang China ini. Konflik ini tentu mendapat respon dan seruan dari dunia internasional maupun organisasi internasional diantaranya, Amnesty Internasional yang merupakan organisasi internasional yang memerangi pelanggaran pelanggaran HAM di dunia dengan memegang prinsip netral dan Organisasi Kerjasama Islam yang merupakan organisasi yang dibentuk atas dasar solidaritas umat muslim di dunia.

(14)

Namun kedua organisasi internasional ini menunjukan respon yang berbeda. Amnesty Internasional berani mengambil langkah untuk menindak lanjutin kasus Ughyur dikarenakan Amnesty Internasional sangat memegang teguh prinsip-prinsipnya yakni, netral, tidak memihak, dan mandiri. Sementara respon lunak yang dilontarkan oleh Organisasi Kerjasama Islam dilatarbelakangi oleh sebagian negaranya menjalin kerjasama ekonomi dengan China. Dari hal tersebutlah dapat kita analisis jika respon lunak negara-negara anggota OKI pada kasus Uighur ini berhubungan dengan relasi ekonominya dengan China. Karena dalam hubungan ekonominya dengan negara-negara Timur Tengah, China memiliki prinsip “developmental peace” yang membatasi tindakan apapun yang dapat mencederai kerja sama ekonomi yang sudah terjalin. Selain itu jika dilihat dari Teori Kebijakan Luar Negeri Model Aktor Rasional, negara-negara anggota OKI bersikap lunak dikarenakan kebijakan yang dikeluarkan itu rasional dalam arti memikirkan segala hal untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Dalam hal ini negara-negara anggota OKI takut jika pemerintah China memutus hubungan kerjasamanya.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Dr.A. Widiada Gunakaya(2017). Hukum Hak Asasi Manusia, ANDI BBC.(2019). Dokumen rahasia ungkap cara China 'mencuci otak' Muslim Uighur di kamp-kamp penjara. https://www.bbc.com/indonesia/dunia-50541343

[2] Masyrafina & Saubani (2018). Amnesty International: Muslim Uighur Xinjiang Menderita

https://www.republika.co.id/berita/internasional/asia/18/09/25/pfkq1r409-amnesty-international-muslim-uighur-xinjiang-menderita

[3] Albi Anggito & Johan Setiawan (2018). Metodologi penelitian kualitatif, CV Jejak [4] Risky Fauzi Widodo(2019). The Role of Amnesty International in Responding

Australia’s Policy on the Asylum Seeker, Repository UMY

[5] Dzikiara Pesona Sadewa(2017). Peran Amnesti Internasional dalam memperjuangakan HAM di Rohingya, Repository Unikom

[6] Amnesty.(2020). China: Uyghurs living abroad tell of campaign of intimidation https://www.amnesty.org/en/latest/news/2020/02/china-uyghurs-living-abroad-tell-of-campaign-of-intimidation/.

[7] OIC.(2018) Independent Permanent Human Rights Commission (IPHRC) of The Organisation of Islamic Cooperation (OIC) https://oic-iphrc.org/web/index.php/site/home?lang=en.

[8] M. Tri Andika dan Elcy Damayani(2020), Analisis CSIS Stabilitas Geopolitik Diplomasi Perdamaian,Vol 49 No .1. 10-11

[9] Foreign Policy.(2019) For Uighur Muslims in China, Life Keeps Getting Harder https://foreignpolicy.com/2019/10/26/uighur-concentration-camps-surveillance-spies-china-control/.

(15)

[10] CNN Indonesia (2019) Saudi Aramco Teken Kesepakatan Investasi US$10 M dengan China https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190222165707-85-371886/saudi-aramco-teken-kesepakatan-investasi-us-10-m-dengan-china.

Referensi

Dokumen terkait

Desa Embalut dan desa Bangunrejo yang menjadi bagian dari pemerintahan Tenggarong Seberang Kecamatan, Kutai Kartanegara, adalah sebuah desa yang memiliki lebih dari 30 tahun

Oleh karena itu dalam rangka kemajuan pendidikandikalangan muslim pada masa kolonial itu harus ditanganioleh orang Islam sendiri yang memiliki kesadaran mengenaipentingnya

Morfem yang bersifat replasif yaitu morfem-morfem berubah bentuk atau berganti bentuk dari morfem asalnya. Perubahan bentuk itu mungkin disebabkan oleh perubahan

operasional atas fungsi persediaan barang dagang dalam meningkatkan efektivitas. dan efesiensi

 Menuliskan kembali kata, kalimat sederhana dari papan tulis atau buku dengan tulisan sambung yang rapi dan bentuk huruf yang benar.  Menceritakan tentang kasih

Pada pertanaman pulai darat yang berumur 2 tahun dijumpai paling banyak jenis gulma (37 jenis). Sedangkan pada pertanaman pulai darat yang berumur 1 tahun hanya ditemukan 24

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan jenjang studi Strata-1 (S1) jurusan Teknik Informatika di Universitas Bina

bahwa dalam rangka pemantapan ketahanan pangan, kendala yang dihadapi antara lain adalah terjadinya anomali iklim (bencana alam) dan/atau serangan organisme pengganggu