• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dbd

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dbd"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Kejadian Infeksi Virus Dengue Kejadian Infeksi Virus Dengue

Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial, yang Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial, yang pada

pada saat saat ini ini mulmulai ai diudiupaypayakan akan memmemahamahamii keteketerlibrlibatan atan faktfaktor or genegenetik tik  padapada pen

penyakyakit it infinfekseksi i vivirusrus, , yaiyaitu: tu: kerkerententanan anan yanyang g dapdapat at diwdiwariariskanskan..(4)(4) KoKonsnsep ep ininii

me

merurupakpakan an salsalah ah satsatu u teteorori i kekejajadidian an ininfefeksi ksi beberdrdasasararkan kan adadanyanya a peperbrbededaanaan kerentanan genetik (

kerentanan genetik ( genetic susceptibility genetic susceptibility  ) antar individu terhadap infeksi yang) antar individu terhadap infeksi yang en

engagakikibatbatkakan n peperbrbededaan aan ininteteraraksi ksi anantatara ra fakfaktotor r gegenenetitik k dedengngan an ororgaganinismsmee penyebab serta lingkungannya. (lihat gambar.1)

penyebab serta lingkungannya. (lihat gambar.1)

Interaksi

Interaksi Proses Proses Infeksi Infeksi Pola Pola Infeksi Infeksi denguedengue Agent, host, environment

Agent, host, environment

Pengo Pengo batan batan - Gizi - Gizi --UUmmuurr SSeemmbbuuhh - Sex - Sex - Etnis/genetik  - Etnis/genetik  - Kekebalan - Kekebalan - - PPeennyyaakkiit t ppeennyyeerrtta a SSyyookk DBD DBD Sepsis Sepsis Host/Hospes DF Host/Hospes DF Perdarahan Perdarahan DIC DIC FUO FUO Proses Infeksi Proses Infeksi

(2)

Agent/Penyebab

Agent/Penyebab Environment/ Environment/ (Patogenesa)(Patogenesa) lingkungan

lingkungan 1. 1. Infeksi Infeksi SekunderSekunder Meninggal Meninggal 2. ADE 2. ADE 3. Virulensi 3. Virulensi Asimptomatik Dengue Asimptomatik Dengue -

- Type& Type& subtype subtype - - kelembabakelembaban n nisbi nisbi 4. 4. MediatorMediator -

- Virulensi Virulensi virus virus - - cuaca cuaca 5. 5. KomplemenKomplemen - Galur

- Galur virus virus - - Kepadatan Kepadatan larva+nyamuk larva+nyamuk dewasa dewasa 6. 6. Kerusakan Kerusakan endotelendotel Ae.

Ae. Aegypti Aegypti & & Ae.AlbopicAe.Albopictus tus 7. 7. EndotoksinEndotoksin -

- Lingkungan Lingkungan dlm dlm rumah rumah tinggal tinggal 8. 8. Non Non antibodiantibodi -

- Lingkungan Lingkungan diluar diluar rumah rumah 9. 9. ApoptosisApoptosis -

- Tempat Tempat ibadah ibadah 10. 10. Peran Peran HLAHLA - Ketinggian tempat tinggal

- Ketinggian tempat tinggal (pegunungan atau dataran) (pegunungan atau dataran)

- Perilaku masyarakat - Perilaku masyarakat

Gambar 1. Bagan Kejadian Infeksi Virus Dengue Gambar 1. Bagan Kejadian Infeksi Virus Dengue

Pen

Penyakiyakit t demdemam am berberdardarah ah dendengue gue (DB(DBD) D) adaadalah lah penpenyakyakit it menmenulaular r yanyangg disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti.. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak serta sering menimbulkan wabah. Jika nyamuk

terutama pada anak serta sering menimbulkan wabah. Jika nyamuk  Aedes aegypti Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah, maka virus dengue masuk ke tubuh menggigit orang dengan demam berdarah, maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh nyamuk, virus berkembang nyamuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh nyamuk, virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan sebagian besar berada di biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan sebagian besar berada di kelenjar liur. Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain, air liur bersama virus kelenjar liur. Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain, air liur bersama virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku, dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku, dan pa

dan pada saada saat init inilalah virh virus denus dengugue dite ditululararkan ke orkan ke oranang laig lain. n. Di daDi dalalam tubm tubuhuh man

manusiusia, a, vivirus rus berberkemkembanbang g biabiak k daldalam am sissistim tim retretikuikuloeloendondoteltelialial, , dendengan gan tartargetget utama virus dengue adalah APC (

utama virus dengue adalah APC ( Antigen Presenting Antigen Presenting CellsCells ) di mana pada umumnya) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hepar dapat juga berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hepar dapat juga terkena.Viremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak hingga 5 - 7 hari terkena.Viremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak hingga 5 - 7 hari

(3)

setelahnya. Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monosit/makrofag, sel limfosit B dan sel limfosit T.

Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh penderita. Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala ( asomtomatik ) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated  febrile illness), Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue.

Infeksi virus dengue

Asimptomatik Simptomatik

Demam tidak spesifik Demam Dengue

Perdarahan (-) Perdarahan (+) Syok (-) Syok (+) (SSD)

DD DBD

Gambar 2. Spektrum Klinis Infeksi virus dengue(2)

Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994, seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari

(4)

41,3% pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun 1991. Sewaktu terjadi wabah, berbagai serotipe virus Dengue berhasil diisolasi, diantaranya virus Dengue tipe 1, 2, 3 dan 4.(2)

Patofisiologi Demam Dengue

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue( DBD) disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.(5)

Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC(Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.(5)

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.

(5)

Dikutip dari CDC

Patofisiologi DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.(6)

  Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor: perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal.

(6)

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk , dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect).

Gambar 3. Respon Imun Infeksi Virus Dengue(dikutip dari Suroso, Torry C. Panbio Dengue Fever Rapid Strip IgG dan IgM, 2004)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua.

(7)

Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat.(7)

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan, oleh karena itu muncul banyak teori respon imun seperti berikut.

Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotip virus yang sama tersebut, tetapi apabila terjadi antibodi yang non-netralisasi yang memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah; hal ini terjadi apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes.

Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses berikut : Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex (MHC II).

Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap infeksi tersebut, maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu INF gama, Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor).(8,9) Dimana IFN gama akan merangsang

(8)

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk didalamnya pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM 1).

Dikutip dari CDC

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil, oleh pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka. Neutrophil juga membawa superoksid yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan siklus GMPs. Akibatnya endothel menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endothel pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok.

Antigen yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit T CD8+, limfosit T akan teraktivasi yang bersifat

(9)

sitolitik, sehingga semua sel mengandung virus dihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha.

Patogenesis

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes Aegypti atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.

Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.

Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan “cross reaction” atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada “cross protektif” terhadap serotip virus yang lain. (8,14,15)

Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement. (3)

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membran) dan E (envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M.

(10)

Glikoprotein E merupakan epitop penting karena : mampu membangkitkan antibodi spesifik  untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion.

Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN. Antibodi monoclonal terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN.

Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda : (8)

a. Antibodi netralisasi atau “neutralizing antibodies” memiliki serotip spesifik yang dapat mencegah infeksi virus.

b.Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.

(11)

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary  heterologous infection) dan hypothesis antibody dependent enhancement ( ADE ). Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan sebagai berikut:

Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan mempunyai antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous).

Dikutip dari CDC

  Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut:

Pada infeksi selanjutnya, antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe

(12)

berbeda; namun tidak dapat dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius.

Dikutip dari CDC

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi virus DEN. Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF alpha dan juga “Platelet Activating Faktor” (PAF).

Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag; informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk gambar berikut:

(13)

Dikutip dari CDC

 TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen antibodi kompleks, dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum  jelas, dimana hal tersebut akan mengakibatkan syok.(10)

Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen, yang farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan. (11)

(14)

Dikutip dari CDC

Pada anak umur dibawah 2 tahun, yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi virus DEN, dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah terjadi “Non Neutralizing Antibodies” akibat adanya infeksi yang persisten, sehingga infeksi baru pertama kali sudah terjadi proses “Enhancing” yang akan memacu makrofag sehingga mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.(11,12,13)

(15)

Dikutip dari CDC

Pada teori kedua (ADE), menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection, T-cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi terhadap terjadinya DBD dan SSD

Dikutip dari CDC

Singkatnya secara umum ADE dijelaskan sebagai berikut, bahwa jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam tubuh

(16)

merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.

Kinetik dari kelas imunoglobulin spesifik terhadap virus dengue di dalam serum pasien DD, DBD dan SSD ternyata didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3, sedangkan IgA level tertinggi dijumpai pada fase akut dari SSD. Dikatakan pula bahwa IgA, IgG1 dan IgG4 dapat digunakan sebagai marker dari risiko berkembangnya DBD dan SSD, oleh karenanya pengukuran kadar imunoglobulin tersebut sejak awal pengobatan dapat membantu mengetahui perkembangan penyakit.(16) Disamping kedua teori tersebut masih ada teori-teori lain tentang

patogenesis dari DBD, diantaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4 yang kesemuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus yang fatal, tetapi berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. Teori antigen-antibodi, dimana pada teori ini berdasarkan kenyataan bahwa pada penderita DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan dari kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu 48-72% penderita DBD terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus Dengue, selanjutnya kompleks imun tersebut dapat menempel pada trombosit, sel B, dan sel-sel dalam organ tubuh lain. Terbentuknya kompleks imun tersebut akan mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Teori mediator, dimana makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dll. Diperkirakan mediator dan endotoksin bertanggung jawab atas terjadinya syok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler.(17)

(17)

Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya berselang beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat, akan tetapi derajad kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadikan penyebab kematian dari infeksi virus tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik. Diketahui juga bahwa akibat dari replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik , baik in vitro maupun in vivo. Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel fagosit dapat menimbulkan   jejas jaringan lokal (local tissue injury ) atau ketidakseimbangan homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain.

(18)

Sistem HLA/MHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons imun. Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen, yang berlanjut pada proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul HLA/MHC kelas I (lokus A,B,C) dan kelas II (lokus D/DR,DQ,DP). Penelitian oleh Azaredo EL dkk, 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBD/SSD umumnya disebabkan oleh disregulasi respon imunologik . Monosit/makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan mensekresi monokin yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBD/SSD.

Pada penelitian invitro oleh Ho LJ dkk 2001, ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi antigen HLA B7-1, B7-2, HLA-DR, CD11b dan CD83. Anehnya DC yang terinfeksi virus dengue ini sanggup memproduksi

TNF-α dan IFN-γ  , namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12. Oberholzer dkk, 2002,

menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T.Jadi IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai limfosit Th1, yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya.

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai subsetnya CD4+ dan CD8+. Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue, sebaliknya pada fase konvalesen respon proliferatif kembali normal. Terjadi

(19)

peningkatan konsentrasi IFN-γ  , TNF-α , IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam

plasma pasien DBD/SSD. Peningkatan TNF- berkorelasi dengan manifestasi hemoragik , sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan dengan   platelet decay . Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T, sedangkan sitokin proinflamasi TNF- berperan penting dalam severity dan patogenesis DBD/SSD, begitu juga meningkatnya IL-10 akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit.

Hipotesis tentang patogenesis DBD/SSD seperti antibody-dependent  enhancement, virus virulence, dan imunopatogenesis yang diprakarsai oleh

IFN-γ  /TNF-α dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya trombositopenia dan

hemokonsentrasi pada DBD/SSD. Menurut Lei HY dkk, 2001, infeksi virus dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4/CD8, overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut. Begitu juga sistem koagulasi dan fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue. Gangguan terhadap respon imun tidak hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh, akan tetapi over produksi sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel, monosit dan hepatosit. Kerusakan trombosit akibat dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit, karena overproduksi IL-6 yang berperan besar dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel, serta meningkatnya level dari tPA dan defisiensi koagulasi.

Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari aktivasi komplemen, induksi kemokin dan kematian sel apoptotik .(18)

Dihipotesiskan bahwa peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada pasien DBD dan SSD. Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBD/DSS berat terjadi peningkatan level IL-8, dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2, terjadi peningkatan level IL-8 dalam

(20)

supernatan kultur, yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari NF-kappaB. Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular adhesion molecule-1 rendah, hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi seiring dengan beratnya penyakit.

Daftar Pustaka

1. Stevanus Lawuyan, (1996). DBD di Kotamadya Surabaya. Diajukan pada seminar sehari DBD di  TDRC FK Unair Surabaya 28 Oktober.

2. Sumarmo PS, ( 1999 ). Masalah demam berdarah dengue di Indonesia. Dalam: Sri Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah dengue. Naskah lengkap. Pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.

3. DarwisD, ( 1999 ). Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada anak. Dalam: Sri Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah dengue. Naskah lengkap. Pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.

4. Emery AEH, ( 1988). Immunogenetics. In : Elements of Medical Genetics.Edited by Emery AEH,

Muller R. 7th ed. Churchill-Livingstone. Edinburgh.: 88-106.

5. Harikushartono, Hidayah N, Darmowandowo W,Soegijanto S, (2002), Demam Berdarah Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan, Jakarta, Penerbit Salemba Medika.

6. Gubler D.J, (1998). The Global pandemic of Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever current status and prospects for the future. Dengue in Singapore. Technical Monograph Series no:2 WHO.

7. Gubler DJ et al, (1994): Infect Agents Dis. 2: 383.

8. Howarth MC, Miyajima A, Coffman R, (1994). Cytokines Paul Fundamental Imunology. Third Edition: 763-790.

9. Oppenheim J.J et al, (1995). Cytokines Basic and Clinical Immunology. Seven edition. 78-98. 10. Cohen J, (1996). Sepsis Syndrome. In Journal of Medical Int. 355: 10-31.

(21)

11. Sowandoyo E, (1998). Demam Berdarah Dengue pada Orang Dewasa, Gejala Klinik dan Penatalaksanaannya. Makalah Seminar Demam Berdarah Dengue di Indonesia. RS.Sumber Waras  Jakarta.

12. Wang S, He R, Patarapotikul, J et al, (1995). Antibody-Enhanced Binding of Dengue Virus to Human Platelets. J.Virology. October 213: page:1254-1257.

13. Kurane I, Ennis E Francis, (1992). Immunity and immunopathologi in dengue virus infections. Seminars in Imunology., vol.4;121-127.

14. Khana M, Chaturvedi UC, Sharma MC, Pandey VC, Mathur A, (1990). Increased Capillary permeability Mediated by A Dengue Virus Induced Limphokine. Immunology Mart, 69;33 : 449-53.

15.Koraka P, Suharti C, Setiati TE, Mairuhu AT, Van Gorp E, Hack CE, Juffrie M, Sutarjo J, Van Der Meer

GM, Groen J, Osterhaus AD, ( 2001 ). Kinetics of dengue virus-specific immunoglobulin classes and subclasses correlate with clinical outcome of infection. J Clin Microbiol 39: 4332-4338.

16.Soegijanto S, ( 2003 ). Prospek Pemanfaatan Vaksin Dengue untuk menurunkan prevalensi di masyarakat. Dipresentasikan di Peringatan 90 tahun Pendidikan Dokter di FK Unair.Surabaya.

17.Avirutnan P, Malasit P, Seliger B, Bhakdi S, Husmann M, ( 1998 ). Dengue virus infection

of human endothelial cells leads to chemokin production, complemen activation, and apoptosis. J Immunol 161: 6338-6346.

18.Klein J, ( 1986 ). The population. In : Natural History of the MHC. Edited by Allan Mc Gregor. MTP Press : 609-658.

Gambar

Gambar 1. Bagan Kejadian Infeksi Virus DengueGambar 1. Bagan Kejadian Infeksi Virus Dengue
Gambar 2.  Spektrum Klinis Infeksi virus dengue (2)
Gambar 3. Respon Imun Infeksi Virus Dengue(dikutip dari Suroso, Torry C. Panbio Dengue Fever Rapid Strip IgG dan IgM, 2004)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian menggunakan pesawat sinar-X Lorad LPX 200 STTN-BATAN dengan tegangan tabung sebesar 120 kV menunjukan bahwa koefisien atenuasi sampel adalah sebesar 0,25 mm-1

Keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa yang belajar menggunakan colaborative learning lebih rendah dari pada siswa yang belajar menggunakan collaborative

Keterlaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis pendekatan saintifik pada materi laju reaksi sudah terlaksana dengan sangat baik dan

Hama adalah organisme pengganggu yang dapat memangsa, membunuh dan mempengaruhi produktivitas lele, baik secara langsung maupun secara bertahap. Hama yang menyerang lele

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah pasien rawat inap yang terdiagnosa stroke iskemik akut di RSUD Kabupaten Batang periode 2016 dengan atau tanpa penyakit penyerta,

Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus dalam mengelola perijinan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) masih menggunakan sistem manual yaitu pendataan PIRT masih didata

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa penataan koleksi untuk temu kembali informasi di perpustakaan SMK Negeri 1 Manado, berperan penting dalam proses penelusuran.. Sebab,

Sehingga dari hasil perhitungan data di atas yang didasarkan pada data curah hujan maksimum dan minimum, dapat dihitung debit maksimum dan debit minimum pada