• Tidak ada hasil yang ditemukan

Riba Dalam Perspektif Ekonomi Lengkap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Riba Dalam Perspektif Ekonomi Lengkap"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1.1

1.1 LataLatar Ber Belakanlakangg

R

Riibba a (( ) ) sseeccaarra a bbaahhaassa a bbeerrmmaakknnaa  ziyadah ziyadah ((( ( – – ttaammbbaahhaann)). . DDaallaamm  pengerti

 pengertian lain, secara linguian lain, secara linguistik, riba juga berastik, riba juga berartirti tumbuhtumbuh dandan membesar membesar . Ada. Ada  beberapa

 beberapa pendapat pendapat dalam dalam menjelamenjelaskan skan riba, riba, namun namun secara secara umum umum terdapatterdapat  benang

 benang merah merah yang yang menegaskamenegaskan n bahwa bahwa riba riba adalah adalah pengambilpengambilan an tambahan,tambahan,  baik

 baik dalam dalam transaksi transaksi jual jual beli, beli, pinjam pinjam meminjam meminjam secara secara batil batil atauatau  bertenta

 bertentangan dengan prngan dengan prinsip muaminsip muamalah dalam ialah dalam islam.slam.

Riba menurut kalangan kristiani bahwa ayat yang terdapat Yehezkiel 18 : Riba menurut kalangan kristiani bahwa ayat yang terdapat Yehezkiel 18 : 13 yang berkata “memungut bunga uang dan mengambil riba, orang yang 13 yang berkata “memungut bunga uang dan mengambil riba, orang yang demikian tidak akan hidup. Segala kekejian ini dilakukannya, ia harus mati; demikian tidak akan hidup. Segala kekejian ini dilakukannya, ia harus mati; darahnya tertimpa kepadanya sendiri”

darahnya tertimpa kepadanya sendiri”

Ri

Riba ba dadalalam m peperrspspekektitif f ekekononomomi i didipapahahami mi sesebabagagai i bubungnga. a. SeSecacarara terminologi Joseph Schacht mendefinisikan ribā sebagai keuntungan tanpa terminologi Joseph Schacht mendefinisikan ribā sebagai keuntungan tanpa adanya kontrak nilai yang telah diisyaratkan oleh satu pihak yang mengadakan adanya kontrak nilai yang telah diisyaratkan oleh satu pihak yang mengadakan kontrak dalam mempe

kontrak dalam mempertukarkan dua jenrtukarkan dua jenis barang yang bernilais barang yang bernilai. i. SedangkanSedangkan menurut ulama’ syafi’iyyah, sebagaimana yang dikutip oleh Syamsul Anwar  menurut ulama’ syafi’iyyah, sebagaimana yang dikutip oleh Syamsul Anwar  ribā adalah “melakukan transaksi atas suatu objek tertentu yang pada waktu ribā adalah “melakukan transaksi atas suatu objek tertentu yang pada waktu melakukannya tidak diketahui kesamaannya menurut ukuran syar’i (artinya melakukannya tidak diketahui kesamaannya menurut ukuran syar’i (artinya ada kelebihan) atau dengan menunda penyerahan kedua atau salah satu objek. ada kelebihan) atau dengan menunda penyerahan kedua atau salah satu objek.

1.2

1.2 RumuRumusan Masan Masalahsalah

Bagaimana Riba dalam Perspektif Ekonomi Bagaimana Riba dalam Perspektif Ekonomi

1.3

1.3 TujTujuanuan

Untuk mengetahui bagaimana riba dalam perspektif ekonomi Untuk mengetahui bagaimana riba dalam perspektif ekonomi

(2)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Riba dalam Perspektif Ekonomi

Ada beberapa syarat utama untuk dapat memahami bunga dan kaitannya dengan riba, yaitu sebagai berikut.

1. Menghindarkan diri dari “kemalasan ilmiah” yang cenderung pragmatis dan mengatakan bahwa praktik pembuangan uang seperti yang dilakukan lembaga-lembaga keuangan ciptaan Yahudi sudah “sejalan” dengan ruh dan semangat Islam. Para ulama serta cendikiawan tinggal membubuhkan stempel saja.

2. Tunduk dan patuh kepada aturan Allah dan Rasulullah dalam segala aspek, termasuk dalam aspek ekonomi dan perbankan, seperti firman Allah SWT.

3. Meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT tidaklah sekali-kali melarang suatu mekanisme kecuali ada kezaliman didalamnya.

Banyak pendapat mengenai bunga. Para ahli pendukung doktrin bunga pun  berbeda pandangan soal alasan untuk apa bunga harus dibayarkan. Sebagian mengatakan bunga merupakan harga. Akan tetapi, benda berharga apakah yang dibayar oleh pemberi pinjaman (kreditor) sehingga ia menuntut imbalan uang setiap bulan ataupun setiap tahun? Para pelopor institusi bunga tak dapat mencapai kata sepakat dalam masalah ini.

2.2 Teori Abstinence

Menurut teori ini bahwa para kreditor menahan diri (abstinence), yang menangguhkan keinginannya memanfaatkan uangnya sendiri untuk  memenuhi keinginan orang lain (orang yang membutuhkan dana). Ia

(3)

meminjamkan modal yang seharusnya mendatangkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Jika peminjam menggunakan uang itu untuk memenuhi keinginan pribadinya, ia diianggap wajib membayar sewa atas uang yang dipinjamnya. Ini dikatakan sama halnya ia (orang yang butuh dana) membayar sewa terhadap sebuah rumah, perabotan, maupun kendaraan.

Kenyataannya, kreditor hanya akan meminjamkan uang yang tidak ia gunakan sendiri atau meminjamankan uang berlebih dari yang ia perlukan. Dengan demikian, sebenarnya kreditor tidak menahan dirinya atas apa pun. Jelas, ia tak boleh menuntut imbalan atas hal yang tak dilakukannya tersebut.

Kelemahan lain dari teori ini adalah tidak adanya standar yang dapat digunakan dan memnentukan suku bunga yang adil antara kedua belah pihak, yakni pemilik uang dan pengguna uang untuk mengukur unsur penundaan konsumsi dari teori bunga abstinence. Dan tindakan abstinence berbeda-beda  bagi tiap orang termasuk  feeling.

Ditinjau dari sudut pandang syariah, “unsur penundaan konsumsi” ataupun “penundaan investasi” tidak dapat dijadikan illat dalam penetapan hukum. Para ulama merumuskan,

2.3 Produktif-Konsumtif 

Pada pinjaman produktif, terdapat dua kemungkinan; memperoleh keuntungan antau menderita kerungian. Hal ini yang mendasari ketidakefektifan penarikan bunga di kalangan peminjam dana. Kreditor  sendiri tidak dapat memastikan apakah usaha yang dijalankan peminjam akan selalu menuai keuntungan di setiap bulannya, atau justru mendapat kerugian. Oleh karena itu, tidak ada yang dapat menjadi dasar bagi para kreditor untuk  menarik keuntungan(bunga) setiap bulanan atau tahunan.

Kreditor bisa saja mengambil alternatif lain dengan menginvestasikan modalnya pada usaha-usaha yang baik agar ia menuai keuntungan. Nila itu menjadi tujuan, cara yang wajar dan praktis baginya adalah dengan kerja

(4)

sama usaha dan berbagi keuntungan , bukan meminjamkan modal dengan menarik bunga tanpa menghiraukan apa yang yerjadi di sektor riil.

Di samping itu, pemilik dana harus jelas dan jujur sejak awal, maksudnya untuk berbisnis atau membantu secara kemanusiaan. Bilamana ia ingin membantu untuk tujuan kemanusiaan, hukum yang berlaku adalah qardhul  hasan atau pinjaman kebajikan. Seperti yang dituangkan dalam firman Allah SWT Surah al-Hadiid:11. Sedangkan jika ia ingin berbisnis, baik secara jual  beli, bagi hasil, sewa, dan lain-lain. Pembagian hasil usaha disesuaikan

dengan besarnya modal investor.

Praktik yang dilarang oleh Islam adalah pematokan imbalan pada awal secara tetap dan lagi harus pasti. Adapun return dan berbagi hasil sangat dianjurkan. Oleh karena itu, Islam membuka kesempatan yang sangat luas dalam bisnis melalui bai’ murabahah, bai’ as-salam, bai’ istisha’, al-ijarah, al-mudharabah, al-musyarakah, al-hawalah, ar-rahn, al-kafalah, dan

al-wakalah.

2.4 Opportunity Cost

Anggapan para pelopor teori ini adalah dengan meminjamkan uangnya  berarti kreditor  menunggu atau manahan diri untuk tidak menggunakan

modal sendiri guna memenuhi keinginan sendiri. Atau dengan kata lain memberikan waktu kepada peminjam. Dengan waktu itulah yang berutang memiliki kesempatan untuk menggunakan modal pinjamannya untuk  memperoleh keuntungan. Dengan demikian, waktu mempunyai harga yang meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Menurut mereka, besar-kecilnya keuntungan terkait langsung dengan besar-besar-kecilnya waktu, padahal kreditor dianggap berhak mengenakan harga sesuai dengan lamanya waktu  pinjaman.

Serupa dengan yang telah dikemukakaan di depan, bahwasanya kreditor  tidak dapat memastikan apakah peminjam dana akan selalu memperoleh

(5)

 peminjamnya . Sehingga kreditor merasa berhak meminta bagian keuntungan secara tetap pula.

2.5 Teori Kemutlakan Produktivitas Modal

Menurut beberapa ahli ekonomi mengemukakan fungsi modal dalam  produksi, modal adalah  produktif  dengan sendirinya. Modal dianggap mempunyai daya untuk menghasilkan barang yang lebih banyak daripada dianggap mempunyai daya untuk menghasilkan barang yang lebih banyak  daripada yang dapat dihasilkan tanpa modal itu. Modal dipandang mempunyai daya untuk menghasilkan nilai tambah. Dengan demikian,  pemberi pinjaman layak untuk mendapatkan imbalan bunga.

Kenyataannya, modal menjadi produktif hanya apabila digunakan seseorang untuk bisnis yang dapat mendatangkan keuntungan. Bila digunakan untuk tujuan konsumsi, modal sama sekali tidak produktif. Bila digunakan untuk usaha produksi pun, modal tak selalu menghasilkan nilai tambah. Dalam keadaan ekonomi yang merosot, penanaman modal sering menipiskan keuntungan. Dalam beberapa kasus malah mengubah keuntungan menjadi kerungian.

Penanaman modal yang dapat mendatangkan banyak keuntungan  bergantung pada bagian produksi, riset dan pengembangan, marketing, keuangan, inventori, demikian juga kemampuan, visi, serta pengalaman orang yang menggunakannya. Serta faktor kestabilan ekonomi, sosial, dan politik  suatu negara. Faktor-faktor tersebut merupakan syarat bagi penanaman modal yang dapat mendatangkan keuntungan. Apabila persyaratan tersebut tidak  terpenuhi, keuntungan yang diharapkan dari penanaman modal tersebut  berubah menjadi kerugian.

Tidak ada cara untuk mengetahui secara tepat dan pasti nilai potensi keuntungan yang adil, baik pada saat stabil maupun krisis. Seperti yang tercantum dalam firman Allah SWT dalam Surah Luqman:34.

(6)

2.6 Teori Nilai Uang Pada Masa Mendatang Lebih Rendah Dibanding Masa Sekarang

Menurut beberapa ahli ekonomi bahwa manusia pada dasarnya lebih mengutamakan kehendaknya sekarang dibanding kehendaknya di masa depan. Kalangan inilah yang menjelaskan fenomena bunga dengan rumusan yang dikenal dengan menurunnya nilai barang di waktu mendatang  dibanding dengan nilai barang di waktu kini. Bunga dianggap agio atau selisih nilai yang diperoleh dari barang-barang pada waktus ekarang terhadap  perubahan atau penukaran barang di waktu yang akan datang. Boehm Bawerk 

menyebut tiga alasan mengapa nilai barang di waktu yang mendatang akan  berkurang, yaitu sebagai berikut:

1. Keuntungan dimasa yang akan datang diragukan. Disebabkan ketidakpastiaan peristiwa serta kehidupan manusia yang akan datang, sedangkan keuntungan masa kini sangat jelas dan pasti.

2. Kepuasaan terhadap kehendak atau keinginan masa kini bernilai bagi manusia daripada kepuasaan mereka pada waktu yang akan datang. Pada masa yang akan datang, mungkin saja seseorang tidak mempunyai kehendak semacam sekarang.

3. Kenyataannya, barang-barang pada wkatu kini lebih penitng dan berguna. Dengan demikian, barang-barang tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding dengan barang-barang pada waktu yang akan datang.

Bunga menurut paham ini, merupakan nilai lebih yang ditambahkan pada modal yang dipinjamkan agar nilai pembayarannya sama dengan nilai modal  pinjaman semula. Dengan kata lain, bunga serupa dengan perbedaan psikologis  barang-barang masa kini dengan barang-barang pada masa yang akan datang.

Bukan perbedaan ekonomis.

Kelemahan paham ini adalah kenyataannya banyak orang yang menahan keinginannya masa kini demi mememnuhi keinginan masa depada, padahal

(7)

mereka tidak dpaat menduga apa yang akan terjadi pada masa mendatang. Manusia mengupayakan berbagai cara untuk meraih masa depan yang lebih  baik. Manusia mengupayakan berbagia cara untuk meraih masa depan yang lebih baik, lebih bahagia sejahtera. Teramat sedikit fakta seseorang yang sehat sengaja mengejar kebahagiaan hari ini dengan mengorbankan kebahagiaan dan kesejahteraan pada masa depan.

Islam mengakui adanya nilai dan amat berharganya waktu. Oleh karena itu,

1. Banyak sekali sumpah Allah dan Al-Qur’an dengan menggunakan waktu seperti demi masa, demi waktu dhuha, demi waktu fajar, demi waktu malam, dan lain-lain.

2. Rasulullah saw, pernah bersabda, “Waktu itu seperti pedang; jika kita tidak menggunakannya dengan baik, ia akan memotong kita.”

Dalam Islam penghargaan waktu tidak dinyatakan dalam rupiah tertentu atau persentase bunga tetap. Dikarenakan hasil yang nyata dari optimalisasi waktu itu variabel, bergantung pada jenis usaha, sektor industri, lama usaha, keadaan pasar, stabilitas politik, country risk , produk yang dijual, jaringan  pemasaran, termasuk siapa pengelolanya. Oleh karena itu, Islam merealisasikan perhargaan terhadap waktu dlaam bentuk kmeitraan dan nisbah

(8)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Riba dalam perspektif ekonomi yang disebut sebagai bunga yang menurut  pendapat beberapa para pakar ekonomi akan mendatangkan keuntungan bagi kedua belah pihak, yakni para kreditor (pemberi dana) dan para peminjam dana, namun kenyataannya justru sebaliknya yakni kerugian (kelemahan)  bagi para peminjam dana yang diberikan beban berupa bunga yang harus dibayarkan secara tetap baik itu bulanan atau pun tahunan. Kelemahan yang  paling menonjol tentang konsep ini adalah tidak adanya ketidakpastian atau

dasar yang menjadi patokan tentang bagaimana para kreditor (dalam hal ini  pihak perbankan) menentukan secara tetap jumlah yang akan dibebankan kepada peminjam dana, sedangkan nyatanya tidak ada yang mengetahui dengan pasti (baik peminjam dan ataupun pemberi dana) apakah dana yang dipinjamkan tersebut akan mendatangkan keuntungan yang tetap bagi  peminjam dana tersebut atau justru kerugian yang ditanggungnya. Sehingga, dapat kita simpulkan bahwa penarikan bunga yang dalam sistem ekonomi seperti ini, terjadi aliran kekayaan dart masyarakat banyak kepada segelintir  orang saja. Lantas dimana letak keadilan dari sistem seperti ini? Yang kaya akan semakin kaya, dan yang miskin akan semakin miskin.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Syafi’i Antonio, 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik.Jakarta : Gema Insani

Referensi

Dokumen terkait

Umer Chapra yang perlu dikoreksi, antara lain tentang otentisitas gerakan Islamisasi ekonomi kontemporer, hakekat riba tidak hanya sebatas bunga dan perilaku

PENDAPAT TOKOH AGAMA TERHADAP FENOMENA JUAL BELI BAYAR PANEN PERSPEKTIF KONSEP GHARAR DAN RIBA (Studi Kasus di Desa Padangmentoyo, Kecamatan Kapas,

Margin dalam perdagangan merupakan ziyadah al- buyu’ (tambahan dari hasil penjualan) yang menegaskan bahwa keuntungan jual beli, bukanlah termasuk interest (bunga/ riba

Berbagai pendapat dan fatwa yang berani tersebut dalam upaya menghalalkan riba dalam bentuk bunga bank telah melibatkan jutaan kaum Muslimin ke dalam kegiatan perbankan..

Dewasa ini banyak dari masyarakat yang melakukan praktek-praktek ekonomi yang terdapat unsur riba di dalamnya, masalah yang timbul dan banyak dibicarakan adalah status bunga yang

Dalam hal ini penulis akan membahas pendapat salah seorang tokoh yaitu Abdul Mannan, terkait pendapatnya mengenai riba dan bunga bank, maka dari itu penulis artikel ini dengan judul

Maka menjauhi sesuatu yang haram adalah kewajiban, mengingkarinya adalah kemungkaran, karena sistem riba yang sudah begitu menggurita, maka ketika background ekonomi tidak memungkinkan

Makalah ini membahas tentang ekonomi makro Islam, terutama mengenai fiqih ekonomi makro, riba, dan