• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Ekonomi Syariah Perspektif Zaim Saidi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Ekonomi Syariah Perspektif Zaim Saidi."

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh

Erwin Bachtiar

NIM. F029915177

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Berkembang pesatnya ilmu ekonomi syariah disertai menjamurnya lembaga perbankan dan non bank berbasis syariah tiga puluh tahun terakhir. Mencerminkan antusiasme dan keyakinan umat Islam terhadap hadirnya sistem ekonomi Islam sebagai solusi atas dominasi sistem ekonomi kapitalis selama ini. Di tengah pengembangan ekonomi syariah yang sedemikian semarak, terdapat satu kritik secara mendasar yang berasal dari umat Islam sendiri terhadap konsep dan implementasi ekonomi syariah yang berlaku secara umum di masyarakat. Suara kritis tersebut diwakili oleh seorang tokoh bernama Zaim Saidi. Sebagai upaya introspeksi bagi umat Islam, menjadi perlu mengevaluasi kembali pemahaman dan keyakinan terhadap konsep ekonomi syariah selama yang diwakili oleh perspektif M. Umer Chapra menggunakan perspektif Zaim Saidi. Tujuan penelitian ini, untuk mengetahui bagaimanakah konsep ekonomi syariah perspektif Zaim Saidi menurut tinjauan konsep ekonomi syariah perspektif M. Umer Chapra. Jenis penelitian ini adalah kualitatif studi pustaka, dengan pendekatan yang dipergunakan adalah dokumentasi. Beberapa hasil penelitian ini adalah: Pertama, dalam tataran konseptual tidak ada perbedaan antara konsep ekonomi syariah perspektif Zaim Saidi dan perspektif M. Umer Chapra; Kedua, ada beberapa aspek dalam perspektif M. Umer Chapra yang perlu dikoreksi, antara lain tentang otentisitas gerakan Islamisasi ekonomi kontemporer, hakekat riba tidak hanya sebatas bunga dan perilaku ekonomi yang curang, hakekat uang fiat adalah termasuk dalam kategori riba, terjadi ketidakkonsistenan praktek muamalah dalam perbankan syariah, dan itu membuatnya secara prinsip sama dengan perbankan konvensional; ketiga, koreksi terhadap perspektif Zaim Saidi antara lain, ketidaklayakan penggunaan prinsip Amal Madinah, tidak haramnya penggunaan uang fiat, dan bolehnya menggunakan jasa layanan perbankan syariah dan konvensional di masa kontemporer.

(7)

Abstract

(8)

DAFTAR ISI

Pernyataan Keaslian ……… ii

Persetujuan ……… iii

Pengesahan Tim Penguji ……… iv

Pedoman Transliterasi ………. v

Motto ………. vi

Abstrak ………. vii

Ucapan Terima Kasih ………. ix

Daftar Isi ……… xi

Bab I – Pendahuluan ……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ……… 16

C. Rumusan Masalah ………... 17

D. Tujuan Penelitian ……… 17

E. Kegunaan Penelitian ………... 17

F. Penelitian Terdahulu ………... 18

G. Metode Penelitian ………... 20

H. Sistematika Pembahasan ………. 23

Bab II – Konsep Ekonomi Syariah ………... 25

A. Definisi Ekonomi ……….………... 25

(9)

C. Paradigma-paradigma yang Melandasi Ekonomi Syariah …………..… 28

D. Prinsip Dasar Ekonomi Syariah ……….…. 31

E. Keunggulan Ekonomi Syariah ……….... 33

Bab III – Biografi Sosial Zaim Saidi ……… 34

A. Profil Pribadi dan Keluarga ……… 34

B. Riwayat Pendidikan ………... 34

C. Tokoh-tokoh yang Berpengaruh ………. 35

D. Karya-karya Sosial ……….. 41

E. Karya-karya Penulisan ………... 42

Bab IV – Biografi Sosial M. Umer Chapra ………. 45

A. Profil Pribadi dan Keluarga ……… 45

B. Riwayat Pendidikan ………... 45

C. Karya-karya Sosial ………. 46

D. Karya-karya Penulisan ………... 47

Bab V – Konsep Ekonomi Syariah Persepektif Zaim Saidi dan M. Umer Chapra ………... 49

A. Konsep Ekonomi Syariah Perspektif Zaim Saidi ………..….. 49

1. Landasan Pemikiran ………... 49

2. Tujuan Ekonomi Syariah ………... 60

3. Cara Mencapai Tujuan Ekonomi Syariah ……….. 61

4. Respon terhadap Realitas Ekonomi di Masyarakat ……… 78

(10)

b. Kritik terhadap Sistem Ekonomi Syariah ……….. 97

B. Konsep Ekonomi Syariah Perspektif M. Umer Chapra ……… 113

1. Landasan Pemikiran Ekonomi Syariah ……… 113

2. Tujuan Ekonomi Syariah ………...……….……….. 123

3. Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah ………. 124

4. Sasaran Pembangunan Ekonomi Syariah ...……….………. 125

5. Strategi Pembangunan Ekonomi Syariah ...……….……. 129

6. Kritik Terhadap Sistem Ekonomi Berdasar Sekularisme …………. 133

C. Relevansi Konsep Ekonomi Syariah Perspektif Zaim Saidi dan M. Umer Chapra ………...… 140

1. Pengantar ………...……….. 140

2. Persamaan dan Perbedaan antara Konsep Ekonomi Syariah Perspektif Zaim Saidi dan M. Umer Chapra ……….………… 141

a. Landasan Pemikiran Konsep Ekonomi Syariah …………..…… 141

b. Tujuan dan Sasaran Ekonomi Syariah ………. 143

c. Cara Mencapai Tujuan Ekonomi Syariah ………..………. 144

d. Respon terhadap Realitas Ekonomi di Masyarakat: Kritik terhadap Sistem Ekonomi Berdasar Sekularisme …….……… 148

3. Koreksi terhadap Konsep Ekonomi Syariah Perspektif M. Umer Chapra berdasarkan Perspektif Zaim Saidi ……...……… 151

a. Penegakkan Prinsip Amal Madinah ……… 151

(11)

c. Keharusan Menggunakan Mata Uang Islami ….………. 153

d. Ketidakkonsistenan Perbankan Syariah ……….. 153

4. Koreksi terhadap Konsep Ekonomi Syariah Perspektif Zaim Saidi berdasarkan Perspektif M. Umer Chapra …….………... 156

a. Relevansi Amal Madinah ………... 156

5. Analisis umum ……..……….. 157

a. Pengaruh Latar Belakang Sosioepistem Zaim Saidi terhadap Perspektif Konsep Ekonomi Syariahnya ….………... 158

b. Hakekat Riba di Masa Kini dan Konsekuensinya ………….…. 159

c. Keharaman Penggunaan Mata uang fiat (uang kertas) dan Keharusan Menggunakan Dinar (emas) dan Dirham (perak) Syariah ……… 163

d. Penyikapan terhadap Praktek Muamalah di Masa Kini Melalui Media Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya (Konvensional dan Syariah) ……… 169

Bab VI – Penutup ………..………. 170

A. Kesimpulan ………... 170

B. Implikasi Teoretik ………. 171

C. Keterbatasan Studi ……… 172

D. Rekomendasi ……… 171

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan ajaran rahmatan lil alamin. Hal ini tercermin dari ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan kepada umat manusia melalui perantara Nabi

Muhammad, sebagaimana dinyatakan Allah dalam surat al-Anbiyaa’ ayat 107:

ني لاعْ ل ة ْحر اإ كانْ سْرأ امو

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”1

Artinya kehidupan ideal yang dikehendaki oleh Allah untuk dijalani manusia di

muka bumi adalah kehidupan bermasyarakat yang bahagia, aman, damai, adil,

makmur sejahtera dan bermartabat. Sebagaimana diteladankan dalam kondisi

kehidupan masyarakat Madinah menjelang wafatnya Rasulullah, yang ditandai

dengan dicukupkannya misi risalah kenabian beliau oleh Allah dalam surat

al-Maidah ayat 3:

يف ّرطْضا ن ف اني اْسإا مكل تيضرو يت ْعن ْمكْي ع تْ ْتأو ْمكني ْمكل تْ ْكأ ْويْلا

ميحر روفغ ّّ ّ إف مْثإ فناجتم رْيغ ةص ْ م

“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat

dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”2

1 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya (Surabaya: Pustaka Agung Harapan,

(13)

Kehidupan ideal yang dipenuhi rahmat Allah tersebut hanya bisa dicapai

apabila manusia menegakkan prinsip keseimbangan atau keadilan. Dalam hal ini,

antara ayat Allah yang tersurat dalam al-Qur’an maupun ayat yang tersirat dalam

seluruh ciptaan-Nya di alam semesta memiliki keselarasan. Oleh karena itu Allah

senantiasa memerintahkan untuk menegakkan keadilan dan melawan segala bentuk

kezaliman atau ketidakadilan.3

Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang hidup bersama pada suatu

lingkungan tertentu dan menjalin interaksi satu sama lain. Kompleksitas interaksi

anggota masyarakat membentuk berbagai sektor yang di antaranya dikenal sebagai

sektor ipoleksobudhankam (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan,

dan keamanan). Seluruh sektor masyarakat tersebut memiliki kedudukan, peran,

dan nilai pentingnya masing-masing dalam dinamika hidup bermasyarakat. Salah

satu di antaranya yang relevan dengan penelitian ini adalah sektor ekonomi. Sektor

ini terbentuk karena adanya upaya manusia memenuhi berbagai kebutuhan

hidupnya untuk mencapai kondisi sejahtera.

Sebagaimana prinsip Islam sebagai ajaran rahmatan lil alamin dengan menegakkan nilai keseimbangan atau keadilan. Hal ini semestinya juga diterapkan

pada sektor ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat. Idealisme menegakkan nilai

keseimbangan atau keadilan sebagaimana dikehendaki oleh Allah dalam praktek

ekonomi masyarakat, biasa dikenal sebagai semangat menjalankan sistem ekonomi

syariah, atau sistem ekonomi berdasarkan prinsip dan nilai-nilai Islam.4

(14)

Oleh karena antara yang dikehendaki Allah sebagai substansi ajaran

keseimbangan atau keadilan, khususnya di sektor ekonomi, dibandingkan dengan

pemahaman umat Islam terhadap substansi ajaran Allah merupakan dua hal yang

berbeda. Maka, belum tentu pemahaman tertentu umat Islam terhadap konsep dan

implementasi ekonomi syariah di masyarakat, sudah benar-benar sesuai dengan

yang dikehendaki Allah.

Ditambah lagi dengan beragamnya latar belakang, metodologi, serta data

yang melingkupi usaha manusia dalam menghasilkan ilmu pengetahuan. Hal ini

mengakibatkan terjadinya perbedaan di antara sesama umat Islam dalam

memahami konsep nilai keseimbangan atau keadilan, serta implementasi kehendak

Allah dalam sistem ekonomi syariah tersebut. Sebagaimana senantiasa terjadi pula

pada umat Islam di berbagai sektor lain, seperti bidang politik, sosial, budaya, dan

sebagainya.

Untuk itu sikap ilmiah yang perlu dikembangkan apabila menjumpai adanya

beberapa pemahaman yang berbeda di tengah umat Islam mengenai suatu konsep

yang dianggap sebagai pemikiran syariah atau Islami di bidang tertentu, khususnya

konsep ekonomi syariah. Semestinya tidak langsung memenangkan salah satu

pihak secara membabi buta. Melainkan menelaah secara utuh dan mendalam

gagasan yang terkandung di dalam pemikiran-pemikiran tersebut. Bahkan

seandainya bersifat kontroversial maupun bertentangan dengan pemahaman

mainstream (diterima secara umum) di masyarakat.

Umat Islam menjalankan aktivitas ekonomi di bawah bimbingan Allah sejak

(15)

Arab. Seiring berjalannya waktu, dinamika kehidupan ekonomi umat Islam

mengikuti perkembangan sosial budaya masyarakat Islam, serta interaksinya

dengan umat non-muslim di bawah naungan para khalifah sejak khulafaur rasyidun

hingga akhir kekuasaan Turki Usmani. Namun semenjak awal abad ke-20 tepatnya

tahun 1924 M, saat kekhalifahan Turki Usmani runtuh berganti lahirnya Republik

Turki, momen itu dipandang sebagai awal runtuhnya dominasi kekuatan umat Islam

di dunia, termasuk eksistensi pranata sistem ekonomi Islam.

Pada masa selanjutnya, terjadilah kompetisi ketat antara kapitalisme dan

komunisme sebagai sistem ekonomi yang berpengaruh kuat di dunia. Kompetisi

pengaruh ini berlangsung beberapa dekade, dan semakin tajam dengan terjadinya

perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur setelah perang dunia II. Setelah

Uni Soviet jatuh pada tahun 1991, Blok Timur sebagai komunitas pengusung sistem

ekonomi komunis mengalami kekalahannya.

Sejak saat itu Blok Barat yang dimotori oleh Amerika Serikat sekaligus

dengan mengusung sistem ekonomi kapitalismenya, menjadi satu-satunya kekuatan

dominan di dunia. Bahkan lambat laun negara-negara komunis seperti Republik

Rakyat Cina (RRC), bekas negara-negara komunis, termasuk negara-negara Timur

Tengah yang mayoritas berpenduduk Islam menerapkan sistem ekonomi kapitalis

di negaranya, untuk mengimbangi kekuatan ekonomi negara-negara maju kapitalis

lainnya. Seakan-akan memang sudah diterima secara umum di seluruh dunia,

bahwa sistem ekonomi yang terbukti sukses membawa kemajuan adalah sistem

(16)

sistem ekonomi kapitalis disebut dengan istilah lazimnya yaitu sistem ekonomi

konvensional.

Terjadinya beberapa kali krisis ekonomi di dunia yang diakibatkan oleh

sistem ekonomi kapitalis, yaitu great depression tahun 1929-1939, krisis moneter dan ekonomi tahun 1998, krisis ekonomi yang berpusat di Amerika Serikat tahun

2008 dan 2013 membuat masyarakat dunia mulai ragu terhadap sistem ekonomi

konvensional.5 Hal ini menambah antusiasme untuk mengembangkan teoritisasi khazanah pemikiran ekonomi Islam yang telah dimiliki umat Islam semenjak

dahulu sebagai usaha mencari alternatif sistem ekonomi lain yang lebih bisa

diandalkan ketahanannya menghadapi krisis. Oleh karena itu beberapa tokoh Islam

seperti M. Umer Chapra, Khursid Ahmad, Muhammad Nejatullah Shiddiqi, dan

lain-lain mulai mengangkat kembali pemikiran ekonomi syariah sebagai upaya

solutif terhadap kebutuhan pembaruan sistem ekonomi masyarakat dunia tersebut.6

Sejarah pemikiran ekonomi Islam dapat ditelusuri sejak masa yang sangat

lama, yaitu masa Nabi hingga kekhalifahan Turki Usmani. Namun sebagai suatu

bidang ilmu, konsep ekonomi syariah baru berkembang sekitar tahun 1960-an.7

Meskipun masih tergolong baru, namun sambutan masyarakat dunia terhadap

kehadiran konsep ekonomi syariah sangat antusias. Baik dalam tataran teoritis

akademis maupun praktis, geliat perkembangan ekonomi syariah di dunia cukup

pesat. Bahkan apresiasi terhadap pemikiran ekonomi syariah tidak hanya berasal

5 Veithzal Rivai dan Antoni Nizar Usman, Islamic Economics And Finance: Ekonomi dan

Keuangan Islam Bukan Alternatif, tetapi Solusi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012), 134-136.

(17)

dari kalangan internal umat Islam, namun juga ilmuan-ilmuan non muslim terutama

para pakar ilmu ekonomi barat yang memiliki pandangan kritis terhadap sistem

ekonomi kapitalis, seperti Joseph E. Stiglitz, Jack Austri, J. Perth, dan sebagainya.8

Di antara isu utama yang menjadi pertentangan antara konsep ekonomi

konvensional dan konsep ekonomi syariah adalah meliputi permasalahan riba

(dalam bentuk bunga) dalam sistem perbankan, transaksi ekonomi yang

mencerminkan moral hazard (spekulatif dan curang), serta pembiayaan untuk bidang usaha haram yang terdapat dalam ekonomi konvensional. Sedangkan dalam

ekonomi Islam menghindari semua hal tersebut dengan menjalankan akad-akad

dalam transaksi ekonomi yang dipandang adil seperti murabahah (jual-beli),

syirkah (kerjasama usaha), mudharabah (investasi untuk usaha), salam

(pemesanan), wadi’ah (penitipan), dan sebagainya.

Dalam tataran implementasi, semenjak tahun 1970-an mulai bermunculan

bank-bank berbasis syariah di banyak negara Asia, Afrika, dan Eropa, seperti Mesir

(Bank Sosial Nasser), Sudan, Kuwait, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, Turki,

Uni Emirat Arab, Afrika Selatan, Inggris, Rusia dan sebagainya. Pasar perbankan

syariah juga telah dimasuki oleh perusahaan perbankan internasional seperti

Citibank, Jardinne Flemming, ANZ, Golden Sach, HSBC, ABN Amro Bank, dan

sebagainya.9 Terbentuknya badan International Islamic Financial Market (IIFM) dan Islamic Financial Services Board (IFSB) tahun 2002, Islamic Development

8 Zaim Saidi, Tidak Syariahnya Bank Syariah, Edisi Cetakan ke-5 (Yogyakarta: Delokomotif,

2015), 5.

(18)

Bank (IDB), Accounting and Auditing Organizations for Islamic Financial

Institutions (AAOIFI).10

Khusus di Indonesia, implementasi atas konsep ekonomi syariah mulai

berkembang dengan pesat sejak pemerintah Orde Baru saat itu mengeluarkan UU

No. 7 tahun 1992, yang memperbolehkan didirikannya bank yang tidak berbasis

bunga melainkan sistem bagi hasil. Hal ini ditandai dengan didirikannya bank

syariah pertama di Indonesia pada tanggal 1 Nopember 1991, yang bernama Bank

Muamalat. Kemudian disusul pada tahun-tahun berikutnya dengan diterbitkannya

UU No. 10 tahun 1998, yang melegitimasi berlakunya dobel sistem perbankan

nasional, yaitu konvensional dan syariah.11 Perubahan struktur Bank Indonesia (BI) berupa pembentukan biro perbankan syariah. Berdirinya unit bank syariah pada

berbagai bank di Indonesia, seperti Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat

Indonesia (BRI), Bank Danamon, Bank Internasional Indonesia (BII), Bank

Mandiri, Bank CIMB-Niaga, dan Bank Central Asia (BCA).12

Sambutan luas muncul di berbagai kalangan dengan mendirikan

institusi-institusi penopang, misalnya Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Pusat

Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES), dan Asosiasi Bank Syariah Indonesia

(Asbisindo). Fenomena pesatnya jumlah perguruan tinggi yang membuka fakultas

ekonomi syariah, program-program pendidikan mulai dari strata D3, S-1, S-2,

sampai S-3 kini telah banyak tersedia, meliputi bidang-bidang studi spesifik seperti

managemen syariah, perbankan syariah, bisnis dan pemasaran syariah, asuransi

(19)

syariah, dan sebagainya. Hampir merata di semua kampus, baik negeri maupun

swasta, yang berbasis Islam maupun umum, berdiri dan aktif ‘klub-klub ekonomi

syariah’ dan ‘pusat-pusat studi ekonomi syariah’.13

Perkembangan infrastruktur sistem ekonomi syariah yang semakin matang,

berupa terbentuknya Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah

Nasional (DPSN), serta dukungan berbagai fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Beroperasinya Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dengan beberapa pirantinya

seperti Sertifikat Wadi’ah Bank Syariah (SWBI), Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMAS), dan obligasi syariah. Beroperasinya lembaga-lembaga

keuangan non bank syariah seperti asuransi syariah, leasing syariah, dan pegadaian

syariah.14

Dengan adanya berbagai dukungan, berupa kebijakan politik dan

perundang-undangan, kelembagaan keuangan syariah bank dan non bank, rekomendasi dari

tokoh-tokoh berpengaruh besar masyarakat serta kalangan akademisi, dan

sebagainya. Pada hari ini, sistem ekonomi syariah telah menjadi bagian penting dari

kehidupan umat Islam dunia, khususnya di tanah air. Nilai, paradigma dan praktek

ekonomi syariah yang dipandang berbeda dengan sistem ekonomi konvensional.

Bagi sebagian umat Islam dianggap mampu menjadi alternatif dan solusi untuk

menolak cara hidup berdasarkan sistem ekonomi kapitalis. Hal ini diyakini pula

oleh sebagian umat Islam khususnya di Indonesia, sebagai kemenangan umat Islam

13 Ibid., 23.

(20)

dalam menegakkan idealisme kehidupan ekonominya berdasarkan nilai-nilai ajaran

Islam.

Di tengah suasana kebangkitan ekonomi syariah sebagaimana tergambar di

atas. Pada waktu yang hampir bersamaan dengan awal berdirinya Bank Muamalat

sebagai bank syariah pertama di Indonesia. Terjadi peristiwa pencetakan koin mata

uang Dinar emas dan Dirham perak di negara Spanyol, oleh seorang ilmuan muslim

bernama Prof. Umar Ibrahim Vadillo. Pencetakan Dinar emas dan Dirham perak ini

merupakan pencetakan yang pertama di dunia, setelah sekian lama tidak pernah

dilakukan semenjak runtuhnya kekhalifahan Turki Usmani tahun 1924. Dalam

perkembangannya kini Dinar Dirham telah dicetak di berbagai tempat, di antaranya

Dubai, Malaysia, Afrika Selatan, Inggris, Amerika Serikat, dan Indonesia, serta

telah tersebar secara meluas di dunia.15

Bahkan ada beberapa negara yang menjadikan Dinar Dirham sebagai salah

satu mata uang resmi beriringan dengan mata uang nasionalnya, seperti di beberapa

negara bagian Amerika Serikat, contohnya Utah, Carolina Selatan, negara

Malaysia, dan Afrika Selatan. Demikian pula dengan pemerintahan di Rusia, Cina,

dan Venezuela, juga telah semakin meminati mengembalikan penggunaan emas

sebagai alat tukar.16 Proses memasyarakatkan Dinar emas dan Dirham perak

terutama ditopang oleh dua lembaga Islam internasional, yaitu melalui World

Islamic Trade Organization (WITO) yang diketuai oleh Prof. Umar Ibrahim

(21)

Vadillo, dan World Islamic Mint (WIM) sebagai lembaga yang mengkoordinasi

percetakan mata uang Dinar emas dan Dirham perak internasional.17

Sekitar tahun 2000-an di Indonesia, gerakan memasyarakatkan Dinar Dirham

dipelopori oleh seorang tokoh yang juga merupakan salah satu murid dari Prof.

Umar Ibrahim Vadillo bernama Zaim Saidi, dengan mendirikan Wakala Adina.

Selain itu Zaim Saidi juga merupakan pimpinan Wakala Induk Nusantara (WIN),

yang membawahi berbagai wakala yang tersebar di banyak wilayah Indonesia. Pada

tahun 2009, mencanangkan Festifal Hari Pasaran (FHP) Nusantara, sebagai gerakan

pengembalian pasar-pasar rakyat di mana Dinar Dirham berlaku sebagai alat tukar.

Menginisiasi pembentukan Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham

Nusantara (Jawara). Dan pada tahun 2010, mencanangkan Gerakan Nasional Infak

dan Sedekah Se-Dirham untuk Ketahanan Bangsa (Garnissun Bangsa). Hari ini

Zaim Saidi menjabat sebagai Amir Amirat Indonesia. Berkat kepeloporannya, Zaim

Saidi dikenal sebagai Bapak Dinar Dirham Indonesia.18

Perkembangan sistem ekonomi syariah yang diperjuangkan Zaim Saidi

khususnya di Indonesia cukup pesat. Hal ini dapat diperhatikan dari beberapa

indikator, berupa fenomena jumlah wakala (tempat penukaran, distribusi, dan

penyimpanan) Dinar Dirham hingga 2014 saja telah menyebar di 75 lokasi di

banyak kota di Indonesia, seperti Jakarta dan sekitarnya, Bogor, Bandung,

Yogyakarta, Tanjung Pinang, Medan, Balik Papan, Makassar, dan Batam. Jumlah

pengguna Dinar Dirham yang semakin besar bukan hanya di kota-kota yang

17 Ibid., 235.

(22)

terdapat wakala, tapi juga di tempat lain, termasuk di Manado, Aceh, Denpasar,

Surabaya, Palembang, Bandar Lampung, dan lain-lain. Penyelenggaraan

pasar-pasar rakyat terbuka berbasis penggunaan Dinar Dirham semakin semarak. Nilai

pembayaran zakat menggunakan Dinar Dirham semakin besar. Penggunaan e-Dinar

(www.e-dinar.com) sebagai media transaksi digital non bank semakin meluas.

E-dinar merupakan perusahaan yang berdiri tahun 1999 dan berkedudukan di Dubai.

Hingga tahun 2007 telah memiliki account holder (pelanggan) sebanyak tiga juta orang dari seluruh dunia.19

Upaya pencetakan mata uang Dinar Dirham tersebut ternyata dilandasi oleh

suatu pemikiran dan konsep ekonomi syariah yang berbeda dengan yang berlaku

dalam umat Islam pada umumnya. Bahkan tidak hanya berbeda, konsep ekonomi

syariah yang melandasi pengembangan penggunaan mata uang Dinar emas dan

Dirham perak tersebut, memuat kritik fundamental terhadap konsep ekonomi

syariah yang sudah melembaga di masyarakat.

Pada penelitian ini penulis menggunakan pemikiran M. Umer Chapra sebagai

representasi dari perspektif ekonomi syariah yang berlaku umum di masyarakat.

Hal ini didasarkan pada kiprahnya dalam berbagai organisasi dan pusat penelitian

yang berkonsentrasi pada ekonomi syariah. Pernah menjadi penasihat pada Islamic

and Training Institute (IRTI) dari Islamic Development Bank (IDB), Jeddah.

Pernah pula menjadi penasihat peneliti senior di Saudi Arabian Monetary Agency

(SAMA), Riyadh, selama hampir 35 tahun. Mendapatkan kewarganegaraan Arab

Saudi oleh Raja Khalid atas permintaan Menteri Keuangan Arab Saudi, Shaikh

(23)

Muhammad Aba al-Khail. Pernah menduduki profesi di berbagai lembaga yang

berkaitan dengan persoalan ekonomi, di antaranya 2 tahun di Pakistan, 6 tahun di

Amerika Serikat, dan 37 tahun di Arab Saudi.

Selain profesinya tersebut banyak kegiatan ekonomi yang diikutinya,

termasuk kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga keuangan dunia seperti IMF,

IBRD, OPEC, IDB, OIC, dan sebagainya. Pengabdian dan peran besar M. Umer

Chapra dalam perkembangan ekonomi syariah membuatnya mendapatkan

penghargaan dari Islamic Development Bank, dan meraih penghargaan King

Faishal International Award pada tahun 1989. Karya tulisnya tentang ekonomi

syariah telah banyak diterbitkan.20

Hingga saat ini terhitung sebanyak 11 buku, 60 karya ilmiah, dan 9 resensi

buku. Buku dan karya ilmiahnya banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa

termasuk juga bahasa Indonesia.21 Bahkan tokoh-tokoh seperti Profesor Rodney

Wilson dari Universitas Durham, Inggris, menyatakan bahwa buku Umer Chapra

berjudul Towards a Just Monetary System, sebagai ‘Presentasi terbaik terhadap teori moneter Islam sampai saat ini’. Buku ini menjadi salah satu fondasi intelektual

dalam subjek ekonomi Islam dan pemikiran ekonomi Muslim modern, sehingga

buku ini menjadi buku teks di sejumlah universitas dalam subjek tersebut.22

Beberapa hal pokok yang terdapat dalam pemikiran ekonomi syariah pada

umumnya yang diwakili oleh Umer Chapra, seperti konsep bagi hasil dalam akad

syirkah (kerjasama usaha) dan mudharabah (investasi untuk usaha); konsep tentang

20 https://id.m.wikipedia.org/wiki/M._Umer_Chapra (diakses pada tanggal 29 Mei 2017, pukul

16.15 WIB).

(24)

substansi riba dalam praktek murabahah (jual beli), salam (pemesanan), wadi’ah

(penitipan); konsep tentang hakekat dan haramnya penggunaan uang fiat (kertas);

konsep tentang kedudukan dan fungsi bank syariah yang masih diidentikkan dengan

bank konvensional; konsep tentang perdagangan internasional yang menindas;

konsep kebijakan moneter pemerintah terhadap ekonomi syariah yang ternyata

tidak syariah; dan sebagainya. Semua topik tersebut merupakan isu-isu yang

menjadi perhatian dan obyek kritik dalam konsep ekonomi syariah perspektif Zaim

Saidi.

Zaim Saidi merupakan seorang tokoh yang cukup berpengaruh di tingkat

nasional. Selain dari ketokohannya sebagai pelopor gerakan Dinar Dirham

Indonesia, Amir Amirat Indonesia, dan koordinator Public Interest and Advocacy

Center (PIRAC). Zaim Saidi juga memiliki latar belakang akademis di bidang

administrasi publik dengan gelar Master of Public Administration (MPA) dari

University of Sydney, Australia. Sering menjadi pembicara dalam seminar-seminar

bertema ekonomi syariah berskala internasional, nasional, maupun lokal, seperti di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010, Universitas Muhammadiyah Jakarta

tahun 2015, Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang tahun 2013, dan

seterusnya. Zaim Saidi termasuk produktif dalam menulis dengan menghasilkan

karya-karya di bidang ekonomi syariah, berupa beberapa buku maupun artikel di

beberapa media massa seperti Republika, dan sebagainya.23

Dalam karya-karya yang pernah ditulis oleh Zaim Saidi, di antaranya pada

salah satu bukunya yang berjudul ‘Tidak Syariahnya Bank Syariah’. Peneliti

(25)

menemukan bahwa kritik dan konsep ekonomi syariah yang diajukan oleh Zaim

Saidi tidak sederhana. Penolakannya terhadap praktek ekonomi syariah dalam umat

Islam pada umumnya tidak hanya sekedar merupakan klaim emosional semata.

Melainkan peneliti menemukan argumentasi-argumentasi yang dibangun

berdasarkan landasan ilmu pengetahuan yang dielaborasi secara cukup

komprehensif mulai dari aspek ontologis, epistemologis, hingga aksiologisnya,

meliputi penggunaan dalil-dalil al-Qur’an, Hadits, dan sejarah peradaban Islam.

Sekaligus pendekatan ilmu pengetahuan ekonomi klasik dan kontemporer, seperti

sistem moneter, kebijakan fiskal, politik perdagangan internasional, dan

sebagainya.

Pemikiran Zaim Saidi yang mengkritik konsep ekonomi syariah secara

fundamental, dan menawarkan alternatif konsep ekonomi syariah versi yang

berbeda di saat ekonomi syariah telah mencapai kemapanannya hari ini, merupakan

sesuatu yang menarik. Kontroversi dan dampak yang ditimbulkan oleh konsep

ekonomi syariah perspektif Zaim Saidi ini berpotensi memiliki pengaruh cukup

besar. Tidak hanya lembaga-lembaga keuangan syariah baik bank maupun non

bank yang akan mengalami efek delegitimasi. Pemerintah selaku otoritas yang

selama ini melegitimasi dan meregulasi berjalannya sistem ekonomi syariah, tentu

tidak bisa melepaskan diri sepenuhnya dari efek negatifnya pula. Meskipun tentu

terdapat pula berbagai prospek pembangunan pranata-pranata ekonomi tertentu

bagi masyarakat yang layak diharapkan sebagai manfaat dari pengaruh

(26)

Mempertimbangkan besarnya potensi dampak destruktif terhadap kemapanan

sistem ekonomi syariah nasional dari pengaruh kontroversi pemikiran ekonomi

syariah perspektif Zaim Saidi. Peneliti menemukan fenomena, bahwa buku-buku

karya tulis Zaim Saidi di bidang ekonomi syariah tergolong sulit untuk ditemukan

di jaringan toko-toko buku besar nasional (seperti Gramedia, Gunung Agung, Toga

Mas), khususnya di kota Surabaya tempat peneliti tinggal. Maupun di toko-toko

buku online terkemuka (tokopedia, bukukita, bukupedia, bukalapak, garisbuku,

periplus, dan sebagainya). Peneliti baru dapat mengakses buku-buku karya Zaim

Saidi tersebut melalui jaringan penerbit yang dikelola secara langsung oleh

organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan Zaim Saidi. Hal ini menjadi salah satu

indikator bahwa konsep ekonomi syariah perspektif Zaim Saidi ini memang cukup

kontroversial.

Oleh karena itu, sebagai suatu pemikiran yang kontroversial, minim data yang

tereksplorasi secara sistematis dan mendalam, kemudian memiliki pengaruh dalam

membangun gerakan sosial umat Islam lingkup nasional di bidang ekonomi, arah

perubahan sosial yang dihasilkan berpotensi terjadi secara fundamental, serta nilai

pemikirannya (secara ontologis, epistemologis, aksiologis) bisa jadi benar namun

bisa jadi salah. Maka pemikiran ekonomi syariah perspektif Zaim Saidi ini menjadi

(27)

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi

beberapa permasalahan yang potensial untuk dipilih dalam penelitian ini. Di

antaranya adalah:

1. Bagaimana konsep ekonomi syariah perspektif Zaim Saidi?

2. Bagaimana konsep ekonomi syariah menurut perspektif M. Umer

Chapra?

3. Bagaimana konsep ekonomi syariah perspektif Zaim Saidi dilihat dari

konsep ekonomi syariah perspektif M. Umer Chapra?

Oleh karena pemikiran Zaim Saidi termasuk bersifat kontroversial,

buku-buku karya tulisnya cukup sulit untuk ditemukan di pasaran toko-toko buku-buku maupun

internet, serta adapun penelitian terhadap pemikiran ekonomi syariah Zaim Saidi

masih bersifat parsial pada isu-isu tertentu saja seperti persoalan perbankan, bukan

konsep ekonomi syariah secara keseluruhan. Maka penelitian ini termasuk

merupakan studi rintisan, yang ditujukan untuk mengeksplorasi dan

mengungkapkan konsep ekonomi syariah perspektif Zaim Saidi secara utuh,

sekaligus dibandingkan dengan konsep ekonomi syariah perspektif M. Umer

Chapra.

(28)

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep ekonomi syariah perspektif Zaim Saidi?

2. Bagaimana konsep ekonomi syariah menurut perspektif M. Umer

Chapra?

3. Bagaimana konsep ekonomi syariah perspektif Zaim Saidi dilihat dari

konsep ekonomi syariah perspektif M. Umer Chapra?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk memahami konsep ekonomi syariah perspektif Zaim Saidi.

2. Untuk memahami konsep ekonomi syariah menurut perspektif M. Umer

Chapra.

3. Untuk memahami konsep ekonomi syariah perspektif Zaim Saidi dilihat

dari konsep ekonomi syariah perspektif M. Umer Chapra?

E. Kegunaan Penelitian

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap

pengembangan wacana keilmuan ekonomi syariah. Sebagai salah satu bentuk

pemikiran yang bersifat kontroversial, bahkan merupakan kritik terhadap teori-teori

ekonomi syariah pada umumnya diwakili oleh perspektif Umer Chapra yang telah

mapan. Akan terbentuk suatu wacana perbandingan yang memperkaya khazanah

pemikiran ekonomi syariah kontemporer di kalangan umat Islam, khususnya di

Indonesia. Pada tahapan selanjutnya dapat dikembangkan analisis lebih jauh untuk

(29)

rencana-rencana untuk mengimplementasikan konsep ekonomi syariah di

tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia.

2. Praktis

Penelitian ini dapat membantu umat Islam hari ini untuk mengaktualisasikan

semangat menerapkan ajaran Islamnya secara totalitas. Sebagaimana fakta bahwa

keberadaan pemikiran ekonomi syariah telah mendorong banyak individu maupun

badan usaha untuk menjalankan transaksi ekonomi dengan dasar nilai syariah.

Fenomena ini telah berkembang sangat pesat di dunia termasuk Indonesia sekitar

20 tahun terakhir. Hasil penelitian ini akan dapat menambah referensi bagi umat

Islam untuk mengarahkan perilaku ekonominya dengan perspektif yang lebih luas

dan bijaksana. Tidak hanya dibatasi oleh wacana ekonomi syariah yang berlaku

pada umumnya sebagaimana diwakili oleh persepktif Umer Chapra saja, namun

juga yang unik dan menggugah kesadaran kritis. Terlepas dari apapun pilihan sikap

yang nantinya akan diambil oleh para pembaca, baik mendukung, menolak, maupun

menangguhkan dengan catatan kritis.

F. Penelitian Terdahulu

Sejauh penelusuran peneliti, masih sedikit tulisan maupun penelitian yang

mengeksplorasi pemikiran ekonomi syariah menurut Zaim Saidi. Beberapa di

(30)

ekonomi syariah yang dimiliki oleh Zaim Saidi.24 Namun fokus kajiannya adalah

terbatas pada aspek moneter yaitu penggunaan Dinar Dirham sebagai mata uang

yang dipertentangkan dengan uang fiat/uang kertas. Hal tersebut akan berbeda

dengan penelitian ini, karena yang akan dikaji ruang lingkupnya lebih luas yaitu

konsep ekonomi syariah menurut Zaim Saidi. Dimana posisi pembahasan mata

uang hanya merupakan bagian saja dari pembahasan konsep ekonomi syariah.

Tulisan Junaidi berjudul, Pandangan Zaim Saidi tentang Perbankan Syariah (Studi terhadap Buku Tidak Syariahnya Bank Syariah). (Skripsi, IAIN Antasari Banjarmasin, 2012). Dalam tulisan ini Junaidi mendeskripsikan pandangan Zaim

Saidi secara khusus pada aspek perbankan berdasarkan nilai-nilai Islam

sebagaimana yang ditulis di dalam salah satu bukunya.25 Skripsi ini berbeda dengan

tesis ini dalam aspek ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas, yaitu

perbankan syariah yang hanya merupakan bagian saja dari konsep ekonomi syariah.

Sekaligus perbedaan metodologi yang dipergunakan, skripsi Junaidi merupakan

studi naskah sedangkan penelitian ini adalah sebuah studi tokoh.

Tulisan Rahayu Lisa Prianti berjudul, Analisis Produk Tabungan Dinar

Sebagai Implementasi Konsep Wadi’ah (Studi di Wakala Induk Nusantara

pimpinan Zaim Saidi, Depok). (Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009). Dalam skripsi ini Rahayu Lisa melakukan penelitian lapangan terhadap penerapan

salah satu konsep dalam pemikiran ekonomi syariah Zaim Saidi, yaitu mengenai

konsep wadi’ah (penitipan) di lembaga Wakala Induk Nusantara yang

24Endang Sriani, “Kritik terhadap Pendapat Zaim Saidi tentang Dinar dan Dirham” (Skripsi--UIN

Walisongo Semarang, Semarang, 2012), 1-14.

(31)

dipimpinnya.26 Oleh karena konsep wadi’ah hanya merupakan bagian dari konsep

ekonomi syariah, serta tesis ini merupakan penelitian pustaka. Maka jelas antara

skripsi dan tesis yang akan diteliti ini adalah penelitian yang berbeda.

Berdasarkan hasil penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu di

atas. Masih belum banyak bahkan tidak ada yang mengeksplorasi pemikiran Zaim

Saidi tentang konsep ekonomi syariah. Sehingga penelitian dalam tesis ini dapat

dipandang orisinil dan layak dijadikan sebagai sebuah penelitian rintisan.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian kualitatif, Library research

(studi pustaka).27 2. Jenis Data

Data-data yang nantinya akan penulis kumpulkan dari sumber-sumber data,

terutama adalah meliputi beberapa hal sebagai berikut:

a. Landasan Pemikiran Ekonomi Syariah

b. Tujuan Ekonomi Syariah

c. Cara Mencapai Tujuan Ekonomi Syariah

d. Respon terhadap Realitas Ekonomi di Masyarakat

1) Kritik terhadap Sistem Ekonomi Kapitalis

26Rahayu Lisa Prianti, “Analisis Produk Tabungan Dinar Sebagai Implementasi Konsep Wadi’ah:

Studi di Wakala Induk Nusantara pimpinan Zaim Saidi, depok” (Skripsi--UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2009), 1-11.

27 Arief Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh: Metode Penelitian Mengenai Tokoh

(32)

2) Kritik terhadap Sistem Ekonomi Syariah

3. Sumber Data

a. Sumber Primer

Berupa buku-buku karya Zaim Saidi dan M. Umer Chapra, terutama dibatasi

pada topik-topik yang relevan dengan permasalahan penelitian yaitu konsep

ekonomi syariah, di antaranya meliputi buku-buku berjudul:28 1) Tidak Syariahnya Bank Syariah.

2) Kembali ke Dinar: Tinggalkan Riba, Tegakkan Muamalah.

3) Euforia Emas: Mengupas Kekeliruan dan Cara yang Benar Mengembangkan Dinar, Dirham, dan Fulus agar Sesuai Al-Qur’an dan Sunnah.

4) Lawan Dolar dengan Dinar. 5) Stop Wakaf dengan Cara Kapitalis.

6) Ilusi Demokrasi: Kritik dan Otokritik Islam.

7) Diambang Runtuhnya Demokrasi: Menyongsong Kembalinya Sultaniyya di Nusantara.

8) Islam dan Tantangan Ekonomi, edisi terjemahan dari Islam and the Economic Challenge.

9) Sistem Moneter Islam, edisi terjemahan dari Towards a Just Monetary System. 10) Islam dan Pembangunan Ekonomi: Islamisasi Ekonomi Kontemporer, edisi

terjemahan dari Islam and the Economic Development.

(33)

b. Sumber Sekunder

Berupa buku-buku, jurnal, laporan penelitian, media massa, dan sumber

selainnya, yang memuat pemikiran konsep ekonomi syariah dari berbagai ilmuan

secara umum.29

4. Teknik Pengumpulan Data

Sebagai penelitian Library research (studi pustaka), pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi.30

5. Teknik Pengelolaan Data

Data yang nantinya telah dikumpulkan perlu untuk dikelola sehingga mudah

untuk dilakukan analisis, yaitu dengan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan,

memberikan kode, serta mengkategorisasikannya.31

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan

content analysis (analisis isi) terhadap berbagai sumber data yang relevan, dengan pola pikir deduktif.32 Ditunjang pula dengan pendekatan analisis multidisipliner dan interdisipliner yang di antaranya meliputi pendekatan ekonomi, teologi, sejarah,

sosiologi, dan psikologi.33

29 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014),

223-226.

30 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), 16-77. 31 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 281.

32 Ibid., 219-223.

33 Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Agama (Bandung: Rosdakarya, 2001),

(34)

7. Pemeriksaan Keabsahan Data

Sebagai studi pustaka, maka kredibelitas penelitian ini dapat ditegakkan

melalui proses triangulasi sumber data. Terutama berasal dari analisis validitas

terhadap data-data baik yang berasal dari sumber primer maupun sekunder.34

H. Sistematika Pembahasan

Sebagai usaha agar dapat memahami alur logika pembahasan persoalan yang

dikemukakan secara runtut atau sistematis. Berikut akan diuraikan rangkaian

sistematika ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini. BAB I berisi tentang

pendahuluan, yang di dalamnya memuat latar belakang, identifikasi dan batasan

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode

penelitian, penelitian terdahulu, serta sistematika penulisan. BAB II berisi tentang

konsep ekonomi syariah menurut beberapa ilmuan yang dipandang representatif

(mewakili di bidangnya).

BAB III berisi tentang biografi sosial Zaim Saidi. Merupakan perjalanan

hidup tokoh yang dijadikan sebagai subyek penelitian ini, terkait hal-hal yang

mempengaruhi terbentuknya pemikiran ekonomi syariahnya. BAB IV berisi

tentang biografi sosial M. Umer Chapra. Merupakan perjalanan hidup tokoh yang

dijadikan sebagai perbandingan bagi subyek penelitian ini, terkait hal-hal yang

mempengaruhi terbentuknya pemikiran ekonomi syariahnya.

(35)

BAB V berisi tentang konsep ekonomi syariah perspektif Zaim Saidi dan M.

Umer Chapra, relevansi di antara keduanya, serta analisis umum terhadap

pokok-pokok masalah di dalamnya. BAB VI berisi tentang penutup yang memuat

(36)

BAB II

KONSEP EKONOMI SYARIAH

A. Definisi Ekonomi

Istilah Ekonomi berasal dari bahasa Yunani “Oikos Nomos” yang diartikan

oleh orang-orang barat sebagai management of household or estate (tata laksana rumah tangga atau pemilikan). Menurut Suherman Rosyidi, pendapat populer yang

berkembang di masyarakat tentang ekonomi adalah, “gejala-gejala masyarakat

yang timbul karena perbuatan manusia dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan

atau untuk mencapai kemakmuran”.1

Sedangkan definisi ekonomi secara lebih lengkap dapat didasarkan dari

pendapat Professor Paul Anthony Samuelson tentang definisi ilmu ekonomi sebagai

berikut:

Ilmu ekonomi adalah studi mengenai cara-cara manusia dan masyarakat menentukan/menjatuhkan pilihannya, dengan atau tanpa menggunakan uang untuk menggunakan sumber-sumber produktif yang langka yang dapat mempunyai penggunaan-penggunaan alternatif, untuk memprodusir berbagai barang serta membagikannya untuk dikonsumsi, baik untuk waktu sekarang maupun yang akan datang, kepada berbagai golongan dan kelompok di dalam masyarakat. Ilmu ekonomi itu menganalisis besarnya biaya-biaya serta keuntungan –keuntungan yang terjadi karena adanya perbaikan di dalam pola alokasi sumber-sumber.2

Berdasarkan definisi Samuelson di atas, dapat disimpulkan bahwa yang

menjadi pokok-pokok dari ekonomi adalah meliputi: upaya manusia dalam

menghadapi problem of choice (masalah pemilihan) untuk menggunakan

1 Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro dan

(37)

sumber produktif karena adanya kondisi scarce (kelangkaan), penggunaan uang ataupun tanpa uang sebagai bentuk dari pilihan penggunaan sumber-sumber

produktif, dan produksi serta pembagian hasilnya kepada anggota-anggota

masyarakat untuk konsumsi.3

B. Definisi Ekonomi Syariah

Kata syariah berasal dari bahasa Arab “as-syari’ah” yang mempunyai

konotasi masyra’ah al-ma’ (sumber air minum). Orang Arab tidak menyebut sumber tersebut dengan sebutan syariah kecuali jika sumber tersebut airnya

berlimpah dan tidak pernah kering. Dalam bahasa Arab, syara’a berarti nahaja

(menempuh), awdhaha (menjelaskan), dan bayyana al-masalik (menunjukkan jalan). Syara’a lahum–yasra’u-syar’an berarti sanna (menetapkan). Syariah dapat

juga berarti mazhab dan thariqah mustaqimah (jalan lurus). Secara harfiah syariah dapat diartikan sebagai jalan yang ditempuh atau garis yang mestinya dilalui.4

Secara terminologi, definisi syariah adalah peraturan-peraturan dan hukum

yang telah digariskan oleh Allah, atau digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan

kepada kaum muslimin supaya mematuhinya, supaya syariah ini diambil oleh orang

Islam sebagai penghubung di antaranya dengan Allah dan di antaranya dengan

sesama manusia.5

Menurut Syaikh Yusuf al-Qardhawi, cakupan dari pengertian syariah

menurut pandangan Islam sangat luas dan komprehensif (al-syumul). Di dalamnya

3 Ibid., 9-10.

4 Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010),

809.

(38)

mengandung pengaturan seluruh aspek kehidupan, mulai dari aspek ibadah

(hubungan manusia dengan Tuhannya), aspek keluarga (seperti nikah, talak,

nafkah, wasiat, warisan), aspek bisnis (perdagangan, industri, perbankan, asuransi,

utang piutang, pemasaran, hibah), aspek hukum dan peradilan, hingga hubungan

antar negara.6

Berdasarkan pengertian secara bahasa, terminologi, serta pendapat Yusuf

al-Qardhawi tersebut, dapat dipahami bahwa definisi syariah tidak lain adalah ajaran

Islam itu sendiri. Oleh karena itu, dalam konteks pembahasan penelitian ini

penggunaan istilah ekonomi syariah dan ekonomi Islam merupakan dua hal yang

sama dan tidak perlu dibedakan.

Menurut Khurshid Ahmad, ekonomi Islam merupakan suatu upaya sistematis

untuk memahami masalah ekonomi dan perilaku manusia yang berkaitan dengan

masalah ekonomi dari perspektif Islam. Sedangkan menurut Muhammad Baqir

al-Sadr, ekonomi Islam adalah sebuah doktrin dan bukan merupakan ilmu

pengetahuan, karena merupakan cara yang direkomendasikan Islam dalam

mengejar kehidupan ekonomi, bukan merupakan suatu penafsiran yang dengannya

Islam menjelaskan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ekonomi dan

hukum-hukum yang berlaku di dalamnya.7

Sehingga dapat disimpulkan bahwa definisi ekonomi syariah adalah segala

gejala di masyarakat yang timbul karena perbuatan manusia dalam usahanya untuk

memenuhi kebutuhan hidup atau untuk mencapai kemakmuran berdasarkan

(39)

paradigma Islam, yakni suatu ajaran hidup yang bersumber dari al-Qur’an dan

Sunnah.

C. Paradigma-paradigma yang Melandasi Ekonomi Syariah

1. Islam sebagai sistem hidup

Dalam Islam, prinsip utama dalam kehidupan umat manusia adalah Tauhid.

Prinsip yang menempatkan Allah sebagai pencipta, pemilik, penguasa, serta

pemelihara alam semesta yang tiada bandingan maupun tandingan di dunia dan

akhirat. Oleh karena itu, manusia sebagai salah satu makhluk-Nya merupakan

hamba yang sudah sepatutnya mengabdi kepada Allah sepenuhnya, dengan

menjalankan amanah sebagai khalifah-Nya di muka bumi.8

Untuk menjalankan misi tersebut, Allah menurunkan petunjuk berupa

wahyu-Nya melalui para rasul. Islam merupakan petunjuk Allah yang dibawa oleh Nabi

Muhammad sebagai rasul terakhir. Ajaran Islam memiliki kelebihan dibandingkan

risalah sebelumnya, karena tidak hanya bersifat komprehensif melainkan sekaligus

universal. Komprehensif atau menyeluruh, karena Islam meliputi seluruh aspek

kehidupan, baik ibadah (hubungan manusia dengan Allah) maupun muamalah

(sosial). Universal bermakna bahwa ajaran Islam dapat diterapkan dalam setiap

waktu dan tempat hingga tiba hari akhir nanti.9

8 Ahmad Mundir, dkk, Perbandingan Sistem Ekonomi (Surabaya: Kopertais IV Press,

2015),137-138.

(40)

2. Tujuan ekonomi Islam

Tujuan ekonomi Islam adalah maslahah (kemaslahatan bagi umat manusia). Yaitu dengan mengusahakan segala aktivitas ekonomi demi mencapai

kemaslahatan bagi manusia, atau dengan menghindarkan diri dari segala hal yang

membawa mafsadah (kerusakan) bagi manusia.10 3. Nilai-nilai ekonomi Islam

a. Mengacu pada norma-norma moral Islam

Dalam rangka usaha mendapatkan harta/materi diperkenankan dengan

berbagai macam cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam

ajaran Islam. Rambu-rambu tersebut di antaranya adalah: carilah rezeki yang halal

dan baik; tidak dizalimi maupun menzalimi; menjauhkan diri dari unsur riba, maisir

(perjudian/spekulatif), dan gharar (penipuan/curang); serta tidak melupakan tanggungjawab sosial berupa zakat, infak dan shadaqah.11

b. Keadilan dan persaudaraan universal

1) Keadilan sosial

Islam menganggap semua manusia sebagai satu keluarga dan memiliki

derajat yang sama di hadapan Allah. Hukum Allah tidak membedakan yang kaya

dan yang miskin. Hal yang membedakan adalah ketakwaan, ketulusan hati,

kemampuan, dan pelayanan pada kemanusiaan.12

10 Ibid., 138-139.

(41)

2) Keadilan ekonomi

Setiap individu akan mendapatkan hak ekonominya sesuai dengan kontribusi

usahanya masing-masing pada masyarakat.13

4. Keadilan distribusi pendapatan

Dalam hal distribusi pendapatan berlaku beberapa prinsip berikut:

menghapuskan monopoli; menjamin hak dan kesempatan semua pihak untuk aktif

dalam proses ekonomi, baik produksi, distribusi, maupun konsumsi; menjamin

pemenuhan kebutuhan dasar hidup setiap anggota masyarakat; serta melaksanakan

amanah.14

5. Kebebasan Individu dalam konteks kesejahteraan sosial

Islam mengakui bahwa kebebasan individu bersinggungan atau bahkan

dibatasi oleh kebebasan individu orang lain. Dalam hal kebebasan individu dalam

ekonomi berlaku beberapa prinsip berikut: Kepentingan masyarakat yang lebih luas

harus didahulukan dari kepentingan individu; Melepaskan kesulitan harus

diprioritaskan dibanding memberi manfaat, meskipun keduanya sama-sama

merupakan tujuan syariah; kerugian yang lebih besar tidak dapat diterima untuk

menghilangkan yang lebih kecil, sebaliknya bahaya yang lebih kecil harus dapat

diterima untuk menghindari bahaya yang lebih besar.15

13 Ibid.

(42)

D. Prinsip Dasar Ekonomi Syariah

Ekonomi syariah tidak hanya berorientasi untuk pembangunan fisik-material

dari individu, masyarakat dan negara saja. Melainkan juga memperhatikan

pembangunan aspek-aspek lain yang juga merupakan elemen penting bagi

kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Pembangunan keimanan adalah fondasi bagi

seluruh perilaku individu dan masyarakat. Jika keimanan seseorang kokoh dan

benar, yaitu memegang Islam secara kaffah, maka niscaya muamalah akan baik pula.16

Menurut Adiwarman A. Karim, ekonomi syariah diibaratkan seperti sebuah

bangunan yang didasarkan pada lima nilai universal yaitu: Tauhid (penghambaan

total kepada Allah), al-‘adl (keadilan), nubuwwah (meneladani sunnah Nabi Muhammad), khilafah (manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi), dan ma’ad

(berorientasi keakhiratan). Dengan nilai-nilai ini diharapkan para pelaku ekonomi

syariah mampu menerapkannya menjadi sistem-sistem kongkrit yang tidak hanya

berada di tataran akademik belaka. Cikal bakal prinsip sistem pokok yang tumbuh

dari kelima nilai universal itu adalah multiple ownership (kepemilikan majemuk),

freedom of act (kebebasan berperilaku), dan social justice (keadilan sosial).17 Prinsip multiple ownership dalam ekonomi syariah menegaskan bahwa kepemilikan yang hakiki adalah kepemilikan Allah, adapun kepemilikan manusia

di dunia adalah kepemilikan yang sifatnya sementara dan titipan. Kemudian

manusia akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat atas alokasi dan

(43)

penggunaan kepemilikannya di dunia. Islam mengakui kepemilikan swasta. Namun

untuk meniadakan perilaku zalim, maka pemerintah harus menguasai produksi

komoditas tertentu, terutama yang menjadi kebutuhan hajat hidup seluruh manusia.

Kepemilikan ganda juga diakui seperti swasta-negara, negara-asing,

domestik-asing, dan lain-lain.18

Prinsip freedom of act dalam ekonomi syariah mengakui bahwa manusia sebagai entitas mandiri bebas melakukan sesuatu, dengan syarat tidak mengganggu

kebebasan orang lain, serta kebebasannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat

kelak. Dengan prinsip ini, pemerintah harus senantiasa menjaga mekanisme

perekonomian dengan sangat ketat. Hal ini karena freedom of act secara alamiah akan membentuk mekanisme pasar (keseimbangan permintaan dan penawaran)

dalam desain perekonomian masyarakat.19

Prinsip social justice berarti suka sama suka dan tidak menzalimi pihak lain. Peran pemerintah dalam hal ini sangat penting. Dalam beberapa situasi, pemerintah

harus mengintervensi harga maupun pasar. Hal ini untuk menjamin terlaksananya

keadilan sosial dengan landasan suka sama suka dan tidak menzalimi pihak lain.20

Di atas semua nilai dan prinsip, adalah akhlak. Akhlak menempati posisi

puncak agar manusia senantiasa menjadikannya sebagai tujuan Islam di muka bumi.

Akhlak inilah yang kemudian mendorong terciptanya praktek ekonomi yang sesuai

dengan ajaran Islam, di antaranya meliputi prinsip-prinsip: kerja, kompensasi,

18 Ibid., 142-144.

(44)

efisiensi, profesional, kecukupan, pemerataan kesempatan, kebebasan, kerja sama,

persaingan, keseimbangan, solidaritas, dan transparansi informasi.21

E. Keunggulan Ekonomi Syariah

Terdapat beberapa keunggulan ekonomi syariah yang patut dipertimbangkan

sebagai prospektus bagi penegakannya, di antaranya meliputi: menjunjung

kebebasan individu, mengakui hak individu terhadap harta, mengakui

ketidaksamaan ekonomi antar individu dalam batas yang wajar, pemerataan

distribusi kekayaan, larangan menumpuk kekayaan, serta menjaga keseimbangan

kesejahteraan individu dan masyarakat.22

(45)

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut menghasilkan sistem perbankan yang

dikatakan berbeda secara mendasar dengan perbankan non-syariah atau

konvensional. Perbankan syariah dapat bertransaksi langsung pada sektor riel, dan

bukan membatasi diri pada sektor finansial sebagaimana bank konvensional, yaitu

meliputi: Pertama, dapat melakukan kegiatan penyertaan modal atau pembiayaan,

sebagai pengganti mekanisme pemberian kredit sebagaimana dilakukan oleh

perbankan konvensional; kedua, dapat melakukan transaksi jual beli dan sewa

menyewa, atau sewa beli, yang tidak dapat dilakukan oleh perbankan konvensional;

dan ketiga, perbankan syariah juga dikaitkan dengan kegiatan pengumpulan dan

pembagian zakat, suatu konsep yang sama sekali asing dalam konsepsi perbankan

konvensional.23

(46)

BAB III

BIOGRAFI SOSIAL ZAIM SAIDI

A. Profil Pribadi dan Keluarga

Zaim Saidi lahir di Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, pada 21

Nopember 1962. Menikah dengan seorang wanita pada tahun 1994 yang bernama

Dini Damayanti, dan dikaruniai lima anak: Sahira Tasneem, Addina Akhtar, Anisa

Zahra, Zidny Ilman, dan Maula Zakaria.1

B. Riwayat Pendidikan

Zaim Saidi merupakan alumnus Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Institut

Pertanian Bogor (IPB) tahun 1986. Pada tahun 1991, ia memperoleh Public Interest Research Fellowship dari Multinational Monitor (Washington DC). Pada 1996 menerima Merdeka Fellowship dari pemerintah Australia dalam rangka 50 tahun kemerdekaan RI. Beasiswa tersebut dimanfaatkan untuk studi banding tentang

perlindungan konsumen, serta menempuh studi S-2, Public Affairs di Departement of Government and Public Administration di University of Sydney, Australia.

Tesisnya berjudul The Politics of Economic Reform in the New Order: 1986-1996.2 Pada tahun 2005-2006 Zaim Saidi belajar lebih jauh tentang muamalat dan

tasawuf langsung pada Syekh Umar Ibrahim Vadillo dan Syekh Dr Abdul Qadir

1 https://zaimsaidi.com/about/ (diakses pada tanggal 5 April 2017, pukul 14:59).

(47)

Sufi, sambil melakukan penelitian di Dallas College, Cape Town, Afrika Selatan.

Hasil studinya ini ditulis dalam buku Ilusi Demokrasi: Kritik dan Otokritik Islam.3

C. Tokoh-tokoh yang Berpengaruh

Dari sekian tokoh yang pernah bertemu secara langsung maupun tidak

langsung dan mempengaruhi pembentukan pemikiran ekonomi syariah Zaim Saidi.

Terdapat dua orang yang memiliki pengaruh paling dominan, mereka adalah Syekh

Abdul Qadir as-Sufi dan Syekh Umar Ibrahim Vadillo.4

Syekh Abdul Qadir as-Sufi lahir pada 1930 di Ayr, Skotlandia, dengan nama

Ian Dallas. Dikenal luas di kalangan para pengikut sufisme di wilayah Benua Afrika

sebagai pemimpin Tarekat Darqawiyah Syadziliyah-Qadiriyah, sebuah aliran

tarekat pada era modern. Dia juga pendiri Murabitun World Movement (Gerakan

Murabitun Internasional), sebuah gerakan keagamaan yang bercita-cita

menegakkan ajaran Islam secara kaffah, yaitu sangat menganjurkan kesetiaan pada

otentisitas ajaran hukum Islam yang terpatri pada norma dan perilaku masyarakat

Muslim di Madinah pada masa lampau. Dia menilai, Era Madinah sebagai bentuk

dasar masyarakat Islam yang kini diperlukan untuk membangun kembali Islam

kontemporer.5

Gerakan Murabitun yang digagasnya ini terfokus pada upaya menekankan

pentingnya zakat sebagai sistem pajak yang kini telah punah akibat dominasi

3 https://zaimsaidi.com/about/ (diakses pada tanggal 5 April 2017, pukul 15:15).

4 Zaim Saidi, Ilusi Demokrasi: Kritik dan Otokritik Islam (Jakarta: Republika, 2007), ucapan

terima kasih, iv.

5

(48)

praktik politik dan sistem keuangan non-Islam. Di mata Syekh Abdul Qadir,

pemulihan praktik zakat mengharuskan adanya pemberlakuan mata uang syariah

yang otentik, yakni mata uang Dinar (emas) dan Dirham (perak).6

Untuk mengembangkan gerakan Murabitun ini, selama bertahun-tahun

dengan berbasis di Spanyol, Syekh Abdul Qadir membangun komunitas-komunitas

Islam di Granada, Sevilla, Madrid, Galicia, Basque, dan Barcelona. Dia pun

membantu membangun komunitas-komunitas Islam di Jerman, Inggris, Italia, dan

Denmark. Di luar Eropa, terdapat komunitas-komunitas yang sangat aktif, di

antaranya Afrika Selatan, Nigeria, Meksiko, Amerika Serikat, Australia, Indonesia,

Thailand, dan Malaysia.7

Ian Dallas tumbuh dan dibesarkan di lingkungan keluarga Eropa pemeluk

Kristen. Selepas menyelesaikan pendidikan di Royal Academy of Dramatic Arts,

London University, Dallas memulai kariernya di bidang seni sebagai seorang

penulis dan pemain drama, dan berkembang cukup sukses hingga pernah dikontrak

oleh jaringan televisi BBC.8

Pada tahun 1963, di Kota Fes, Maroko, Dallas memutuskan memeluk Islam

di bawah bimbingan Imam Masjid al-Qarawiyyin, Syekh Abdul Karim Daudi. Dia

kemudian bergabung dengan Tarekat Darqawiyah, dalam tarekat ini, dia berguru

kepada sang pemimpin tarekat, Syekh Muhammad bin al-Habib. Dari sang guru

inilah, Abdul Qadir memperoleh gelar As-Sufi. Bersama Syekh al-Habib, dia

menjelajahi Maroko dan Aljazair untuk belajar sufisme dari Sidi Hamud bin

6 Ibid.

(49)

Bashir (ulama Bilda) serta Sidi Fudul al-Huwari as-Sufi (ulama Fes). Dia juga

banyak menelaah gagasan-gagasan beberapa tokoh besar dari lingkungan

peradaban Barat yang telah mengilhaminya semasa muda. Mulai dari pemikiran

Baudelaire hingga Nietzsche, berlanjut pada Wagner, Jung, Goethe, dan

Heidegger.9

Setelah kembali ke Eropa dari perjalanan spiritualnya di Maroko, Abdul

Qadir menuju ke Benghazi, Libya, bersama Syekh al-Fayturi. Di sini, ia

menceburkan diri ke dalam khalwat, sebuah proses spiritual dengan cara menyepi

dan mengasingkan diri. Tak lama setelah itu, dia mendeklarasikan

kepemimpinannya atas Tarekat Darqawiyah.10

Sejak saat itu, Syekh Abdul Qadir memprakarsai pengembangan

komunitas-komunitas Muslim di jantung peradaban Barat di Eropa. Peningkatan jumlah kaum

laki-laki ataupun perempuan di Spanyol, Inggris, Denmark, Italia, dan orang-orang

Eropa lain dalam tempo tiga dasawarsa terakhir yang memilih Islam sebagai agama

mereka pun terjadi.11

Bagi Zaim Saidi, Syekh Umar Ibrahim Vadillo adalah guru kedua yang sangat

dikagumi setelah Syekh Abdul Qadir as-Sufi, sebagaimana yang diuraikannya

dalam sebuah artikel yang dimuat di situs wakalanusantara.com pada tanggal 25

Oktober 2011, yang berjudul “Kehadiran kembali seorang Mursyid di Nusantara,

9 Ibid.

(50)

yang datang dari Andalusia, melalui Afrika Selatan, telah membawa cahaya

kembali ke wilayah ini.”12

Syekh Umar Ibrahim Vadillo mulai dikenal secara Internasional pada awal

1990-an setelah ia mencetak kembali koin Dinar emas dan Dirham perak di

Granada, Spanyol, pada 1992. Tindakan itu dilakukannya sebagai konsekuensi atas

fatwa ‘Haramnya Uang Kertas sebagai Alat Tukar’ yang ia terbitkan setahun

sebelumnya, 1991. Sebagai hasil dari kajian mendalam yang telah dilakukannya

terhadap permasalahan muamalat dan riba dalam syariat Islam beberapa tahun

sebelumnya.13

Semenjak dua puluhan tahun sebelumnya Syekh Dr. Abdalqadir as-Sufi,

pembimbing Syekh Umar, telah menyampaikan kepada dunia kritiknya atas sistem

uang kertas yang tidak adil dan rapuh. Namun sangat sedikit orang yang mau

mendengar dan menyambut baik kritik tersebut. Di banyak kalangan dan tempat

kritik ini bahkan sangat tidak populer. Sampai terjadilah krisis moneter yang

melanda Asia pada 1997-1998 lalu.14

Sekitar tahun 2008, krisis moneter terjadi kembali bahkan di jantungnya

sendiri yaitu di AS dan Eropa. Dimulai pada akhir 2008, dengan persoalan gagal

bayar pada kredit perumahan di AS, yang diikuti dengan kebangkrutan beberapa

perusahaan finansial, seperti Lehman Brothers, dunia terus dibayangi bencana

keuangan global. Sampai lewat pertengahan 2010 krisis keuangan di Eropa, dengan

pusatnya di Yunani dan mulai menular ke Spanyol dan Portugal, membuka mata

12 http://wakalanusantara.com/media/Dinar-Lebih-Dekat-dengan-Syekh-Umar-Ibrahim-Vadillo

(diakses pada tanggal 13 Januari 2017, pukul 09:11).

(51)

dunia akan kebenaran segala yang disampaikan oleh Syekh Abdul Qadir sejak

dua-tiga dekade lalu. Pengenalan kembali Dinar dan Dirham pun semakin luas diterima.

Diantaranya adanya kebijakan pemerintah Malaysia, khususnya Negeri Kelantan

yang mengadopsi Dinar dan Dirham sebagai mata uang syariah. Di belakang

gerakan Negeri Kelantan itu pun, tidak lain adalah Syekh Umar Vadillo, yang sejak

2009 menjabat sebagai CEO Kelantan Golden Trade (KGT).15

Syekh Umar telah memikirkan sebuah mekanisme pengaturan untuk

memastikan bahwa ekonomi berbasis Dinar dan Dirham dapat berjalan secara

universal. Untuk itu, sejak awal pencetakan prototipe Dinar dan Dirham, 1992, ia

menginisiasi World Islamic Trading Organization (WITO) dan, belakangan, World

Islamic Mint (WIM). Produk pertama yang dikeluarkan oleh WITO adalah standar

teknis koin, yang didasarkan kepada standar yang dibuat oleh Khalifah Umar ibn

Khattab, serta rancang muka koin-koin Dinar Dirham, yang saat ini dikenal sebagai

Seri Haji, yaitu koin Dinar bergambar masjid Nabawi dan koin Dirham bergambar

Masjidil Haram. Terkait dengan persoalan otorisasi pihak pencetak dan pengedar

koin, serta masalah standarisasi nilai tukar dalam penerapan Dinar dan Dirham

secara internasional merupakan agenda World Islamic Mint (WIM).16

Bagi Zaim Saidi, berbagai hal di atas menjadikan semua pemikiran dan

pekerjaan yang telah diberikan oleh Syekh Umar Vadillo sebagai sebuah

kelengkapan pengetahuan dan amal, konsep dan praksis. Sekaligus menjadikan

sosoknya di mata Zaim Saidi sebagai seorang mujahid yang bukan saja tidak

15 Ibid.

(52)

mengenal lelah, tetapi memiliki visi akan kemenangan Islam. Sebab, keyakinannya

sepenuhnya dilandasi oleh sikap penyerahan diri secara total hanya kepada Allah.

Syekh Umar Vadillo tidak mengenal adagium: Dawud melawan Jalut. Adagiumnya

adalah ‘Ketika Kebenaran Datang, Kebatilan Musnah’. Visi yang selalu digaungkan

kepada siapapun juga senantiasa konsisten: kemenangan Islam, kembalinya 'amal Ahlul Madinah.17

Selain mengeluarkan fatwa tentang pelarangan uang kertas sebagai alat tukar

di tahun 1991. Syekh Umar kembali mengeluarkan sebuah fatwa penting, Fatwa on Banking and the Use of Interest Received on Bank Deposits (Fatwa tentang Perbankan dan Penggunaan Bunga Deposito) di tahun 2006. Ini adalah sebuah

dokumen fatwa setebal 66 halaman yang ia tulis dengan cukup komprehensif.

Disusul dengan fatwa tentang zakat berjudul, Fatwa on the Payment of Zakat: Using Dinar and Dirham the Issue of Ayn and Dayn in Zakat (Fatwa tentang pembayaran zakat, penggunaan Dinar dan Dirham terkait uang riel dan janji utang

dalam zakat)di tahun 2010.18

Melalui ketiga fatwa tersebut, Syekh Abdal Qadir menyebutkan bahwa Syekh

Umar Vadillo adalah ‘faqih nomer satu dalam masalah finansial' yang dimiliki dunia Islam saat ini, dan pangakuan ini di terima sepenuhnya oleh Zaim Saidi. Hal

ini dilandasi oleh penilaian Zaim bahwa sebagai seorang faqih Syekh Umar telah

mampu “membacakan” kembali, dan dengan itu memberikan pemahaman, bagi

umat Islam dunia, pengetahuan yang telah dilupakan dan terkubur selama seratus

(53)

tahun terakhir atas satu bagian yang sangat penting dari kitab Al-Muwatta-nya Imam Malik, yakni muamalat.19

D. Karya-karya Sosial

Zaim Saidi pernah aktif di berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),

antara lain Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Lembaga Ekolabel

Indonesia (LEI), dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Selain itu juga

pernah mengasuh dua acara talkshow di televisi, kamar 619, bertemakan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan di televisi Pendidikan Indonesia

(TPI) pada tahun 2000, dan Gerbang Agribisnis di Televisi Republik Indonesia (TVRI) sejak 2002.20

Pada 1997, mendirikan Public Interest Research and Advocacy Center

(PIRAC). Dalam belasan tahun terakhir, lembaga ini aktif melakukan kegiatan riset,

studi kasus, pelatihan dan advokasi untuk mempromosikan kedermawanan sosial di

Indonesia. Tahun 1999-2002 juga pernah bekerja pada Development Alternative

Inc. (DAI), sebuah perusahaan konsultan di Amerika Serikat.21

Pada tahun 2000, Zaim Saidi mendirikan dan memimpin Wakala Adina, yang

Referensi

Dokumen terkait

[r]

langkah yang perlu dilalui auditor dalam penugasan audit tertentu sehingga sesuai dengan standar. › Bagaimanapun IS auditor harus

Pada tanggal 9 April tahun 2014 terjadi pesta Demokrasi, di selenggarakannya pemilu dan pemilihan umum, dimana saat itu rakyat terlibat langsung dalam menentukan

Sumber data sekunder adalah sumber data yang merupakan data-data penunjang bagi penelitian yang sedang dihadapi, yang diperoleh dari buku- buku perpustakaan dan

Dari hasil penelitian, ada beberapa saran yang dapat dikemukakan menyangkut pelaksanaan penilaian prestasi dengan loyalitas kerja karyawan Hotel Ratu Mayang Garden

Kompetensi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Perawat Rumah Sakit Syafira Pekanbaru memiliki nilai rata-rata berkategorikan cukup, namun ada beberapa tanggapan

Hasil analisis dari pearson correlation di atas menunjukkan nilai signifikansi pada kedua variabel yaitu 0,000 yang dimana nilai p kurang dari 0,05 (p<0,05) yang dapat

19 Tahun 2003 Tentang BUMN dan Doktrin Ekonomi Islam , Skripsi, Program Studi Hukum Bisnis Syari‟ah, Fakultas Syari‟ah, Universitas Islam Negeri Maulana Malik