• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Bidan Praktik Swasta Terhadap Penggunaan Partograf Dalam Proses Persalinan Normal Di Wilayah Kerja Dinas Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Bidan Praktik Swasta Terhadap Penggunaan Partograf Dalam Proses Persalinan Normal Di Wilayah Kerja Dinas Kota Medan"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asuhan Persalinan Normal (APN) 2.1.1. Definisi

Asuhan persalinan normal adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal. Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi serviks, lahirnya bayi dan plasenta dari rahim ibu (Depkes, 2007).

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepada yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2010).

(2)

2.1.2. Lima Benang Merah Asuhan Persalinan Normal

Lima benang merah dalam asuhan persalinan dan kelahiran bayi, yaitu: membuat keputusan klinik; asuhan sayang ibu dan sayang bayi; pencegahan infeksi; pencatatan; rujukan.

1. Membuat Keputusan Klinik

Membuat keputusan klinik adalah proses pemecahan masalah yang akan digunakan untuk merencanakan asuhan bagi ibu dan bayi baru lahir. Hal ini merupakan suatu proses sistematik dalam mengumpulkan dan analisis informasi, membuat diagnosis kerja (menentukan kondisi yang dikaji adalah normal atau bermasalah), membuat rencana tindakan yang sesuai dengan diagnosis, melaksanakan rencana tindakan dan akhirnya mengevaluasi hasil asuhan atau tindakan yang telah diberikan kepada ibu dan/atau bayi lahir (Depkes, 2007). 2. Asuhan Sayang Ibu dan Sayang Bayi

Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya kepercayaan dan keinginan sang ibu. Cara yang paling mudah untuk membayangkan asuhan sayang ibu adalah dengan menanyakan pada diri sendiri.

“Seperti inikah asuhan yang ingin saya dapatkan?” salah satu prinsip dasar

asuhan sayang ibu adalah dengan mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi.

3. Pencegahan Infeksi

(3)

perlengkapan (celemek / baju penutup, kacamata, sepatu tertutup), menggunakan asepsis atau teknik aseptik, memproses alat bekas pakai, menangani peralatan tajam dengan aman, menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan serta pembuangan sampai secara benar (Depkes, 2007).

4. Pencatatan (dokumentasi)

Pencatatan rutin adalah penting karena dapat digunakan sebagai alat bantu untuk membuat keputusan klinik dan mengevaluasi apakah asuhan atau perawatan sudah sesuai atau efektif, untuk mengidentifikasi kesenjangan pada asuhan yang diberikan dan untuk membuat perubahan dan peningkatan asuhan keperawatan. Partograf adalah bagian yang terpenting dari proses pencatatan selama persalinan (Depkes, 2007).

5. Rujukan

Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas kesehatan rujukan atau yang memiliki sarana lebih lengkap diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir.

Persalinan dibagi ke dalam empat kala, yaitu :

(4)

ibu dan janin, bahwa ibu mungkin perlu dirujuk. Untuk menggunakan partograf dengan benar, petugas mencatat kondisi ibu dan janin (Saifuddin, 2010).

2. Kala II : dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi. Usaha yang dilakukan pada kala II adalah sebagai berikut :

a. Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu.

Kehadiran seseorang untuk mendampingi ibu agar merasa nyaman, menawarkan minuman, mengipasi dan memijat ibu.

b. Menjaga kebersihan

Ibu tetap dijaga kebersihannya agar terhindar infeksi. Bila ada darah lendir atau cairan ketuban segera dibersihkan.

c. Mengipasi dan masase

Menambah kenyamanan bagi ibu. d. Memberi dukungan mental

Untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan ibu, dengan cara menjaga privasi ibu, penjelasan tentang kemajuan persalinan, penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan keterlibatan ibu.

e. Mengatur posisi ibu

(5)

f. Menjaga kandung kemih tetap kosong

Anjurkan ibu untuk berkemih sedikitnya setiap 2 jam, atau lebih sering atau bila kandung kemih ibu terasa penuh. Bantu ibu ke kamar mandi, berikan pula bantuan agar ibu dapat duduk di atas penampung urin jika ibu tidak bisa berjalan ke kamar mandi. Kandung kemih yang penuh dapat menghalangi kontraksi dan penurunan kepala bayi. Hal ini akan menambah rasa sakit, kesulitan untuk melahirkan plasenta, perdarahan paska persalinan dan menghambat penatalaksanaan distosia bahu

g. Memberikan cukup minuman

Anjurkan ibu untuk mendapat suapan (makanan ringan dan minum air) selama persalinan dan kelahiran bayi. Sebagian ibu masih ingin makan selama fase laten persalinan, tetapi setelah memasuki fase aktif mereka hanya menginginkan cairan saja. Anjurkan anggota keluarga menawarkan ibu minum sesering mungkin dan makanan ringan selama persalinan. Makanan ringan dan cairan yang cukup akan memberikan lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi. Dehidrasi bisa memperlambat kontraksi dan atau membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang efektif.

h. Membimbing mengedan

3. Kala III : dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Melakukan manajemen aktif kala III, antara lain :

Pemberian suntikan oksitosin :

(6)

b. Letakkan kain bersih di atas perut

c. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain d. Memberitahukan pada ibu bahwa ia akan disuntik

e. Selambat-lambatnya dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir, segera suntik oksitoksin 10 IU secara IM pada 1/3 bawah paha kanan bagian luar.

4. Kala IV, dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Setelah plasenta lahir :

a. Lakukan pemijatan uterus untuk merangsang uterus berkontraksi.

b. Evaluasi tinggi fundus uteri dengan meletakkan jari tangan secara melintang antara pusat dengan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan pusat atau lebih bawah. Misalnya, jika dua jari bisa diletakkan di bawah pusat dan di atas fundus uteri, maka disebut dengan “dua jari di bawah pusat”.

c. Perkiraan kehilangan darah secara keseluruhan

(7)

menilai kehilangan darah adalah dengan cara melihat darah tersebut dan memperkirakan berapa botol berukuran 500 ml yang bisa dipenuhi darah tersebut.

d. Periksa perineum dari pendarahan aktif. e. Evaluasi kondisi ibu secara umum

Penting sekali untuk tetap berada di samping ibu selama 2 jam pertama setelah persalinan. Evaluasi : tekanan darah, nadi, tinggi fundus uteri, kandung kemih dan pendarahan (setiap 15 menit dalam 1 jam pertama dan 30 menit dalam 2 jam pertama), pemijatan uterus, temperatur tubuh ibu, menilai pendarahan (Depkes, 2007).

2.2 Partograf 2.2.1. Pengertian

Partograf merupakan alat bantu untuk memantau persalinan dengan cara mencatat semua pengamatan dalam satu grafik. Penting diingat bahwa partograf hanyalah suatu alat untuk mengelola persalinan, tetapi tidak merupakan alat untuk

mengidentifikasi penyulit atau komplikasi yang telah ada sebelum persalinan (JHPIEGO, 2007).

(8)

yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalinan, menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu (JHPIEGO, 2007).

2.2.2. Peran Bidan Dalam Pemakaian Partograf

Peranan seorang bidan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak harus saling mendukung sehingga dalam menjalankan peranannya bidan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai sehingga siap dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, World Health Organization (WHO) merancang suatu alat untuk memantau persalinan dengan mencatat semua pengamatan dalam sebuah grafik yang disebut partograf, untuk dapat memantau kemajuan persalinan yang berguna dalam mengambil keputusan klinik dan mengenal bahaya secara dini (Sumapraja, 2011).

Sebagai titik tolak evaluasi pertolongan persalinan diharapkan partus lama semakin berkurang untuk dapat menurunkan angka kematian maternal dan perinatal sehingga mampu menunjang sistem kesehatan nasional menuju tingkat kesejahteraan masyarakat (Manuaba, 2008).

(9)

Sebagai bagian dari program ”Safe Motherhood Initiative“, Partograf diluncurkan pada tahun 1987 oleh WHO dengan maksud untuk meningkatkan manajemen tenaga kesehatan dan mengurangi angka morbiditas dan angka kematian ibu dan janin. Partograf telah diuji dalam sidang multisenter di Asia Tenggara yang melibatkan 35.484 wanita. Pengenalan partograf dengan protokol yang disepakati telah terbukti dapat mengurangi persalinan lama dari 6,4% menjadi 3,4%. Kegawatan bedah caesaria turun dari 9,9% menjadi 8,3% dan lahir mati intrapartum dari 0,5% menjadi 0,3%, kehamilan tunggal tanpa faktor komplikasi mengalami perbaikan (Lancet, 2004).

Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya mendapatkan asuhan yang aman, adekuat, dan tepat waktu serta membantu mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka (JHPIEGO, 2007).

Partograf sangat penting untuk menurunkan angka kematian kejadian sectio caesarean persalinan di atas 18 jam, nilai apgar score 7 dan angka kematian maternal maka diharapkan bidan sebagai pemberi asuhan primer pada pelayanan kebidanan perlu menggunakan partograf (Manuaba, 2009).

Prinsip tanya dan dengar (anamnesis), lihat dan raba (pemeriksaan fisik), tentukan masalah/kebutuhan dan lakukan tindakan yang tepat masih tetap dipakai dalam menggunakan partograf untuk memantau kemajuan persalinan.

(10)

cermat, oleh karena itu si ibu harus diberi kesempatan atau peluang untuk mengemukakan pengalamannya seluas-luasnya. Pemeriksaan fisik (lihat dan rasa), untuk menemukan (mengidentifikasi) masalah yang dihadapi si ibu. Melakukan periksa pandang dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi) dan mendengar (auskultasi) dan membaui. Anamnesis membantu penemuan tanda-tanda tersebut ditemukan dengan tepat. Fase laten adalah awal persalinan yang disebut Kala I, ditandai oleh dilatasi serviks 0-3 cm dan pendataran serviks. Fase aktif adalah proses persalinan sejak pembukaan serviks 4 cm sampai dengan anak lahir.

2.2.3. Bagian-Bagian Partograf

Bagian-bagian partograf dapat dijabarkan di bawah ini dengan urutan seperti pada grafik yang tampak pada gambar, yaitu sebagai berikut:

1. Identitas dan keadaan ibu, termasuk: a) Nomor pendaftaran ibu

b) Tanggal/jam kedatangan ibu c) Nama dan umur ibu

d) Keterangan mengenai jumlah gravida, para dan abortus (GPA) e) Keadaan ketuban, waktu pecahnya ketuban

f) His ada/tidak, bila ada sejak kapan

(11)

3. Ketuban diamati apakah:

a) Utuh/belum pecah (ditulis U), atau b) Sudah pecah dan cairan ketuban:

= jernih (ditulis J) = bercampur mekonium (ditulis M) = bercampur darah (ditulis D) = tidak ada/absen (ditulis A)

4. Penyusupan (tulang kepala) atau molase, yang bila ditemukan pada kepala yang masih tinggi menandakan kemungkinan adanya disproporsi sefalopelvik. Kolom diisi sebagai berikut:

O = tulang kepala terpisah dan sutura masih ada + = tulang kepala menempel satu sama lain + + = tulang kepala tumpang tindih

+ + + = tulang kepala tumpang tindih berat.

5. Pembukaan serviks (dalam cm) adalah pengamatan yang paling penting untuk memantau kemajuan persalinan. Pembukaan digambarkan dengan tanda x pada kolom yang sesuai. Fase laten, fase aktif, garis waspada (garis diagonal pertama) dan garis tindakan (garis diagonal kedua) akan dijelaskan lebih rinci kemudian.

(12)

7. Waktu dicatat dengan menggunakan waktu kedatangan sebagai titik nol. Waktu sebenarnya dicatat di bawah garis jam.

8. His dicatat di bawah garis waktu. Adanya his bersamaan dengan pembukaan serviks dan turunnya kepala menunjukkan kemajuan persalinan.

9. Obat-obatan dan cairan intravena yang diberikan dicatat di kotak yang tersedia. 10.Nadi, tekanan darah dan temperatur dicatat di tempat yang tersedia.

11.Jumlah urin dicatat tiap kali ibu buang air kecil. Protein dan reduksi urin diperiksa bila diperlukan dan bila reagensnya tersedia.

2.2.4 Konsep Partograf (WHO)

Friedman adalah orang yang pertama kali menemukan hubungan antara pembukaan serviks, penurunan kepala janin, dan waktu persalinan. Pada tahun 1954, Friedman menemukan bahasa gambaran hubungan pembukaan serviks dan waktu persalinan terbentuk S yang kemudian dikenal dengan kurva Friedman. Menurut penelitian Herdiks dkk ditemukan bahwa kurva Friedman terdapat perbedaan antara primigravida pada fase aktif maupun fase laten. Jika seandainya kedua bentuk asli kurva Friedman disampaikan dan diajarkan pada petugas kesehatan khususnya bidan, maka akan terdapat berbagai kesulitan dalam penerapannya.

(13)

aktif pembukaan untuk primigravida dan multigravida tidak boleh kurang dari 1 cm/jam, pemeriksaan dalam hanya dilakukan dalam waktu 4 jam, dan keterlambatan persalinan selama 4 jam memerlukan intervensi medis dengan mempertimbangkan indikasi, dan keadaan ibu maupun janinnya (Manuaba, 2009)

2.2.5. Pencatatan Selama Fase Laten Persalinan Kala Satu Persalinan

Kala satu dalam persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif yang dibatasi oleh pembukaan serviks :

1. Fase Laten : pembukaan serviks kurang dari 4 cm. 2. Fase Aktif : pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm

Selama fase laten persalinan, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus dicatat. Hal ini dapat direkam secara terpisah dalam catatan kemajuan persalinan atau pada Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap kali membuat catatan selama fase laten persalinan. Semua asuhan dan intervensí harus dicatatkan.

Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara seksama, yaitu : a. Denyut jantung janin : setiap ½ jam

b. Frekwensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam c. Pembukaan serviks : setiap 4 jam

d. Penurunan : setiap 4 jam e. Nadi : setiap ½ jam

f. Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam

(14)

Jika ditemui gejala tanda penyulit dalam persalinan, penilaian kondisi ibu dan bayi, harus lebih sering dilakukan. Lakukan tindakan yang sesuai apabila dalam diagnosa ditetapkan adanya penyulit dalam persalinan. Jika frekwensi kontraksi berkurang dalam satu atau dua jam pertama, nilai ulang kesehatan dan kondisi aktual ibu dan bayinya. Bila tidak ada tanda-tanda kegawatan atau penyulit, ibu dipulangkan dan dipesankan untuk kembali jika kontraksinya menjadi teratur dan lebih sering. Jika asuhan dilakukan di rumah, penolong persalinan boleh meninggalkan ibu hanya setelah dipastikan bahwa ibu dan bayinya dalam kondisi baik. Pesankan pada ibu dan keluarganya untuk menghubungi penolong persalinan jika terjadi peningkatan frekwensi kontraksi. Rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang sesuai jika fase laten berlangsung lebih dari 8 jam.

Pencatatan selama fase aktif persalinan : partograf Informasi tentang ibu:

a. Nama, umur

b. Gravida, para, abortus (keguguran) c. Nomor catatan medic / no puskesmas

d. Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu)

(15)

Kondisi janin :

a. DJJ (denyut jantung janin) b. Warna dan adanya air ketuban c. Penyusupan (molase)

Kemajuan persalinan: a. Pembukaan serviks

b. Penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin c. Garis waspada dan garis bertindak

Jam dan waktu:

a. Waktu mulainya fase aktif persalinan

b. Waktu actual saat pemeriksaan atau penilaian Kontraksi uterus:

a. Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit b. Lama kontraksi (dalam detik)

Obat-obatan dan cairan yang diberikan: a. Oksitosin

b. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan. Kondisi ibu

a. Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh b. Urin (volume, aseton atau protein)

(16)

2.2.4. Mencatat Temuan pada Partograf

Hal-hal yang ditemukan dan harus dicatat dalam partograf adalah sebagai berikut:

1. Informasi tentang ibu

Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai asuhan

persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai : “Jam atau pukul” pada

partograf dan perhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase laten persalinan. Catat waktu pecahnya selaput ketuban.

2. Kondisi janin

Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk mencatat denyut jantung janin (DJJ). Air ketuban dan penyusupan (kepala janin)

a. Denyut jantung janin

(17)

120 atau di atas 160. Catat tindakan-tindakan yang dilakukan yang tersedia di salah satu dari kedua sisi partograf.

2. Warna dan adanya air ketuban

Nilai air ketuban setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam, dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan- temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ.

Gunakan lambang-lambang berikut ini : U : Ketuban utuh (belum pecah)

J : Ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih

M : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium D : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah K : Ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban (kering)

Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya gawat janin.

(18)

3. Molase (penyusupan kepala janin)

Penyusupan adalah indikator penting seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuaikan diri dengan bagian keras panggul ibu. Tulang kepala yang saling menyusup atau tumpang tindih, menunjukkan kemungkinan adanya disproporsi tulang panggul (CPD). Ketidakmampuan akomodasi akan benar-benar terjadi jika tulang kepala yang saling menyusup tidak dapat dipisahkan. Apabila ada dugaan disproporsi tulang panggul, penting sekali untuk tetap memantau kondisi janin dan kemajuan persalinan.

Lakukan tindakan pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan tanda-tanda disproporsi tulang ke fasilitas kesehatan yang memadai. Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusup kepala janin. Catat temuan di kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban.

Gunakan lambang-lambang berikut ini :

0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi

1 : tulang- tulang kepala janin hanya saling bersentuhan

2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat dipisahkan

3 : tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan Kemajuan persalinan

(19)

dilatasi serviks. Masing-masing angka mempunyai lajur dan kotak tersendiri. Setiap angka/kotak menunjukkan besarnya pembukaan serviks. Kotak yang satu dengan kotak yang lain pada lajur di atasnya, menunjukkan penambahan dilatasi sebesar 1 cm. Skala angka 1-5 juga menunjukkan seberapa jauh penurunan janin. Masing-masing kotak di bagian ini menyatakan waktu 30 menit.

1. Pembukaan serviks

Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian Pemeriksaan Fisik, nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap temuan dari setiap pemeriksaan. Tanda 'X' harus dicantumkan di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks. Beri tanda untuk temuan-temuan dari pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama kali selama masa fase aktif persalinan di garis waspada. Hubungkan “X” dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh.

Perhatikan:

1. Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks yang sesuai dengan besarnya pembukaan serviks pada fase aktif persalinan yang diperoleh dari hasil periksa dalam

2. Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan, temuan (pembukaan serviks) dari hasil periksa dalam harus dicantumkan pada garis waspada. Pilih angka yang sesuai dengan bukaan serviks (hasil periksa dalam) dan cantumkan tanda 'X' pada ordinat atau titik silang garis dilatasi serviks dan garis waspada.

(20)

2. Penurunan bagian terbawah janin

Setiap kali melakukan periksa dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering (jika ditemukan tanda-tanda penyulit). Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang menunjukkan seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul. Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah janin. Tapi ada kalanya, penurunan bagian terbawah janin baru terjadi setelah pembukaan serviks mencapai 7 cm. Tulisan "Turunnya kepala" dan garis tidak terputus dari 0-5, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda 'O' yang ditulis pada garis waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika hasil pemeriksaan palpasi kepala di atas simfisis pubis adalah 4/5 maka tuliskan tanda "O" di garis angka 4. Hubungkan tanda 'O' dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak terputus

3. Garis waspada dan garis bertindak

(21)

rujukan (rumah sakit atau puskesmas) yang memiliki kemampuan untuk menatalaksana penyulit atau gawat darurat obstetri. Garis bertindak tertera sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak maka hal ini menunjukkan perlu dilakukan tindakan untuk menyelesaikan persalinan. Sebaiknya, ibu harus sudah berada di tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.

Jam dan waktu:

1. Waktu mulainya fase aktif persalinan di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan) tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-12. Setiap kotak menyatakan satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.

(22)

waktu aktual di kotak pada lajur waktu di bawah lajur pembukaan (kotak ke tiga dari kiri).

Kontraksi uterus :

Di bawah lajur waktu partograf, terdapat lima kotak dengan tulisan "kontraksi per 10 menit" di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit dengan cara mengisi kotak kontraksi yang tersedia dan disesuaikan dengan angka yang mencerminkan temuan dari hasil pemeriksaan kontraksi. Sebagai contoh jika ibu mengalami 3 kontraksi dalam waktu satu kali 10 menit, maka lakukan pengisian pada 3 kotak kontraksi.

Obat-obatan dan cairan yang diberikan:

Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk mencatat oksitosin, obat-obat lainnya dan cairan IV.

1. Oksitosin

Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan tetesan per menit.

2. Obat-obatan lain dan cairan IV

(23)

Kondisi Ibu:

Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf, terdapat kotak atau ruang untuk mencatat kondisi kesehatan dan kenyamanan ibu selama persalinan.

1. Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh

Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu

Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan (lebih sering jika diduga adanya penyulit). Beri tanda titik (.) pada kolom waktu yang sesuai

Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih sering jika diduga adanya penyulit). Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang sesuai.

Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika terjadi peningkatan mendadak atau diduga adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur tubuh pada kotak yang sesuai.

2. Volume urin, protein dan aseton

Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali ibu berkemih).Jika memungkinkan, setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam urin.

(24)

Partograf WHO digunakan pada proses persalinan untuk memantau kemajuan persalinan yang bermanfaat untuk :

1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.

2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal dengan demikian juga dapat melakukan deteksi dini setiap kemungkinan terjadinya partus lama atau partus macet.

3. Memudahkan untuk pengambilan keputusan bertindak (Depkes RI, 2007).

2.2.6. Keuntungan Partograf

Penggunaan partograf WHO dalam pertolongan persalinan memiliki keuntungan sebagai berikut :

1. Tersedia cukup waktu melakukan rujukan setelah perjalanan persalinan melewati garis waspada.

2. Di pusat pelayanan kesehatan cukup waktu untuk mengambil tindakan.

3. Mengurangi infeksi intrauterin karena pemeriksaan dalam dilakukan dengan interval 4 jam.

4. Partograf diharapkan dapat menyelesaikan pertolongan persalinan pada garis waspada dengan jalan:

(25)

c. Mendapatkan tindakan medis sesuai keadaan ibu dan bayi agar dapat ditolong oleh orang yang tepat.

d. Dapat membantu menurunkan angka kematian maternal dan perinatal sebagai cermin kemampuan memberikan pelayanan medis yang menyeluruh dan bermutu (Manuaba, 2009).

2.2.7. Kerugian Partograf

Kemungkinan terlalu cepat melakukan rujukan, yang sebenarnya dapat diselesaikan puskesmas setempat.

2.2.8. Pencatatan pada Lembar Belakang Partograf

Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan yang dilakukan sejak persalinan Kala I hingga kala IV (termasuk bayi baru lahir). Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai catatan persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan pada ibu dalam masa nifas terutama selama persalinan kala empat untuk mencegah terjadinya penyulit dan membutuhkan keputusan klinik yang sesuai. Misalnya terjadi perdarahan pasca persalinan dan menilai / memantau sejauhmana telah dilakukan pelaksanaan asuhan persalinan yang bersih dan aman.

(26)
(27)
(28)

2.3 Bidan

2.3.1 Pengertian Bidan

Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk di register, sertifikasi atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan (Depkes RI, 2007).

Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan dan yang telah diakui pemerintah dan lulus sesuai dengan persyaratan yang berlaku (Sofyan, 2006).

Keberadaan bidan di tengah-tengah masyarakat memiliki peran yang strategis terutama dalam upaya pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal dengan cara memberikan pendidikan terhadap masyarakat, meningkatkan kesehatan dan pengertian masyarakat melalui konsep promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Manuaba, 2008).

2.3.2 Pendidikan Kebidanan

Pendidikan bidan adalah segala program pendidikan yang berhubungan dengan kebidanan, sehingga didapatkan peningkatan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan perbaikan sikap dan perilaku yang berguna dalam peningkatan mutu pelaksanaan pelayanan kebidanan (Depkes, 2009). Makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi dan makin banyak pula pengetahuan

(29)

Menurut Permenkes RI Nomor 1464/Menkes/Per/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan, pasal 2 bahwa bidan yang menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal D-III Kebidanan.

2.3.3 Kualifikasi Pendidikan Bidan

Kualifikasi pendidikan kebidanan adalah sebagai berikut :

a. Lulusan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan, merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan.

b. Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV atau Strata-1 merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di

institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi pelayanan, pengelola, dan pendidik.

c. Lulusan pendidikan bidan setingkat Strata 2 dan Strata 3, merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi pelayanan, pengelola, pendidik, peneliti, pengembangan dan konsultan dalam pendidikan bidan maupun sistem/ketatalaksanaan pelayanan kesehatan secara universal (Sofyan, 2006).

2.3.4 Wewenang Bidan

(30)

yaitu bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi :

1. Pelayanan kesehatan ibu; 2. Pelayanan kesehatan anak; dan

3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan KB.

2.3.5 Praktik Bidan

Penyelenggaraan praktik bidan dilakukan oleh bidan yang memiliki etika dan moral yang tinggi, memiliki kompetensi dan kewenangan yang secara terus-menerus meningkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan,

sertifikasi, lisensi, pembinaan dan pengawasan agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan evidence based (berdasarkan bukti

dan bermanfaat) dan diselenggarakan sesuai kewenangan bidan yang memiliki izin praktik. Bidan mendapatkan sertifikasi, registrasi, akreditasi, lisensi sesuai dengan Kepmenkes RI No. 900/VII/2002 tentang registrasi bidan (Sofyan, 2006).

2.4. Perilaku

(31)

manusia itu sendiri baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung.

Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing.

Secara operasional, perilaku dapat diartikan sebagai suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut (Notoatmodjo, 2010). Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoatmodjo, 2012).

Leonard F. Polhaupessy. dalam sebuah buku yang berjudul “Perilaku

Manusia” yang dikutip Taufik (2012), menguraikan perilaku adalah sebuah gerakan

(32)

pengamatan dari luar sangat minimal, sebenarnya perilaku ada di balik tirai tubuh, di dalam tubuh manusia.

Menurut Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2012) perilaku dibagi dalam 3 (tiga) domain yaitu kognitif (cognitive domain), afektif (affective domain) dan psikomotor (psychomotor domain).

Berdasarkan respon terhadap stimulus yang timbul, maka perilaku dibagi menjadi dua bentuk (Notoatmodjo, 2012):

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup disebut juga sebagai respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat diamati oleh orang lain. Respons terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka adalah perilaku yang jelas dan dapat diobservasi secara langsung oleh orang lain. Respon ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik. Misalnya seorang ibu membawa anaknya ke posyandu setiap bulannya untuk diimunisasi.

(33)

kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor dua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap suatu status kesehatan. Lawrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) faktor-faktor pemungkin (enabling factors), faktor-faktor penguat (reinforcing factors).

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan masyarakat.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

(34)

dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas lebih-lebih para petugas kesehatan.

2.5 Pengetahuan (Knowledge) 2.5.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pencitraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, hidung, dan sebagainya). Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Hidayat (2009) pengetahuan merupakan proses belajar dengan menggunakan panca indra yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan.

(35)

2.5.2. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Taufik (2007), pengetahuan yang dicakup di dalam kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain.

4. Analisa (Analysis)

(36)

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.5.3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:

1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara kuno atau tradisional dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:

a. Cara Coba Salah (trial and error)

(37)

tersebut tidak berhasil maka dicoba dengan kemungkinan yang lain, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.

b. Secara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah ditemukannya kina sebagai obat penyembuhan penyakit malaria. Kina ditemukan sebagai obat malaria adalah secara kebetulan oleh seorang penderita malaria yang sering mengembara.

c. Cara kekuasaan atau otoritas

Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

d. Berdasarkan pengalaman pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

e. Cara akal sehat (Common sense)

(38)

merupakan metode bagi pendidikan anak (meskipun bukan yang paling baik).

f. Kebenaran melalui wahyu

Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi.

g. Kebenaran secara intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui proses di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir. h. Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia juga ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya.

2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut Metode Penelitian Ilmiah, atau lebih populer disebut metodologi penelitian.

2.5.4. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pengetahuan

(39)

1. Pendidikan

Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan kepada orang lain agar dapat memahami sesuatu hal. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak.

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan mengalami perubahan aspek fisik dan psikologis (mental) sehingga semakin banyak yang diketahui dan dipahami sehingga menambah pengetahuannya.

4. Minat

Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal, sehingga seseorang memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam

5. Pengalaman

(40)

6. Kebudayaan lingkungan sekitar

Lingkungan sekitar berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang. Kebudayaan lingkungan tempat kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.

7. Informasi

Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru (Mubarak, 2010).

2.6 Sikap (Attitude) 2.6.1 Pengertian Sikap

(41)

Sikap merupakan reaksi respon yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2012), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka (Ahmadi, 2007).

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Allport (1954) dalam Walgito (2008) membagi sikap ke dalam 3 (tiga) komponen pokok yaitu : a) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap objek; b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek; c) Kecenderungan untuk bertindak.

2.6.2 Ciri-ciri Sikap

Menurut Notoatmodjo (2012) sikap yang tercakup dalam domain afektif mempunyai 4 (empat) tingkatan yaitu: menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), dan bertanggungjawab (responsible). Menurut

Walgito (2008), sikap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Sikap itu tidak dibawa sejak lahir

(42)

2. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap

Sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut.

3. Sikap tidak tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju kepada sekumpulan objek-objek

Bila seseorang mempunyai sikap negara pada seseorang, maka orang tersebut akan mempunyai kecenderungan menunjukkan sikap negatif pada kelompok dimana orang tersebut bergabung.

4. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar

Jika suatu sikap telah terbentuk dalam diri seseorang, maka akan sulit berubah dan memakan waktu yang lama. Tetapi sebaliknya jika sikap itu belum mendalam dalam dirinya, maka sikap tersebut tidak bertahan lama, dan sikap tersebut mudah diubah.

2.6.3. Pembagian Sikap

Menurut Ahmadi (2007), sikap dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: 1. Sikap positif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima,

mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

(43)

Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap suatu obyek ia akan siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu sesuai dengan obyek itu. Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia akan mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan obyek itu (Ahmadi, 2007).

2.6.4. Struktur dan Pembentukan Sikap

Menurut Azwar (2013), struktur dan pembentukan sikap seseorang adalah sebagai berikut :

1. Struktur sikap

Struktur sikap terdiri dari komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif.

a. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Sekali kepercayaan itu sudah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang didapat dari objek tertentu. Tentu saja kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau tidak adanya informasi yang benar mengenai objek yang di hadapi.

(44)

dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan berlaku objek termaksud.

c. Komponen perilaku merupakan aspek kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Karena itu, adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkan dalam bentuk tendensi prilaku terhadap objek. Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen afektif meliputi pula bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang di ucapkan oleh seseorang. Memang kemudian masalahnya adalah tidak ada jaminan bahwa kecenderungan berperilaku itu memang benar-benar ditunjukkan dalam bentuk perilaku yang sesuai apabila individu berada di situasi yang termaksud.

2. Pembentukan sikap

Pembentukan sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

(45)

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting atau orang lain yang di sekitar kita merupakan salah satu di antara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang di anggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. c. Pengaruh kebudayaan, dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Kita memiliki pola sikap dan perilaku tertentu dikarenakan kita mendapat reinforcement (penguatan, ganjaran) dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut.

d. Media massa, pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya. Karena itulah, salah satu bentuk informasi sugestif dalam media massa, yaitu iklan selalu dimanfaatkan dalam dunia usaha guna meningkatkan penjualan atau memperkenalkan suatu produk baru.

(46)

f. Pengaruh faktor emosional merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau penglihatan bentuk mekanisme pertahanan ego.

Dalam pengukuran sikap ada beberapa macam cara, yang pada garis besarnya dapat dibedakan secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung, yaitu subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap sesuatu masalah atau hal yang dihadapkan kepadanya. Dalam hal ini dapat dibedakan langsung yang tidak berstruktur dan langsung yang berstruktur. Secara langsung yang tidak berstruktur misalnya mengukur sikap dengan wawancara bebas (free interview), dengan pengamatan langsung atau dengan survei (misal public opinion survey). Cara langsung yang berstruktur, yaitu pengukuran sikap dengan

menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan, dan langsung diberikan kepada subjek yang diteliti, misalnya pengukuran sikap dengan skala Likert (Walgito, 2008).

2.6.5. Praktek atau Tindakan

(47)

1. Persepsi (perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. 2. Respon terpimpin (guided response), yaitu indikator praktik tingkat dua adalah

dapat melakukan sesuatu sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme (mechanism), yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption), adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.7 Landasan Teori

Sebagai acuan dalam menentukan variabel penelitian serta penyusunannya dalam suatu kerangka konseptual maka keseluruhan teori-teori yang telah dipaparkan di atas dirangkum dalam suatu landasan teori seperti diuraikan berikut: Bidan merupakan seorang perempuan yang telah lulus dari pendidikan bidan dan memiliki ketrampilan dan kemampuan dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu khususnya pada proses persalinan. Hal tersebut tentunya harus diiringi dengan adanya peningkatan pengetahuan dan sikap yang bermanfaat dalam peningkatan mutu pelaksanaan pelayanan kebidanan.

(48)

fasilitas yang memadai sehingga siap dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu WHO merancang suatu alat untuk memantau persalinan dengan mencatat semua pengamatan dalam sebuah grafik yang disebut dengan partograf, untuk dapat memantau kemajuan persalinan yang berguna dalam mengambil keputusan klinik dan mengenal bahaya secara dini (Sumapraja, 2011).

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2010), bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisikan terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tingkat pendidikan, tingkat sosial/ekonomi.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan yang mencakup sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan dalam penggunaan partograf.

(49)

Gambar 2.3 Teori Lawrence Green

2.8 Kerangka Konsep Penelitian

Bidan merupakan tenaga kesehatan profesional yang merupakan ujung tombak dalam pelayanan prenatal care dan antenatal care. Maka peran bidan dalam penggunaan partograf sangat penting. Oleh karena itu, pengetahuan bidan tentang partograf diperlukan sebagai salah satu upaya yang dapat mensukseskan upaya penurunan angka kematian ibu dan anak selama proses persalinan.

(50)

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Penggunaan Partograf pada Bidan Praktik Swasta:

- Digunakan - Tidak Digunakan

Faktor Predisposisi

1. Pengetahuan

Gambar

Gambar 2.1. Partograf (Halaman Depan)
Gambar 2.2. Partograf (Halaman Belakang)
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Gizi Ibu Rumah Tangga