BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsumsi dan Fungsi Konsumsi
Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang
dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan. Barangbarang yang diproduksi digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi. Fungsi konsumsi adalah suatu kurva
yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional. Fungsi konsumsi dapat
dinyatakan dalam persamaan (Mankiw, 2003): Fungsi konsumsi ialah : C = C + cY...(i)
Di mana C adalah konstanta atau konsumsi rumah tangga ketika
pendapatan adalah 0, c adalah kecenderungan mengkonsumsi marginal di mana 0 < C < 1, di mana C adalah konsumsi dan Y adalah tingkat pendapatan. Ada dua
konsep untuk mengetahui sifat hubungan antara pendapatan disposibel dengan konsumsi dan pendapatan disposibel dengan tabungan, yaitu konsep kecenderungan mengkonsumsi dan kecenderungan menabung.
Kecenderungan mengkonsumsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu kecenderungan mengkonsumsi marginal dan kecenderungan mengkonsumsi
rata-rata. Kecenderungan mengkonsumsi marginal dapat dinyatakan sebagai MPC (Marginal Propensity to Consume), didefinisikan sebagai perbandingan di antara
MPC=
∆�∆��
...(ii)
Kecenderungan mengkonsumsi rata-rata dinyatakan dengan APC (Average
Propensity to Consume), dapat didefinisikan sebagai perbandingan di antara
tingkat pengeluaran konsumsi (C) dengan tingkat pendapatan disposibel (Yd). Nilai APC dapat dihitung dengan menggunakan formula (Nanga, 2005):
APC = �
��
...
...(iii)Kecenderungan menabung dapat dibedakan menjadi dua yaitu
kecenderungan menabung marginal dan kecenderungan menabung rata-rata. Kecenderungan menabung marginal dinyatakan dengan MPS (Marginal
Propensity to Save) adalah perbandingan di antara pertambahan tabungan (ΔS)
dengan pertambahan pendapatan disposibel (ΔYd). Nilai MPS dapat dihitung dengan menggunakan formula (Raharja, et.al, 2004):
MPS = ∆�
∆��
.
...(iv)Kecenderungan menabung rata-rata dinyatakan dengan APS (Average Propensity
to Save), menunjukkan perbandingan di antara tabungan (S) dengan pendapatan
disposibel (Yd). Nilai APS dapat dihitung dengan menggunakan formula (Nanga, 2005):
APS = �
��...(v)
2.2. Teori Konsumsi
2.2.1. Teori Konsumsi John Maynard Keynes
Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat
Pertama Keynes menduga bahwa kecenderungan mengkonsumsi marginal
(marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi
marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas.
Kekuatan kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti
ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi. Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi
terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia berharap orang kaya menabung
dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin. Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes
menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap
pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak penting. Berdasarkan tiga dugaan ini, fungsi konsumsi Keynes sering ditulis sebagai berikut (Mankiw, 2003):
C = C0 + cY, C > 0; 0 < C0 < 1 Keterangan:
C0 = konsumsi
Y = pendapatan disposibel
Lebih lanjut penjelasan Keynes mengenai fungsi konsumsinya
(Reksoprayitno, 2000), adalah sebagai berikut:
1. Variabel nyata adalah bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan
antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan.
2. Pendapatan yang terjadi disebutkan bahwa pendapatan nasional yang
menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi adalah pendapatan nasional yang terjadi (current national income).
3. Pendapatan absolut disebutkan bahwa fungsi konsumsi Keynes variabel pendapatan nasionalnya perlu diinterpretasikan sebagai pendapatan nasional absolut, yang dapat dilawankan dengan pendapatan relatif, pendapatan permanen
dan sebagainya.
4. Bentuk fungsi konsumsi menggunakan fungsi konsumsi dengan bentuk garis lurus, sementara Keynes berpendapat bahwa fungsi konsumsi berbentuk
lengkung.
Kurva fungsi konsumsi jangka pendek rumah tangga seperti analisa
Keynes dapat digambarkan dalam sebuah grafik (Gambar 2.1).
` C
C= C + cY a
45 Yd
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa sumbu vertikal menggambarkan
garis konsumsi dan sumbu horizontal menunjukkan pendapatan disposibel. Titik a merupakan titik potong yang menunjukkan besarnya tingkat konsumsi walaupun
pendapatan rumah tangga tidak ada (autonomous consumption) dan b adalah kemiringan yang disebut kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal
propensity to consume). Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah kenaikan
dalam mengkonsumsi perunit karena adanya kenaikan pendapatan. Garis dengan kemiringan 45 derajat dibentuk untuk mengetahui saat pendapatan sama dengan
konsumsi. 2.3 Permintaan
Menurut Sadono Sukirno (2005) permintaan adalah keinginan konsumen
membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga tertentu selama periode waktu tertentu. Fungsi permintaan seorang konsumen akan suatu barang dapat dirumuskan sebagai :
Dx = f ( Y, Px,Py, T, u ) ……… (2.1 ) Dimana : Dx = Jumlah barang yang diminta
Y = Pendapatan Konsumen Px = Harga Barang x P = Harga Barang y T = Selera
U = Faktor-faktor Lainnya
Persamaan tersebut berarti jumlah barang X yang diminta dipengaruhi
oleh harga barang X, pendapatan konsumen, harga barang lain, selera dan faktor-faktor lainnya. Dimana DX adalah jumlah barang X yang diminta konsumen, Y adalah pendapatan konsumen, Py adalah harga barang selain X, T adalah selera
akan suatu barang tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri namun
juga oleh faktor-faktor lain. 2.3.1 Kurva Permintaan
Jika dimisalkan permintaan seseorang hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, maka setiap perubahan harga barang tersebut akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk menentukan berapa jumlah yang akan
diminanya. Pada umumnya jika suatu barang naik mana jumlah barang yang diminta akan turun, ceteris paribus.
Kurva permintaan adalah kurva yang menghubungkan antara tingkat harga suatu barang dengan jumlah yang diminta atas barang tersebut, ceteris paribus. Hubungan antar harga suatu komoditi dengan jumlah yang diminta dapat dilihat
dalam grafik permintaan di bawah ini (Suryawati, 2005: 12) P
D
D
0 P
Gambar 2.2 Kurva Permintaan
Seperti disebutkan di atas, kita harus dapat membedakan jumlah yang diminta dan permintaan. Perubahan harga akan mempengaruhi jumlah yang
kurva permintaan bergeser ke kanan dan ke kiri (Gambar 2.1). Pegeseran kurva
permintaan berarti jumlah yang diminta akan berubah di setiap tingkat harga. Kurva permintaan mempunyai slope yang menurun ke kanan (berslope negatif )
yang berarti jika harga suatu barang naik (asumsi yang lain tetap- ceteris paribus) maka konsumen akan cenderung untuk menurunkan permintaanya atas barang tersebut, begitu pula sebaliknya dan hal ini disebut Hukum Permintaan Suryawati
(2005:13)
2.3.2 Permintaan Pasar
Permintaan pasar merupakan jumlah total suatu barang yang ingin dibeli oleh setiap konsumen pada setiap tingkat harga, atau dengan kata lain merupakan penjumlahan permintaan individual. Permintaan individual adalah jumlah suatu
barang yang dibeli oleh konsumen pada setiap tingkat harga. Suryawati (2005 : 15)
Permintaan Pasar = f ( Px,Ii )
= f ( Px, Ia) + ( Px,Ib ) Dimana :
Px adalah harga barang x
Ii adalah pendapatan konsumen A dan B Ia adalah pendapatan konsumen A Ib adalah pendapatan konsumen B.
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Menurut Suryawati (2005:15), ada beberapa faktor yang menyebabkan
mengapa suatu permintaan konsumen terhadap suatu barang berubah : 1. Harga barang itu berubah sedang faktor yang lain tetap
Perubahan ini menyebabkan terjadi pergeseran seluruh kurva permintaan.
Kenaikan permintaan akan menyebabkan kurva permintaan bergerak naik ke kanan. Sebaliknya jika permintaan turun makan kurva permintaan akan bergesr
turun ke kiri. Adapun faktor-faktor pembentuk keadaan ceteris paribus adalah : a. Pendapatan
Bila pendapatan konsumen naik maka permintaan akan naik dan sebaliknya,
Namun untuk kasus barang inferior peningkatan pendapatan justru akan mengurangi permintaan suatu barang.
b. Jumlah konsumen di pasar
Peningkatan konsumen akan meningkatkan permintaan suatu barang di pasar. c. Selera atau preferensi konsumen
Bila selera konsumen terhadap suatu barang naik, maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan, yang berarti di setiap tingkat harga konsumen akan menambah konsumsinya.
2.3.4 Elastisitas Permintaan
Elastisitas merupakan suatu hubungan kuantitatif antar variabel-variabel,
misal antara jumlah yang diminta dengan harga barang tersebut. Sesuai dengan hukum permintaan komoditi tersebut. Besar perubahan permintaan akibat perubahan harga tersebut akan berbeda dari satu keadaan ke keadaan lain. Secara
teori ekonomi dikenal istilah elastisitas harga permintaan (price elasticity of
demand) sebagai suatu konsep yang menghubungkan perubahan kuantitas
Menurut Sukirno (2003, 102) pengukuran elastisitas permintaan sangat
bermanfaat bagi pihak swasta dan pemerintah. Bagi pihak swasta pengukuran elastisitas permintaan dapat digunakan sebagai landasan untuk menyusun
kebijakan perekonomian yang akan dil.aksanakannya seperti misalnya kebjakan impor komoditi yang akan mempengaruhi harga yang ditanggung rakyatnya.
Pengukuran elastisitas permintaan kerap dinyatakan dalam ukuran
koefisien elastisitas permintaan. Koefisien permintaan merupakan ukuran perbandingan persentase perubahan harga atas barang tersebut (Sukirno,
2003,104). Koefisien elastisitas permintaan dapat di rumuskan sebagai berikut.: 1. Elastis
Barang dikatakan elastis sempurna bila kurva permintaan mempunyai koefisien
elastisitas lebih besar daripada satu. Hal ini terjadi bila jumlah barang yang diminta lebih besar daripada persentase perubahan harga barang tersebut.
2. Elastisitas Uniter
Barang dikatakan elastis uniter bila kurva permintaan mempunyai koefisien elastisitas sebesar satu. Persentase perubahan harga direspon proporsional
terhadap persentase jumlah barang yang diminta. 3. Tidak elastis
Barang dikatakan tidak elastis bila persentase perubahan jumlah yang diminta
2.4 Perdagangan Internasional 2.4.1 Pengertian Ekspor – Impor
Yang dimaksud dengan ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari
daerah Pabean. sedangkan yang dimaksud dengan eksportir adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan ekspor.
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan impor tersebut disebut dengan Importir.
Yang dimaksud dengan daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat
tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen.
"Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilaksanakan para pedagang antar negara yang berbeda, mengakibatkan timbulnya akan valuta asing
yang mempengaruhi neraca perdagangan negara yang bersangkutan”. Perdagangan luar negeri berarti perdagangan barang dari suatu negeri ke lain
negeri di luar batas negara". Menurut laporan dari pada Sekjen PBB, yang telah diajukan untuk memenuhi Resolusi Sidang Umum No.2102/XX/tertanggal 20 Desember 1965, yang diartikan dengan Hukum Dagang Internasional (International Trade Law) adalah :
"Keseluruhan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan-hubungan dagang yang bersifat Hukum Perdata dan mencakup berbagai negara". (The Body Of Rules
Governing commercial relationship of private law nature involving different
Perdagangan Internasional tidak jauh berbeda dengan perdagangan dalam
negeri, hanya saja perdagangan internasional lebih rumit sehingga membutuhkan keahlian khusus untuk menanganinya, disebabkan oleh faktor-faktor berikut :
1. Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan (geopolitik) 2. Barang yang harus dikirim atau diangkut dari suatu Negara ke Negara lain
melalui bermacam-macam peraturan seperti peraturan pabean yang
bersumber dari pembatasan yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah.
3. Antara satu Negara dengan Negara lainnya tidak jarang terdapat perbedaan dalam bahasa, mata uang, takaran hukum dan kebiasaan dalam perdagangan dan lain-lain.
2.5 Penelitian Terdahulu
1. Fitria Dewi Raswatie. 2008. Faktor-Faktor yang mempengaruhi impor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia. Variabel Y adalah Impor Textil, X1 adalah
Harga Impor TPT (PM), X2 adalah Harga Domestik TPT Indonesia (PD), X3 adalah Nilai Tukar (R), X4 adalah Tarif Impor, X5 adalah Pendapatan Perkapita
(Y). Menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan data 2003-2007. Koefisien regresi pada variabel harga impor menunjukkan nilai elastisitas volume impor TPT dari harga impor sebesar 0,73. Artinya peningkatan
harga impor sebesar 1 persen akan meningkatkan volume impor TPT sebesar 0,73 persen. Nilai elastisitas yang lebih kecil dari satu memperlihatkan bahwa impor
terhadap impor TPT. Tanda variabel harga domestik TPT Indonesia sesuai dengan
hipotesis dan memiliki nilai elastisitas sebesar 0,8. Koefisien regresi variabel kurs riil adalah sebesar -392,9 dan nilai elastisitasnya adalah -392,9. Nilai
elastisitasnya menjadi -392,9× 0,00039 atau sama dengan -0,15. Artinya, setiap peningkatan nilai tukar (depresiasi rupiah) sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor TPT sebesar 0,15 persen. Nilai elastisitasnya menjadi - 0,022×
21,01 atau sama dengan -0,46. Artinya, setiap peningkatan tarif impor sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor TPT sebesar 0,46 persen. Berdasarkan
hasil estimasi diketahui pendapatan perkapita memiliki koefisien regresi sebesar -0,12. Tanda yang terdapat pada variabel pendapatan perkapitabernilai negatif, artinya pendapatan perkapita berhubungan negatif dengan impor.
2. Prihartini (2004) dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tekstil Indonesia ke Singapura, menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan menggunakan data dari tahun 1979-2001 untuk data ekspor benang
tekstil dan tahun 1978-2001 untuk data ekspor kain tenunan kapas. Secara uji serempak, variabel-variabel yang diduga yang meliputi harga riil di Indonesia,
harga riil di Singapura, pendapatan per kapita Singapura, nilai tukar riil Indonesia Singapura dan variabel dummy berpengaruh secara nyata terhadap ekspor benang tekstil dan kain tenunan kapas ke Singapura. Sedangkan secara parsial, harga riil
di Indonesia dan dummy tidak nyata mempengaruhi ekspor benang tekstil Indonesia ke Singapura namun variabel harga riil di Singapura, pendapatan per
riil di Indonesia, harga riil di Singapura dan nilai tukar riil tidak nyata
mempengaruhi ekspor kain tenunan kapas namun variabel pendapatan per kapita Singapura dan dummy mempengaruhi ekspor kain tenunan kapas Indonesia ke
Singapura secara nyata.
3. Khairunisa (2009) meneliti Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di Amerika Serikat. Analsis
dilakukan dengan menggunakan model analisis OLS (Ordinary Least Square) meneliti variabel dependen volume ekspor kemeja pria yang dimaksud dan
variabel independen nya GDP riil AS, harga ekspor, nilai riil, dummy kuota dan dummy krisis global. Variabel yang berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor yaitu GDP rill AS, dummy kuota dan dummy krisis global. Variabel yang
berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor adalah harga ekspor dan nilai tukar rill. Variabel dummy kuota dan dummy krisis global tidak sesuai dengan teori ekonomi karena mempunyai pengaruh yang positif sehingga walaupun
Indonesia sudah tidak menikmati fasilitas kuota atau kepastian pasar dan terjadinya krisis pada negara impor, permintaan ekspornya justru lebih besar
2.6 Kerangka Konseptual
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Tekstil Impor di Sumatera Utara
2.7 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.
1. PDRB/Capita berpengaruh positif terhadap jumlah impor tekstil di
Sumatera Utara.
2. Harga berpengaruh negatif terhadap jumlah impor tekstil di Sumatera
Utara
3. Kurs berpengaruh negatif terhadap jumlah impor tekstil di Sumatera Utara
X1 (PDRB/Kapita)
Y (JUMLAH
KONSUMSI TEKSTIL IMPOR SUMATERA UTARA)
X2 (HARGA)