• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Daging Sapi di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Daging Sapi di Sumatera Utara"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Daging Sapi

Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia adalah sapi asli

Indonesia dan Sapi Impor. Jenis-jenis sapi potong tersebut mempunyai sifat-sifat

yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun

genetiknya (laju pertumbuhan) (Tim Karya Mandiri, 2009).

Ternak sapi mampu menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama

daging sapi. Menurut Sudarmono (2008), daging sapi sangat besar manfaatnya

dalam memenuhi kebutuhan gizi berupa protein hewani. Karena sapi merupakan

hewan pemakan rumput yang berperan sebagai pengumpul bahan bergizi rendah

yang kemudian diubah menjadi bahan bergizi tinggi dan diteruskan kepada

manusia dalam bentuk daging.

Protein dari daging sapi sangat penting karena mengandung semua asam

amino esensial termasuk yang mengandung mineral S yang tidak dimiliki oleh

protein nabati dan sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan mudah dicerna.

Selain itu daging sapi juga merupakan sumber utama mineral Ca, P, Zinc, Fe

serta vitamin B2, B6 dan B12 yang penting bagi tubuh manusia (Talib, 2008).

Daging sapi yang dijual umumnya dalam kondisi tua atau muda. Tekstur

daging sapi yang diperoleh dari kedua jenis sapi pun berbeda. Daging sapi muda

berwarna merah terang dengan serat-serat yang halus, konsistensinya lembek,

(2)

sapi tua berwarna merah pucat, berserabut halus dengan sedikit pucat, konsistensi

liat, serta bau dan rasa sangat beraroma (Fikar, 2010).

Daging sapi yang mutunya baik biasanya hanya diperoleh sekitar 40% dari

berat hewan secara keseluruhan dan sekitar 70% dari berat karkas. Karkas

merupakan bagian tulang dan daging yang telah terpisah dari kepala, kulit, kaki

dan jeroan (Darmono, 1998).

2.1.2 Produksi Daging Sapi Lokal

Sapi pedaging secara umum terdiri dari dua jenis sapi utama yaitu Bos taurus dan Bos indicus. Jenis sapi lainnya di luar dari jenis sapi utama berasal dari

hasil perkawinan silang antara sapi dengan spesies lain seperti banteng, bison

dan kerbau yang disebut dengan Bos bibos.Sedangkan untuk Indonesia jenis sapi yang dijadikan sebagai sumber daging adalah Sapi Bali, Sapi Ongole, Sapi PO

(Peranakan Ongole) dan Sapi Madura (Tim Karya Mandiri, 2009).

Ternak sapi potong sebagai salah sumber makanan berupa daging.

Produktivitas daging sapi saat ini masih sangat memprihatinkan karena

volumenya masih jauh dari target yang dibutuhkan konsumen. Hal ini

dikarenakan produksi daging sapi yang masih rendah dan dipengaruhi oleh tingkat

populasi ternak sapi yang masih jauh dari jangkauan. Sebagian besar ternak sapi

potong masih diusahakan dalam skala kecil, dengan penggunaan lahan dan modal

yang masih terbatas (Sugeng, 2000).

Menurut Dwiyanto (2006), masalah produksi dan reproduksi sapi

pedaging belum optimal. Waktu rata-rata umur sapi Indonesia untuk pertama

melahirkan masih lambat yaitu lebih dari 4,5 tahun dan jarak kelahiran yang

(3)

sehingga dapat mempercepat umur sapi melahirkan menjadi 3,5 tahun. Perawatan

yang baik, seekor sapi mampu menghasilkan 1 ekor anak dalam setahun. Sapi

betina yang produktif jika dipelihara dengan baik, mampu menghasilkan anak 2-3

ekor sepanjang hidupnya.

Produksi daging sapi disetiap daerah umumnya berbeda-beda tergantung

dari ketersediaan sapi lokal dan tingkat kebutuhan. Adapun jumlah produksi

daging sapi di beberapa daerah di Sumatera Utara.

Tabel 4. Produksi Daging Sapi di Sumatera Utara 2011

Kabupaten/Kota Produksi (Ton)

Nias 69,10

Mandailing Natal 370,33

Tapanuli Selatan 217,22

Tapanuli Tengah 103,63

Tapanuli Utara 49,17

Toba Samosir 51,14

Labuhan Batu 341,35

Asahan 988,65

Simalungun 1.644,03

Dairi 60,46

Karo 2.064,15

Deli Serdang 2.678,79

Langkat 663,33

Nias Selatan 15,22

Humbang Hasundutan 6,73

Pakpak Bharat 15,90

Samosir 63,02

Serdang Bedagai 75,57

Batu Bara 1.722,01

Padang Lawas 187,60

Padang Lawas Utara 1.677,93

Labuhan Batu Utara 203,64

Labuhan Batu Selatan 23,45

Sibolga 19,08

Tanjung Balai 147,34

Pematang Siantar 112,49

Tebing Tinggi 151,20

Medan 3.233,36

Binjai 930,31

Padang Sidempuan 392,97

Nias Utara 11,06

Nias Barat 4,99

Gunung Sitoli 4,11

(4)

Berdasarkan tabel 4, Produksi daging sapi di Provinsi Sumatera Utara

mencapai 18.299,35 ton, dengan produksi terbanyak di Kota Medan mencapai

3.233,36 ton, sedangkan untuk produksi terendah berada pada daerah Gunung

Sitoli sebesar 4,11 ton pada tahun 2011.

2.1.3 Impor Sapi

Dalam penyediaan daging sapi terdapat tiga pelaku utama yang perlu

diperhatikan karena peranan ketiganya yang cukup signifikan dalam pencapaian

ketahanan pangan daging sapi. Ketiga pelaku tersebut adalah peternakan sapi

rakyat yang mengusahakan sapi lokal, industri penggemukan sapi yang

mengandalkan sapi bakalan impor dan industri daging dan jeroan yang

menggunakan produk daging sapi asal impor (Talib, 2008).

Rendahnya produksi sapi domestik menyebabkan rendahnya pula

memenuhi kebutuhan akan daging sapi. Usaha yang telah dilakukan untuk

menangani kekurangan sapi potong diantaranya adalah mengimpor sapi bakalan

yang dilakukan sejak awal tahun 1990 dan terus meningkat hingga puncaknya

tahun 1997, yaitu sebanyak 428 ribu ekor (Dwiyanto, 2006).

Awalnya pemenuhan permintaan daging dapat disediakan oleh peternakan

rakyat. Akan tetapi karena semakin tinggi populasi masyarakat Indonesia maka

kemampuan peternakan rakyat dalam memenuhi permintaan daging makin

rendah. Hal ini mendorong pemerintah untuk melakukan impor sapi bakalan yang

akan digemukkan di dalam negeri selama beberapa bula

Ada 7 negara yang menguasai hampir 70% sebagai produsen sapi tetapi

tidak semua negara produsen termasuk sebagai negara eksportir utama. Amerika

(5)

sapi potong dunia. Sedangkan Brasil, Australia, New Zealand, India dan Kanada

menguasai 75% ekspor sapi potong dunia (Talib, 2008).

Indonesia mengimpor sapi hidup dari Australia. Jenis sapi yang diimpor

yaitu Sapi Bos indicus seperti jenis sapi Brahman atau jenis campuran silang

seperti sapi jenis Braford dan Droughtmaster. Sapi-sapi jenis ini sangat berhasil

diternakkan di daerah tropis. Karena mempunyai ciri-ciri tahan panas, tahan

terhadap kekeringan, dan serangan kutu. Sapi tersebut juga mempunyai

ciri-ciri sapi jenis Bos taurus, misalnya laju pertumbuhannya tinggi, produksi susunya banyak, dan tingkat kesuburannya tinggi (Anonimus 3, 2010).

Sapi bakalan impor diperoleh dari Australia, walaupun harga ketika tiba di

Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti musim, cuaca, jarak tetapi tetap

diminati oleh pihak industri penggemukan sebagai prioritas utama, karena

harga beli oleh industri lebih menguntungkan daripada menggunakan sapi lokal

(Talib, 2008).

Indonesia memilih mengimpor sapi dari Australia dan Selandia Baru

selain lebih dekat juga berkaitan dengan kebijakan country based atau

mengimpor sapi berbasis keamanan dan kesehatan disatu negara. Sapi yang

berasal dari negara lain seperti India dan Brazil belum bebas dari Penyakit Mulut

dan Kuku (PMK). Tujuan dari penolakan masuknya sapi dari negara tersebut

karena dikhawatirkan penyakit dapat menular pada ternak yang ada di Indonesia

(Anonimus 4, 2012).

Terdapat berbagai jenis kebutuhan pangan bangsa Indonesia yang masih

(6)

pangan bagi masyarakat masih jauh dari yang dibutuhkan. Adapun total impor

bahan pangan yang dilakukan pada tahun 2009.

Tabel 5. Total Nilai Impor Bahan Pangan Indonesia Periode Januari- Juli 2009

No Impor Bahan Pangan Indonesia Januari-Juli 2009

1 Susu 31,04%

11 Daging Kambing/Domba 0,23%

Sumber: Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol1 No.2, 2013

Berdasarkan tabel 5, impor sapi bakalan merupakan impor terbanyak

kedua setelah susu yaitu sebesar 25,53% sedangkan untuk impor daging sapi

terbanyak ketiga dari seluruh total impor bahan pangan di Indonesia pada

Januari-Juli 2009 yaitu sebesar 9,86%.

2.1.4 Konsumsi Daging Sapi

Pangan yang dikonsumsi oleh penduduk terdiri dari pangan pokok dan

pangan hewani. Pangan pokok sebagai sumber karbohidrat sebagian besar

dipenuhi dari konsumsi beras, sedangkan pangan hewani (protein) banyak

diperoleh dari konsumsi daging, ikan, telur dan susu. Protein hewani ini berperan

dan berfungsi sebagai zat pembangun struktur tumbuh, zat pengatur

(biokatalisator), sumber energi dan sebagai hormon (Nugroho, 2008).

Penduduk mengacu pada sejumlah manusia yang berdiam dalam suatu

wilayah. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dalam suatu wilayah akan

(7)

kebutuhan daging sapi juga akan meningkat. Sebaliknya, semakin rendah jumlah

penduduk maka kebutuhan daging sapi juga akan berkurang (Supranto, 2007).

Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus

meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan

kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Setiap bahan pangan

mempunyai kandungan gizi yang berbeda-beda baik jumlah maupun jenisnya.

Bahkan sesama bahan pangan pun ada yang berbeda jumlahnya, untuk daging sapi

mempunyai kandungan protein paling tinggi dibanding dengan daging hewan

lainnya (Anonimus5, 2009).

2.1.5 Harga Daging Sapi

Laju permintaan daging sapi yang lebih tinggi dari laju pasokan domestik

menyebabkan harga daging sapi domestik selalu meningkat, hingga pasokan

impor semakin membesar. Harga impor yang lebih murah justru menyesuaikan

dengan harga domestik yang cenderung naik (Ilham, 2009).

Dari aspek konsumsi berdasarkan budaya dan rasa, posisi daging sapi

tidak tergantikan dengan daging lain. Ketersediaan daging sapi selalu dibutuhkan

baik pada kelompok kelas pendapatan tinggi, sedang maupun rendah. Perilaku

konsumen yang demikian menyebabkan harga daging sapi terus meningkat.

Pemicu kenaikkan harga terutama pada saat menjelang hari besar keagamaan

seperti menjelang bulan puasa dan hari raya (Ilham, 2009).

Pada usaha sapi potong harga relatif stabil, namun cenderung terus

meningkat. Jika terjadi peningkatan harga tidak akan turun kembali. Walaupun

harga daging sapi akan turun namun tidak akan kembali pada kondisi semula.

(8)

umumnya kelas menengah ke atas. Pada konsumen ini, kenaikkan harga tidak

berpengaruh nyata terhadap permintaannya (Ilham, 2009).

Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), rata-rata

kenaikan harga komoditas daging sapi per tahun mencapai 9,0%. Dengan

kenaikan harga tertinggi terjadi pada tahun 2008 yang mencapai angka 14,4%

dibandingkan pada tahun sebelumnya, yaitu dari Rp 50.036/kg menjadi

Rp 57.259/kg. Harga daging sapi pada periode tahun 2003-2012 mengalami

gejolak kenaikan harga sebesar 27,3%. Secara nasional, perkembangan harga

daging sapi pada tahun 2012 (sampai dengan bulan September 2012)

berangsur-angsur mengalami kenaikan dari awal Januari dan mulai mengalami lonjakan

harga pada bulan Juli (menjelang puasa), yaitu mencapai angka 3,36% dari

Rp 74.393/kg menjadi Rp 76.895/kg. Sedangkan tingkat harga pada bulan

Agustus 2012 terus bergerak naik mencapai 3,78% dari Rp 76.895/kg menjadi

Rp 79.800/kg (Anonimus 7, 2012).

2.1.6 Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Permintaan dan Penawaran Daging Sapi Di Sumatera Utara” oleh Ronald Siahaan

(2011). Hasil penelitian menyatakan bahwa usaha peternakan sapi potong di

Sumatera Utara periode tahun 2001-2010 masih didominasi oleh peternakan

rakyat, dengan sistem pemeliharaan yang masih sederhana dan tradisional.

Permintaan daging sapi dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga daging,

pendapatan per kapita, harga telur dan harga ayam. Penawaran daging sapi

dipengaruhi oleh jumlah sapi impor, harga daging, jumlah sapi yang diinseminasi,

(9)

faktor paling besar mempengaruhi jumlah penawaran, sementara harga sapi hidup

mempengaruhi jumlah penawaran daging sapi. Elastisitas harga terhadap

permintaan daging sapi adalah inelastis. Elastistas pendapatan terhadap

permintaan daging sapi adalah inelastis. Elastisitas silang terhadap daging ayam

dan daging sapi adalah subsitusi. Elastistas harga terhadap penawaran daging sapi

adalah inelastis.

Penelitian yang berjudul “Pengaruh impor daging sapi terhadap tingkat

harga daging sapi domestik Indonesia tahun 1993-2009” oleh Kurniawan (2011).

Penelitian ini menguji pengaruh produksi daging sapi domestik, konsumsi daging

sapi domestik, harga daging sapi dunia, nilai kurs dan volume impor daging sapi

terhadap tingkat harga daging sapi domestik dunia tahun 1993-2009. Untuk

mengujinya peneliti menggunakan teknik estimasi Ordinary Least Squared (OLS). Hasil penelitiannya adalah bahwa produksi daging sapi domestik,

konsumsi daging sapi domestik, haga daging sapi dunia, nilai kurs dan volume

impor daging sapi secara signifikan mempengaruhi tingkat harga daging sapi

domestik Indonesia.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori Permintaan

Permintaan suatu barang berkaitan dengan jumlah permintaan atas suatu

barang pada tingkat harga tertentu. Konsumen dapat menentukan jumlah barang

yang dikonsumsi tergantung pada harga tersebut. Pada umunya semakin tinggi

harga suatu barang, maka semakin sedikit permintaan akan barang tersebut.

Sebaliknya, semakin rendah harga suatu barang, maka semakin banyak jumlah

(10)

Menurut Bangun (2007), Permintaan seseorang atau masyarakat terhadap

suatu komoditi ditentukan oleh banyak faktor, seperti:

1. Harga komoditi itu sendiri

Jika harga semakin murah, permintaan terhadap suatu produk akan bertambah.

Hal ini berkaitan dengan hukum permintaan, jika harga suatu barang

meningkat cateris paribus, jumlah suatu barang yang diminta akan berkurang,

dan begitu sebaliknya.

2. Harga komoditi lain yang berkaitan erat dengan komoditi tersebut

Pengaruh harga komoditas lain terhadap jumlah permintaan suatu barang

tergantung pada jenis barangnya. Jenis barang yang ditentukan yaitu barang

subsitusi dan barang komplementer.

3. Pendapata rumah tangga dan pendapata masyarakat

Tingkat pendapatan mencerminkan daya beli. Semakin tinggi tingkat

pendapatan, maka daya beli akan suatu barang juga akan meningkat.

4. Selera

Semakin tinggi minat dan keinginan konsumen terhadap suatu barang, maka

akan semakin tinggi pula tingkat permintaannya. Sebaliknya semakin

berkurang keinginan konsumen akan suatu barang maka permintaanta juga

akan berkurang.

5. Jumlah penduduk

Jumlah penduduk merupakan faktor yang mempengaruhi permintaan

konsumen. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin besar pula

(11)

6. Perkiraan harga di masa mendatang

Perkiraan harga suatu barang di masa yang akan datang akan mempengaruhi

jumlah permintaan suatu barang. Apabila diramalkan terjadi kenaikkan harga

suatu barang tertentu dimasa yang akan datang, maka permintaan barang

tersebut akan bertambah. Sebaliknya, apabila diramalkan harga suatu barang

akan turun dimasa yang akan datang maka permintaan suatu barang akan

berkurang.

Perubahan permintaan dapat dibedakan menjadi:

1. Pergerakan sepanjang kurva permintaan

Perubahan permintaan sepanjang kurva permintaan terjadi bila harga komoditi

yang diminta berubah (naik atau turun). Penurunan harga komoditi tersebut

akan menaikkan jumlah yang diminta dan kenaikkan harga komoditi

mengurangi jumlah yang diminta.

2. Pergeseran kurva permintaan

Pergeseran kurva permintaan ke kanan atau ke kiri disebabkan oleh perubahan

permintaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor selain harga komoditi tersebut.

2.2.2 Teori Penawaran

Penawaran menggambarkan hubungan antara harga dengan jumlah

penawaran atas suatu barang. Apabila harga naik, maka jumlah penawaran akan

suatu barang bertambah, dan sebaliknya jika harga barang turun, maka jumlah

(12)

Menurut Bangun (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran:

1. Harga komoditi itu sendiri

Jika harga suatu barang menurun maka jumlah barang yang akan ditawarkan

juga akan menurun. Hal ini berkaitan dengan hukum penawaran, jika harga

suatu barang meningkat cateris paribus, maka jumlah komoditi yang ditawarkan juga akan meningkat dan juga sebaliknya.

2. Harga komoditi lain

Adanya perubahan harga produk alternatif lain yang menyebabkan terjadinya

jumlah peningkatan produksi atau semakin menurun.

3. Biaya produksi

Besar kecilnya biaya produksi yang dikeluarkan maka akan mempengaruhi

jumlah input yang di pakai. Jika harga dari input produksi menurun maka

produsen akan cenderung membeli input dalam jumlah yang relatif besar.

4. Tingkat teknologi

Penggunaan teknologi baru sebagai pengganti teknologi lama akan

mempengaruhi peningkatan jumlah produksi.

5. Jumlah lembaga pemasaran

Apabila jumlah lembaga pemasaran suatu produk semakin banyak, maka

penawaran produk tersebut akan bertambah.

2.2.3 Teori Harga

Harga pasar suatu komoditi dan jumlah yang diperjualbelikan ditentukan

oleh permintaan dan penawaran dari komoditi tersebut. Dengan harga pasar

dimaksudkan harga yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Analisis

(13)

Tanpa campur tangan pemerintah, permintaan dan penawaran dengan sendirinya

akan mencapai keseimbangan harga dan jumlah komoditi yang diperjualbelikan

(Sugiarto, 2000).

Kurva penawaran menunjukkan jumlah barang yang bersedia dijual oleh

para produsen pada harga yang akan diterimanya di pasar, sambil

mempertahankan agar setiap faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran tetap.

Sedangkan kurva permintaan menyatakan berapa banyak konsumen bersedia

membeli karena harga per unit berubah (Pyndick, 2003).

Harga suatu barang ditentukan dengan melihat keadaan keseimbangan

dalam suatu pasar. Keseimbangan pasar tersebut terjadi jika jumlah barang yang

ditawarkan sama dengan jumlah barang yang diminta. Hukum harga menyatakan,

bahwa perubahan penawaran akan menyebabkan berubahnya harga dalam arah

yang berlawanan dengan asumsi permintaan tetap. Apabila permintaan tetap,

kenaikkan penawaran akan menyebabkan penurunan harga dan sebaliknya

penurunan penawaran akan menyebabkan naiknya harga (Sukirno, 2002).

Menurut Lipsey (1995), bahwa permintaan dan penawaran berinteraksi

dalam menentukan harga dalam suatu pasar. Kondisi keseimbangan akan tercapai

jika jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Pada kondisi

ini, kedua pihak baik produsen maupun konsumen sama-sama diuntungkan.

Gambar 1, pada kondisi harga di titik Pd, ketika jumlah yang ditawarkan produsen

lebih kecil dibandingkan jumlah yang diminta konsumen, terjadi kelebihan

(14)

harga yang lebih tinggi. Produsen juga akan memanfaatkan kesempatan ini untuk

meningkatkan harga. Pada kondisi ini akan ada tekanan ke atas terhadap harga.

Selanjutnya, jika harga berada pada Pu, ketika jumlah yang ditawarkan

produsen lebih besar dibandingkan jumlah yang diminta konsumen, dalam hal ini

terjadi kelebihan penawaran atas permintaan (excess supply). Kondisi ini dimana produsen akan berusaha menurunkan harga agar kelebihan penawaran tersebut

bisa terjual. Jadi pada excess supply akan ada suatu tekanan ke bawah terhadap harga. Akhirnya kedua kondisi tersebut akan mengarahkan harga pada Pe, dimana

jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Kedua pihak, baik

konsumen maupun produsen akan sama-sama diuntungkan. Kondisi inilah yang

disebut sebagai kondisi keseimbangan, dimana jumlah dan harga yang terjadi

sama-sama disetujui oleh kedua pihak.

Gambar 1. Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran Penawaran

Permintaan

Jumlah Pu

Pe

(15)

2.3 Kerangka Pemikiran

Sapi merupakan salah satu jenis ternak sebagai penyedia kebutuhan

pangan hewani. Penyediaan kebutuhan daging sapi di Sumatera Utara diperoleh

dari peternakan sapi rakyat dan industri penggemukan sapi potong. Dimana

peternakan rakyat baru mampu memenuhi kebutuhan daging sapi sekitar 70%

sedangkan sisanya 30% disediakan oleh industri penggemukan sapi potong.

Peternakan rakyat masih menggunakan sistem pemeliharaan yang tradisional.

Dimana para peternak hanya memiliki lahan dan modal yang masih terbatas.

Sehingga kemampuan peternak rakyat belum mampu memenuhi kebutuhan

daging sapi domestik.

Industri penggemukan sapi potong memperoleh sapi bakalan dari

Australia. Indonesia memilih Australia karenakan sapi potong yang ada di negara

tersebut sudah terbebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK). Sapi yang diimpor

berumur 1-2 tahun. Hal ini dikarenakan pada umur tersebut sapi sedang

mengalami masa pembentukan rangka dan pembentukan jaringan daging. Sistem

penggemukan dilakukan yaitu dengan pemberian pakan yang cukup seperti

mineral, vitamin dan protein dalam waktu beberapa bulan hingga sapi mencapai

bobot ideal untuk menghasilkan daging yang berkualitas.

Tingkat konsumsi masyarakat untuk daging sapi terus meningkat setiap

tahunnya. Menurut Aziz (2003), Sejumlah barang yang diminta konsumen tidak

hanya dipengaruhi oleh harga barang tersebut, namun juga dipengaruhi oleh

faktor-faktor seperti selera, musim, pendapatan dan harga barang lainnya yang

(16)

umumnya dipengaruhi oleh meningkatnya pendapatan, taraf hidup seseorang, hari

besar keagamaan serta kesadaran akan pentingnya kebutuhan gizi protein hewani.

Ketersediaan daging sapi belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi

masyarakat. Jumlah penawaran daging sapi masih rendah, sedangkan

permintaannya terus meningkat yang akhirnya menyebabkan harga daging sapi

juga ikut meningkat. Berdasarkan penjelasan tersebut adapun beberapa faktor

yang mempengaruhi harga daging sapi lokal di Sumatera Utara yaitu produksi

daging sapi, impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi bulan

sebelumnya.

Adapun kerangka pemikiran berkaitan dengan faktor-faktor tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Daging Sapi di Sumatera Utara

2.4 Hipotesis

Berdasarkan identifikasi masalah, hipotesis penelitian adalah ada pengaruh

dari produksi daging sapi, impor sapi, konsumsi daging sapi dan harga daging sapi

bulan sebelumnya terhadap harga daging sapi di Sumatera Utara. 1. Produksi Daging Sapi

2. Impor Sapi

3. Konsumsi Daging Sapi 4. Harga Daging Sapi Bulan

Sebelumnya

Harga Daging Sapi

: Faktor-Faktor

Gambar

Tabel 4. Produksi Daging Sapi di Sumatera Utara 2011
Tabel 5. Total Nilai Impor Bahan Pangan Indonesia Periode Januari- Juli 2009
Gambar 1. Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga       Daging Sapi di Sumatera Utara

Referensi

Dokumen terkait

Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai kajian pustaka yang berkaitan dengan judul dalam penelitian ini yaitu mengenai tumbuh kembang remaja, aspek fisik kesehatan

Tujuan dari penelitian ini untuk merancang sebuah butler matriks 4x4 dengan perbedaan fasa masing-masing port keluaran sehingga dapat digunakan sebagai pengarahan berkas

[r]

Penulis menggunakan metode UML (Unified Modelling Language) dalam merancang sistem aplikasi website Buku Online dan menggunakan PHP untuk membuat program serta MySQL sebagai

Hasil pemeriksaan kadar asam urat serum pada bebe- rapa responden lebih tinggi pada pemeriksaan dengan menggunakan point of care testing (POCT) namun pada beberapa responden yang

Apabila berkurangnya permintaan uang kuasi maka likuiditas lembaga keuangan (perbankan) rendah, sehingga tidak mampu memenuhi transaksi jangka pendek dan

Pada hari ini Jumat tanggal Dua Puluh Satu bulan Oktober tahun 2016, yang bertanda tangan dibawah ini Pokja ULP Barang/Jasa Pembuatan Talud dan Perataan Halaman RKB

[r]