TINJAUAN PUSTAKA
Hukum Permintaan
Teori permintaan pada dasarnya merupakan perangkat analisis untuk
melihat besaran jumlah barang atau jasa yang diminta serta perubahan permintaan
akan suatu barang atau jasa berdasarkan hukum permintaan. Perubahan
permintaan akan suatu barang atau jasa tersebut akan dapat dilihat dari perubahan
pada kurva permintaan. Maka analisis permintaan akan suatu barang atau jasa erat
kaitanya dengan perilaku konsumen. Konsumen adalah mereka yang memiliki
pendapatan (uang) dan menjadi pembeli barang dan jasa di pasar
(Adiningsih dan Kadarusman, 2003).
Penjelasan mengenai perilaku konsumen yang paling sederhana dapat
diperoleh melalui hukum permintaan. Dalam hukum permintaan dikatakan
bahwa, “Apabila harga suatu barang turun maka permintaan akan barang tersebut
meningkat dan sebaliknya, jika suatu harga barang naik maka permintaan
konsumen akan barang tersebut turun”, apabila semua faktor-faktor lain yang
mempengaruhi jumlah yang diminta dianggap tidak berubah cateris paribus
Berdasarkan hukum permintaan (the law of demand) perubahan
permintaan atas suatu barang dan jasa semata-mata ditentukan oleh harga dari
barang atau jasa tersebut, ceteris paribus. Namun dalam kenyataannya, banyak
permintaan terhadap suatu barang atau jasa juga ditentukan oleh faktor-faktor lain
selain faktor harga itu sendiri. Oleh sebab itu perlu juga dijelaskan bagaimana
faktor-faktor yang lain akan mempengaruhi permintaan. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi permintaan, yaitu :
1. Harga barang itu sendiri
Naik turunnya harga barang/jasa akan mempengaruhi banyak/sedikitnya
terhadap barang yang diminta. Kuantitas akan menurun ketika harganya
meningkat dan kuantitas yang diminta meningkat ketika harganya menurun, dapat
dikatakan bahwa kuantitas yang diminta berhubungan negatif
(negatively related) dengan harga (Djojodipuro, 1991).
Sesuai dengan hukum permintaan hubungan antara harga barang dan
jumlah barang yang diminta adalah negatif. Bila harga naik maka permintaan
turun dan sebaliknya bila harga turun permintaan akan naik dengan asumsi
ceteris paribus. Dengan demikian perubahan harga terhadap permintaan
mempunyai arah yang berkebalikan (Pracoyo, 2006).
2. Pendapatan
Pendapatan masyarakat mencerminkan daya beli masyarakat.
Tinggi/rendahnya pendapatan masyarakat akan mempengaruhi kualitas maupun
kuantitas permintaan. Pendapatan yang lebih rendah berarti bahwa secara total
hanya ada uang yang sedikit untuk dibelanjakan, sehingga masyarakat akan
besar barang. Jika permintaan terhadap suatu barang berkurang ketika pendapatan
berkurang, barang tersebut dinamakan barang normal (Samosir, 2008)
Hubungan antara pendapatan dengan jumlah barang yang diminta adalah
positif. Bila pendapatan seseorang/masyarakat meningkat maka akan
meningkatkan permintaan terhadap suatu barang. Ini terjadi, bila barang yang
dimaksud adalah barang yang berkualitas tinggi maka denggan adanya kenaikan
pendapatan, konsumen justru akan mengurangi permintaan terhadap barang
tersebut (Pracoyo, 2006).
3. Jumlah Tanggungan
Permintaan berhubungan positif dengan jumlah tanggungan. Pertambahan
jumlah tanggungan/penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan pertambahan
permintaan. Tetapi biasanya pertambahan jumlah tanggungan/penduduk diikuti
oleh perkembangan dalam kesempatan kerja. Dengan demikian lebih banyak
pendapatan yang diterima seseorang maka ini menambah daya beli dalam
masyarakat. Pertambahan daya beli ini akan menambah permintaan
(Sukirno, 2003).
4. Harga komoditi lain
Permintaan terhadap suatu barang dapat dipengaruhi oleh perubahan harga
barang-barang lain, baik atas barang subtitusi maupun terhadap harga barang
komplementer. Sifat dan pengaruh terhadap barang subtitusi dan komplementer
ini dikarenakan permintaan suatu barang memiliki kaitan dan pengaruh yang
langsung maupun tidak langsung. Pengaruh mempengaruhi atas suatu barang dari
harga barang lain ini dikarenakan masing-masing barang mempunyai hubungan
yang digantikan bergerak naik, maka akan dapat mengakibatkan jumlah
permintaan barang penggantinya juga akan ikut mengalami kenaikan
(Sukirno, 2003).
5. Tingkat Pendidikan
Kalau orang bertindak, mereka belajar. Pembelajaran menggambarkan
perubahan dalam tingkah laku individual yang muncul dari proses pendidikan
yang dijalani (pengalaman). Pendidikan seseorang sangat mempengaruhi
pilihannya. Apabila pendidikan konsumen tinggi maka akan lebih memilih barang
yang berkualitas baik, tingkat pendidikan dapat dilihat dari pendidikan terakhir
konsumen (Setiadi, 2003).
6. Umur
Sesuai dengan pernyataan orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli
semasa hidupnya. Umur berhubungan dengan selera akan makanan, pakaian, perabot
dan rekreasi. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga, tahap-tahap
yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan kedewasaannya
(Kotler dan Amstrong, 1996).
Hukum Penawaran (Supply)
Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat
hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan
para penjual. Dalam hukum ini dinyatakan bagaimana keinginan para penjual
untuk menawarkan barangnya apabila harganya tinggi dan bagaimana pula
keinginan untuk menawarkan barangnya tersebut apabila harganya rendah.
Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa makin tinggi harga suatu
penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah
barang tersebut yang ditawarkan (Sukirno, 2003).
Dalam hukum penawaran, pada dasarnya menyatakan makin tinggi harga
suatu barang, makin banyak jumlah barang yang ditawarkan oleh pedagang.
Sebaliknya, makin rendah harga barang, makin sedikit jumlah barang tersebut
yang ditawarkan oleh pedagang/produsen, dengan anggapan faktor-faktor lain
tidak berubah (Daniel, 2002).
Penawaran (supply) menunjukkan seluruh hubungan antara jumlah suatu
komoditi yang ditawarkan dan harga komoditi tersebut, dimana variabel-variabel
lain dianggap tetap. Satu titik pada kurva penawaran menggambarkan jumlah
yang ditawarkan (the quantity supplied) pada harga tersebut. Kurva penawaran
menanjak ke atas, yang menggambarkan bahwa jumlah yang ditawarkan naik
dengan kenaikan harga. Penawaran bukan suatu titik pada kurva penawaran,
melainkan seluruh kurva penawaran, ialah hubungan yang lengkap
(seluruh hubungan) antara penjualan yang diinginkan dengan harga-harga
alternatif yang mungkin terjadi dari komoditi yang besangkutan
(Kadariah, 1994). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran, yaitu :
1. Harga beli pedagang
Untuk mengembangkan teori tentang penentuan harga suatu komoditi,
perlu dipelajari hubungan antara jumlah yang ditawarkan dari setiap komoditi dan
harga komoditi tersebut. Suatu teori ekonomi dasar menjelaskan bahwa makin
tinggi harga suatu komoditi, makin banyak jumlah barang yang ditawarkan.
komoditi akan naik jika harga tersebut naik, demikian juga sebaliknya, sedangkan
input yang dipakainya tetap (Djojodipuro, 1991).
Naik atau turunnya harga barang/jasa akan mempengaruhi
banyak/sedikitnya terhadap jumlah barang yang ditawarkan. Kuantitas akan
meningkat ketika harganya meningkat dan kuantitas yang diminta menurun ketika
harganya menurun, dapat dikatakan bahwa kuantitas yang diminta berhubungan
positif dengan harga (Djojodipuro, 1991).
2. Biaya pemasaran
Biaya pemasaran adalah semua pengeluaran pedagang yang akan
digunakan untuk menjual barang-barang yang akan ditawarkan. Untuk analisis
biaya pemasaran perlu diperhatikan dua jangka waktu yaitu jangka panjang
(jangka waktu dimana semua faktor produksi dapat mengalami perubahan,
misalnya sewa tempat, dll) dan jangka pendek, yaitu jangka waktu dimana
sebagian faktor produksi dapat berubah dan sebagian lainnya tidak dapat berubah,
misalnya biaya keamanan (Samosir, 2008).
3. Profit/keuntungan
Pedagang telur dianggap selalu bertujuan untuk memaksimumkan
keuntungan. Artinya bahwa pedagang telur selalu memilih tingkat output yang
dapat memberikan keuntungan maksimum. Keuntungan diperoleh dari total
penerimaan dikurangi total biaya yang dikeluarkan pedagang telur
(Kadariah, 1994).
Telur Ayam Ras
Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus
dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak dan
ini disebut proses pengembangbiakan. Tahun demi tahun ayam hutan dari wilayah
dunia diseleksi secara ketat oleh para pakar. Arah seleksi ditujukan pada produksi
yang banyak, karena ayam hutan dapat diambil telur dan dagingnya maka arah
dari produksi yang banyak dalam seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang
terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan
untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur (Gallus, 2010).
Telur ayam ras adalah salah satu sumber pangan protein hewani yang
populer dan sangat diminati oleh masyarakat. Hampir seluruh kalangan
masyarakat dapat mengonsumsi telur ayam ras untuk memenuhi kebutuhan
protein hewani. Hal ini karena telur ayam ras relatif murah dan mudah diperoleh
serta dapat memenuhi kebutuhan gizi yang diharapkan (Lestari, 2009).
Telur ayam ras segar adalah telur yang belum mengalami fortifikasi,
pendinginan, pengawetan, dan proses pengeraman (BSN, 2008). Telur ayam ras
mempunyai kandungan protein yang tinggi dan susunan protein yang lengkap,
akan tetapi lemak yang terkandung di dalamnya juga tinggi. Secara umum telur
ayam ras dan telur itik merupakan telur yang paling sering di konsumsi oleh
masyarakat (Sudaryani, 2003).
Perbedaan zat gizi telur ayam ras dengan telur itik dan telur puyuh dapat
dilihat pada Tabel 1. Telur adalah komoditi ekonomi, karena memang ada
permintaannya. Tetapi permintaan konsumen terhadap telur ini dipengaruhi selera,
dan selera ini dipengaruhi antara lain, oleh tingkat pendidikan konsumen itu.
Dahulu prinsip konsumen kita adalah “Biar kecil, keriput, kotor, yang penting
dan kecil tidak laku. Konsumen cenderung pada produk yang penggunaannya
Bisnis ayam ras di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat
mengesankan. Konsumsi masyarakat terhadap produk hasil ternak yang dua puluh
tahun lalu masih didominasi oleh daging sapi kini telah digantikan oleh daging
dan telur ayam ras. Hal ini dapat terjadi karena peternakan ayam ras dikelola
secara lebih efisien dan harga daging dan telur ayam ras yang terjangkau
(Suharno, 1999).
Meskipun permintaan masyarakat terhadap telur ayam ras fluktuatif, tetapi
pada waktu tertentu permintaan masyarakat terhadap telur ayam ras sangat tinggi,
kecenderungan permintaan telur ayam ras akan selalu ada setiap saat, karena
potensi pasar telur ayam ras cukup besar dalam peranannya sebagai bahan baku
pembuatan makanan ringan (roti, kue, martabak, dan lain-lain). Dan juga telur
ayam ras merupakan subtitusi dari daging. Ketika harga daging meningkat
masyarakat akan mensubtitusikan daging terhadap telur ayam ras sehingga
permintaan telur ayam ras akan meningkat (Sianipar, 2011).
Tabel 2. Data produksi telur di daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2010-2013
Kabupaten/Kota Jenis Telur
7. Labuhanbatu 12.557 21.999 12.898
8. A s a h a n 2.035.894 67.124 79.305
9. Simalungun 130.753 86.885 24.506
10. D a i r i - 80.271 10.730
18. Serdang Bedagai 982.383 143.334 127.665
19. Batu Bara 17.702 26.327 39.658
Semua telur ayam adalah sama. Itulah yang berlaku dalam bisnis
perunggasan saat ini, yang membedakan hanyalah telur ayam kampung dengan
telur ayam ras. Jika sama-sama telur ayam kampung atau sama-sama telur ayam
ras yang membedakan hanyalah telur utuh dan telur yang rusak. Di berbagai
pasar, pembeli diberi kebebasan memilih sendiri, khususnya untuk wilayah
Sumatera Utara yang membedakan telur atas ukuran telur dan di jual secara
perbutir. Secara lengkap grading telur berdasarkan ukuran berat dapat dilihat
dibawah ini (gram): Jumbo 70,5; Ekstra Besar 63,5 – 70,5; Besar 52,3 – 63,6; Sedang 42,9 – 52,2; Kecil 34,4 – 42,8; Kecil Sekali 34,3 (BSN, 2008).
Tabel 3. Data Konsumsi Telur dan Susu (g) /Kapita/hari untuk wilayah perkotaan.
No. Tahun Telur dan Susu
Sumber: Sumatera Utara Dalam Angka (Berbagai Tahun Terbit)
Pada kenyataannya, peternak khususnya peternak ayam ras di Indonesia,
mempunyai posisi yang cukup rawan dalam bisnis unggas yang secara statistik
sangat pesat. Hal penting yang harus dibahas tentu saja langkah yang perlu
diambil agar posisi rawan itu dapat berubah menjadi posisi strategis yang
menguntungkan. Untuk menuju ke posisi tersebut, perlu diketahui permasalahan
yang dihadapi peternak ayam Indonesia. Menurut Suharno (1999), permasalahan
tersebut yaitu :
Berbeda dengan masyarakat di negara maju yang menggunakan komoditas
peternakan dalam menu sehari-hari, tidak semua masyarakat di Indonesia dapat
mengkonsumsi daging dan telur ayam masih dianggap sebagai makanan mewah
dan mahal. Masyarakat mengkonsumsinya di saat-saat tertentu seperti lebaran,
tahun baru dan bulan-bulan tertentu. Keadaaan tersebut sangat menyulitkan
program produksi ayam. Para peternak mencoba melakukan program peningkatan
produksi jika lebaran tiba. Namun, kesulitan jika usai lebaran permintaan
langsung anjlok, sedangkan produksi tidak dapat diberhentikan karena barang
hidup sehingga harga merosot tajam.
2). Pasarnya masih tradisional
Jika permintaan terhadap komoditas ayam benar fluaktuatif seperti yang
disebut di atas, maka logikanya pasokan ayam diatur dengan menggunakan
teknologi penyimpanan. Dengan cara ini, permintaan daging dan telur ayam dapat
diramalkan jumlahnya untuk waktu setahun. Dengan produksi ayam stabil,
sementara permintaan fluktuatif, pasokan ayam ke konsumen dapat diatur sesuai
dengan irama permintaan konsumen. Jadi, untuk kondisi tersebut, teknologi
pascapanen harus dikembangkan. Namun, kenyataannya pasar ayam di Indonesia
masih bersifat tradisional. Kondisi ini menyebabkan masalah fluktuasi semakin
meningkat dialami oleh peternak. Fluktuasi ini juga akan selalu terjadi
berulang-ulang setiap tahun.
3). Konsumen belum tahu persis tentang ayam
Ketidaktahuan konsumen secara pasti tentang ayam menjadi satu masalah
yang cukup merepotkan. Di beberapa media massa pernah terjadi pemberitaan