• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Peranan Lembaga Bantuan Hukum Dalam Memberikan Bantuan Kepada Masyarakat di Bidang Perdata (Studi di LBH Medan dan LBH Trisila Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Peranan Lembaga Bantuan Hukum Dalam Memberikan Bantuan Kepada Masyarakat di Bidang Perdata (Studi di LBH Medan dan LBH Trisila Sumatera Utara)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG LEMBAGA BANTUAN

HUKUM BERDASARKAN UU NO.16 TAHUN 2011

A. PENGERTIAN BANTUAN HUKUM

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, yang dimaksud dengan Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.

Sebelum adanya Undang-Undang ini, pengertian dari bantuan hukum belum menemukan defenisi yang jelas. Hal ini disebabkan karena belum adanya pengaturan yang secara khusus mengatur tentang bantuan hukum itu sendiri walaupun pemberian bantuan hukum sudah lama berkembang di Negara ini. Beberapa peraturan perundang-undangan yang memuat tentang bantuan hukum sebelum lahirnya Undang-undang tentang Bantuan Hukum hanya dapat menjelaskan sedikit dan tidak secara spesifik apa yang dimaksud dengan bantuan hukum. Menurut pasal 22 Undang-Undang Advokat, yaitu Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 yang dimaksud dengan Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma-cuma kepada Klien yang tidak mampu. Di dalam Undang-Undang Advokat ini hanya memuat 1 pasal saja mengenai bantuan hukum, yaitu hanya di pasal 22. Penjelasan lebih lanjut dari Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 83 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 83 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata cara Pemberian Bantuan Hukum secara cuma-cuma, Bantuan Hukum Secara cuma-cuma adalah jasa hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu.

Meskipun tidak secara khusus menjelaskan tentang bantuan hukum, namun pengertian mengenai bantuan hukum yang dikemukakan pada Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 83 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum secara cuma-cuma sudah mengarah kepada pengertian bantuan hukum yang dikemukakan dalam Undang-Undang nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

Tapi, jika kita merunut ke belakang ,sebelum adanya peraturan perundang-undangan diatas dikalangan profesi hukum belum menemukan defenisi yang jelas mengenai bantuan hukum, padahal pemberian bantuan hukum itu sendiri sudah dilakukan lama sekali. Oleh karena itu, kalangan profesi hukum mencoba membuat dasar dari pengertian bantuan hukum tersebut.

(2)

kepada seorang pencari keadilan yang tidak mampu dan sedang menghadapi kesulitan dibidang hukum diluar maupun di muka pengadilan tanpa imbalan jasa.25

Pengertian bantuan hukum yang lingkup kegiatannya cukup luas ditetapkan dalam Lokakarya Bantuan Hukum Tingkat Nasional tahun 1978 yang menyatakan bahwa bantuan hukum merupakan kegiatan pelayanan hukum yang diberikan kepada golongan yang tidak mampu (miskin) baik secara perorangan maupun kepada kelompok-kelompok masyarakat tidak mampu secara kolektif. Lingkup kegiatan meliputi pembelaan, perwakilan baik diluar maupun didalam pengadilan, pendidikan, penelitian, dan penyebaran gagasan.26 Berbicara tentang istilah bantuan hukum adalah memberikan nasehat hukum secara cuma-cuma. Termasuk dalam hal pembelaan pada acara persidangan di pengadilan. Maksud pembelaan disini tidak ditafsirkan sebagai pembelaan yang

“membabi buta”. Seperti melakukan pembelaan terhadap kesalahan atau pelanggaran hukum yang dilakukan terdakwa atau tersangka, sehingga ia dapat bebas dari tuntutan. Tetapi pembelaan yang diharapkan adalah upaya mendapatkan keadilan yang diperolehnya berupa hukuman yang setimpal berdasarkan berat ringan kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan.27

Dalam hal ini pengertian dari bantuan hukum belum dapat didefinisikan dengan jelas namun secara umum dapat dikatakan bahwa bantuan hukum adalah bantuan memberikan jasa untuk :

1. Memberikan nasehat hukum ;

2. Bertindak sebagai pendamping bagi mereka yang tidak mampu maupun yang buta hukum.

B. SUBJEK PEMBERI BANTUAN HUKUM

Pada prinsipnya setiap orang dapat memberikan bantuan hukum bilamana ia mempunyai keahlian dalam bidang hukum, akan tetapi demi tertibnya pelaksanaan bantuan hukum diberikan batasan dan persyaratan dalam berbagai peraturan. Persoalan selanjutnya adalah siapa yang seharusnya bertindak untuk menjadi pelaksana pemberi bantuan hukum di negara kita sekarang ini, mengingat banyaknya dan beraneka ragam para pemberi bantuan hukum yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Advokat yang nerupakan anggota suatu organisasi Advokat dan juga menjadi anggota

Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

2. Advokat yang merupakan anggota suatu organisasi Advokat dan bukan menjadi anggota

Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

3. Advokat yang bertindak sebagai Penasehat Hukum dari suatu perusahaan.

_______________________

25

Sunggono dan Harianto,op.cit,hal.8.

26

ibid.

27

(3)

4. Advokat yang tidak menjadi anggota perkumpulan manapun.

5. Pengacara Praktek atau Pokrol.

6. Sarjana-sarjana hukum yang bekerja pada biro-biro hukum/instansi pemerintah.

7. Dosen-dosen dan Mahasiswa-mahasiswa Fakultas Hukum.

8.

Konsultan-Konsultan Hukum.28

Klasifikasi yang disebutkan diatas memang dapat bertindak sebagai pemberi bantuan hukum pada umumnya, tetapi apakah mereka juga yang bertindak sebagai pemberi bantuan hukum bagi golongan miskin (public defender)?. Dalam hal ini, penanganan bantuan hukum kepada golongan miskin sudah seharusnya dilakukan oleh tenaga-tenaga professional, yaitu mereka yang bukan hanya berpendidikan sarjana hukum saja tetapi menekuni pemberian bantuan hukum sebagai pekerjaan pokok mereka sehari-hari. Hal demikian adalah idealnya daripada program bantuan hukum bagi golongan miskin. Akan tetapi kenyataan menunjukkan tenaga-tenaga professional sebagaimana digambarkan tersebut diatas tidak banyak jumlahnya dan distribusinya tidak merata dari satu tempat ke tempat lain. Dengan demikian maka yang harus memegang posisi utama dalam hubungan ini adalah para Advokat bukan hanya Advokat yang berada di bawah naungan Lembaga Bantuan Hukum(LBH). Dalam perkembangannya Lembaga Bantuan Hukum Medan dan LBH Trisila memanfaatkan tenaga Paralegal untuk membantu dalam penyelesaian perkara.

Belum ditemukan padanan kata paralegal (dalam bahasa Inggris) ke dalam bahasa Indonesia. Karenanya, istilah paralegal langsung diadopsi kedalam bahasa Indonesia.

Istilah yang hampir sama yang juga sering digunakan yakni “pokrol bambu”. Istilah paralegal sendiri merupakan istilah dibidang hukum.

Istilah paralegal, dikenakan bagi orang yang bukan advokat, namun memiliki pengetahuan dibidang hukum (materil) dan hukum acara, dengan pengawasan advokat atau organisasi bantuan hukum, yang berperan membantu masyarakat pencari keadilan. Paralegal ini bisa bekerja sendiri didalam komunitasnya atau bekerja untuk organisasi bantuan hukum atau firma hukum. Seseorang yang menjadi paralegal, tidak mesti seorang sarjana hukum atau mengenyam pendidikan hukum di perguruan tinggi. Namun ia mesti mengikuti pendidikan khusus keparalegalan.

_______________________ 28

(4)

Karena sifatnya membantu penanganan kasus atau perkara, maka paralegal sering juga disebut dengan asisten hukum (legal assistant). Dalam praktik sehari-hari, peran paralegal sangat penting untuk menjadi jembatan bagi masyarakat pencari keadilan dengan advokat dan aparat penegak hukum lainnya untuk penyelesaian masalah hukum yang dialami individu maupun kelompok masyarakat.

Dengan demikian, setidaknya terdapat 3 kata kunci berkaitan dengan “paralegal”, sebagai

berikut:

- Memiliki pengetahuan dan keterampilan dibidang hukum; - Telah mengikuti pendidikan khusus keparalegalan;

- Disupervisi oleh advokat atau organisasi bantuan hukum.29

Karenanya, pada dasarnya pendidikan paralegal mesti disupervisi atau diselenggarakan bekerjasama dengan organisasi bantuan hukum atau setidak-tidaknya melibatkan advokat.

Sebagai ilustrasi, jika seseorang sakit parah, maka tentu seorang yang berprofesi dokter mampu memberikan diagnosa dan perawatan terhadap si pasien. Namun demikian, dalam praktik jika seseorang tergores atau luka ringan, maka tidak serta merta orang itu pergi ke rumah sakit atau meminta pertolongan dokter, namun berupaya menyembuhkan luka ringan itu, misalnya

dengan memberi “obat merah” atau memberi perban.

Demikian juga kasus hukum, dalam kasus-kasus tertentu seorang paralegal mampu untuk membantu orang yang terkena kasus hukum. Sebagai contoh membuatkan surat kuasa khusus, membuat surat penangguhan penahanan dan lainnya. Namun untuk perkara-perkara yang kompleks maka perlu ditangani seorang advokat.

Bahwa dalam kasus-kasus spesifik pengetahuan dan keterampilan seorang paralegal lebih banyak daripada seorang advokat, hal ini merupakan sebuah pengecualian. Misalnya tidak sedikit paralegal perburuhan dari organisasi-organisasi buruh yang memang mendalami hukum perburuhan dan mempunyai pengalaman lebih banyak berperkara di pengadilan perselisihan perburuhan ketimban seorang advokat yang mendalami bidang hukum pidana. Karenanya, hubungan paralegal dengan advokat tidak bisa dipisahkan. Relasi paralegal dengan advokat, hampir sama dengan relasi perawat dengan seorang dokter. Karena hubungan semacam ini, keliru jika pendidikan paralegal tidak melibatkan organisasi bantuan hukum atau advokat. Karena peran paralegal tidak bisa berdiri sendiri. Ia hanya dapat berperan optimal pada kasus-kasus tertentu saja dan bukan secara umum.

Untuk menjadi Paralegal, seseorang harus terlebih dahulu mengikuti pelatihan (training) atau pendidikan. Ada 2 bentuk pendidikan paralegal, yakni pendidikan langsung kepada para paralegal dan pendidikan untuk mendidik seseorang menjadi pendidik (training of trainers). Dalam perkembangannya, pendidikan paralegal mengalami dinamika. Periode 1980-an, pada umumnya LBH melakukan pendidikan paralegal berdasarkan komunitas yang mengalami pelanggaran hak asasi manusia dan tengah menghadapi perkara hukum. Maka materi ajar dalam _______________________

29

(5)

pendidikan paralegal spesifik pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk memperjuangkan haknya baik dalam proses peradilan maupun diluar proses peradilan. Maka

ilmu yang diajarkan adalah ilmu yang spesifik: ilmu “tanah”, ilmu “buruh” atau pengetahuan

tentang KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Periode ini seorang paralegal hanya mendalami pengetahuan yang berguna bagi penanganan kasus yang dialami komunitasnya.

Selanjutnya, periode 1990an, pendidikan paralegal mulai berkembang berdasarkan isu dengan mengundang beragam komunitas dimasyarakat. Hal ini

sejalan dengan mulai berdirinya organisasi non-pemerintah yang spesifik menangani isu-isu tertentu, seperti WALHI, ICEL dan LBH Apik. WALHI dan ICEL menyelenggarakan pelatihan paralegal dibidang lingkungan hidup. Sementara LBH Apik menyelenggarakan pendidikan paralegal untuk isu kekerasan dalam rumah tangga dan hak-hak perempuan dan anak.

Beberapa contoh dari pendidikan paralegal yang dilakukan oleh beberapa LBH maupun organisasi tertentu, diantaranya LBH Jakarta bekerja sama Walhi Jakarta juga aktif menyelenggarakan pendidikan paralegal dalam rangka advokasi kasus dibidang lingkungan hidup. Sebagai contoh pendidikan paralegal bagi masyarakat Dadap, korban proyek reklamasi di Jakarta. LBH Jakarta merupakan salah satu organisasi bantuan hukum yang paling awal menyelenggarakan bentuk-bentuk pendidikan paralegal di Indonesia.

LBH Surabaya sejak 1980an sudah menjalankan sebuah program gerakan masyarakat bantuan hukum, termasuk mengorganisir dan bekerjasama membentuk jaringan paralegal komunitas Jawa Timur.

LBH Bandung, misalnya, sejak lama telah melakukan pendidikan paralegal khusus untuk membantu advokasi kasus-kasus perburuhan. Para kader paralegal LBH Bandung, sangat aktif membantu calon buruh migran, yang menjadi korban penipuan.

LBH Yogyakarta sejak lama mendorong gerakan paralegal di seluruh wilayah DI Yogyakarta. Hal ini bertujuan agar masyarakat mampu menyelesaikan sendiri kasus yang bisa diselesaikan sebelum meminta pelayanan bantuan hukum.

LBH Semarang secara regular menyelenggarakan pendidikan paralegal bagi tokoh-tokoh masyarakat, terutama dari komunitas-komunitas penduduk yang tengah dan potensial menghadapi kasus hukum.

LBH Palembang, LBH Medan, dan LBH Manado sejak awal berdiri pada 1980-an memiliki program pendidikan paralegal berbasis komunitas utamanya bagi petani dan buruh. Sama halnya, dengan LBH Lampung secara rutin di era 1990an menyelenggarakan pendidikan paralegal komunitas, utamanya kelompok-kelompok petani yang kemudian membentuk posko-posko di wilayah domisili masing-masing.

(6)

ditingkat paling awal, dengan mengelola Pos Pertolongan Pertama pada Kasus Hukum (P2K Hukum). Paralegal berperan menjadi jembatan masyarakat pencari keadilan dan sistem peradilan serta layanan bantuan hukum yang dibutuhkan.

Untuk membantu aktivitas advokasi, Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia sejak 2006 juga memberi kesempatan bagi para mahasiswa fakultas hukum tingkat akhir dan sarjana yang baru menamatkan kuliah untuk beraktivitas menjadi paralegal. Pendidikan paralegal angkatan ke-4 dilakukan pada Oktober 2007, yang menjaring 10 mahasiswa paska pendidikan paralalegal yang dinilai mempunyai komitmen untuk membantu aktivitas advokasi yang dilakukanBadan Pengurus. LBH Apik, juga menjadi salah satu organisasi yang aktif melakukan pelatihan paralegal, terutama bagi organisasi-organisasi perempuan. Berdasarkan data dari lembaga ini, per 2006, lembaga ini telah mendidik 71 orang paralegal dari beragam kelompok, yakni 14 paralegal dari kelompok miskin kota, 26 paralegal dari organisasi mitra, dan 31 paralegal dari pekerja rumah tangga. Dalam melaksanakan pendidikan paralegal, LBH Apik mendapat pendanaan dari sejumlah lembaga donor, antara lain the Asia Foundation, Ausaid dan Asian Development Bank.

Wahid Institute, juga menyelenggarakan pelatihan paralegal dengan muatan “pluralisme”,

yang diikuti perwakilan dari lembaga swadaya masyarakat dari sejumlah daerah di Indonesia. Sementara Puan Amal Hayati melakukan pendidikan paralegal bagi pendamping korban kekerasan berbasis pesantren.

Satu hal yang perlu mendapat penekanan bahwa meskipun Paralegal mempunyai pengetahuan dan keterampilan di bidang hukum, tetapi mereka tidak mendapatkan pendidikan formal setingkat sarjana. Mereka hanya mendapatkan pelatihan dasar pengetahuan dan

keterampilan hukum saja. Selain itu Paralegal bukanlah „Advokat‟ dalam pengertian professional

yang berlisensi. Oleh karena itu dalam melakukan pekerjaannya di bidang hukum, Paralegal memiliki keterbatasan-keterbatasan, misalnya Paralegal tidak bisa beracara di pengadilan atau peradilan lainnya.

Kembali ke persoalan tentang siapa subjek Pemberi Bantuan Hukum. Menurut pasal 1 angka 3 UU tentang Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini. dalam Undang-Undang-Undang-Undang ini semakin ditegaskan defenisi siapa yang dimaksud dengan Pemberi Bantuan Hukum. Hal ini terlihat pada pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011, dimana Pelaksanaan Bantuan Hukum dilakukan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang telah memenuhi syarat . Syarat-syarat Pemberi Bantuan Hukum ini adalah :

a. berbadan hukum;

b. terakreditasi berdasarkan Undang-Undang tentang Bantuan Hukum; c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;

d. memiliki pengurus; dan

e. memiliki program Bantuan Hukum.

(7)

Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Kewajiban membela orang miskin bagi profesi Advokat tidak terlepas dari prinsip persamaan di depan hukum (equality before the law) dan hak untuk didampingi Advokat (Access to legal counsel) yang merupakan hak asasi manusia bagi semua orang tanpa terkecuali, termasuk faqir miskin (justice for all). Namun demikian, mungkin tidak seluruh Advokat yang akan bergerak di bidang ini, akan tetapi hanya Advokat tertentu yang diarahkan secara khusus untuk menangani persoalan pemberian bantuan hukum bagi golongan miskin.

C. OBJEK PENERIMA BANTUAN HUKUM

Hak memperoleh bantuan hukum bagi setiap orang yang tersangkut suatu perkara merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Hak dalam memperoleh bantuan hukum itu sendiri perlu mendapat jaminan dalam pelaksanaannya. Dalam peraturan perundangan-undangan di Indonesia yang terkait dengan bantuan hukum, terdapat beberapa sebutan untuk objek Penerima Bantuan Hukum. Dalam Pasal 1 angka 2 UU tentang Bantuan Hukum, objek Pemberi Bantuan Hukum dikatakan sebagai Penerima Bantuan Hukum, yang didefinisikan sebagai orang atau kelompok orang miskin.

Berbeda dengan Undang-Undang Bantuan Hukum , Undang-Undang Advokat menyebutkan objek Penerima Bantuan Hukum dengan sebutan Pencari Keadilan. Menurut pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003, yang dimaksud dengan Pencari Keadilan adalah orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu

Disebutkan lagi, dalam Pasal 5 UU tentang Bantuan Hukum menyebutkan Penerima Bantuan Hukum meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri. Hak dasar yang dimaksud meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.

(8)

daripada menerima hak-hak mereka yang asasi yang masih harus diperjuangkan dalam jangka panjang.

Di Australia objek penerima bantuan hukum selain kategori miskin (finansial) termasuk juga masyarakat adat (indigenous people). Di Indonesia sendiri objek penerima bantuan hukum cuma-cuma adalah golongan yang tidak mampu secara ekonomi seperti yang telah disebutkan diatas.

Untuk Lembaga Bantuan Hukum Medan sendiri objek penerima bantuan hukum secara cuma-cuma tidak hanya para pencari keadilan yang tidak mampu tetapi juga untuk orang atau kelompok masyarakat marjinal dan termarjinalkan. Begitu juga dengan LBH Trisila juga menitikberatkan bantuan hukum yang diberikan kepada bantuan hukum struktural, dimana yang mengalami konflik adalah masyarakat dengan Negara yang dianggap telah mengambil hak-hak dari masyarakat tersebut.

D. HAK DAN KEWAJIBAN PARA PEMBERI DAN PENERIMA BANTUAN

HUKUM

Dalam Pasal 9 UU tentang Bantuan Hukum disebutkan, Pemberi Bantuan Hukum berhak: a) melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas

hukum;

b) melakukan pelayanan Bantuan Hukum;

c) menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan lain

yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum;

d) menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan Bantuan Hukum berdasarkan

Undang-Undang ini;

e) mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung

jawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

f) mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi lain, untuk

kepentingan pembelaan perkara; dan

g) mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama

(9)

Dari beberapa hak yang diberikan kepada Pemberi Bantuan Hukum diatas, terdapat hak-hak yang sudah dilakukan bahkan jauh-jauh sebelum Undang-Undang Bantuan Hukum ini ada. Contohnya dalam bidang penyuluhan hukum. LBH Medan di awal tahun 1980-an mempunyai cara unik dalam penyuluhan hukum kepada masyarakat. Di era kepemimpinan H.M. Kamaluddin, LBH Medan bekerja sama dengan tim kesehatan dari Rumah Sakit Dr. Pringadi Medan untuk memberikan pelayanan kesehatan, setelah itu baru diberikan penyuluhan hukum – dengan menggunakan logika dalam tubuh yang sehat terdapat pikiran yang sehat, kemudian baru diberikan informasi hukum.

LBH Jakarta sejak era 1980-an telah memanfaatkan siaran radio, sebagai media penyebarluasan informasi tentang bantuan hukum, termasuk usaha penyadaran hukum bagi masyarakat. Pendidikan-pendidikan hukum juga sudah dimulai, dengan melibatkan kelompok-kelompok masyarakat seperti kelompok-kelompok buruh.

LBH Bandung, diera 1980-an juga mempergunakan siaran radio untuk menyebarluaskan informasi hukum. Kerjasama dilakukan dengan Radio Republik Indonesia (RRI) Bandung dengan mengisi siaran hukum sekali dalam sebulan.

LBH Manado diera yang sama, telah melakukan penyuluhan hukum dengan memanfaatkan TVRI Manado dalam Siaran Pedesaan dengan bentuk penyajian dengan fragment selama 30 menit, juga acara Topik dalam Lensa, wawancara tentang masalah hukum selama 30 menit. Diera kepemimpinan HJJ. Mangindaan, LBH Manado juga telah mengisi rubrik klinik hukum di harian Obor Pancasila Manado dan Warta Manado. Bekerjasama dengan Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Sulawesi Selatan, LBH Manado membentuk Tim Penyuluhan Hukum untuk masyarakat di kotamadya Manado dan Kabupaten Minahasa. Aktivitas lainnya, antara lain memberikan latihan kepada mahasiswa tentang teknik penyuluhan hukum kepada para mahasiswa yang akan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN).

LBH Yogyakarta dimasa kepemimpinan Artidjo Alkostar – saat ini Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI – juga menggunakan media TVRI dan RRI Yogyakarta serta stasiun radio swasta dalam siaran-siaran hukum. Penerbitan juga dilakukan oleh LBH Yogyakarta antara lain

“Dunia Informasi” – berupa kliping, kumpulan berita tentang hukum.

(10)

Dalam Pasal 10 UU tentang Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum berkewajiban untuk:

a) melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum;

b) melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk pemberian

Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini;

c) menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal,

dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9

huruf a;

d) menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh dari Penerima

Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain

oleh undang-undang; dan

e) memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan

tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali

ada alasan yang sah secara hukum.

Sejak awal, tradisi penerbitan laporan keuangan sudah dilakukan LBH. Di era Adnan Buyung Nasution memimpin LBH Jakarta, secara rutin laporan keuangan dimuat dalam publikasi LBH. Sumber dana LBH ketika itu, dilaporkan berasal dari subsidi Pemda DKI Jakarta, sumbangan perusahaan dan individu, serta kotak donasi LBH, yang dipergunakan untuk gaji, honor dan biaya rutin/administratif. Pada 1973, total penerimaan dana untuk LBH sejumlah Rp 8.697.789. Jumlah ini naik menjadi Rp 9.846.001 pada 1974 dan kembali naik sejumlah Rp 12.008.000 pada 1974.

(11)

Selain Pemberi Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum juga mempunyai hak dan kewajiban. Dalam Pasal 12 UU tentang Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum berhak:

a) mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya

telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang

bersangkutan tidak mencabut surat kuasa;

b) mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode

Etik Advokat; dan

c) mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian

Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam Pasal 13 UU tentang Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum juga wajib: a) menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada

Pemberi Bantuan Hukum;

b) membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum.

Prinsip membela tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, suku, etnis, asal usul, agama, keyakinan politik, adalah prinsip yang mesti dipertahankan agar kepercayaan dan legitimasi dari masyarakat terus diperoleh. Lebih dari itu, posisi dan sikap keberpihakan kepada yang lemah, marjinal dan dimarjinalkan, mesti terus dipegang teguh para advokat dan aktivis LBH. Dengan begitu masyarakat sebagai Penerima Bantuan Hukum dapat mengaplikasikan hak dan kewajiban yang terdapat dalam Undang-Undang Bantuan Hukum ini.

E. TATA CARA PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM

Untuk berperkara pada asasnya dikenakan biaya. Biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan dan biaya untuk panggilan, pemberitahuan para pihak serta biaya materai.32 Bagi mereka yang tidak mampu untuk membayar biaya perkara, dapat mengajukan perkara secara cuma-cuma (prodeo).

_______________________ 32

(12)

Dalam Pasal 14 UU Bantuan Hukum diatur syarat-syarat agar Penerima Bantuan Hukum dapat memperoleh bantuan hukum, Untuk memperoleh Bantuan Hukum, pemohon Bantuan Hukum harus memenuhi syarat-syarat:

a) mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-kurangnya identitas

pemohon dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan

Hukum;

b) menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan

c) melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat

di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.

Pasal 14 ayat (2) juga menyebutkan, Dalam hal pemohon Bantuan Hukum tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis, permohonan dapat diajukan secara lisan. Syarat- syarat agar Penerima Bantuan Hukum dapat memperoleh bantuan hukum pada UU Bantuan Hukum ini hampir sama dengan syarat-syarat yang terdapat dalam PP No. 83 Tahun 2008 sebagai peraturan pelaksanaan dari Pasal 22 ayat (2) UU No. 18 Tahun 2003, yaitu :

1. Pencari keadilan mengajukan permohonan tertulis kepada Advokat atau Organisasi

Advokat atau melalui Lembaga Bantuan Hukum.

2. Permohonan tersebut sekurang-kurangnya memuat :

a) nama, alamat, dan pekerjaan pemohon, dan

b) uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan bantuan hukum.

c) Melampiran surat keterangan tidak mampu dari Lurah/desa dan Kecamatan

tempat pemohon tinggal.

Kemudian jika Pemohon Bantuan Hukum dalam penyelesaian perkara perdata tidak dapat diselesaikan lewat jalur mediasi atau perdamaian, menurut Petunjuk Pelaksanaan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Bantuan Hukum Lampiran A Perkara Perdata, Pos Bantuan Hukum, dan Zitting Plaats

(13)

1. Permohonan berperkara secara prodeo yang dibiayai Dana Bantuan Hukum untuk

Perkara Perdata Gugatan maupun Permohonan, diajukan oleh Penggugat atau Pemohon

yang tidak mampu secara ekonomi melalui Meja I, dengan melampirkan

a) Surat Gugatan atau Surat Permohonan.

b) Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari Lurah/Kepala Desa setempat, atau

Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu Keluarga Miskin

(KKM), Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Kartu Progran

Keluarga Harapan (PKH), Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Surat

pernyataan tidak mampu yang ditandatangani pemohon bantuan hukum dan

diketahui Ketua Pengadilan Negeri.

2. Meja I setelah meneliti kelengkapan berkas permohonan beracara secara prodeo pada

angka 1 tersebut, dicatat dalam Buku Register Permohonan Prodeo, diajukan kepada

Ketua Pengadilan Negeri melalui Panitera/Sekretaris untuk penunjukan Hakim dan

Panitera Pengganti yang memeriksa permohonan prodeo tersebut.

3. Majelis Hakim/Hakim yang ditunjuk memerintahkan Jurusita melalui Panitera Pengganti

untuk memanggil para pihak yang ada dalam gugatan tanpa biaya dan kepada pihak

lawan diberi kesempatan di dalam persidangan untuk menanggapi permohonan prodeo

secara tertulis dan dicatat dalam berita acara, yang selanjutnya Hakim memberikan

putusan sela tentang dikabulkan atau ditolak permohonan beracara secara prodeo.

4. Apabila permohonan berperkara secara prodeo ditolak, Penggugat diperintahkan

membayar biaya perkara dalam jangka waktu 14 hari setelah dijatuhkannya Putusan Sela,

apabila tidak dipenuhi maka gugatan tidak didaftar.

(14)

baru kali ini yang dibiayai oleh negara melalui DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Pengadilan . Namun, tampaknya bantuan hukum perkara prodeo ini belum terealisasi secara maksimal. Menurut Hasan Lumbanraja dari LBH Trisila, ada 2 faktor yang membuat para Pencari Keadilan tidak memakai bantuan hukum prodeo ini, yaitu pertama karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat akan bantuan hukum prodeo ini. Kedua, jikalau para Pencari Keadilan ini tahu akan adanya Bantuan Hukum ini, mereka biasanya tidak akan mengurusnya. Hal ini dikarenakan proses untuk mendapatkan bantuan hukum ini terlalu rumit dalam pengurusannya.33

_______________________ 33

Referensi

Dokumen terkait

Hasil tertinggi interaksi kedua perlakuan terhadap salak pada umur 3 HSP terdapat pada perlakuan T0W0 (110.85 a skala) diikuti huruf notasi (a), dan nilai

Demikian pula halnya dengan DPRD, meskipun bukan sebagai stakholder yang berada pada level pelaksana kebijakan, namun fungsi legislasi dan penganggaran yang dimilikinya,

Kebisingan yang terjadi tidak hanya dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat pendengaran, tetapi juga dapat merupakan sumber stres yang

Albertus Malang dan diharapkan nantinya hasil penelitian ini dapat menjadi satu acuan atau bahan studi terdahulu bagi rekan-rekan mahasiswa untuk

29-31 Pada penelitian ini, secara analisa statistik, tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara kejadian Spondilitis Tb dengan nilai kualitatif

[r]

Modul Pembelajaran Interaktif Mata Kuliah Graf berarah dengan sub materi pendahuluan, definisi graf berarah, keterhubungan graf, relasi dan matriks akan bermanfaat bagi pemakai,

Dari konsep sistem pemrosesan data di atas, ternyata ada satu mesin yang berfungsi sebagai pusat pemrosesan, yang bertugas untuk melayani semua terminal/komputer yang terhubung