• Tidak ada hasil yang ditemukan

B1J010185 12.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "B1J010185 12."

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

Hutan mangrove adalah salah satu komponen ekosistem penting bagi kawasan pesisir. Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropis yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh baik di wilayah pesisir yang memiliki muara (Kusmana, 2003). Jenis pohon mangrove yang umum dijumpai di wilayah pesisir di Indonesia adalah bakau (Rhizophora spp.), api-api (Avicennia spp.), pedada (Sonneratia spp.), tancang (Bruguiera spp.), nyirih (Xylocarpus spp.), dan tengar (Ceriops spp.) (Pattimahu et al., 2010).

Ekosistem mangrove memiliki peranan ekologi, ekonomi, dan sosial-budaya yang sangat penting. Fungsi ekologi hutan mangrove meliputi tempat penyerap dan penyimpan karbon guna pengurangan kadar CO2 di udara, remediasi

bahan pencemar, menjaga stabilitas pantai dari abrasi,menjaga kealamian habitat, menjadi tempat bersarang, pemijahan dan pembesaran berbagai jenis ikan, udang, kerang, burung dan fauna lain, serta pembentuk daratan. Fungsi sosial-ekonomi hutan mangrove meliputi kayu bangunan, kayu bakar, kayu lapis, bubur kertas, tiang telepon, tiang pancang, bagan penangkap ikan, dermaga, bantalan kereta api, kayu, bahan obat, gula, alkohol, asam asetat, protein hewani, madu, karbohidrat, dan bahan pewarna, serta memiliki fungsi sosial-budaya sebagai areal konservasi, pendidikan, ekoturisme dan identitas budaya (Setyawan et al., 2004).

Tingkat kerusakan ekosistem mangrove dunia, termasuk Indonesia, terjadi dengan sangat cepat. Ancaman utama kelestarian ekosistem mangrove adalah kegiatan manusia, seperti pembuatan tambak (ikan dan garam), penebangan hutan, dan pencemaran lingkungan. Di samping itu terdapat pula ancaman lain seperti reklamasi dan sedimentasi, pertambangan dan sebab-sebab alam seperti badai (Setyawan, 2002). Ekosistem hutan mangrove Segara Anakan, hingga saat ini mendapat tekanan yang cukup berat dengan kerusakan yang cukup parah. Dua faktor utama penyebab kerusakan ekosistem mangrove di Segara Anakan adalah eksploitasi hasil kayu dengan penebangan liar dan konversi hutan menjadi lahan tambak. (Kartijono, 2004).

Hutan mangrove dapat digolongkan menjadi empat yaitu : (1) hutan mangrove normal yaitu hutan mangrove dengan susunan tegakan dan zonasinya

(2)

4

masih lengkap; (2) hutan mangrove rusak yaitu hutan mangrove yang masih didapatkan tegakan-tegakan induk yang terpencar-pencar; (3) Hutan mangrove devastasi yaitu hutan yang jenis-jenis penyusunnya sudah punah dan hanya tinggal jenis semak (Acrostichum, Acanthus, dll); dan (4) Hutan mangrove konversi yaitu hutan yang diubah untuk keperluan pertanian, pertambakan, pemukiman, dan industri (Kusmana, 2010).

Penentuan tingkat kerusakan hutan mangrove berdasarkan cara pengumpulan data dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan penilaian dengan menggunakan teknologi GIS (Geographic Information System) dan citra satelit serta penilaian secara langsung di lapangan (Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, 2005).

Monitoring adalah suatu kegiatan pengukuran, pemantauan dan evaluasi yang diselesaikan berulang dari waktu ke waktu. Monitoring umumnya dipandang sebagai bagian inti suatu sistem pengelolaan yang efektif. Monitoring yang efektif memerlukan data dasar yang dapat diandalkan, diikuti oleh pengumpulan data secara periodik. Analisis data harus memungkinkan perubahan dan membangun hubungan sebab dan akibat (Moore et al., 2011). Proses monitoring dapat dilakukan dengan bantuan bioindikator sebagai objek yang diukur, dipantau dan dievaluasi. Monitoring dengan menggunakan bioindikator dapat menghasilkan informasi mengenai efek yang ditimbulkan oleh biotik yang dijadikan bioindikator terhadap lingkungannya.

Bioindikator merupakan indikator biotis yang dapat menunjukkan waktu dan lokasi, kondisi alam, serta perubahan kualitas lingkungan yang telah terjadi karena aktifitas manusia. Bioindikator dapat menunjukkan endemi dari suatu jenis tumbuhan atau hewan. Acanthus dan Derris dapat dijadikan agen monitoring atau bioindikator kerusakan mangrove (Ardli, 2010).

Acanthus biasanya hidup pada atau dekat mangrove, sangat jarang di daratan. Jenis dari genus Achanthus ada dua yaitu A. ebracteatus dan A. ilicifolius. Acanthus

merupakan tumbuhan herba yang tumbuh rendah dan kuat serta bergerombol dan terangkai di permukaan tanah. Derris merupakan tumbuhan pemanjat atau perambat berkayu. Tumbuh pada substrat berpasir dan berlumpur pada bagian tepi daratan dari habitat mangrove. Menyukai areal yang mendapat pasokan air tawar, tergenang secara tidak teratur oleh air pasang surut. Biji dan polong teradaptasi dengan

(3)

5

penyebaran melalui air dan kemungkinan juga disebarkan melalui angin (Noor et al., 2006).

Ardli et al., (2010) melakukan penelitian di kawasan Segara Anakan untuk melihat tingkat kerusakan mangrove, memonitor dan memetakan kerusakan mangrove dengan menggunakan bioindikator Derris trifoliata dan Acanthus ilicifolius. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi seluruh mangrove di lokasi penelitian antara rusak sedang hingga rusak berat, dan tidak ada daerah yang dalam kondisi baik. Daerah Muara Dua di wilayah utara laguna mengalami kondisi mangrove yang rusak berat. Kondisi vegetasi di lokasi tersebut sudah didominasi oleh jenis Acanthus ilicifolius dan Derris trifoliata dengan tutupan hingga mencapai 80%. Tingkat kerusakan mangrove berkorelasi positif dengan kelimpahan Derris trifoliata dan Acanthus ilicifolius dilihat dari hasil analisis korelasi. Kelimpahan atau kerapatan Derris trifoliata dan Acanthus ilicifolius mempengaruhi tingkat kerusakan mangrove dilihat dengan nilai indeks determinasi yang relatif besar yaitu 0,628 untuk jenis Derris trifoliata dan 0,566 untuk jenis Acanthus ilicifolius. Tingkat kerusakan mangrove juga berkorelasi positif dengan banyaknya atau hadirnya Derris trifoliata

dan Acanthus ilicifolius dilihat dari hasil analisis distribusi spasial.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis menunjukkan peran domestik suami merupakan faktor risiko terjadinya anemia kehamilan trimester III dengan nilai OR sebesar 2,489 (1,071<

Yahya, Arbitrase Ditinjau Dari Reglemen Acara Perdata (Rv), Peraturan Prosedur BANI, International Centre for the Settlement of Investment Disputes, UNCITRAL Arbitration Rules,

Pembakaran batubara menghasilkan limbah padat berupa Abu terbang batubara (Fly Ash) yang berdasarkan penelitian memiliki kapasitas adsorbsi yang baik untuk

karena ena sif sifat at yan yang g dim dimili ilikin kinya, ya, ant antena ena mik mikros rostri trip p san sangat gat ses sesuai uai deng dengan an keb kebutu utuhan

Penetapan biaya Rawat Inap yang dipakai oleh Rumah sakit Permata Bekasi adalah tarif yang ditetapkan pemerintah sebagai dasar pene- tapan harga kamar rawat inap dan

Gambaran histopatologis luka bakar pada kulit tikus hari ke-21 kelompok P4 (daun kedondong dan minyak kelapa) (a= epitel; b= jaringan kolagen; c= infiltrasi sel

syarat umum Kontrak, Spesifikasi.. 9) Perhitungan-perhitungan DED serta analisis konstruksi untuk bangunan dan kawasan yang akan dilaksanakan. 10) Laporan Bill of Quantity

online shop Lazada (Studi Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya). Dalam penelitian ini, penentuan sampel dilakukan