• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Hak Narapidana Perempuan: Studi Kasus Narapidana Perempuan di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga T1 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Hak Narapidana Perempuan: Studi Kasus Narapidana Perempuan di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga T1 BAB I"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pada saat hukum itu dikonsepkan sebagai suatu sistem, hukum akan menuju pada suatu proses demi tegaknya hukum itu sendiri. 1Sistem Peradilan Pidana

(Criminal Justice System) merupakan sistem dalam menanggulangi masalah kejahatan di Indonesia, sistem ini dilaksanakan oleh 4 (empat) lembaga penegak hukum. Keempat lembaga tersebut adalah Lembaga Kepolisian yang melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam perkara pidana. Lembaga Kejaksaan, sebagai penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili, Lembaga Peradilan merupakan lembaga pemutus perkara pidana. Dan yang terakhir adalah Lembaga Pemasyarakatan (LP) tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. 2

Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan merupakan dua unsur yang selalu saling berhubungan satu dengan yang lain. Pengertian Narapidana menurut Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Di dalam suatu Lembaga Pemasyarakatan akan ada suatu Sistem Kepenjaraan. Sistem kepenjaraan adalah sistem perlakuan terhadap terhukum (narapidana), dimana sistem ini adalah sistem tujuan dari pidana penjara. Dalam rumah narapidana, orang yang bersalah tadi diberlakukan sedemikian rupa dengan mempergunakan sistem perlakuan

1 Yesmil Anwar dan Adang, Pembaruan Hukum Pidana “Reformasi Hukum Pidana”, diakses dari

https://books.google.co.id/books?id=yF9pC6C9Vj8C&pg=PA343&dq=sistem+penjara&hl=en&sa=X&redir_es c=y#v=onepage&q=sistem%20penjara&f=false, h.2, dikunjungi pada tanggal 20 November 2016 pukul 22.22 WIB.

2 Tina Asmarawati, Pidana dan Pemidanaan dalam Sistem Hukumdi Indonesia , Budi Utama, Yogyakarta, 2015,

(2)

tertentu dengan harapan agar terhukum benar-benar bertaubat dan jera, sehingga

kemudian tidak akan melakukan perbuatan – perbuatan yang menyebabkan dirinya masuk penjara.3

Istilah penjara sendiri dalam bahasa Arab disebut “al-habsu“ artinya “menahan” atau penahanan sebagai tindakan pengamanan.4 Penjara juga mempunyai

arti: Bangunan untuk menempatkan para terpidana yang juga disebut Lembaga Pemasyarakatan hal ini kaitannya dengan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana karena dalam pasal ini ada pidana pokok, (pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana tutupan) dan pidana tambahan (pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, pengumuman putusan hakim) yang akibat dari tindak pidana tersebut akan di penjara. Akan tetapi pada saat ini penjara sudah jarang dipergunakan karena lebih terkesan pada penghukuman fisik semata dan lebih dikenal dengan sebutan Lembaga Pemasyarakatan.5

Narapidana adalah orang yang pada suatu waktu tertentu melakukan pidana, karena dicabut kemerdekaannya berdasarkan keputusan hakim.6 Hal ini sesuai dengan pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang RI No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Bab 1 ayat(6) dan (7), bahwa :

3 A.Widiada Gunakaya, Sejarah dan Konsepsi Pemasyarakatan, Armico, Bandung, 1988, h. 41.

4 Ahmad Warson Munawwier,Kamus Al- Munawwir Arab-Indonesia Lengkap , Yunit Pengadaan Buku-Buku

Ilmiah Keagamaan PP.Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, 1984,h.231.

5 Sudarsono, Kamus Hukum , Rineka Cipta, Jakarta, 2009, h.350.

6 Petrus Irawan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan dalam Perspektif Peradilan

(3)

a. Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

b. Dijelaskan pada ayat (7), Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.

Pemidanaan merupakan bagian terpenting dalam hukum pidana, karena merupakan puncak dari seluruh proses mempertanggungjawabkan seseorang yang telah bersalah melakukan tindak pidana.7 Lembaga Pemasyarakatan bertugas untuk membina para narapidana agar setelah suatu hari nantinya mereka bebas atau setelah mereka selesai menjalani masa hukumannya, mereka sebagai mantan narapidana dapat berperilaku jauh lebih baik dan dapat diterima oleh masyarakat dengan baik.

Meskipun seorang narapidana harus menjalani masa hukumannya di dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan. Namun, sangat penting untuk memperhatikan perlindungan hak bagi setiap narapidana. Perlindungan hak adalah kesadaran akan pentingnya untuk menjaga dan memenuhi hak – hak manusia dan wajib dilindungi. Maka demikian seorang narapidana yang hilang kemerdekaannya karena menjalani hukuman tidaklah hilang haknya sebagai seorang manusia dan warga negara.

Di dalam Lembaga Pemasyarakatan suatu pembinaan diupayakan agar hak – hak narapidana terpenuhi. Pemenuhan hak narapidana oleh Lembaga Pemasyarakatan merupakan suatu perwujudan dalam pelaksanaan kewajiban negara di bidang Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu : menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fullfil) HAM.

7Chairul Huda

,

Dari Tiada Pidana, Tanpa Kesalahan menuju pada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa

(4)

Di dalam suatu Lembaga Pemsyarakatan tidak hanya ada narapidana laki-laki saja melainkan juga terdapat narapidana perempuan dan anak. Siapapun dapat berpotensi melakukan kejahatan dan menjadi seorang narapidana, termasuk dalam hal ini seorang perempuan. Di Indonesia tidak ada diskriminasi terhadap perempuan di hadapan hukum. Hal ini sudah dijelaskan secara eksplisit dalam Undang - Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 27 telah ditentukan bahwa semua warga negara sama kedudukannya dalam hukum pemerintahan dan bahwa setiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Maka dengan ini tidak ada diskriminasi terhadap perempuan di dalam hukum Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan asas hukum equality before the law, yang dalam arti sederhana adalah semua orang memilki kedudukan yang sama di depan hukum.

Sebagai seorang narapidana secara umum memiliki hak-hak selama para narapidana tersebut menjalani hukumannya di dalam Lapas. Secara umum hak– hak narapidana ini telah tertuang dalam Undang -Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yaitu:

1) melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya, 2) mendapat perawatan baik rohani maupun jasmani,

3) mendapatkan pendidikan dan pengajaran,

4) mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak, 5) menyampaikan keluhan,

6) mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang,

7) mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan,

8) menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya,

(5)

10)mendapatkan kesempatan berasimilasi ternasuk cuti mengunjungi keluarga, 11)mendapatkan pembebasan bersyarat,

12)mendapatkan cuti menjelang bebas,

13)mendapatkan hak-hak Narapidana sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku.8

Meskipun telah diatur hak narapidana tersebut, namun jelas berbeda antara narapidana perempuan dengan laki – laki. Meskipun seorang narapidana namun sebagai seorang perempuan tetap akan memiliki hak kodrati yang telah melekat dari diri seorang perempuan. Dapat dilihat hak kodrati perempuan yang tidak dimilki oleh laki – laki yaitu antara lain menstruasi, hamil, melahirkan ,menyusui anaknya hingga hak untuk merawat anak yang masih di bawah umur. Karena dengan adanya perbedaan antara laki – laki dan perempuan maka hal ini akan mempengaruhi pola sistem pemenuhan hak narapidana yang berbeda pula.

Negara memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan hukum terhadap perempuan yang menjadi tersangka, terdakwa dan terpidana. Walaupun seorang perempuan yang telah menjadi terpidana, sering kali terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap para narapidana perempuan. Oleh karena itu, perempuan yang menjadi narapidana harus mendapatkan perlindungan dan hak- hak kodratinya sebagai seorang perempuan.9

8 Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Himpunan

Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pemasyarakatan, Jakarta, 2003, h.247.

9 Anggun Malinda, Perempuan dalam Sistem Peradilan Pidana (Tersangka, Terdakwa, Terpidana, Saksi dan

(6)

Perlindungan hukum menurut Satjipto Raharjo adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak – hak yang diberikan oleh hukum. 10Philipus M. Hadjon juga berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan.11

Perempuan sebagai suatu kelompok dalam masyarakat di dalam suatu negara, merupakan kelompok yang juga wajib mendapat jaminan perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya secara asasi. Negara juga memiliki tanggung jawab untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia kelompok wanita sama seperti jaminan kepada kelompok lainnya.12 Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mengatur secara tegas tentang perlindungan terhadap hak khusus setiap perempuan antara lain : dalam Pasal 48 menjelaskan hak perempuan atas pendidikan dan pengajaran, Pasal 49 perempuan berhak atas kesehatan reproduksi, Pasal 50 berisi hak atas perbuatan hukum yang mandiri dan dalam Pasal 51 menjeaskan hak perempuan atas perkawinan, perceraian dan pengasuhan anak.

Melihat dalam realita yang terjadi saat ini, banyak hak narapidana perempuan yang kurang diperhatikan. Selain hak khusus sebagai perempuan tersebut juga perlu diperhatikan mengenai kesehatan para narapidana perempuan. Kesehatan dalam hal tempat tinggal napi, makanan yang diperoleh, khusus narapidana perempuan juga

10Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h.55.

11Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia , PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1987, h.2.

(7)

perlu diperhatikan kesehatan reproduksinya seperti perempuan lain para narapidana perempuan juga mengalami haid di setiap bulannya. Hal ini harus sejalan dengan ketentuan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Belum diperhatikannya secara maksimal narapidana perempuan, maka dari itu diperlukan adanya peraturan khusus untuk melindungi hak narapidana perempuan. Dengan demikian saya memilih Rumah Tahanan Salatiga sebagai tempat penelitian ini dikarenakan Rumah Tahanan Kelas IIB Salatiga yang seharusnya hanya berfungsi menjadi Rumah Tahanan yang hanya berkapasitas 100 orang. Namun pada kenyataanya Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga ini beralih menjadi beberapa fungsi yaitu:

1) sebagai Rumah Tahanan Negara (RUTAN), 2) sebagai Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), 3) sebagai Lembaga Pemasyarakatan Wanita, 4) sebagai Lembaga Pemasyarakatan Narkotika.

(8)

kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.

Di dalam Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga pada tahun 2017 terdapat 13 narapidana perempuan. 13Dibandingkan dengan jumlah narapidana laki – laki memang mereka jauh lebih sedikit. Sesuai dengan hasil penelitian di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga semua narapidana perempuan mendapatkan perlakuan yang sama dengan narapidana laki – laki dari segi pemenuhan gizi, beribadah, kesehatan, kegiatan, hingga jam berkunjung dengan keluarga. Tidak ada perbedaan antara narapidana laki – laki dan perempuan. Dari segi pemenuhan gizi mereka sama mendapatkan makan tiga kali sehari dengan menu yang sama. Beribadah dan kesehatan juga sama namun agak berbeda dalam hal kegiatan. Di mana narapidana perempuan memiliki kegiatan sendiri seperti menjahit dan menyulam.14 Dalam kunjungan keluarga juga demikian meskipun seorang narapidana tersebut memiliki bayi ataupun anak yang masih di bawah umur, jam berkunjung yang ditentukan tetap sama seperti halnya yang lain yaitu satu minggu hanya ada 4 kali kesempatan untuk berkunjung dan hanya 1 jam. Padahal seperti yang kita tahu, seorang bayi ataupun anak di bawah umur sangatlah membutuhkan ibunya untuk menyusui dan merawat mereka. Namun dengan perlakuan yang sama antara narapidana laki – laki dan perempuan yang menyebabkan mereka tidak dapat bertemu dengan ibu mereka. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 4 Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menyataka bahwa :” Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat

13 Hasil wawancara dengan Bapak Dwi Murdanto sebagai Ka Subsie Peltah di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota

Salatiga, 13 Maret 2017.

1414 Hasil wawancara dengan Bapak Dwi Murdanto sebagai Ka Subsie Peltah di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota

(9)

kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Jadi

seorang anak sangat berhak untuk bertemu ibunya meskipun ibunya sedang menjalankan masa hukumannya. Dalam hal perlakuan secara fisik narapidana perempuan di dalam Rumah Tahanan Kelas IIB ini juga kurang diperhatikan misalnya dalam hal kesehatan seperti perempuan yang menerima haid di setiap bulannya. Pada kenyataannya mereka tidak disediakan pembalut dari pihak petugas Rutan melainkan para narapidana perempuan menyediakan sendiri dengan cara meminta kiriman dari keluarga saat berkunjung ataupun membeli di kantin dalam Rutan. Dengan gambaran tersebut dapat terlihat bahwa kurang diperhatikannya para narapidana perempuan yang ada di dalam Rutan.

Dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa “Fungsi sistem pemasyarakatan menyiapkan warga binaan

pemasyarakatan agar dapat berintegritasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab oleh karena itu sistem pemasyarakatan haruslah mampu mengembalikan warga binaannya menjadi pribadi yang taat hukum.”

Sebagai negara hukum, hak-hak narapidana itu harus dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang, maka dari itu penegak hukum khususnya para staf di lembaga pemasyarakatan harus menjamin perlindungan hak - hak narapidana. Selain itu, sudah tugas negara untuk melindungi hak setiap narapidana mealui Kementrian Hukum dan HAM dan pemerintah beserta para penegak hukum yang terkait. sebagaimana fungsi lembaga pemasyarakatan sendiri yang berfungsi untuk melakukan pembinaan terhadap narapidananya.

(10)

dalam pembahasan masalah hak asasi manusia di Indonesia ini, maka sorotan kita tidak terlepas dari Undang-Undang Dasar dan Pancasila, karena Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar dari segala peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, begitu pula Pancasila adalah merupakan sumber dari segala sumber tertib hukum Indonesia.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis akan mengkaji tentang Lembaga Pemasyarakatan yang terfokus pada persoalan “Perlindungan Hak – Hak Narapidana Perempuan di Rumah Tahanan Kelas II B

Kota Salatiga”. Dengan ini penulis ingin lebih banyak meneliti serta mencari

informasi tentang narapidana perempuan di dalam Rumah Tahanan tersebut. Dengan demikian bentuk-bentuk diskriminasi serta perlakuan buruk tidak akan terjadi di dalam kehidupan Lembaga Pemasyarakatan khususnya di Rutan Salatiga ini, sehingga harapan setelah mereka keluar nantinya dapat hidup normal dan dapat diterima dalam lingkungan masyarakat dengan baik. Dan dengan ini penulis bermaksud menulis skripsi dengan judul PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK NARAPIDANA PEREMPUAN (STUDI KASUS NARAPIDANA PEREMPUAN DI

RUMAH TAHANAN KELAS IIB KOTA SALATIGA)”

2. Rumusan Masalah

Sesuai dengan penjelasan latar belakang diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

(11)

3. Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan kita terhadap kenyataan hukum khususnya dalam perlindungan terhadap hak – hak narapidana perempuan di dalam suatu sistem pemasyarakatan dengan ini penulis dapat mengetahui masalah apa saja yang dihadapi oleh para Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia terkhusus di Rumah Tahanan Kelas II B Kota Salatiga dalam perlindungan hak – hak narapidana perempuan.

4. Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:

Dapat memberikan gambaran tentang pengkajian implementasi Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang belum mengatur secara khusus tentang perlindungan hak narapidana perempuan. Dan dengan adanya kajian ini, dapat menjadi pertimbangan hukum untuk pemenuhan hak narapidana perempuan yang sebagaimana harusnya ada di Indonesia.

5. Metode Penelitian

Untuk melakukan penelitian yang baik dan terarah, maka penulis akan menggunakan metode penelitian untuk mendapatkan informasi yang tepat dari berbagai aspek dan sumber mengenai permasalahan yang akan dijawab.

a. Jenis Penelitian

(12)

ditulis dengan pembahasan yang teratur dan sistematis, ditutup dengan kesimpulan dan memberikan saran sesuai kebutuhan. Termasuk mengenai Rumah Tahanan yang berperan dalam bidang pemasyarakatan dalam menjalankan fungsinya.

b. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis yaitu metode pengolahan data yang didasarkan pada hasil studi lapangan yang kemudian dipadukan dengan data yang diperoleh dari studi kepustakaan, sehingga nantinya diperoleh data yang akurat sedangkan terhadap permasalahannya dilakukan pendekatan yuridis.15

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan\ sosio legal , yaitu suatu cara pendekatan yang melihat hukum melalui penggabungan antara analisa normatif (norma-norma hukum, yuridis) dan pendekatan ilmu non-hukum.

c. Lokasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian skripsi ini penulis menggunakan lokasi penelitian di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga.

1. Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undanganan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan atau

(13)

putusan hakim.16 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. b. Kitan Undang – Undang Hukum Pidana

c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

e. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

f. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat – Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas, dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3858).

g. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dapat berupa buku-buku mengenai ilmu politik, ekonomi, sosiologi, filsafat, kebudayaan ataupun laporan-laporan penelitian non-hukum dan jurnal-jurnal non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman

(14)

dan pengertian atas bahan hukum lain. Bahan hukum tersier yang dipergunakan oleh penulis adalah Kamus Hukum.

2. Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penelitian ini Penulis menggunakan data primer. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objeknya.17 Dalam data primer penulis menggunakan teknik wawancara (interview). Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi.18 Penulis melakukan wawancara dengan Petugas Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga dan juga dengan narapidana perempuan yang menghuni Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga.

3. Analisis Data

Penulis menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yakni suatu analisis yang sifatnya menjelaskan dan menggambarkan mengenai peraturan-peraturan yang berlaku, kemudian dikaitkan dengan kenyataan yang ada di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga.

6. Sistematika Penulisan

Penulis ini dibagi secara sistematis dalam 3 (tiga) substansi utama, yaitu pendahuluan, pembahasan dan penutup.

Bab I Pendahuluan

(15)

Dalam bab ini berisi orientasi tentang penelitian yang akan dilakukan meliputi: hakikat permaslahan dan tesis/argumentasi yang akan dipertahankan oleh penulis. Uraian tentang kedua hal tersebut dituangkan menjadi :

1) Latar belakang. 2) Rumusan Masalah. 3) Tujuan Penelitian. 4) Manfaat Penelitian. 5) Metode Penelitian.

Bab II Kerangka Teori, Hasil Penelitian dan Analisis

Bab ini berisi tentang perlindungan yang diberikan oleh Negara terhadap setiap narapidana perempuan yang akan meliputi :

Kerangka teori, hasil penelitian dan analisis

Bab III Penutup

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini pada Program Studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha, pada mahasiswa yang

Setelah melakukan penelitian, telah diperoleh hasil-hasil yang telah diperoleh hasil-hasil yang telah diungkapkan dari pengaruhkelincahan, keseimbangan, koordinasi

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap pada tanah yang belum bersertifikat berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Negara

Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),.. kepada sesama teman. 35 Model pembelajaran Snowball Throwing adalah model pembelajaran yang melatih siswa

Permainan Fish Hunter Terpopuler dan Deposit Murah Agen Jakarta Selatan – Bagi anda yang tidak percaya bisa bergabung untuk membuktikan bahwa yang saya jelaskan adalah benar dan

ini adalah Untuk mendeskripsikan penerapan metode pembelajaran snowball throwing yang dapat meningkatkan prestasi belajar matematika materi pokok.

Selain penyakit-penyakit tersebut, hipertensi dapat pula menyebabkan gagal ginjal, penyakit pembuluh lain, diabetes mellitus dan lain-lain (Syahrini, Susanto dan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Gaya