• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dramaturgi Citra Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dalam Film The Interview Produksi Columbia Pictures

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dramaturgi Citra Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dalam Film The Interview Produksi Columbia Pictures"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Sumatera Utara BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Paradigma Kajian

Paradigma adalah salah satu cara pandang untuk memahami kompleksitas

dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan

praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah dan

masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisi apa

yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial dan

epistimologis yang panjang (Mulyana, 2003: 9). Menurut Guba dan Lincoln,

paradigma adalah seperangkat kepercayaan dasar yang menjadi prinsip utama

dalam menentukan pandangan tentang dunia dan menjelaskannya pada

penganutnya tentang alam dunia. Sudut pandang ataupun cara pandang tidak

pernah bersifat netral dan objektif. Oleh karena itu menurut Thomas Samuel Kuhn

(1970) paradigma menentukan apa yang hanya ingin kita ketahui, yang ingin kita

inginkan, hanya yang ingin kita lihat dan kita ketahui.

Paradigma inilah yang sangat mempengaruhi pandangan seseorang dalam

mengambil suatu tindakan atau sesuatu hal apapun. Misalnya ada dua orang yang

dihadapkan pada suatu fenomena yang sama, kemungkinan kedua orang tersebut

akan memberikan respon yang berbeda terhadap fenomena tersebut. Kedua orang

tersebut juga akan menghasilkan penilaian, sikap, tindakan, bahkan pandangan

yang berbeda pula. Perbedaan ini bisa terjadi karena kedua orang tersebut

memiliki paradigma yang berbeda, yang secara otomatis mempengaruhi persepsi

dan tindakan komunikasinya (Bungin, 2008: 237).

2.1.1 Paradigma Konstruktivisme

Paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu

realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial dan kebenaran suatu realitas

sosial bersifat relatif. Konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk

(2)

Universitas Sumatera Utara

komunikasi yang dikembangkan oleh Jesse Delia dan rekan sejawatnya pada

tahun 1970-an. Konstruktivisme ini lebih berkaitan dengan program penelitian

dalam komunikasi antarpersona. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa

individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut berbagai kategori

konseptual yang ada dalam pikirannya. Realitas tidak menunjukkan diri dalam

bentuk yang kasar tetapi harus disaring dulu melalui bagaimana seseorang itu

melihat sesuatu (Morissan, 2009: 107).

Von Glasersfled dalam Bettencourt (1989) mengatakan bahwa

konstruktivisme merupakan pengetahuan yang tidak terlepas dari subjek yang

sedang belajar mengerti. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan

yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi atau bentukan kita

sendiri. Pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif. Subjek

pengamat tidaklah kosong dan tidak mungkin tidak terlibat dalam tindakan

pengamatan. Keberadaan realitas tidak hadir begitu saja pada benak subjek

pengamat, realitas ada karena pada diri manusia terdapat skema, kategori, konsep

dan struktur pengetahuan yang berkaitan dengan objek yang diamati. Pada proses

komunikasi pesan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang kepada

orang lain. Penerima pesan sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah

diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka.

Kontruktivisme menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan

komunikasi serta dalam hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki

kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap

wacana. Komunikasi dipahami diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan

yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan

makna yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri sang

pembicara. Konstruktivisme berpendapat bahwa pengetahuan manusia adalah

konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia

objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap

kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Dengan demikian dunia muncul

dalam pengalaman manusia secara terorganisisasi dan bermakna (Ardianto &

(3)

Universitas Sumatera Utara

Teori konstruktivisme dibangun berdasarkan teori yang ada sebelumnya

yaitu konstruksi pribadi atau konstruksi personal oleh George Kelly. Ia

menyatakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan cara

mengelompokkan berbagai peristiwa menurut kesamaannya dan membedakan

berbagai hal melalui perbedaannya. Sistem kognitif terdiri atas sejumlah

perbedaan. Perbedaan ini menjadi dasar penilaian ihwal sistem kognitif individual

yang bersifat pribadi. Individu yang cerdas secara kognitif dapat membuat banyak

perbedaan dalam satu situasi dibandingkan dengan orang yang lemah secara

kognitif. Inilah yang disebut dengan diferensiasi kognitif dan diferensiasi ini

mempengaruhi bagaimana pesan menjadi kompleks (Morissan, 2009: 107).

Delia dan koleganya kemudian menegaskan hubungan antara kompleksitas

kognitif dengan tujuan dari pesan. Pesan sederhana hanya memiliki satu tujuan

sementara pesan kompleks memiliki banyak tujuan. Dalam komunikasi antar

persona pesan-pesan sederhana berupaya mencapai keinginan satu pihak saja

tanpa mempertimbangkan keinginan dari pihak lain. Sementara pesan kompleks

dirancang untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Prinsip dasar konstruktivisme

adalah bahwa tindakan ditentukan oleh konstruk diri sekaligus juga konstruk dari

luar diri (Ardianto & Q-annes, 2007: 159).

Paradigma konstruktivisme dipengaruhi oleh perspektif interaksionisme

simbolik dan perspektif struktural fungsional. Perspektif interaksionalisme

simbolik mengatakan bahwa manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan

respon terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Individu manusia dipandang

sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya.

Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut

dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain.

2.1.2 Interaksionisme Simbolik

Paham mengenai interaksi simbolik adalah suatu cara berpikir mengenai

pikiran (mind), diri dan masyarakat yang telah memberikan banyak konstribusi

kepada tradisi sosiokultural dalam membangun teori komunikasi. Para pemikir

(4)

Universitas Sumatera Utara

Iowa dan aliran Chicago. Kalangan pemikir aliran Iowa banyak yang menganut

tradisi epistimologi dan post-positivist sedangkan aliran Chicago banyak

melakukan pendekatan interpretif berdasarkan rintisan dari George Herbert Mead.

George Herbert Mead dipandang sebagai pembangun paham interaksi simbolik

ini. Ia mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil interaksi di antara

manusia baik secara verbal maupun non verbal. Melalui aksi dan respons yang

terjadi kita memberikan makna ke dalam kata-kata atau tindakan dan karenanya

kita dapat memahami satu peristiwa dengan cara-cara tertentu.

Menurut paham interaksi simbolik, individu berinteraksi dengan individu

lainnya sehingga menghasilkan suatu ide tertentu mengenai diri yang berupaya

menjawab siapakah anda sebagai manusia ? Manfort Kuhn menempatkan peran

diri sebagai pusat kehidupan sosial. Diri merupakan hal yang sangat penting

dalam interaksi. Orang memahami dan berhubungan dengan berbagai hal atau

objek melalui interaksi sosial. Menurut Kuhn, komunikator melakukan

percakapan dengan dirinya sendiri sebagai bagian dari proses interaksi. Dengan

kata lain kita berbicara sendiri di dalam pikiran kita guna membuat perbedaan

diantara benda-benda atau orang. Ketika seseorang membuat keputusan

bagaimana bertingkah laku terhadap suatu objek sosial maka orang itu

menciptakan apa yang disebut oleh Kuhn suatu rencana tindakan (a plan of action)

yang dipandu dengan sikap atau pernyataan verbal yang menunjukkan nilai-nilai terhadap kemana tindakan itu akan diarahkan (Morissan & Wardhani, 2009: 75).

Interaksi simbolik mendasarkan gagasannya atas enam hal yakni:

1. Manusia membuat keputusan dan bertindak pada situasi yang

dihadapinya sesuai dengan pengertian subjektifnya.

2. Kehidupan sosial merupakan proses interaksi, kehidupan sosial

buakanlah struktur atau bersifat struktural dan karena itu akan terus

berubah.

3. Manusia memahami pengalamannya melalui makna dari simbol

yang digunakan dilingkungan terdekatnya dan bahasa meruapakan

(5)

Universitas Sumatera Utara

4. Dunia terdiri atas berbagai objek sosial yang memiliki nama dan

makna yang ditentukan secara sosial.

5. Manusia berdasarkan tindakannya atas interpretasi mereka dengan

mempertimbangkan dan mendefenisikan objek-objek dan tindakan

yang relevan pada situasi saat itu.

6. Diri seseorang adalah objek signifikan dan sebagaimana objek

sosial lainnya diri didefenisikan melalui interaksi sosial (Morissan

& Wardhani, 2009: 143).

Karya Mead yang paling terkenal yang berjudul Mind, Self, and Society,

menggarisbawahi tiga konsep kritis yang dibutuhkan dalam menyusun sebuah

diskusi tentang teori interaksionisme simbolik. Hal pertama yang harus dicatat

adalah bahwa tiga konsep ini saling mempengaruhi satu sama lain dalam term

interaksionisme simbolik. Dari itu, pikiran manusia (mind) dan interaksi sosial

(diri/self dengan yang lain) digunakan untuk menginterpretasikan dan memediasi

masyarakat (society) dimana kita hidup. Ketiga konsep tersebut memiliki

aspek-aspek yang berbeda namun berasal dari proses umum yang sama yang disebut

tindakan sosial (social act) (Ardianto & Q-annes, 2007: 136).

Kemampuan menggunakan simbol-simbol signifikan untuk menanggapi

diri yang memungkinkan diri berpikir, inilah yang disebut Mead sebagai pikiran

(mind). Pikiran bukanlah suatu benda, tetapi suatu proses yang tidak lebih dari

kegiatan interaksi dengan diri anda. Kemampuan berinteraksi yang berkembang

bersama-sama dengan diri adalah sangat penting bagi kehidupan manusia karena

menjadi bagian dari setiap tindakan. Berpikir (minding) melibatkan keraguan

ketika anda menginterpretasikan situasi. Disini, anda berpikir sepanjang situasi itu

dan merencanakan tindakan ke depan. Anda membayangkan berbagai hasil,

memilih alternatif dan menguji berbagai alternatif yang mungkin. Manusia

memiliki simbol signifikan yang memungkinkan mereka menamakan objek. Kita

selalu memberi makna pada sesuatu berdasarkan pada bagaimana anda bertindak

(6)

Universitas Sumatera Utara

Menurut Mead, ‘diri’ memiliki dua sisi yang masing-masing memiliki

tugas penting yaitu diri yang mewakili saya sebagai subjek atau I dan saya sebagai objek atau ME. Saya sebagai subjek adalah bagian dari diri saya yang bersifat menuruti dorongan hati, tidak teratur dan tidak langsung dan tidak dapat

diperkirakan. Saya sebagai objek adalah konsep diri yang terbentuk dari pola-pola

yang teratur dan konsisten yang anda dan orang lain pahami bersama. Setiap

tindakan dimulai dari dorongan hati dari saya subjek dan secara cepat dikontrol

oleh saya objek. Saya subjek adalah tenaga pendorong untuk melakukan tindakan

sedangkan konsep diri atau saya objek memberikan arah atau panduan. Mead

menggunakan konsep saya objek untuk menjelaskan perilaku yang dapat diterima

dan sesuai secara sosial dan saya subjek menjelaskan dorongan hati yang kreatif

namun sulit diperkirakan.

Mead mendefenisikan masyarakat sebagai jejaring hubungan sosial yang

diciptakan manusia. Individu-individu terlibat di dalam masyarakat melalui

perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela. Jadi, masyarakat

menggambarkan keterhubungan beberapa perangkat perilaku yang terus

disesuaikan oleh individu-individu. Syarat untuk dapat terjadinya kerjasama

diantara anggota masyarakat adalah adanya pengertian terhadap keinginan atau

maksud orang lain, tidak hanya pada saat ini tapi juga di masa yang akan datang

(Morissan & Wardhani, 2009: 145).

Mead dan pengikutnya menggunakan banyak konsep untuk

menyempurnakan cara lahirnya makna melalui interaksi dalam kelompok sosial.

Konsep penting lainnya dalam teori interaksionisme simbolik adalah significant

others atau orang lain yang signifikan yaitu orang lain yang berpengaruh dalam

kehidupan, lalu kemudian ada orang lain yang digeneralisasikan atau generalised

others yakni konsep tentang bagaimana orang lain merasakan anda dan tata cara

yang dipakai atau role taking yaitu pembentukan perilaku setelah perilaku orang

lain. Konsep ini disusun bersama dalam teori interkasionisme simbolik untuk

(7)

Universitas Sumatera Utara

kondisi psikologis, komunikasi simbolik serta nilai-nilai sosial dan keyakinan

dalam sebuah konstruksi sosial masyarakat (Ardianto & Q-annes, 2007: 136).

Herbert Blumer menyebutkan bahwa pada masyarakat yang sudah maju

sebagian besar dari tindakan kelompok terdiri atas pola-pola yang berulang-ulang

dan stabil yang memiliki makna bersama dan mapan bagi anggota masyarakat

bersangkutan. Pola-pola tindakan kelompok yang sangat sering diulang-ulang

tidak ada yang bersifat permanen. Tidak peduli betapapun solid dan kompaknya,

tampaknya suatu tindakan satu kelompok tetapi semuanya berasal dari pilihan

tindakan orang per orang secara individu. Dalam suatu tindakan sosial melibatkan

hubungan tiga pihak yaitu adanya isyarat awal dari gerak atau isyarat tubuh

seseorang, adanya tanggapan terhadap isyarat itu oleh orang lain dan ada hasilnya.

Hasil adalah makna tindakan bagi komunikator.

Makna adalah hasil komunikasi yang penting. Makna yang kita miliki

adalah hasil interaksi kita dengan orang lain. Kita menggunakan makna untuk

menginterpretasikan peristiwa disekitar kita. Interpretasi merupakan proses

internal di dalam diri kita. Kita harus memilih, memeriksa, menyimpan,

mengelompokkan dan mengirim makna sesuai dengan situasi dimana kita berada

dan arah tindakan kita. Dengan demikian, jelaslah, bahwa kita tidak dapat

berkomunikasi dengan orang lain tanpa memiliki makna yang sama terhadap

simbol yang kita gunakan (Morissan & Wardhani, 2009: 145).

2.2Kajian Pustaka

2.2.1 Komunikasi Massa

Komunikasi merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan

manusia dalam kaitannya dengan hubungan antar individu. Komunikasi

merupakan sarana vital untuk mengerti diri sendiri, orang lain dan memahami apa

yang dibutuhkan orang lain serta untuk mencapai pemahaman tentang dirinya dan

sesama. Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan melalui media

massa dengan berbagai tujuan komunikasi dan untuk menyampaikan informasi

(8)

Universitas Sumatera Utara

melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses oleh

masyarakat secara massal pula (Bungin, 2008: 72). Saverin dan Tankard

menyatakan bahwa komunikasi massa adalah sebagian keterampilan (skill),

sebagian seni (art) dan sebagian ilmu (science). Maksudnya tanpa ada dimensi

menata pesan tidak mungkin media massa memikat khalayak yang pada akhirnya

pesan tersebut dapat mengubah sikap, pandangan dan perilaku komunikan

(Effendi, 2005: 210).

Karakteristik dari komunikasi massa (Ardianto & Komala 2004: 7) yakni:

a. Komunikatornya terlembagakan, karena komunikasi massa

melibatkan lembaga dan komunikatornya bergerak dalam

organisasi yang kompleks.

b. Pesannya bersifat umum, komunikasi massa bersifat terbuka yang

ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk

sekelompok orang tertentu. Hingga pesannya pun bersifat umum

yang berupa fakta, peristiwa dan opini.

c. Komunikannya anonim dan heterogen, dalam komunikasi massa,

komunikator tidak mengenal komunikannya, karena

komunikasinya melalui komunikasi massa dan tidak tatap muka.

Komunikasinya heterogen karena terdiri dari berbagai lapisan

masyarakat yang berbeda-beda dan dapat dikelompokkan

berdasarkan faktor usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar

belakang budaya, agama dan tingkat ekonomi.

d. Menimbulkan keserempakan, komunikasi massa memiliki

kelebihan dalam hal jumlah sasaran khalayak. Keserempakan

media massa yakni keserempakan kontak dengan sejumlah besar

penduduk dalam jarak yang cukup jauh dari komunikator dan

penduduk tersebut satu sama lain dalam keadaan terpisah.

e. Komunikasinya mengutamakan isi ketimbang hubungan, pesan

harus disusun sedemikian rupa berdasarkan sistem tertentu dan

(9)

Universitas Sumatera Utara

f. Sifatnya satu arah, komunikasi massa tidak melakukan kontak

langsung antara komunikan dan komunikator. Komunikasi ini

terjadi melalui media massa, komunikator aktif menyampaikan

pesan dan komunikan aktif menerima pesan. Namun keduanya

tidak melakukan feed back dalam proses komunikasinya sehingga

dikatakan bersifat satu arah.

g. Stimulasi alat indera terbatas, komunikasi massa terbatas

penggunaannya sesuai dengan media massa yang digunakan oleh

komunikan.

h. Umpan balik tertunda, komunikasi massa tidak mampu

menjalankan fungsi umpan balik, karena sifatnya yang satu arah.

Para pakar komunikasi mengkhawatirkan pengaruh media massa ini

bukannya menimbulkan dampak positif konstruktif, melainkan yang negatif

destruktif. Para pakar komunikasi mempertanyakan fungsi yang sebenarnya dari

komunikasi massa atau media massa itu. Joseph R. Dominick menyatakan fungsi

komunikasi massa sebagai berikut:

a. Fungsi Pengawasan

Hal ini mengacu pada yang kita kenal sebagai peranan berita dan

informasi dari media massa. Media mengambil tempat dari para

pengawal yang pekerjaannya mengadakan pengawasan. Pekerja

media di seluruh dunia mengumpulkan informasi untuk kita yang

tidak bisa kita peroleh kemudian informasi itu diberikan kepada

organisasi-organisasi media massa yang dengan jaringan yang luas

dan alat-alat canggih disebarkan keseluruh jagat.

b. Fungsi Interpretasi

Media massa tidak hanya menyajikan data dan fakta tetapi juga

informasi beserta interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu.

(10)

Universitas Sumatera Utara

Media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di

dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh

saluran perseorangan. Misalnya melalui perikanan.

d. Fungsi Sosialisasi

Mentransmisikan nilai-nilai yang mengacu pada cara-cara dimana

seseorang mengadopsi perilaku dan nilai-nilai dari suatu kelompok.

Media massa menyajikan penggambaran masyarakat, dan dengan

membaca, mendengarkan, dan menonton maka seseorang

mempelajari bagaimana khalayak berperilaku dan nilai-nilai apa

yang penting.

e. Fungsi Hiburan

Fungsi hiburan ini terlihat jelas pada medium televisi, film dan

rekaman suara. Sementara untuk media cetak hiburan mempunyai

ruang tersendiri, misalkan certa pendek, cerita panjang, atau cerita

bergambar (Effendi, 2005: 30&31).

Secara umum fungsi komunikasi dan komunikasi massa dibagi menjadi

empat fungsi yang lebih sedehana yakni:

1. Untuk menyampaikan informasi (to inform)

2. Untuk mendidik (to educate)

3. Untuk menghibur (to entertain)

4. Untuk mempersuasi (to persuade)

Media massa memiliki arti penting dalam kehidupan modern masyarakat.

Media massa memiliki jangkauan yang luas. Melalui media massa khalayak dapat

mengetahui hampir segala sesuatu yang kita tahu tentang dunia diluar lingkungan

kita. Media massa dibutuhkan oleh orang-orang untuk mengekspresikan ide-ide

kepada khalayak luas. Negara-negara kuat menggunakan media massa untuk

menyebarkan ideologinya untuk tujuan komersial. Media massa menjadi sumber

informasi dan juga sebagai sumber hiburan bagi khalayak. Informasi didapatkan

khalayak lebih banyak dari pemberitaan yang dilakukan di media massa baik

(11)

Universitas Sumatera Utara

unsur entertainment walaupun tidak ada medium yang sepenuhnya bersifat

hiburan. Mayoritas media massa merupakan campuran dari informasi,

entertainment dan juga persuasi (Vivian, 2008: 5&6).

2.2.2 Film Sebagai Komunikasi Massa

Istilah industri media massa menggambarkan 8 jenis usaha atau bisnis

media massa. Kata industri ketika dipakai untuk menggambarkan usaha atau

bisnis media massa di Amerika Serikat adalah untuk menghasilkan uang.

Kedelapan industri media tersebut adalah buku, surat kabar, majalah, rekaman,

radio, film, televisi, dan internet (Biagi, 2010: 11). Film merupakan media

komunikasi yang muncul pada abad ke-20, film sendiri merupakan perkembangan

dari fotografi yang ditemukan oleh Joseph Nicephore Niepce dari Prancis pada

tahun 1826. Penyempurnaan dari fotografi berlanjut hingga pada akhirnya

mendorong rintisan penciptaan film itu sendiri. Nama-nama penting dalam sejarah

penemuan film antara lain Thomas Alva Edison dan Lumiere bersaudara

(Sumarno, 1996: 2).

Film dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 adalah karya cipta seni

dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang

dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita

video, piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik atau

proses lainnya dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan atau

ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik dan lainnya

dari mimpi karena sifatnya yang imajinatif dan sebagai media kreatif. Sangat

mudah menganggap industri film sebagai salah satu bisnis media terbesar karena

publisitas disekitarnya seperti selebriti film yang menangkap banyak perhatian

(Biagi, 2010: 169).

Film adalah fenomena sosial, psikologi, dan estetika yang kompleks. Film

merupakan dokumen yang terdiri dari cerita dan gambar yang diiringi kata-kata

(12)

Universitas Sumatera Utara

dengan memberikan informasi, drama, music, dan lain-lain. Film sudah menjadi

bagian dari kehidupan sehari-hari khalayak dalam banyak hal. Film bisa membuat

orang tertahan, setidaknya saat mereka menonton secara lebih intens dibanding

dengan medium lain. Orang terpesona oleh film sejak awal penciptaan teknologi

film meski saat itu tak lebih dari gambar putus-putus dan goyang di tembok putih.

Dengan masuknya suara pada 1920-an dan kemudian warna serta banyak

kemajuan teknis lainnya film semakin membuat orang semakin terpesona.

Menonton film dibioskop masih merupakan pengalaman yang mengasyikkan,

pengalaman yang tidak bisa diperoleh dari media lain (Vivian, 2008: 160).

Pada awalnya film adalah hiburan bagi kelas bawah di perkotaan, dengan

cepat film mampu menembus batas-batas kelas dan menjangkau kelas yang lebih

luas. Kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial kemudian

menyadarkan para ahli bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi

khalayak. Karakteristik film sebagai media massa juga mampu membentuk

semacam konsensus publik secara visual, karena selalu bertautan dengan

nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan selera publik (Irawanto, 1999: 13).

Unsur- unsur ideologi dan propaganda yang terselubung dan tersirat dalam

banyak film hiburan umum, suatu fenomena yang tampaknya tidak tergantung

pada atau tidak adanya kebebasan masyarakat. Fenomena semacam itu mungkin

berakar dari keinginan untuk merefleksikan kondisi masyarakat atau mungkin

juga bersumber dari keinginan untuk memanipulasi. Sehingga pemanfaatan film

dalam pendidikan perlu untuk ditambahkan. Pentingnya pemanfaatan film dalam

pendidikan didasari oleh pertimbangan bahwa film memiliki kemampuan untuk

menarik perhatian orang dan sebagian lagi didasari oleh alasan bahwa film

memiliki kemampuan mengantar pesan secara unik. Ringkasnya terlepas dari

dominasi pengunaan film sebagai alat hiburan dalam sejarah film, tampaknya ada

semacam aneka pengaruh yang menyatu dan mendorong kecenderungan sejarah

film menuju ke penerapannya yang bersifat manipulatif (Mc Quail, 1996: 14).

(13)

Universitas Sumatera Utara

Film sebagai suatu bentuk komunikasi massa yang dikelola menjadi suatu

bentuk komoditi. Didalamnya terdapat produser, pemain film dan perangkat

kesenian lainnya yang mendukung. Adapun pengelompokan film menurut

Ardianto dan Erdinaya dalam bukunya yang bejudul “Komunikasi Massa Suatu

Pengantar” (2004: 138), antara lain:

a. Film Cerita

Jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim

dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film

tenar dan didistribusikan sebagai barang dagangan. Film jenis ini

disebut juga film fiksi. Film fiksi erat hubungannya dengan hukum

kausalitas atau sebab-akibat. Ceritanya memiliki karakter

protagonis dan antgonis, masalah dan konflik, penutupan serta

pengembangan cerita yang jelas.

b. Film Berita

Film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi, terdapat

nilai berita yang penting dan menarik bagi khalayak.

c. Film Dokumenter

Karya cipta mengenai kenyataan, hasil interpretasi pembuatannya

mengenai kenyataan dari film tersebut. Film jenis ini berhubungan

dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata.

d. Film Kartun

Film animasi yang sasaran utamanya adalah anak-anak, namun

semua kalangan menyukainya karena sisi kelucuannya yang biasa

hadir disetiap tayangannya.

Jenis film yang digunakan dalam penelitian ini adalah film cerita. Film

cerita adalah sebuah film yang sudah dituliskan dalam bentuk naskah, kemudian

diperankan oleh bintang film yang namanya sudah tidak asing lagi di telinga

penontonnya. Film ini menyajikan berbagai unsur yang menyentuh perasaan

manusia. Film ini bersifat auditif visual yang disajikan dalam bentuk gambar yang

(14)

Universitas Sumatera Utara

lazimnya dipertunjukkan di bioskop dan didistribusikan sebagai barang dagangan

yang diperuntukkan untuk publik dimana pun mereka berada.

2.2.2.2Genre Film

Himawan Pratista dalam bukunya yang berjudul “Memahami Film”

(Pratista: 2008) mengatakan bahwa selain jenisnya, film juga dapat

dikelompokkan berdasarkan klasifikasi film. Klasifikasi film yang paling banyak

dikenal adalah klasifikasi berdasarkan genre film. Istilah genre berasal dari bahasa

Prancis yang bermakna “bentuk” atau “tipe”. Di dalam film, genre diartika

sebagai jenis atau klasifikasi dari sekelompok film yang memiliki karakter atau

pola yang sama seperti setting, isi, dan subjek cerita, tema, struktur cerita, aksi

atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood, serta karakter. Fungsi utama

dari genre adalah untuk membantu kita memilah-milah atau mengklasifikasikan

film-film yang ada sehingga lebih memudahkan untuk mengenalinya.

Genre-genre pokok dalam film antara lain :

1. Aksi

2. Drama

3. Epik Sejarah

4. Fantasi

5. Fiksi Ilmiah

6. Horor

7. Komedi

8. Kriminal dan Gangster

9. Musikal

10.Petualangan

11.Perang

12.Western

Film The Interview yang menceritakan rencana pembunuhan pemimpin

tertinggi dari negara Korea Utara Kim Jong Un, termasuk dalam kategori genre

drama komedi. Meskipun tema yang diangkat adalah “pembunuhan”, tapi tingkah

(15)

Universitas Sumatera Utara

yang lucu dan tidak menegangkan, sebagaimana film-film yang bercerita tentang

pembunuhan pada umumnya.

2.2.3 Dramaturgi

Dramaturgi merupakan suatu seni atau teknik dari komposisi dramatis dan

representasi teatrikal, dalam persektif ini, interaksi sosial dimaknai sama dengan

pertunjukkan teater atau drama diatas panggung. Dramaturgi memiliki

kepentingan utama untuk mendeskripsikan kehidupan sosial sehari-hari sebagai

drama dan memahami bagaimana individu berusaha memenuhi kebutuhan sosial

psikologis dibawah kondisi tersebut. Karena manusia merupakan aktor yang

berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang

lain melalui pertunjukkan dramanya sendiri.

Erving Goffman melalui bukunya The Presentation of Self in Everyday

Life yang diterbitkan pada tahun 1959, secara rinci memberikan penjelasan dan

analisis terhadap proses dan makna dalam interaksi. Erving Goffman

mengeksplorasi rincian identitas individu, hubungan antar kelompok, dampak

lingkungan, serta gerakan dan makna informasi yang bersifat interaksi. Erving

Goffman memulai proyeknya dari pengembangan karya-karya sosiolog Prancis

Emile Durkheim, yang ditetapkan untuk mengungkapkan tatanan moral yang ada

dalam masyarakat. Komunikasi menjadi tema sentral dalam kajian sosiologinya yang pada akhirnya ia menganalisis interaksi sosial, ritus dan kesopanan,

pembicaraan dan semua hal yang menjalin hubungan sehari-hari. Interaksi

dianggap sebagai dasar kebudayaan dimana di dalamnya memiliki norma,

mekanisme dan regulasi. Ritual-ritual interaksi dianggap sebagai ajang untuk

menegaskan adanya tatanan moral dan sosial, sehingga dalam suatu pertemuan

diri sang aktor berusaha untuk memunculkan tatanan citra yang ditentukan oleh

dirinya sendiri berupa wajah atau nilai sosial positif yang dituntut seseorang

melalui jalur tindakan jika ditarik pada kerangka interaksionisme simbolik

bagaimana memunculkan diri subjek yang positif (Umiarso & Elbadiansyah,

(16)

Universitas Sumatera Utara

Karya-karya Erving Goffman sangat dipengaruhi oleh George Herbert

Mead yang memfokuskan pandangannya pada The Self. Bagi Mead, The Self

lebih dari sebuah internalisasi struktur sosial dan budaya. The Self juga

merupakan proses sosial, sebuah proses dimana para pelakunya memperlihatkan

pada dirinya sendiri hal-hal yang dihadapinya didalam situasi dimana ia bertindak

dan merencanakan tindakannya itu melalui penafsirannya. Aktor atau pelaku yang

melakukan interaksi sosial dengan dirinya sendiri menurut Mead dilakukan

dengan cara mengambil peran orang lain dan bertindak berdasarkan peran

tersebut, lalu memberikan respon terhadap tindakan tersebut. The Self bersifat

aktif dan kreatif serta tidak ada satupun variabel-variabel sosial, budaya, maupun

psikologis yang dapat memutuskan tindakan-tindakan The Self (Surip, 2011: 131).

Konsep diri Erving Goffman tidak lepas dari pandangan atau konsep yang

dilontarkan oleh Charles Horton Cooley yaitu “the looking glass self”.

Konsekuensinya diri sang aktor mampu untuk menampilkan suatu pertunjukkan

bagi orang lain tetapi kesan pelaku terutama diri sang aktor lain terhadap

pertunjukkan tersebut dapat berbeda-beda. Oleh sebab itu, diri sang aktor akan

mampu untuk bertindak atau menampilkan sesuatu yang diperlihatkannya, tapi

belum tentu perilaku diri sang aktor pada konteks waktu tertentu atau sehari-hari

tidak sama seperti ketika diperlihatkan pada waktu lalu. Hal ini tidak terlepas dari

pengelolaan kesan sebagai suatu cara yang dilakukan diri sang aktor yang ingin

menyajikan gambaran diri yang akan diterima sang aktor lain. Dalam proses ini

diri sang aktor yang membuat pernyataan dapat memanipulasi pernyataan yang

diberikan maupun pernyataan lepas. Sang aktor berusaha untuk mengendalikan

perilaku sang aktor lain dengan jalan memberikan pernyataan yang dapat

menghasilkan kesan yang diinginkan (Umiarso & Elbadiansyah, 2014: 257).

Fokus pendekatan dramaturgis adalah bukan apa yang orang lakukan,

bukan apa yang ingin mereka lakukan atau mengapa mereka melakukan,

melainkan bagaimana mereka melakukan. Kenneth Burke mengatakan bahwa

pemahaman yang layak atas perilaku manusia harus bersandar pada tindakan,

dramaturgi menekankan dimensi ekspresif dan impresif aktivitas manusia. Burke

(17)

Universitas Sumatera Utara

pengertian yang berbeda antara gerakan dan aksi. Aksi terdiri dari tingkah laku

yang disengaja dan mempunyai maksud, gerakan adalah perilaku yang

mengandung makna dan tidak bertujuan. Seseorang dapat berkata-kata atau

berbicara tentang ucapan-ucapan, maka bahasa berfungsi sebagai kendaraan untuk

aksi. Karena adanya kebutuhan sosial masyarakat untuk bekerjasama dalam

aksi-aksi mereka maka bahasapun membentuk perilaku.

Konsep yang digunakan oleh Goffman yang berasal dari gagasan Burke

sering disebut dengan konsep “peran sosial” yang dipinjam dari khasanah teater.

Peran adalah ekspektasi yang didefenisikan secara sosial yang dimainkan

seseorang dalam suatu situasi untuk memberikan citra tertentu kepada khalayak

yang hadir. Bagaimana sang aktor berperilaku tergantung pada peran sosialnya

dalam situasi tertentu. Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang

berinteraksi, mereka ingin menyajikan suatu ganbaran diri yang akan diterima

oleh orang lain. Ia menyebut itu dengan istilah pengelolaan kesan, yaitu

teknik-teknik yang digunakan oleh aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu untuk

mencapai tujuan tertentu (Surip, 2011: 136).

Kontribusi Erving Goffman yang juga memiliki pengaruh adalah tentang

stigma. Dalam bukunya “stigma: notes on the management of spoiled identity”

dimana ia mencoba utnuk meneliti bagaimana diri sang aktor mengelola

penampilan diri mereka sendiri. Terlebih ketika penampilan mereka tidak sesuai

dengan standart yang disetujui dalam perilaku atau penampilan yang semestinya,

maka mereka mencoba untuk melindungi identitas mereka tersebut dengan cara

mengelola penampilan dirinya. Perlindungan ini terutama dilakukan melalui

penyembunyian penampilan yang tidak sesuai tersebut dengan mengelola

penampilannya kembali. Stigma mengacu pada perasaan rendah diri atau perasaan

malu bahwa seseorang mungkin merasa gagal untuk memenuhi standar orang lain,

sehingga meyebabkan mereka untuk tidak mengungkapkan kesalahan mereka.

Dalam memperkenalkan konsep stigma, Erving Goffman mengidentifikasi

tiga jenis stigma yaitu, stigma sifat karakter, stigma fisik, dan stigma identitas

kelompok. Stigma sifat karakter merupakan cacat karakter yang melekat pada diri

(18)

Universitas Sumatera Utara

berbahaya dan kaku dan ketidakjujuran. Stigma fisik mengacu pada kelainan

tubuh sang aktor. Stigma identitas kelompok merupakan stigma yang berasal dari

ras mahkluk tertentu, ras, bangsa dan agama dan sebagainya. Stigma ini

ditransimisikan melalui garis keturunan dan mencemari semua anggota keluarga

(Umiarso & Elbadiansyah, 2014: 254).

Semua diri sang aktor terlibat dalam proses manajemen kesan karena

mereka semua memprioritaskan memunculkan kesan yang baik pada orang lain.

Dengan demikian dramaturgi merupakan suatu perspektif sosiologis yang

mendekripsikan tentang diri sang aktor yang secara aktif mencoba utnuk

membentuk persepsi orang lain dari mereka dengan menghadirkan diri dengan

cara memunculkan penampilan atau citra terbaik yang akan membantu mereka

mencapai tujuan tersebut. Diri sang aktor akan bertindak berbeda didepan orang

yang berbeda dan dalam lingkungan yang berbeda pula untuk membentuk

penampilan citra yang terbaik sebagaimana mereka merasakan.

2.2.3.1Panggung Depan dan Panggung Belakang

Dalam perspektif dramaturgi, kehidupan ini ibarat teater, interaksi sosial

yang mirip dengan pertunjukkan diatas panggung, yang menampilkan peran-peran

yang dimainkan oleh para aktor. Untuk memainkan peran tersebut, biasanya sang

aktor menggunakan bahasa verbal dan menampilkan perilaku nonverbal tertentu serta menggunakan atribut tertentu. Aktor harus memusatkan pikiran agar dia

tidak keseleo lidah, menjaga kendali diri, melakukan gerak gerik, menjaga nada

suara dan mengekspresikan wajah yang sesuai dengan situasi (Surip, 2011: 136).

Panggung Belakang (Back Stage) adalah ruang privat yang tidak diketahui

orang lain, tempat seseorang atau sekelompok orang leluasa menampilkan wajah

aslinya. Di panggung inilah segala persiapan aktor disesuaikan dengan apa yang

akan dihadapi di lapangan, untuk menutupi identitas aslinya. Biasanya juga

disebut dengan back region atau kamar rias untuk mempersiapkan diri atau

berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan, ditempat ini pula si aktor

(19)

Universitas Sumatera Utara

Panggung Depan (Front Stage) adalah ruang publik yang digunakan

seseorang atau sekelompok orang untuk mempresentasikan diri dan memberikan

kesan kepada orang lain melalui pengelolaan kesan (management of impression).

Disini individu kemungkinan akan menampilkan peran formal atau berperan

layaknya seorang aktor. Di panggung inilah aktor akan membangun dan

menunjukkan sosok ideal dari identitas yang akan ditonjolkan dalam interaksi

sosialnya. Wilayah ini juga disebut dengan front region (wilayah depan) yang

ditonton oleh khalayak. Panggung depan mencakup setting, personal front

(penampilan diri), expresive equipment (peralatan untuk mengekspresikan diri),

appearance (penampilan)dan manner (gaya) (Mulyana, 2003: 58).

Goffman membagi panggung depan ini menjadi dua bagian yakni front

pribadi dan setting front pribadi terdiri dari alat-alat yang dianggap khalayak

sebagai perlengkapan yang dibawa aktor ke dalam setting. Personal front

mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh sang aktor. Misalnya, berbicara sopan,

pengucapan istilah-istilah asing, intonasi, postur tubuh, ekspresi wajah, pakaian,

penampakan usia dan sebagainya. Ciri yang relatif tetap dan sulit untuk

disembunyikan adalah ciri fisik termasuk ras dan usia, namun aktor sering

memanipulasinya dengan menekankan atau melembutkannya. Sementara itu

setting merupakan situasi fisik yang harus ada ketika aktor melakukan

pertunjukkan misalnya dokter bedah memerlukan ruang operasi atau supir taksi

memerlukan kendaraan.

Aspek lain dari dramaturgi di panggung depan adalah bahwa aktor sering

berusaha menyampaikan kesan bahwa mereka punya hubungan khusus atau jarak

sosial lebih dekat dengan khalayak dari pada jarak sosial yang sebenarnya.

Goffman mengatakan bahwa orang tak selamanya ingin menunjukkan peran

formalnya di dalam panggung. Orang memainkan sesuatu perasaan, meskipun ia

enggan akan peran tersebut atau menunjukkan keengganannya untuk

memainkannya padahal ia senang bukan kepalang akan peran tersebut (Surip,

2011: 138).

Seorang aktor terkadang menyembunyikan rahasia pribadi mereka

(20)

Universitas Sumatera Utara

pertama, aktor mungkin ingin menyembunyikan kesenangan-kesenangan

tersembunyi; kedua, aktor mungkin ingin menyembunyikan kesalahan yang

dibuat saat persiapan pertunjukkan; ketiga, aktor mungkin merasa perlu

menunjukkan hanya produk akhir dan menyembunyikan proses memproduksinya;

dan keempat, aktor mungkin perlu menyembunyikan kerja kotor yang dilakukan

untuk membuat produk akhir dari khalayak. Erving Goffman menyadari, bahwa

masyarakat memaksa diri sang aktor utnuk menciptakan diri dan peran yang

berbeda. Sampai batas tertentu, diri sang aktor perlu untuk menyajikan citra diri

sosial mereka yang berbeda, sehingga masyarakat memaksa diri sang aktor untuk

menjadi tidak konsisten dan tidak benar (Umiarso & Elbadiansyah, 2014: 261).

2.2.3.2Kerjasama Tim

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai kata tim. Kata tim

memang cukup populer, lebih-lebih pada wakti ini. Tim merupakan sebuah

kelompok dengan ciri-ciri tertentu. Artinya tidak setiap keompok merupakan

sebuah tim. Sebuah tim mempunyai ciri-ciri:

1. Masing-masing anggota menyadari interdependensi yang positif untuk

mencapai tujuan bersama.

2. Sementara itu, mereka mengadakan interaksi.

3. Menyadari siapa yang masuk dalam tim dan yang tidak masuk.

4. Mempunyai peran dan fungsi yang spesifik.

5. Mempunyai limited life span keanggotaan

Menurut Johnson & Johnson (2000) tim merupakan a set of interpersonal

interactions structured to achieve established goals (sekumpulan interaksi

antarpribadi yang terstruktur untuk mencapai sebuah tujuan bersama) (Walgito,

2008: 69).

Perhatian Erving Goffman sebenarnya bukan hanya berfokus pada

individu, tapi juga pada kelompok apa yang dia sebut sebagai sebuah ‘tim’. Selain

membawakan peran karakter secara individu, aktor-aktor sosial juga berusaha

(21)

Universitas Sumatera Utara

bekerja, partai politik, atau organisasi yang mereka wakili. Semua anggota itu

Goffman sebut sebagai ‘tim pertunjukkan’ yang mendramatisasikan suatu

aktivitas. Kerjasama sering dilakukan para anggota untuk menciptakan dan

menjaga penampilan dari wilayah depan. Mereka harus mempersiapkan

perlengkapan yang matang, memainkan pemain inti yang layak, memainkan

pertunjukkan sefesien dan secermat mungkin. Setiap anggota saling mendukung

dan bila perlu memberi arahan lewat isyarat nonverbal agar pertunjukkan dapat

berjalan dengan mulus.

Goffman menekankan bahwa pertunjukkan yang dibawakan sebuah tim

sangat bergantung pada kesetiaan anggota timnya. Setiap anggota memegang

rahasia tersembunyi bagi khalayak yang memungkinkan kewibawaan tim tetap

terjaga. Disamping itu khalayak juga bagian dari pertunjukkan. Artinya

pertunjukkan akan sukses apabila khalayak berpartisipasi untuk menjaga agar

pertunjukkan secara keseluruhan dapat berjalan dengan lancar (Surip, 2011: 138).

2.2.4 Dramaturgi Film

Kata drama berasal dari bahasa Yunani dromai yang berarti berbuat,

berlaku, bertindak, bereaksi dan sebagainya, dan drama berarti perbuatan atau

tindakan. Menurut Balthazar Verhagen drama adalah kesenian yang melukiskan

sifat dan sikap manusia dengan gerak. Drama dapat juga diartikan sebagai kualitas komunikasi, situasi, action, yang menimbulkan perhatian, kehebatan dan

ketegangan pada pendengar dan penonton. Selain itu drama memiliki arti sebagai

cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas

dengan menggunnakan percakapan dan action di hadapan penonton (Harymawan,

1989: 1).

Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau

pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter

manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran

(22)

Universitas Sumatera Utara

disajikan. Dramaturgi dari istilah teater dipopulerkan oleh Aristoteles. Sekitar

tahun 350 SM, Aristoteles, seorang filosof asal Yunani, menelurkan, Poetics, hasil

pemikirannya yang sampai sekarang masih dianggap sebagai buku acuan bagi

dunia teater. Dalam Poetics, Aristoteles menjabarkan penelitiannya tentang

penampilan/drama-drama berakhir tragedi/tragis ataupun kisah-kisah komedi.

Aristoteles mengatakan bahwa drama merupakan bagian dari puisi, Aristoteles

bekerja secara utuh untuk menganalisa drama secara keseluruhan. Bukan hanya

dari segi naskahnya saja tapi juga menganalisa hubungan antara karakter dan

akting, dialog, plot dan cerita. Ia memberikan contoh-contoh plot yang baik dan

meneliti reaksi drama terhadap penonton.

Nilai-nilai yang dikemukakan oleh Aristoteles dalam maha karyanya ini

kemudian dikenal dengan “aristotelian drama” atau drama ala aristoteles, dimana

deus ex machina adalah suatu kelemahan dan dimana sebuah akting harus

tersusun secara efisien. Banyak konsep kunci drama, seperti anagnorisis dan

katharsis, dibahas dalam Poetica. Sampai sekarang “aristotelian drama” sangat

terlihat aplikasinya pada tayangan-tayangan tv, buku-buku panduan perfilman dan

bahkan kursus-kursus singkat perfilman (dramaturgi dasar) biasanya sangat

bergantung kepada dasar pemikiran yang dikemukakan oleh Aristoteles

(duniailmukomunikasi.blogspot.com/2011/05/dramaturg-erving-goffman.html).

Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik

personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”.

Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia akan

mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut.

Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus

mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain

memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non

verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada

lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Sebelum berinteraksi

dengan orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan perannya dulu, atau

(23)

Universitas Sumatera Utara

dunia teater katakan sebagai breaking character. Dengan konsep dramaturgis dan

permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan

kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri

Genre yang sudah ada sejak masa Yunani adalah tragedi dan komedi.

Disamping itu terdapat pula genre-genre melodrama, farce, tragikomedi, komedi

gelap, sejarah, dokumenter, dan musikal yang sekarang kelihatan menjadi genre

utama dalam drama modern. Unsur-unsur yang mempengaruhi dramaturgi (film)

antara lain:

1. Tema: Inti atau pokok dalam suatu drama atau lakon

2. Alur/Plot: Kerangka penceritaan jalannya cerita

3. Karakter/Penokohan: Watak suatu tokoh cerita

4. Latar/Setting: Tempat terjadinya peristiwa

Selain keempat hal diatas beberapa hal lain yang menjadi unsur penting

dalam sebuah film adalah teknik penggunaan kamera atau pengambilan gambar,

komunikasi non verbal seperti tulisan, gambar yang terdapat dalam scene film,

komunikasi verbal baik prolog, monolog dan dialog, musik yang digunakan, dan

penggunaan noise atau suara-suara yang mendukung.

Konsepsi Dramaturgi klasik Aristotelian merupakan kesatuan dramatik

yang merupakan suatu cerita yang terjadi di satu tempat dan waktu yang tak lebih

dari satu kali dua puluh empat jam, peristiwa-peristiwa dan adegan-adegan secara

beruntun, diikat dengan ketat satu sama lain oleh hukum sebab akibat. Manusia

cenderung digambarkan sebagai makhluk yang tingkah lakunya ditentukan oleh

semangat yang berkobar-kobar, emosi yang kuat, nafsu yang meluap dan

menghanyutkan. Maka mudah ditemukan adegan-adegan yang luar biasa, resah,

penuh kekerasan, hujatan pedang dan belati, darah dan racun. Itu pulalah

sebabnya, gerakan ini kemudian melahirkan gagasan romantik dalam drama dan

teater.

(24)

Universitas Sumatera Utara

Unit analisis yang digunakan peneliti dalam penelitian ini menggunakan

unsur-unsur yang terdapat dalam panggung depan dan panggung belakang dalam

teori Dramaturgi Erving Gofman antara lain sebagai berikut:

1. Penampilan (appeearance)

Ketika bertemu dengan orang lain, hal yang pertama kali

diperhatikan adalah penampilan fisiknya. Seringkali orang

memberi makna tertentu pada penampilan ataupun karakteristik

orang yang bersangkutan, seperti bentuk tubuh, warna kulit, model

rambut dan sebagainya. Ketika melihat penampilan seseorang,

maka kita akan mempersepsi kehidupan orang tersebut, baik itu

busananya (model kualitas atau warna), jam tangan, kalung,

kacamata, sepatu, tas dan ornamen lainnya yang diapakainya

(Mulyana, 2007: 392).

2. Sentuhan (touch)

Studi tentang sentuh-menyentuh disebut haptika (haptics).

Sentuhan seperti foto adalah perilaku nonverbal yang multimakna,

dapat menggantikan seribu kata. Kenyataannya sentuhan ini bisa

merupakan tamparan, pukulan, cubitan, senggolan, tepukan,

belaian, pelukan, pegangan, rabaan, hingga sentuhan lembut

sekilas. Sentuhan kategori terakhirlah yang sering diasosiasikan

dengan sentuhan. Sentuhan tidak bersifat acak melainkan suatu

strategi komunikasi yang penting. Beberapa studi menunjukkan

bahwa sentuhan bersifat persuasif. Sentuhan mungkin jauh lebih

bermakna daripada kata-kata. Menurut Heslin ada lima kategori

sentuhan yang merupakan suatu rentang dari yang sangat

impersonal hingga yang sangat personal. Kategori tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Fungsional-profesional

Disini sentuhan bersifat dingin dan berorientasi bisnis,

misalnya pelayan toko membantu pelanggan memilih

(25)

Universitas Sumatera Utara 2. Sosial-sopan

Perilaku dalam situasi ini membangun dan memperteguh

pengharapan, aturan praktik sosial yang berlaku, misalnya

berjabat tangan.

3. Persahabatan-kehangatan

Kategori ini meliputi setiap sentuhan yang menandakan

afeksi atau hubungan yaang akrab misalnya dua orang yang

saling merangkul setelah mereka lama berpisah.

4. Cinta-keintiman

Kategori ini merujuk pada sentuhan yang menyatakan

keterikatan emosional, misalnya mencium pipi orangtua

dengan lembut, orang yang sepenunya memeluk orang lain.

5. Rangsangan seksual

Kategori ini berkaitan erat dengan kategori sebelumnya,

hanya saja motif bersifat seksual. Rangsangan seksual tidak

otomatis bermakna cinta atau keintiman (Mulyana, 2007:

380).

3. Ekspresi (expression)

Banyak orang menganggap perilaku nonverbal yang paling

banyak berbicara adalah ekspresi wajah, khususnya pandangan

mata meskipun mulut tidak berkata-kata. Albert Mehrabian

mengatakan bahwa andil wajah dalam mempengaruhi sebuah pesan

sebanyak 55%, sementara vokal 30% dan verbal 7%. Ekspresi

wajah merupakan perilaku nonverbal utama yang mengekspresikan

keadaan emosional seseorang. Sebagian pakar mengakui, terdapat

beberapa keadaan emosional yang dikomunikasikan oleh ekspresi

wajah yang tampaknya dipahami secara universal yakni

kebahagiaan, kesedihan, ketakutan, keterkejutan, kemarahan,

(26)

Universitas Sumatera Utara

murni sedangkan keadaan emosional lainnya misalnya malu, rasa

berdosa, bingung, puas dan lainnya dianggap sebagai campuran.

Kontak mata memunyai dua fungsi dalam komunikasi

antarpribadi. Pertama sebagai fungsi pengatur yakni untuk

memberitahukan kepada orang lain apakah anda akan melakukan

hubungan dengan orang itu atau akan menghindarinya. Kedua

sebagai fugsi ekspresif yakni untuk memberitahukan kepada orang

lain bagaimana perasaan anda terhadapnya. Pentingnya pandangan

mata sebagai pesan nonverbal terlukis dalam berbagai ungkapan

sehari-hari seperti mata yang cerdas, mata yang mempesona, mata

yang sayu, mata yang sedih, mata yang tajam, mata yang liar, mata

yang penih curiga, mata yang licik, mata yang genit, mata yang

sensual, mata keranjang, mata duitan dan lainnya (Mulyana, 2007:

373).

4. Jarak (distance)

Edward T. Hall mengemukakan empat zona spasial dalam

interaksi sosial yakni zona intim (0-18 inci) untuk orang yang

paling dekat dengan kita; zona pribadi (18 inci – 4 kaki) hanya

untuk kawan-kawan akrab, meskipun terkadang kita mengijinkan

orang lain utnuk memasukinya, misalnya orang yang

diperkenalkan kepada kita; zona sosial (4-10 kaki), yaitu ruang

yang kita gunakan untuk kegiatan bisnis sehari-hari, seperti antara

menajer dan pegawainya; dan zona publik (10 kaki – tak terbatas)

yang mencerminkan jarak antara orang-orang yang tidak saling

mengenal juga jarak antara penceramah dengan pendengarnya

(Mulyana, 2007: 408).

5. Karakter (character)

Pengertian lain dari karakter adalah watak, tabiat, sifat-sifat

kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan orang

(27)

Universitas Sumatera Utara

menjadi dasar pemikiran cara seseorang untuk mengambil langkah

dalam suatu tindakan. Karakteristik sifat manusia yang paling

mendasar terbagi menjadi empat yaitu

a. Plegmatis merupakan karakter manusia yang introvert,

cukup diam, pesimis dan pecinta kedamaian. Tipe

plegmatis mempunyai daya humor yang cukup dan tidak

sulit untuk mengucapkan maaf apabila melakukan

kesalahan.

b.Sanguinis

Sanguinis dijuluki sebagai yang terpopuler dan

berlawanan dengan sifat plegmatis. Sanguinis memiliki

tipe yang terbuka, suka berbicara, suka bergaul dan bisa

menjadi penyemangat bagi orang lain. Tipe sanguinis

lebih mengedepankan keputusan secara emosional

daripada hal yang rasional.

c. Kolerik

Kolerik disebut juga si ‘kuat’ karena mampu memotivasi

orang lain dan pekerja keras. Kolerik cukup terbuka atau

ekstrovert namun tidak seterbuka sanguinis. Koleris

merupakan orang yang mempunyai disiplin kerja yang

tinggi dan kadang mendapat reputasi dengan memperalat

orang lain.

d.Melankolik

Karakter yang terakhir adalah melankolis. Tipe ini

memiliki perilaku yang tertutup namun memiliki tingkat

kecerdasan yang tinggi. Tipe ini mempunyai sifat mau

mengorbankan diri sendiri, serius dan takut akan

kegagalan namun juga suka murung dan mudah putus asa

(http://www.berbagiinfo4u.com).

(28)

Universitas Sumatera Utara

Setting atau latar adalah tempat atau waktu berlangsungnya

cerita. Orang yang bertanggung jawab terhadap setting atau latar

adalah penata artistik. Setting harus memberikan informasi lengkap

tentang peristiwa-peristiwa yang sedang disaksikan oleh penonton

(Sumarno, 1996: 66).

7. Dialog (dialogue)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dialog merupakan

percakapan dalam sandiwara, cerita, karya tulis dan lainnya

diantara dua tokoh atau lebi

8. Monolog (monologue)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia monolog diartikan

sebagai pembicaraan yang dilakukan dengan diri sendiri dan atau

adegan sandiwara dengan pelaku tunggal yang membawakan

percakapan seorang diri

9. Musik (music)

Musik memiliki bagian yang besar dalam sebuah film.

Musik memiliki efek yang luar biasa, sangat memperkaya dan

memperbesar reaksi keseluruhan kita terhadap sebuah film.

Marselli Sumarno mengatakan ada delapan fungsi musik dalam

sebuah film, yaitu:

a. Membantu merangkaikan adegan sehingga

menimbulkan kesan adanya kesatuan.

b. Menutupi kelemahan film. Kelemahan film teletak pada

acting yang lemah atau dialog yang dangkal sehingga

dapat diubah lebih dramatik jika diiringi musik yang

tepat.

c. Menunjukkan suasana batin para tokoh utama film.

d. Menunjukkan suasana waktu dan tempat. Misalnya

penggunaan musik dan alat tradisonal daerah dengan

bahasa suatu daerah akan memudahkan penonton

(29)

Universitas Sumatera Utara e. Mengiringi kemunculan credit title

f. Mengiringi adegan dengan ritme cepat. Misalnya

kejar-kejaran polisi dengan penjahat, jika diiringi musik,

maka adegan akan tampak lebih seru.

g. Mengantisipasi adegan mendatang dan membentuk

ketegangan yang dramatik.

h. Menegaskan karakter lewat musik. Misalnya tokoh

utama wanita diberi iringan musik yang lembut.

10.Penggunaan Kamera

Selain suara, gambar juga memiliki peran penting dalam

sebuah film. Sehingga tidak dapat dipungkiri jika kamera sebagai

alat untuk menyajikan elemen visual kepada penonton memiliki

peran yang penting dalam penyampaian pesan. Komposisi gambar

yang baik akan mampu menyampaikan pesan dengan sendirinya.

Beberapa teknik pengambilan gambar berdasarkan besar kecilnya

subjek, antara lain:

1. Extreme Long Shot (ELS)

Shot ini diambil apabila ingin mengambil gambar yang

sangat jauh, panjang, luas dan berdimensi lebar. Extreme

Long Shot biasanya digunakan untuk opening scene yang

akan membawa penonton mengenal lokasi cerita.

2. Very Long Shot (VLS)

Very Long Shot adalah gambar yang panjang, jauh, dan

luas tetapi lebih kecil daripada ELS. Teknik ini digunakan

biasanya untuk pengambilan gambar adegan kolosal atau

banyak objek misalnya adegan perang dipegunungan,

adegan kota metropolitan dan lain sebagainya.

(30)

Universitas Sumatera Utara

Ukuran shot ini adalah dari ujung kepala ke ujung kaki.

Long Shot mengantarkan mata penonton kepada keluasan

suatu suasana dan objek.

4. Medium Long Shot (MLS)

Medium Shot berupakan pengambilan gambar mulai dari

ujung kepala hingga setengah kaki. Tujuan shot ini adalah

untuk memperkaya keingahan gambar yang disajikan ke

mata penonton. Angle ini dapat dibuat sekreatif mungkin

untuk menghasilkan tampilan yang atraktif.

5. Medium Shot (MS)

Ukuran dari shot ini adalah dari tangan hingga ke atas

kepala. Tujuan dari shoot ini adalah agar penonton dapat

melihat dengan jelas ekspresi dan emosi para pemain.

6. Middle Close Up (MCU)

Shot Middle Close Up ukurannya lebih kecil dibandingkan

dengan Medium Shot yaitu dari ujung kepala hingga ke

perut. Dengan angle ini penonton masih tetap dapat melihat

latar belakang yang ada. Namun, shot ini mengajak

penonton untuk mengenal lebih dalam profil, bahasa tubuh,

dan emosi para pemain.

7. Close Up (CU)

Komposisi gambar ini adalah komposisi yang paling

populer dan memiliki banyak fungsi. Close Up merekam

gambar penuh dari leher hingga ujung kepala. Melalui

angle ini sebuah gambar dapat berbicara dengan sendirinya

kepada penonton. Emosi dan juga reaksi dari mimik wajah

tergambar dengan jelas.

8. Big Close Up (BCU)

Komposisi gambar ini lebih dalam lagi dibandingkan

dnegan Close Up. Kedalaman pandangan mata, kebencian

(31)

Universitas Sumatera Utara

bertepi adalah ungkapan yang terwujud dari komposisi ini.

Komposisi ini memang sulit untuk menghasilkan gambar

yang fokus, tetapi disitulah nilai artistiknya.

9. Extreme Close Up (ECU)

Komposisi ini berfokus pada satu objek saja. Misalnya

hidung, mata, atau alis saja. Komposisi ini jarang

digunakan untuk penyutradaraan sebuah film drama.

Selain penggunaan kamera berdasarkan besar hingga kecil atau

berdasarkan frame size, penggunaan kamera juga dilihat dari gerakan

kamera itu sendiri. Terdapat tiga gerakan kamera yang disebutkan

Askurifai Baksin dalam bukunya yang berjudul “Jurnalistik Televisi”

antara lain:

1. Zoom In/Zoom Out

Disini kamera tidak bergerak, yang ditekan adalah tombol

zooming pada kamera. Dalam pembuatan sebuah film

biasanya penggunaan kamera dengan cara seperti ini tidak

digunakan, karena kadang-kadang durasinya akan dihitung

berdasarkan satuan detik. Biasanya juru kamera akan

menggunakan teknik track-in dan track-out. Zoom in

merupakan gerakan kamera yang semakin dekat dengan

objek sementara zoom out merupakan gerakan kamera yang

semakin menjauh dari objek.

2. Tilting

Ada beberapa adegan dalam film yang memeperlihatkan

sosok seseorang yang diambil dari bawah kemudian sedikit

demi sedikit bergera ke atas. Dengan cara seperti itu

penonton disuguhi suatu gambaran sosok seseorang secara

perlahan-lahan sampai muncul secara utuh. Ada dua cara

tilting yaitu gerakan dari bawah ke atas disebut tilt-up dan

(32)

Universitas Sumatera Utara

3. Panning

Jika ingin menunjukkan deretan pasukan yang sedang

berbaris atau objek lain yang berderet, seorang juru kamera

akan menggunakan teknik panning, yakni menggerakkan

kamera mengikuti urutan objek baik dari kanan ke kiri yang

disebut pan left, sedangkan gerakan kamera dari kiri ke

kanan pan right (Baksin, 2006: 131).

2.2.5 Media Massa dan Konstruksi Sosial

Realitas sosial merupakan hasil konstruksi sosial dari proses komunikasi

tertentu. Berawal dari istilah konstruktivisme, konstruksi sosial terkenal sejak

diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman, melalui bukunya yang

berjudul The Social Construction of Reality : A Tertise in The Sosiological of

Knowladge tahun 1996. Menurut mereka, realitas sosial dikonstruksi melalui

proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisas. Konstruksi sosial tidak

berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan

(Bungin, 2008: 192).

Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi

informasi yang cepat dan luas sehinggakonstruksi sosial berlangsung dengan

sangat cepat dan sebenarnya merata. Realitas yang dikonstruksi juga membentuk

opini massa, massa yang cenderung aprori dan opini massa yang cenderung sinis

(Bungin, 2008: 203). Tahapan-tahapan dalam proses konstruksi sosial media

massa terjadi melalui:

1. Tahap menyiapkan materi konstruksi, ada tiga hal penting dalam tahapan

ini yakni: kebepihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan

semu pada masyarakat, dan keberpihakan kepada kepentingan umum.

2. Tahap ebaran konstruksi, prinsip dasar dari sebaran konsruksi sosial media

massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat

berdasarkan agenda media. Apa yang penting bagi media, penting pula

(33)

Universitas Sumatera Utara

3. Tahap pembentukan konstruksi realitas. Pembentukan konstruksi

berlangsung melalui konstruki realitas pembenaran, kesediaan

dikonstruksi oleh media massa, dan sebagai pilhan konsumtif.

4. Tahap konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun

penonton memberikan argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya

untuk terlibat dalam pembentukan konstruksi (Bungin, 2008: 188).

Pada kenyataannya, realitas sosial itu berdiri sendiri tanpa kehadiran

individu baik di dalam maupun diluar realitas tersebut. Realitas sosial memiliki

makna manakala realitas itu dikonstruksi dan dimaknai secara subjektif oleh

individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Individu

mengkonstruksikan realitas sosial itu dan merekonstruksinya dalam dunia realitas,

memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi

sosialnya.

2.2.6 Citra

Informasi adalah segala sesuatu yang mengurangi ketidakpastian atau

mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi. Citra menunjukkan

keseluruhan informasi tentang dunia yang telah diolah, diorganisasikan dan

disimpan oleh individu. Citra adalah peta kita tentang dunia. Tanpa citra kita akan

selalu berada dalam suasana tak pasti. Frank Jefkins, dalam bukunya Public

Relation Technique, menyimpulkan bahwa secara umum citra diartikan sebagai

kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari

pengetahuan dan pengalaman. Jefkins mengatakan bahwa citra adalah kesan yang

diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengertian seseorang tentang fakta-fakta

dan atau kenyataan. Sementara Jalaluddin Rakhmat mengatakan dalam bukunya

Psikologi Komunikasi bahwa citra itu adalah penggambaran tentang realitas dan

tidak harus sesuai dengan realitas, citra itu adalah dunia menurut persepsi.

Untuk mengetahui citra seseorang terhadap suatu objek dapat diketahui

dari sikapnya terhadap objek tersebut. Salomon dalam Rakhmat menyatakan

(34)

Universitas Sumatera Utara

yang kita miliki. Efek kognitif dari komunikasi sangat mempengaruhi

pembentukan citra seseorang. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan

informasi-informasi yang diterima seseorang (Soemirat, 2004: 114).

Salah satu sarana yang digunakan untuk memperoleh informasi adalah

media massa. Lazarsfeld dan Merton menjelaskan fungsi media dalam

memberikan status. Karena namanya, gambarnya atau kegiatannya dimuat oleh

media, maka orang, organisasi, atau lembaga mendadak mendapat reputasi yang

tinggi. Dalam hal ini dikenal dengan names makes news. Sebaliknya dalam

kaitannya dengan citra yang sekarang adalah news makes name. Artinya orang

yang tidak terkenal mendadak melejit namanya karena ia diungkapkan secara

besar-besaran dalam media massa. Bahkan orang yang terkenal perlahan-lahan

akan dilupakan orang karena tidak pernah diliput oleh media.

George Gerbner (1969) mengatakan media massa menyebabkan

munculnya kepercayaan tertentu mengenai realitas yang dimiliki bersama oleh

konsumen media massa. Menurutnya, sebagian besar yang kita ketahui atau apa

yang kita pikir kita tahu, tidak kita alami sendiri. Kita mengetahuinya karena ada

berbagai cerita yang kita lihat dan kita dengar. Dengan kata lain kita memahami

realitas melalui perantaraan media massa sehingga realitas yang kita terima adalah

realitas yang diperantarai atau mediated reality (Morisan, 2010: 252).

Berger dan Luckman dalam Subiakto (1997: 93) mengatakan bahwa

realitas sosial terdiri dari tiga macam yaitu realitas subjektif, realitas objektif dan

realitas simbolik. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman

di dunia objektif yang berada di luar diri individu, dan realitas ini dianggap

sebagai kenyataan. Realitas simbolik merupakan ekspresi simbolik dari realitas

objektif dalam berbagai bentuk. Sementara itu realitas subjektif adalah realitas

yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolik

ke dalam individu melalui proses internalisasi (Bungin, 2008: 5).

Realitas yang disampaikan oleh media massa adalah realitas yang sudah

diseleksi, yang disebut realitas tangan kedua (second hand reality). Televisi

(35)

Universitas Sumatera Utara

kabar melalui proses yang disebut gate keeping menapis berbagai berita dan

memuat berita tentang darah dan dada daripada tentang keteladanan dan

kesuksesan. Dikarenakan khalayak tidak dapat dan tidak sempat untuk mengecek

apa yang disampaikan oleh media massa, maka khalayak cenderung memperoleh

informasi itu semata-mata berdasarkan apa yang dilaporkan oleh media massa.

Sehingga pada akhirnya khalayak membentuk citra tentang lingkungan sosial

berdasarkan realitas kedua yang disampaikan oleh media massa (Riswandi, 2013:

114).

George Gerbner meyakini media massa memiliki kekuatan yang berasal

dari pesan simbolik drama kehidupan nyata. Kata simbolik menunjukkan bahwa

pesan yang disampaikan media hanya bersifat simbolik dan bukan senyatanya.

Media dalam hal ini TV merupakan institusi penyampai cerita yang

menyampaikan satu gambaran mengenai apa yang ada, apa yang penting, apa

yang berhubungan dengan apa serta apa yang benar (Morissan, 2010: 253).

Media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, sudah tentu media

massa mempengaruhi citra tentang lingkungan sosial yang timpang, bias dan tidak

cermat. Oleh karena itu terjadilah stereotype. Streotype adalah gambaran umum

tentang individu, kelompok, porfesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah

bersifat klise dan seringkali timpang serta tidak benar. Beberapa ahli memandang

komunikasi massa sebagai ancaman terhadap nilai dan dehumanisasi manusia.

Media massa bukan saja menyajikan realitas kedua tapi karena distorsi media

massa juga menipu manusia dan memberikan citra dunia yang keliru. Dalam hal

ini C. Wright Mills menyebutnya sebagai pseudoworld yang tidak sesuai dengan

perkembangan manusia.

Bagi kritikus sosial, media massa sering menampilkan lingkungan sosial

yang tidak sebenarnya. Dengan cara itu media massa membentuk citra

khalayaknya ke arah yang dikehendaki media. Selain berperan membentuk citra,

media massa juga berperan dalam mempertahankan citra yang sudah dimiliki oleh

khalayaknya. Reflective-projective theory beranggapan bahwa media massa

(36)

Universitas Sumatera Utara

menimbulkan tafsir yang macam-macam sehingga pada media massa setiap orang

memproyeksikan atau melihat citranya. Media massa mencerminkan citra

khalayak dan khalayak memproyeksikan citranya pada penyajian media massa

(Riswandi, 2013: 115).

Menurut Klapper media bukan saja mempertahankan citra khalayak media

lebih cenderung mempertahankan status quo ketimbang perubahan. Roberts

menganggap kecenderungan timbul karena ada hal sebagai berikut:

1. Reporter dan editor memandang dan menafsirkan dunia sesuai

dengan citranya tentang realitas seeprti kepercayaan dan nilai dan

norma.

2. Karena citra itu disesuaikan dengan norma yang ada maka ia

cenderung untuk melihat atau mengabaikan alternatif lain untuk

mempersepsi dunia.

3. Wartawan selalu memberikan respon pada tekanan halus yang

merupakan kebijaksanaan pemimpin media.

4. Media massa sendiri cenderung menghindari hal-hal yang

kontrovesial karena kuatir hal-hal tersebut akan menurunkan

jumlah khalayak.

Media massa mengubah citra khalayak tentang lingkungannya, media

massa memberikan perincian, serta analisis dan tinjauan mendalam tentang

berbagai peristiwa. Penjelasan itu tidak mengubah tetapi menjernihkan citra kita

tentang lingkungan. Oleh karena itu kita dapat menentukan mana yang penting

Gambar

Gambar hasil screen shoot dari

Referensi

Dokumen terkait

Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah diharapkan: (1) kepada guru bidang studi IPA agar menggunakan media pembelajaran yang bervariasi dalam pembelajaran

More recent studies have shown that germination of Striga is not host specific but showed that not only do wild ancestors of sorghum and millet induce Striga

Sedang PT GGA memiliki prosedur pengelolaan fauna hanya mencakup sebagian kelompok jenis fauna (mamalia, reptilia dan burung) yang dilindungi dan/atau langka,

Magnesium Chloride Tidak Terdaftar Tidak Terdaftar Tidak Terdaftar sodium chloride Tidak Terdaftar Tidak Terdaftar Tidak Terdaftar Sodium dichloroisocyanurate dihydrate Tidak

Penggunaan teknologi RFID baik aktif maupun pasif adalah dapat membantu pencatatan dan pemantauan data dosen dan mahasiswa dalam perkuliahan, Pengunaan

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan berkatNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Understanding the Grey

Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari hasil tes peserta didik, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penerapan model Number Head Together dalam

** EBITDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) merupakan metode pengukuran yang bukan berasal dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang diyakini