BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menjalani sebuah proses, diperlukan evaluasi untuk meningkatkan
kualitas hasil dari proses tersebut, begitu juga dengan proses belajar di sekolah.
Salah satu metode evaluasi dalam proses belajar siswa di sekolah adalah dengan
melakukan tes atau ujian untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dari
proses belajar yang telah dijalani. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu
cara yang dilakukan pemerintah dalam melakukan evaluasi standar pendidikan
nasional.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 97 Tahun 2013, hingga UN tahun
2014, pemerintah memutuskan bahwa UN menjadi salah satu penentu kelulusan
pelajar dari bangku sekolah. Hal tersebut secara langsung membuat UN menjadi
salah satu hal yang sakral bagi pelajar. Hasil dari ujian yang diselenggarakan
secara nasional ini akan sangat mempengaruhi nasib kululusan pelajar setelah
belajar betahun-tahun di sekolah.
Sakralnya UN ini, dapat menjadi salah satu tekanan pada pelajar jika
menghasilkan banyak tuntutan dan tekanan yang bersifat langsung dan tidak
langsung. Tekanan tersebut dapat berupa tekanan dari lingkungan, seperti
tuntutan dari guru dan sekolah untuk meningkatkan kredibilitas alumni,
dorongan dari dalam diri ataupun dari orangtua untuk dapat menjadi anak yang
membanggakan keluarga, persaingan sesama teman, hingga keadaan-keadaan
lain yang dapat membuat anak merasa tidak nyaman dan tertekan. Hasil
penelitian Mardapi dan Kartowarigan (2009) pada pelajar SMP di Kabupaten
Sleman Provinsi Yogyakarta, bahwa dengan adanya UN selain menimbukan
kelelahan fisik, juga mengakibatkan stres, bingung, dan menambah biaya les
anak.
Segala tuntutan yang memberatkan anak, dapat membuat anak merasa
tertekan dan mengalami stres. Yusuf (2009) mengungkapkan bahwa salah
satu penyebab stres pada remaja adalah tuntutan orangtua yang bertentangan
membuat anak merasa terdesak dan berusaha mencari jalan untuk mengatasinya.
Banyak hal yang biasanya dilakukan pelajar-pelajar dalam menghadapi UN,
mulai dari melakukan persiapan belajar yang lebih keras, hingga mencari jalan
pintas dan mengabaikan nilai-nilai moral dan kejujuran dengan berbuat curang.
Tidak sedikit diantara mereka mengabaikan nilai-nilai moral dan agama
dalam kehidupannya. Pengabaian nilai moral bahkan kini sudah mulai
terabaikan di institusi sekolah, dimana seharusnya sekolah sebagai sarana
pendidikan generasi bangsa dapat menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Nilai
moral merupakan penilaian terhadap tindakan yang umumnya diyakini oleh
anggota masyarakat tertentu sebagai yang salah atau benar (Berkowitz, 1964;
dalam Muhaimin, 2001; dalam Sudiati, 2009, hlm. 214)
Pengabaian nilai moral yang terlihat di sekolah adalah perilaku menyontek
dan berbuat curang pada saat ujian. Media nasional memberitakan beberapa
kasus mengenai kebocoran jawaban UN di berbagai daerah di Indonesia, salah
satunya di Kota Medan. Berdasarkan berita yang dipublikasikan oleh
news.detik.comsecara umum menjelaskan bahwa pada Maret 2010 telah tejadi
kebocoran kunci jawaban UN di Sumatra Utara. Situs tempo.com juga bahwa
pada pelaksanaan UN 2013 terjadi kebocoran jawaban soal UN di daerah
Kabupaten Mojokerto. Peredaran kunci jawaban ini dinilai lebih canggih karena
menggunakan kode dalam proses komunikasi operasi peredaran kunci jawaban
ini.
Sebuah survey nasional pengalaman pada peserta UN tahun 2004-2013
menemukan fenomena bahwa 75% responden dari seluruh wilayah provinsi
Indonesia, pernah menyaksikan kecurangan dalam pelaksanaan UN di tahun
dimana masing-masing responden melaksanakan UN (Misbach, 2013). Dari
pemberitaan terbaru, Ombudsman menemukan bukti berupa softfile soal UN
fisika sebanyak 22 paket lengkap beserta paket soal susulannya dari seorang
siswa (tempo.com, 2014).
Tetapi sejak disahkan PP Nomor 13 Tahun 2015, nilai UN tidak menjadi
penentu kelulusan siswa lagi. Hal ini mengundang pertanyaan lainnya bagi
peneliti. Peneliti ingin mengetahui apakah dengan diberlakukannya PP Nomor
kalangan siswa?
Belajar berperilaku dengan cara yang disetujui masyarakat merupakan
proses yang harus dialami oleh setiap manusia, karena hal tersebut merupakan
salah satu tugas perkembangan anak. Bahkan sejak sebelum masuk sekolah,
anak seharusnya sudah dapat membedakan hal mana saja yang boleh dan tidak
boleh anak lakukan, karena anak akan mempelajari bahwa mematuhi aturan
masyarakat akan membawa keuntungan meskipun mereka tidak menyukai
aturan tersebut (Hurlock, 2010).
Menurut penelitian Gluecks dan Glueckss (Hurlock, 2010, hlm. 74),
kenakalan remaja bukan merupakan fenomena baru melainkan suatu lanjutan
perilaku asosial yang mulai pada masa kanak-kanak. Selain itu, Gleucks juga
mengatakan bahwa perilaku dalam kenakalan remaja terdapat kaitan erat dengan
lingkungannya. Maka, jika suatu kecurangan dimulai dari masa remaja,
kekhawatiran akan muncul perilaku tidak bermoral dimasa mendatang menjadi
semakin jelas. Selain itu, kecurangan yang didukung oleh lingkungan juga dapat
membuat anak melakukan pembiaran terhadap kecurangan lainnya (Gluecks
dalam Hurlock, 2010).
Sebuah perilaku dihasilkan oleh individu dikarenakan berbagai faktor yang
melatarbelakangi perilaku tersebut. Dalam hal ini proses penalaran atau proses
batin juga dapat mempengaruhi individu hingga menghasilkan perilaku tertentu.
Faktor-faktor yang dapat menjadi sumber dalam penalaran antara lain
pertimbangan kondisi dan situasi, pengetahuan, dan nilai yang dimiliki oleh
invidu (Rest,1983; dalam Kurtinez dan Gerwitz, 1993, hlm. 40). Salah satu
nilai dalam kehidupan, yaitu nilai agama, sebagai salah satu nilai yang
mengajarkan kebaikan, bisa menjadi dasar bagi individu melakukan sebuah
perilaku.
Agama berasal dari bahasa sangsakerta yaitu a-gamma, mencegah
kekacauan. Lowenthal (1995; Lowenthal, 2000), berpendapat bahwa terdapat
beberapa kesamaan umum yang menjadi bagian agama. Hal tersebut antara lain
keberadaan zat non-material (spiritual reality), meyakini bahwa tujuan
kehidupan adalah mengerjakan kebaikan dan menjauhi kejahatan, serta pada
perintah normatif. Maka perilaku normatif dan keberagamaan dianggap
memiliki kaitan yang erat. Dalam penelitian ini, perilaku normatif yang dikaji
lebih lanjut adalah kecurangan dalam konteks akademik atau perilaku
menyontek.
Nilai kebenaran yang diyakini oleh individu dapat berasal dari nilai agama
yang diyakininya (Kholberg, 1981; dalam Glover, 1997, hlm. 248). Penghayatan
nilai agama yang tercermin dalam komitmen menjalankan konsekuensi
beragama dan efek dari penghayatan agama, menjadi salah satu tolak ukur bagi
penentuan perilaku yang dieksekusi oleh individu (Pasaribu, 2008).
Pengajaran pendidikan agama di sekolah formal memiliki tempat penting
di setiap tingkat pendidikan. Pelajaran pendidikan agama diajarkan di sekolah
kepada siswa sejak tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga perguruan
tinggi. Hal tersebut merupakan usaha dari pemerintah untuk menjadikan
individu religius sesuai dengan pengamalan sila ke-satu Pancasila.
Stark& Glock (1968) berpendapat bahwa religiuitas seseorang melibatkan
bagaimana individu mempercayai, menghayati, memiliki pengetahuan,
meyakini, dan mengaplikasikan ritual dan ajaran agamanya. Ketika agama
mengajarkan kebaikan dan memerintahkan untuk menjauhi kejahatan
(Lowethal, 1995; dalam Lowenthal, 2000), maka akan muncul harapan bahwa
individu yang religius akan selalu baik. Individu yang religius juga tidak akan
berbuat curang, salahsatunya dengan berbuat curang saat UN.
Dari berbagai proses mental dan perilaku pelajar berkaitan dengan UN ini,
peneliti tertarik untuk melihat gambaran hubungan religiusitas dan perilaku
menyontek berdasarkan pengalaman peserta UN tingkat sekolah menegah atas
sederajat tahun 2015 di kota Bandung.
B. Rumusan Masalah
Dari fenomena tersebut, peneliti mengidentifikasi beberapa permasalahan
yang dapat dikaji lebih mendalam. Adapun permasalahan tersebut antaralain:
1. Bagaimana gambaran religiusitas peserta UN muslim tingkat
SMA sederajat di Kota Bandung?
tingkat SMA sederajat di Kota Bandung?
3. Bagaimana gambaran hubungan religiusitas dan perilaku
menyontek peserta UN muslim tingkat SMA sederajat di Kota
Bandung?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh dan mengkaji
informasi mengenai gambaran religiusitas dan perilaku menyontek peserta UN
2015. Adapun tujuan khusus penelitian ini antara lain:
1. Mengetahui gambaran religiusitas peserta UN muslim tingkat
SMA sederajat di Kota Bandung.
2. Mengetahui gambaran jenis dan tingkat perilaku menyontek
peserta UN tingkat SMA sederajat di Kota Bandung.
3. Mengetahui hubungan religiusitas dan perilaku menyontek peserta
UN muslim tingkat SMA sederajat di Kota Bandung.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya
khazanah kajian mengenai religiusitas dan perilaku menyontek. Selain itu,
pembaca dapat memperoleh gambaran hubungan penalaran moral anak
dan religiusitas terhadap perilaku menyontek.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini secara praktis diharapkan dapat dimanfaatkan
sebagai salah satu sumber evaluasi terhadap sistem pelaksanaan
UN dari aspek peserta yang mengikuti pelaksanaan UN tersebut.
E. Struktur Organisasi Skripsi
1. Bab I Pendahuluan
melakukan penelitian ini. Peneliti juga memaparkan mengenai
rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian secara teoritis dan
praktis, serta sistematika penulisan skripsi hasil penelitian ini.
2. Bab II Tinjauan Pustaka
Pada Bab II dipaparkan tinjauan pustaka yang terkait dengan
penelitian dan dijadikan acuan dalam penelitian ini. Bab ini juga
terdiri dari kerangka dan hipotesis penelitian.
3. Bab III Metode Penelitian
Bab ini terdiri dari lokasi, populasi, dan sampel penelitian. Bab
ini juga terdiri dari metode penelitian, variabel penelian beserta
defenisi operasional variabel tersebut, instrumen penelitian yang
menjelaskan spesifikasi instrumen, pengisian kuisoner, dan juga
penyekoran. Selain itu pada bab ini juga berisi tentang proses
pengembangan instrumen seperti uji keterbacaan instrumen, uji
validitas, dan juga uji reliabilitas. Bab ini juga berisi tentang tehnik
pengumpulan data, analisis data, dan juga prosedur penelitian.
4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini memaparkan hasil penelitian beserta analisis dari hasil
penelitian. Selain itu, temuan lain dalam penelitian juga dipaparkan dalam
bab ini.
5. Bab V Kesimpulan
Berisi kesimpulan penelitian serta saran konkret untuk