• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kesejahteraan pada Lanjut Usia di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salib Putih Kota Salatiga T1 462010017 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kesejahteraan pada Lanjut Usia di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salib Putih Kota Salatiga T1 462010017 BAB II"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Lanjut Usia (Lansia)

2.1.1. Pengertian Lanjut Usia (Lansia)

Ada dua pandangan tentang definisi lanjut usia menurut

J.W.Santrock, (2002), yaitu menurut pandangan orang barat

dan orang Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong

orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur

65 tahun ke atas. Sedangkan menurut pandangan orang

Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60

tahun, karena pada umumnya di Indonesia dipakai sebagai

usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan..

Hurlock,(1980), mengatakan ciri-ciri ketuaan merupakan

periode kemunduran. Kemunduran pada lansia sebagian

datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Kemunduran

dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki

peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.

Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki

motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang

kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.

Lansia merupakan status kelompok minoritas sebagai akibat

(2)

lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat yang jelek

terhadap lansia. Misalnya, lansia lebih senang

mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan

pendapat orang lain, dan penyesuaian yang buruk pada lansia.

Perlakuan yang buruk membuat lansia cenderung

mengembangkan konsep diri dalam bentuk perilaku yang

buruk. Menua juga merupakan perubahan peran. Perubahan

peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami

kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia

sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas

dasar tekanan dari lingkungan.

Menurut (Levinson, dalam Monks, 2002), dalam jurnal

(Sarvatra, 2010), bahwa dalam fase perkembangan lansia itu

berada dalam fase masa dewasa akhir berusia 60 tahun ke

atas. Arti tumbuh, bertambah besar dan mengalami diferensiasi

sebagai proses perubahan yang dinamis pada masa dewasa

yang terjadi bersama dengan keadaan menjadi tua.

Birren dan Schroots (dalam Monks, 2002), dalam jurnal

(Sarvatra, 2010), membedakan tiga proses sentral pada masa

dewasa lanjut, yaitu:

1) Penuaan sebagai proses biologis (Senescing)

2) Menjadi senior dalam masyarakat atau penuaan sosial

(3)

3) Penuaan psikologis subjektif (geronting).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat

disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang berusia > 60

tahun (di negara berkembang) atau > 65 tahun (di negara

maju) yang telah mengalami proses menjadi tua dan memiliki

kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara

jasmani, rohani maupun sosial.

2.1.2. Karakteristik Lanjut Usia

2.1.2.1 Karakteristik Fisik

Pada masa lansia, individu memiliki perubahan

fisik, baik yang dapat terlihat maupun yang tidak

tampak. Perubahan-perubahan fisik yang dapat

terlihat tersebut antara lain kulit yang mengeriput dan

kurang elastis serta rambut yang memutih. Tubuh

lansia juga terlihat lebih pendek karena jarak tulang

vertebra lebih rapat dan menipisnya diskus

intervertebrata. Sedangkan perubahan fisik yang tidak

tampak antara lain:

2.1.2.1.1. Penurunan berat otak disebabkan atrofi

neuron dalam otak. Efek lanjutnya adalah

penurunan koordinasi fisik maupun kognitif

sehingga kemampuan merespon juga

(4)

menyebabkan melemahnya daya ingat.

Sehingga lansia sering lupa makan atau

minum obat, yang pada akhirnya akan

menimbulkan penyakit.

2.1.2.1.2. Munculnya masalah pada alat-alat indera,

antara lain berupa kesulitan dalam

mempersepsikan warna, kesulitan dalam

membaca, menjahit dan berkurangnya

kemampuan mendengar. Penurunan

dalam indera pengecap dan penciuman

juga menyebabkan lansia kurang dapat

menikmati makanan. Serta penurunan

kekuatan dan keseimbangan sehingga

tidak mampu untuk melakukan aktivitas

yang memerlukan tenaga besar dan

keseimbangan dalam waktu yang lama.

Selain itu, lansia juga memiliki

kecenderungan untuk mengalami dementia

atau penurunan fungsi kognitif dan tingkah

laku yang disebabkan karena perubahan

fisiologis yang terjadi sejalan pertambahan

(5)

alzeimer (penurunan fungsi kognitif dan hilangnya kontrol terhadap fungsi tubuh

akibat kelainan pada otak). Selain itu,

lansia juga memiliki kecenderungan

Parkinson dengan gejala tremor, kekauan, pergerakan yang lambat dan postur yang

tidak stabil akibat kelainan neurologis

(Papalia, Olds, dan Feldman, 2004).

2.1.2.1.3. Pada dasarnya kemampuan fungsi seksual

dapat dijaga dengan aktivitas seksual yang

konsisten selama bertahun-tahun. Hanya

saja waktu yang diperlukan lebih lama

pada lansia laki-laki untuk ereksi atau

ejakulasi, sedangkan pada lansia

perempuan, stimulus rangsangan seksual

akan menjadi kurang kuat dibanding masa

mudanya.

2.1.2.1.4. Keadaan tubuh dan tulang

Kadar lemak dalam tubuh meningkat

akibat penurunan aktivitas fisik. Daya

motorik otot menurun akibat lansia jarang

bergerak. Jumlah air di dalam tubuh

(6)

karena kondisi tulang mulai rapuh,

sementara pertumbuhan tulang sudah

berhenti dan terjadi dekalsifikasi masa

tulang. Pengurangan massa tulang karena

pertambahan usia ini disebabkan

kurangnya mengkonsumsi makanan yang

mengandung zat Ca (kalsium), penurunan

fungsi pencernaan dan metabolisme,

jarang berolahraga, menopause dini, dan

hilangnya selera makan (anoreksia).

2.1.2.1.5. Pencernaan

Gangguan pada gigi dan perubahan

bentuk rahang mengakibatkan sulitnya

mengunyah makanan. Daya penciuman

dan perasa menurun, hal ini menyebabkan

turunnya selera makan yang berakibat

kekurangan gizi. Menurunnya produksi

asam lambung dan enzim pencernaan,

mempengaruhi penyerapan vitamin dan

zat-zat lain pada usus. Penurunan

perkembangan lapisan otot pada usus,

melemahkan dinding usus, dan

(7)

yang memproses racun, seperti

obat-obatan dan alkohol pun melemah.

2.1.2.1.6. Kekebalan tubuh

Akibat berkurangnya kemampuan tubuh

memproduksi antibodi pada masa lansia,

sistem kekebalan tubuhpun menurun. Hal

ini membuat lansia rentan terhadap

berbagai macam penyakit.

2.1.2.1.7. Jantung

Daya pompa jantung menurun karena

elastisitas dan kontradiksi otot jantung

melemah. Demikian juga dengan

vasodilatasi terjadi perubahan kolagen dan

elastin dalam dinding arteri.

2.1.2.1.8. Pernafasan

Fungsi paru-paru menurun akibat

berkurangnya elastisitas serabut otot polos

yang mempertahankan lumen sel nafas

dalam paru-paru tetap terbuka. Penurunan

fungsi ini akan lebih berat jika orang

bersangkutan memiliki kebiasaan merokok

(8)

2.1.2.1.9. Ekskresi

Aliran darah ke ginjal karena berkurangnya

jumlah nefron, yaitu unit yang berfungsi

menyaring sisa metabolisme dari darah

dan membuangnya menjadi urine. Hal ini

menyebabkan penurunan volume urine

dan frekuensi pengeluaran urine.

2.1.2.2 Karakteristik psikososial

Pada fungsi psikososial, lansia mengalami

perubahan pada gaya hidup. Hal ini dikarenakan pada

hubungan sosial, individu yang sebelumnya bekerja,

juga mengalami kehilangan identitas pada masa

pensiunnya dan memiliki banyaknya waktu luang

(Papalia, Olds dan Feldman, 2004).

Latihan fisik menjadi fokus dalam aktivitas waktu luang

pada sejumlah lansia karena bermanfaat untuk kesehatan,

kepercayaan diri dan semangat hidup. Aktivitas waktu luang

dan rekreasi pada lansia juga bermanfaat untuk memenuhi

kebutuhan akan persahabatan, kebutuhan mengalami hal

baru dan berbeda, untuk melepaskan diri dari tekanan

dalam berhubungan dengan orang lain, untuk menemukan

ketenangan dan keamanan, dan menemukan kesempatan

(9)

pelayanan (Tiensley et al. Dalam Newman & Newman, 2006).

Menurut Patterson (dalam Newman & Newman, 2006),

janda atau duda lansia yang terlibat dalam aktivitas luang

memiliki tingkat stress yang lebih rendah dibanding mereka

yang tidak terlibat dalam aktivitas-aktivitas tertentu. Namun

demikian bukan berarti dengan begitu mereka tidak berduka,

karena aktivitas sosial yang lansia lakukan membantu

merasa tidak terisolasi dan memberi perasaan akan adanya

nilai sosial.

Salah satu tema penting masa lansia adalah pada

pengaturan tempat tinggal. Di negara berkembang, para

lansia baik pria maupun wanita biasanya tinggal dengan

anak-anaknya dan cucu-cucunya (Papalia, Olds & Feldman,

2004). Sedangkan menurut McFall & Miller (dalam Papalia,

Olds & Feldman, 2004), lansia yang memiliki resiko tinggi

untuk tinggal di panti wredha adalah mereka yang hidup

sendiri, yang tidak mengambil bagian dalam aktivitas sosial,

yang memiliki keterbatasan kesehatan dan kemampuan,

serta yang memiliki keluarga yang terbebani dengan

kehadirannya.

Selain itu, lansia biasanya melewatkan kesempatan

(10)

jaringan sosial yang lebih kecil (Papalia, Olds & Feldman,

2004). Dengan demikian, bagi lansia, hubungan personal

menjadi hal yang penting, bahkan lebih dari sebelumnya,

walaupun dalam hubungan sosial, umumnya kehidupan

lansia diperkaya dengan kehadiran teman lama dan

keluarga. Perubahan psikososial lain yang terjadi pada

masa lansia adalah kehilangan pasangan (Papalia, Olds &

Feldman, 2004).

2.2. Kesejahteraan Lansia

2.2.1. Pengertian Kesejahteraan Lansia

Konsep kesejahteraan ini diperkenalkan oleh Neugarten

(dalam Palupi, 2008), dalam Jurnal Novalia, (2011), yaitu

diartikan sebagai kondisi psikologis yang dicapai oleh

seseorang pada saat berada pada lansia. Nathawat (dalam

Katarina, 2007) berpendapat bahwa kesejahteraan adalah

reaksi evaluasi seseorang mengenai kenyamanan hidupnya.

Ryff (dalam Palupi, 2008) dalam Jurnal Novalia, (2011),

menyatakan bahwa kesejahteraan adalah suatu keadaan

dimana individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri

sebagaimana adanya, memiliki hubungan positif dengan orang

(11)

mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan, mampu

menguasai lingkungan, serta memiliki tujuan dalam hidupnya.

Diener (dalam Papalia, Olds dan Feldman, 2004),

mengatakan bahwa kesejahteraan adalah perasaan subjektif

dan evaluasi individu terhadap hidupnya sendiri.

Berdasarkan dari beberapa definisi kesejahteraan yang

dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

kesejahteraan merupakan kondisi yang dapat dicapai oleh

individu, dimana individu dapat menerima kekuatan dan

kelemahan diri sebagaimana adanya, memiliki hubungan positif

dengan orang lain, mampu mengarahkan perilakunya sendiri,

mampu mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan,

mampu menguasai lingkungan, serta memiliki tujuan dalam

hidupnya dalam bentuk perasaan subjektif sebagai reaksi

evaluasi seseorang mengenai kenyamanan hidupnya.

Menurut Keyes, Ryff & Singer (dalam Papalia, Olds,

Feldman & Gross, 2004), ada 6 dimensi kesejahteraan yaitu:

1. Penerimaan Diri (Self Acceptance)

Individu yang memiliki kesejahteraan yang baik adalah

individu yang memiliki penerimaan diri yang baik. Jika

individu mempunyai penilaian diri yang baik, maka individu

tersebut memiliki sikap yang positif tentang dirinya,

(12)

termasuk bagus dan tidaknya kualitas dirinya, dan berpikir

positif tentang masa lalu.

2. Hubungan Positif dengan Orang Lain (Relations with Positive Others)

Pada dimensi ini, kesejahteraan dipandang dari interaksi

yang terjadi pada seorang individu dengan orang lain yang

ada di sekitarnya. Individu dikatakan memiliki kesejahteraan

yang baik jika individu tersebut memiliki interaksi yang positif

dengan orang lain. Interaksi positif tersebut antara lain

memiliki kehangatan dan kepercayaan dengan orang lain,

terkait dengan kesejahteraan orang lain, memiliki empati,

kasih sayang dan keintiman, serta mengerti, memberi dan

menerima dalam hubungan antar manusia.

3. Otonomi (Autonomy)

Pada dimensi otonomi ini seseorang yang kesejahteraannya

baik, terlihat dari kemandiriannya dalam menghadapi

sesuatu. Mereka lebih cenderung menjadi orang yang

memiliki otonomi yang baik sehingga dapat melakukan

pengambilan keputusan berdasarkan diri sendiri, tidak

tergantung, dapat menahan tekanan sosial untuk berpikir

dan membuat keputusan di jalan yang tepat, dapat

mengatur perilaku dan menilai diri sendiri dari standarnya

(13)

4. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)

Ketika seseorang dapat menguasai lingkungan, ia mampu

melihat peluang-peluang yang ada dan akan berdampak

positif bagi kehidupan orang tersebut. Seseorang yang

mempunyai penguasaan lingkungan yang tinggi akan

mempunyai rasa penguasaan dan kompetensi didalam

mengatur lingkungan, dapat mengontrol dan

mempersiapkan aktivitas eksternal, membuat sesuatu

menjadi efektif dengan menggunakan peluang yang ada dan

dapat memilih atau membuat kebutuhan seseorang dengan

tepat dan sesuai.

5. Tujuan Hidup (Purpose in Life)

Individu yang memiliki kesejahteraan yang baik adalah

orang yang mempunyai tujuan dan sasaran hidup, merasa

menjadi pemimpin, merasakan arti dari kehidupan sekarang

dan masa lalu dan memegang kepercayaan bahwa hidup

memiliki arti.

6. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)

Pertumbuhan pribadi yang dimaksud adalah mempunyai

rasa untuk terus berkembang, memaknai pertumbuhan dan

perkembangan diri sendiri, terbuka pada semua

(14)

peningkatan diri dan perilaku setiap waktu serta, mengubah

jalan jika melihat peluang baru yang lebih efektif.

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan

Menurut Andrew & Robinson (dalam syamsudin, 2008),

faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan individu lanjut

usia yang tinggal di panti wredha adalah:

a) Faktor pengalaman hidup dan interpretasinya

Faktor pengalaman hidup dan interpretasinya individu

terhadap pengalaman hidupnya menjadi suatu pengaruh

pada penilaian individu terhadap kehidupannya secara

umum.

b) Faktor Dukungan sosial

Dukungan sosial dari lingkungan akan sangat

mempengaruhi kesejahteraan yang dirasakan oleh individu

tersebut. Menurut Sarafino (dalam Syamsudin, 2008),

dukungan sosial ternyata juga memiliki hubungan dengan

kondisi kesejahteraan. Dukungan sosial didefinisikan

sebagai pemberi rasa nyaman, kepedulian, penghargaan,

atau bantuan kepada individu, yang bisa diperoleh dari

pasangan, keluarga, teman atau organisasi

kemasyarakatan. Individu yang mendapatkan dukungan

(15)

dihargai, dan menjadi bagian dalam jaringan sosial (seperti

keluarga dan organisasi tertentu) yang menyediakan tempat

bergantung ketika dibutuhkan.

Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat

dibagi ke dalam berbagai komponen yang berbeda-beda.

Misalnya Weiss (Cutrona dkk,1994 : 371) dalam artikel Drs.

H. Zainudin Sri Kuntjoro, Mpsi, (2002), mengemukakan

adanya 6 (enam) komponen dukungan sosial yang disebut

sebagai "The Social Provision Scale", dimana masing-masing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri , namun satu

sama lain saling berhubungan. Adapun

komponen-komponen tersebut adalah :

1) Kerekatan Emosional (Emotional Attachment)

Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan

seseorang memperoleh kerekatan (kedekatan)

emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang

menerima. Orang yang menerima dukungan sosial

semacam ini merasa tentram, aman dan damai yang

ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber

dukungan sosial semacam ini yang paling sering dan

umum adalah diperoleh dari pasangan hidup atau

anggota keluarga/teman dekat/sanak keluarga yang

(16)

lansia adanya orang kedua yang cocok, terutama yang

tidak memiliki pasangan hidup, menjadi sangat penting

untuk dapat memberi dukungan sosial atau dukungan

moral (moral support).

2) Integrasi sosial (Social Integration)

Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan

lansia untuk memperoleh perasaan memiliki suatu

kelompok yang memungkinkannya untuk membagi

minat, perhatian serta melakukan kegiatan yang

sifatnya rekreatif secara bersama-sama. Sumber

dukungan semacam ini memungkinkan lansia

mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa

memiliki dan dimiliki dalam kelompok. Adanya

kepedulian oleh masyarakat untuk mengorganisasi

lansia dan melakukan kegiatan bersama tanpa ada

pamrih akan banyak memberikan dukungan sosial.

Mereka merasa bahagia, ceria dan dapat mencurahkan

segala ganjalan yang ada pada dirinya untuk bercerita

atau mendengarkan ceramah ringan yang sesuai

dengan kebutuhan lansia. Hal itu semua merupakan

(17)

3) Adanya pengakuan (Reanssurance of Worth)

Pada dukungan sosial jenis ini lansia mendapat

pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta

mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga.

Sumber dukungan sosial semacam ini dapat berasal

dari keluarga atau lembaga/instansi atau

perusahaan/organisasi dimana sang lansia pernah

bekerja. Karena jasa, kemampuan dan keahliannya

maka ia tetap mendapat perhatian dan santunan dalam

berbagai bentuk penghargaan. Uang pensiun mungkin

dapat dianggap sebagai salah satu bentuk dukungan

sosial juga, bila seseorang menerimanya dengan rasa

syukur. Bentuk lain dukungan sosial berupa pengakuan

adalah mengundang para lansia pada setiap event / hari

besar untuk berpartisipasi dalam perayaan tersebut

bersama-sama dengan para pegawai yang masih

berusia produktif. Contoh: Setiap hari besar TNI maka

para mantan pejabat yang telah pensiun /memasuki

masa lansia biasa diundang hadir dalam upacara atau

(18)

4) Ketergantungan yang dapat diandalkan ( Reliable Reliance)

Dalam dukungan sosial jenis ini, lansia mendapat

dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang

dapat diandalkan bantuannya ketika lansia

membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial

jenis ini pada umum berasal dari keluarga. Untuk lansia

yang tinggal di lembaga, misalnya pada Sasana

Werdha ada petugas yang selalu siap untuk membantu

para lansia yang tinggal di lembaga tersebut, sehingga

para lansia mendapat pelayanan yang memuaskan.

5) Bimbingan (Guidance)

Dukungan sosial jenis ini adalah berupa adanya

hubungan kerja atau pun hubungan sosial yang

memungkinkan lansia mendapatkan informasi, saran,

atau nasehat yang diperlukan dalam memenuhi

kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi.

Jenis dukungan sosial jenis ini bersumber dari guru,

alim ulama, pamong dalam masyarakat, figur yang

(19)

6) Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance)

Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal

akan perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Jenis

dukungan sosial ini memungkinkan lansia untuk

memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung

padanya untuk memperoleh kesejahteraan. Menurut

Weiss (Cotuna dkk,1994), dalam artikel Drs. H. Zainudin

Sri Kuntjoro, Mpsi, (2002), sumber dukungan sosial ini

adalah keturunan (anak-anak) dan pasangan hidup.

Itulah sebabnya sangat banyak lansia yang merasa

sedih dan kurang bahagia jika berada jauh dari

cucu-cucu atau pun anak-anaknya. Dengan memahami

pentingnya dukungan sosial bagi lansia, kita semua

diharapkan mampu untuk memberikan partisipasi dalam

pemberian dukungan sosial sesuai dengan kebutuhan

lansia. Dengan cara memberikan dukungan sosial pada

lansia yang berada dekat dengan kita. Dengan

pemberian dukungan yang bermakna maka para lansia

akan dapat menikmati hari tua mereka dengan tentram

dan damai yang pada akhirnya tentu akan memberikan

banyak manfaat bagi semua anggota keluarga yang

(20)

2.3. Panti Werdha

2.3.1. Pengertian Panti Werdha

Pengadaan panti werdha bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan para lansia. Berdasarkan UU RI no 13 tahun

1998 tentang kesejahteraan lanjut usia (Direktorat Jenderal

Pelayanan dan Rehabilitas Sosial Lanjut Usia, 2004),

peningkatan kesejahteraan adalah peningkatan tata kehidupan

dan penghidupan sosial baik material maupun spiritual yang

diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman

lahir dan batin yang memungkinkan untuk mengadakan

kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial sebaik-baiknya.

Panti werdha merupakan lembaga perawatan atau rumah

perawatan yang dikhususkan untuk orang-orang dewasa lanjut.

Di panti werdha tersedia berbagai macam kebutuhan yang

dibutuhkan oleh para orang-orang lanjut usia dan tersedia juga

fasilitas kesehatan (Santrock, 2002).

Panti werdha merupakan unit pelaksanaan teknis yang

memberikan pelayanan sosial bagi lanjut usia, yaitu berupa

pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makanan dan

pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang

termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental serta agama,

sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi

(21)

Panti werdha adalah sebuah rumah atau tempat

penampungan untuk manusia lanjut usia. Sebuah sarana

dimana lansia diberikan fasilitas, layanan 24 jam, jadwal

aktifitas, dan hiburan yang dibutuhkan sesuai kebutuhan lansia.

Namun di bagian Negara Asia, panti werdha merupakan hal

yang masih kurang diterima masyarakat dikarenakan pola

pemikiran untuk menghormati yang lebih tua masih melekat

dalam jiwa penduduk asia. Pada jaman ini, masyarakat telah

memasuki era modernisasi sehingga timbulnya

perubahan-perubahan pola pikir dan sikap masyarakat.

Salah satu dampak negatif modernisasi adalah tumbuhnya

sikap individualistik. Sikap ini menyebabkan masyarakat

merasa tidak membutuhkan orang lain dalam beraktifitas,

padahal manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Sehingga

masyarakat cenderung bersaing mengejar tujuan pribadi. Hal

ini menyebabkan waktu dan pikiran yang tersita.

Ketika sikap ini dibawa kerumah, masing-masing individu

akan lebih fokus kepada keluarga inti. Sehingga bagian

keluarga yang sudah mulai menua kurang mendapat perhatian

dan perawatan dari anak cucu mereka. Keluarga yang tidak

mampu merawat akhirnya menempatkan lansia ke panti

werdha. Tentunya hal ini membuat para lansia merasa

(22)

bangunan dan fasilitas yang seadanya. Terkadang, bangunan

dan fasilitas yang seadanya itu membuat para lansia merasa

tidak nyaman dan tidak betah. Namun seringkali karena tidak

ada pilihan para lansia merasa terpaksa dan tidak senang yang

kemudian dapat menyebabkan gangguan kesehatan. (Artikel

Latar belakang panti jompo, 2012).

2.3.2. Alasan Lansia tinggal di Panti Werdha

Dalam Kadir, (2009), ada beberapa alasan yang

menyebabkan lansia tinggal di panti werdha, yaitu:

1. Perubahan tipe keluarga dari keluarga besar (extended family) menjadi keluarga kecil (nuclear family). Dimana

pada awalnya dalam keluarga terdiri dari ayah, ibu dan

anak-anak. Namun sesuai dengan perkembangan

keluarga ada tahap dimana keluarga menghadapi anak

yang menikah atau membentuk keluarga sendiri, sehingga

yang terjadi adalah orang tua akan tinggal berdua saja,

tentu saja kondisi ini membutuhkan peran pengganti

keluarga, yaitu institusi tertentu.

2. Berubah peran ibu. Pada awalnya peran ibu adalah

mengurus rumah tangga, anak-anak, dan lain-lain.

Sekarang telah mengalami perubahan dimana ibu juga

bertindak sebagai pencari nafakah yang bekerja di

(23)

seperti anak-anak dan kakek serta nenek dititipkan pada

institusi tertentu.

3. Kebutuhan sosialisasi orang lanjut usia itu sendiri. Apabila

ia tinggal dalam keluarga ia akan mengalami perasaan

yang bosan ditinggal sendiri, anaknya berangkat bekerja

dan cucunya ke sekolah. Sehingga ia membutuhkan suatu

lingkungan sosial, yang memiliki beberapa kesamaan

sehingga ia merasa betah dan kembali bersemangat yaitu

di panti werdha.

Panti werdha bisa menjadi pilihan yang baik untuk

menikmati hari tua mereka. Mereka akan menemukan teman

yang relatif seusia sehingga dapat berbagi cerita. Karena

keberadaan lansia di panti dengan berbagai karakter serta

memiliki berbagai ragam problematika maka perlu untuk

memberikan suatu penanganan khusus sesuai kelebihan serta

kekurangan yang mereka miliki.

Di panti werdha selain mendapatkan pelayanan berupa

pemenuhan kebutuhan dasar juga diberikan fungsi positif

lainnya yaitu program-program pelayanan sosial yang bisa

memberikan kesibukan buat mereka sebagai pengisian waktu

luang diantaranya pemberian bimbingan sosial, bimbingan

mental, spiritual serta rekreasi, penyaluran bakat dan hobi,

(24)

juga akan mendapatkan fasilitas serta

kemudahan-kemudahan/aksebilitas lainnya. Selain bersama teman

seusianya, mereka juga mendapatkan pelayanan maksimal

dari para pekerja sosial dimana mereka menemukan

(25)

KERANGKA PENELITIAN

Gambaran Kesejahtera

Lansia

Ya g Pali g dekat de ga bah siapa? Kedekatannya seperti apa? Dan bagaimana

perasaan bah?

sesuatu ya g lai atau tidak? Apakah Mbah erasa seri g kesepia ? Da

Apakah mbah merasa hidup ini memiliki arti? teman mbah, Ibu Asrama, dan para

pra urukti di pa ti i i? dipegang oleh mbah dalam suatu kelompok

misalnya menjadi koordinator dalam 1 kegiatan tertentu, dan bagaimana pendapat

teman-teman mbah ketika mbah menjadi koordi ator dala kelo pok tersebut? 2. Integrasi Sosial masa lalu , masa sekarang dan masa yang

aka data g

Me urut Mbah, apakah li gku ga yang bersih itu sangat penting? Dan Apakah

bah, peduli pada li gku ga sekitar?

5. Tujuan Hidup berarti dalah hidup bah ?

6. Kesempatan untuk mengasuh

(Opportunity for

Nurturance)

Me urut bah, apakah ada rasa kepedulia yang mbah berikan kepada sesama misalnya

mengasuh atau membantu sesama, lalu bagaimana perasaan mbah nyaman atau

tidak? 6. Pertumbuhan

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui informasi lalu lintas pada suatu tempat, khususnya masyarakat umum pengguna jalan raya, seringkali mereka menggunakan radio lokal atau bertanya kepada kenalan

Dengan mempelajari aplikasi-aplikasi yang telah dikembangkan sebelumnya, maka penulis bermaksud untuk membangun suatu sistem informasi lalu lintas berbasis web dan diharapkan

yang ditawarkan sehingga diharapkan penjual maupun pembeli akan lebih.. berskala luas daripada di Oto Bursa TVRI dengan target

memantulkan cahaya lebih baik dari pada permukaan yang tidak.

Berdasarkan hasil penelitian penulis, dapat diketahui bahwa Dampak konflik yang terjadi di Kabupaten Tuban pada Pilkada 2006 adalah kerusakan berbagai sarana yang digunakan oleh

Metodologi penulisan adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup dan pengu mpulan

Jaringan jalan merupakan salah satu jenis prasarana yang sangat penting keberadaannya guna terwujudnya suatu lingkungan pemukiman yang terencana dengan baik, teratur

[r]