xiii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN Disertasi
HALAMAN PERSETUJUAN Sidang Terbuka
MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
xiv
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Identifikasi Kebutuhan Alat Transportasi Global dan Nasional
B. Kapal Niaga Menuju Era Green Ship
C. Ballast Kapal, Kapasitas Tangki Ballast dan Dampak
Sebarannya
D. Munculnya Spesies Asing Pada Berbagai Negara
E. Air Ballast Kapal Niaga dan Dampaknya Terhadap Lingkungan
F. Konvensi Ballast Water Management (BWM) Tahun 2004
G. Pencemaran Logam Berat
H. Phytoplanton, Diatom, Dinoflagellata dan Mikroalga Penyebab
HAB (Harmful Algal Bloom)
I. Saprobitas
J. Analisis SWOT
K. Coastal Sediment Cell Teluk Semarang
L. Pengelolaan Air Ballast Kapal Niaga
xv
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
B. Desain Penelitian
C. Populasi dan Sampel
D. Variabel Penelitian
E. Materi Penelitian
F. Teknik Pengumpulan Data
G. Alur Penelitian
H. Pengolahan dan Analisis Data
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi PTES
2. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Pembuangan Air
Ballast Kapal Niaga di PTES
3. Kandungan Logam pada Air Ballast Kapal Niaga
4. Wawancara
5. Logam Berat Perairan PTES pada Musim Barat
xvi
6. Plankton Perairan PTES pada Musim Barat
7. Plankton dalam air ballast kapal niaga di PTES
8. Arah dan Kecepatan Arus di Perairan PTES pada Musim
Barat
9. Model Sistem Dinamis
B. Pembahasan
1. Korelasi phytoplankton, zooplankton dan logam berat dalam
air ballast kapal niaga terhadap perairan pelabuhan
2. Implementasi awak kapal niaga dalam mematuhi Konvensi
Ballast Water Management
3. Strategi yang dilakukan para pihak di pelabuhan Tanjung
Emas Semarang terhadap pengelolaan air ballast kapal niaga
4. Model pengelolaan air ballast kapal niaga berbasis
lingkungan untuk mencegah dampak lingkungan
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
248
303
309
333
341
353
358
366
391
393
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Jadwal Standar D-1 dan D-2 untuk kapal
konvensi
66
Tabel 2.2. Organisme Penyusun Kelompok Saprobitas 117
Tabel 2.3. Nilai SI dan TSI dan Indikasinya di Perairan 119
Tabel 2.4.
Tabel 2.5.
Hubungan antara Koefisen Saprobik (X) dengan
Tingkat Pencemaran Perairan
Jadwal standar D1 dan D2 untuk kapal konvensi
120
129
Tabel 4.1. Tabel Konseptual Variabel Pertama. 160
Tabel 4.2. Tabel Konseptual Variabel Kedua 166
Tabel 4.3. Kepatuhan awak kapal niaga terhadap peraturan
BWM
170
Tabel 4.4. Tabel Definisi Operasional Variabel Pertama 171
Tabel 4.5. Tabel Definisi Operasional Variabel Kedua. 172
Tabel 4.6. Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian. 195
Tabel 4.7. Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian, Hipotesa,
Metode, Jenis Data, Parameter/Variabel
Penelitian dan Analisis Data.
196
Tabel 5.1.
Tabel 5.2.
Dokumen pokok kapal asing
Perbandingan sedimen permukaan (mg/kg) pada
perairan PTES dengan wilayah perairan lainnya
206
xviii
Tabel 5.3. Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat
pasang (individu/liter) bulan Oktober 2015
dilihat dari genus di PTES
249
Tabel 5.4. Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat
surut (individu/liter) bulan Oktober 2015 dilihat
dari genus di PTES
250
Tabel 5.5. Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat
pasang (individu/liter) bulan November 2015
dilihat dari genus di PTES.
258
Tabel 5.6. Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat
surut (individu/liter) bulan November 2015
dilihat dari genus di PTES
259
Tabel 5.7. Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat
pasang (individu/liter) bulan Desember 2015
dilihat dari genus di PTES
267
Tabel 5.8. Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat
surut (individu/liter) bulan Desember 2015
dilihat dari genus di PTES
268
Tabel 5.9. Hasil pengukuran rata-rata parameter kualitas air
di PTES saat pasang dari bulan Oktober–
Desember 2015 dengan kisaran optimum.
276
Tabel 5.10. Hasil pengukuran rata-rata parameter kualitas air
di PTES saat surut dari bulan Oktober–
xix
Desember 2015 dengan kisaran optimum
Tabel 5.11. Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat
pasang (individu/liter) bulan Oktober 2015
dilihat dari genus di PTES
283
Tabel 5.12. Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat
surut (individu/liter) bulan Oktober 2015 dilihat
dari genus di PTES
285
Tabel 5.13. Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat
pasang (individu/liter) bulan November 2015
dilihat dari genus di PTES
289
Tabel 5.14. Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat
surut (individu/liter) bulan November 2015
dilihat dari genus di PTES
290
Tabel 5.15. Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat
pasang (individu/liter) bulan Desember 2015
dilihat dari genus di PTES
294
Tabel 5.16. Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat
surut (individu/liter) bulan Desember 2015
dilihat dari genus di PTES
295
Tabel 5.17. Komposisi dan kelimpahan phytoplankton pada
kapal niaga di PTES (individu/liter) bulan
Desember 2014 s/d Oktober 2015 dilihat dari
genus
xx
Tabel 5.18. Nilai TSI dan Spesies Pembentuk Saprobitas
phytoplankton di kapal niaga pada PTES (jumlah
individu/pengamatan)
304
Tabel 5.19. Komposisi dan kelimpahan zooplankton pada
kapal niaga di PTES (individu/liter) bulan
Desember 2014 s/d Oktober 2015 dilihat dari
genus.
305
Tabel 5.20. Jenis dan lokasi pengukuran di perairan Tanjung
Emas
310
Tabel 5.21. Distribusi Kecepatan arus kedalaman rata-rata
(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)
323
Tabel 5.22. Distribusi Kecepatan arus strata kedalaman 1
(4,8-6,0 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016).
323
Tabel 5.23. Distribusi Kecepatan arus strata kedalaman 2
(3,6-4,8 meter) Tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016.
324
Tabel 5.24. Distribusi Kecepatan arus strata kedalaman 3
(2,4-3,6 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016)
325
Tabel 5.25. Distribusi Kecepatan arus strata kedalaman 4
(1,2-2,4 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016)
xxi
Distribusi Kecepatan arus strata kedalaman 5
(0,0-1,2 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016)
Korelasi antara phytoplankton dan zooplankton
di perairan PTES dengan phytoplankton dan
zooplankton dalam air ballast kapal niaga
Genus/spesies, asal kapal dan wilayah perairan
Korelasi antara logam berat pada perairan PTES
dengan air ballast kapal niaga
Analisis SWOT
Tabel 5.31. Bobot kekuatan 364
Tabel 5.32.
Analisis Kebutuhan Pada Sistem Pengendalian
Air Ballast Kapal Niaga di PTES
Indeks polusi air ballast kapal niaga menurut
Palmer (1969)
365
374
xxii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Perhitungan kapasitas keluaran air ballast (David
et al., 2012)
34
Gambar 2.2. Tipikal sistem ballast pada kapal tanker Suezmax 35
Gambar 2.3. Tipikal sistem ballast pada kapal LNG 36
Gambar 2.4. Alexandrium catenenella (Drake, 2009 & marine
spesies.org, 2014)
40
Gambar 2.5. Chattonella cf. Verruculosa (Drake, 2009 &
europe-aliens.org, 2014)
41
Gambar 2.6. Coscinodiscus wailessii (Drake, 2009 &
nordicmicroalgae.org, 2014
42
Gambar 2.7. Odontella sinensis (Drake, 2009 &
nordicmicroalgae.org, 2014)
43
Gambar 2.8. Undaria pinnatifida (Drake,2009 &
centreforsciencecommunication.com, 2014)
44
Gambar 2.9. Neogobius melanostomus (Drake, 2009 &
invadingspecies.com, 2014)
46
Gambar 2.10. Dikerogammarus villosus (Drake, 2009 &
hydra-institute.com, 2014)
47
Gambar 2.11. Belut laut (Drake, 2009 & britishseafishing.co.uk,
2014)
49
xxiii 2014)
Gambar 2.13. Nothern snakehead (May, 2007 &
invadingspecies.com, 2014)
52
Gambar 2.14. Round goby (May, 2007 & nyis.info, 2014) 53
Gambar 2.15. Kerang zebra (Drake, 2009 & santuary.org, 2014) 54
Gambar 2.16. Organisme penyusun saprobitas oligosaprobik
(Liebmann, 1962)
122
Gambar 2.17. Organisme penyusun saprobitas β-mesosaprobik (Liebmann, 1962)
Organisme penyusun saprobitas polisaprobik
(Liebman, 1962)
Coastal Cell Teluk Semarang (Suripin, 2014)
Jenis teknologi pengolahan air ballast kapal niaga
(Waterboard, 2005)
Teknologi pengolahan air ballast kapal niaga
(Abu-Khader et al., 2011)
124
126
131
132
Gambar 3.1 Kerangka Teori 138
Gambar 3.2. Bagan Kerangka Konsep 143
Gambar 4.1. Stasiun Pengambilan Sampel 154
Gambar 4.2. Alur Penelitian 181
Gambar 5.1. Peta Pelabuhan Semarang (Landsat 8, 2014) 201
Gambar 5.2. Struktur Organisasi Kantor Syahbandar Kelas I
Semarang.
xxiv
Gambar 5.3. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast
yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2009
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
208
Gambar 5.4. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast
yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2009
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
208
Gambar 5.5. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast
yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2010
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
209
Gambar 5.6. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast
yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2010
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
210
Gambar 5.7. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast
yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2011
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
211
Gambar 5.8. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast
yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2011
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
212
Gambar 5.9. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast
yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2012
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
213
Gambar 5.10. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast
yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2012
xxv
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
Gambar 5.11. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast
yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2013
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
215
Gambar 5.12. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast
yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2013
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
216
Gambar 5.13. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast
yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2014
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
217
Gambar 5.14. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast
yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2014
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat).
218
Gambar 5.15. DWT & Kapasitas Tangki Ballast Kapal yang
Diteliti
219
Gambar 5.16. Konsentrasi Logam Pb dalam Tangki Ballast
Kapal Niaga
221
Gambar 5.17. Konsentrasi Logam Cd dalam Tangki Ballast
Kapal Niaga
223
Gambar 5.18. Konsentrasi Logam Cu dalam Tangki Ballast
Kapal Niaga
225
Gambar 5.19. Konsentrasi Logam Zn dalam Tangki Ballast
Kapal Niaga.
xxvi
Gambar 5.20. Suhu dan pH air laut pada tangki ballast kapal
niaga di PTES
227
Gambar 5.21. DO dan salinitas air laut pada tangki ballast kapal
niaga di PTES (Catatan DO pada kapal Sirimau
dan Bianiya tidak diambil)
228
Gambar 5.22. Kandungan TSS air laut pada tangki ballast kapal
niaga di PTES (Catatan : nilai TSS pada Sirimau
686 mg/liter)
230
Gambar 5.23. Konsentrasi rerata Pb (mg/liter) musim barat saat
pasang di perairan PTES
236
Gambar 5.24. Konsentrasi rerata Pb (mg/liter) musim barat saat
surut di perairan PTES
236
Gambar 5.25. Konsentrasi rerata Cd (mg/liter) musim barat saat
pasang di perairan PTES.
237
Gambar 5.26. Konsentrasi rerata Cd (mg/liter) musim barat saat
surut di perairan PTES
237
Gambar 5.27. Konsentrasi rerata Cu (mg/liter) musim barat saat
pasang di perairan PTES.
238
Gambar 5.28. Konsentrasi rerata Cu (mg/liter) musim barat saat
pasang di perairan PTES
239
Gambar 5.29. Konsentrasi rerata Zn (mg/liter) musim barat saat
pasang di perairan PTES.
240
xxvii surut di perairan PTES
Gambar 5.31. Konsentrasi logam berat rata-rata pasang bulan
Oktober s/d Desember 2015 di perairan PTES
241
Gambar 5.32. Konsentrasi logam berat rata-rata saat surut bulan
Oktober s/d Desember 2015 di perairan PTES
242
Gambar 5.33. Konsentrasi logam berat rerata pada sedimen
bulan Oktober 2015 di PTES
243
Gambar 5.34. Konsentrasi logam berat pada sedimen bulan
November 2015 di PTES
244
Gambar 5.35. Konsentrasi logam berat pada sedimen bulan
Desember 2015 di PTES
245
Gambar 5.36. Konsentrasi rata-rata logam berat sedimen bulan
Oktober-Desember 2015 di PTES
246
Gambar 5.37. Komposisi tekstur sedimen setiap stasiun 246
Gambar 5.38. Histogram Kelimpahan Phytoplankton di perairan
PTES saat pasang dan surut bulan Oktober 2015
251
Gambar 5.39. Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan
dominansi (D) phytoplankton saat pasang bulan
Oktober 2015 di PTES
251
Gambar 5.40. Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan
dominansi (D) phytoplankton saat pasang bulan
Oktober 2015 di PTES
252
xxviii Oktober 2015 di PTES
Gambar 5.42.
Gambar 5.43.
Gambar 5.44
Gambar 5.42. Nilai SI dan TSI phytoplankton saat
surut bulan Oktober 2015 di PTES.
Phytoplankton di perairan PTES di bulan Oktober
2015
Zooplankton di perairan PTES di bulan Oktober
2015
253
256
258
Gambar 5.45. Histogram Kelimpahan Phytoplankton di perairan
PTES saat pasang dan surut bulan November 2015
260
Gambar 5.46. Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan
dominansi(D) phytoplankton saat pasang bulan
November 2015 di PTES.
260
Gambar 5.47. Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan
dominansi(D) phytoplankton saat surut bulan
November 2015 di PTES
261
Gambar 5.48. SI & TSI phytoplankton saat pasang bulan
November 2015 di PTES
261
Gambar 5.49. SI & TSI phytoplankton saat surut bulan
November 2015 di PTES
262
Gamabar 5.50. Phytoplankton di perairan PTES di bulan
November 2015
265
Gambar 5.51. Zooplankton di perairan PTES di bulan November
2015
xxix
Gambar 5.52. Histogram Kelimpahan Phytoplankton di perairan
PTES saat pasang dan surut bulan Desember 2015
269
Gambar 5.53. Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan
dominansi(D) phytoplankton saat pasang (a) dan
surut (b) bulan Desember 2015 di PTES
269
Gambar 5.54. Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan
dominansi(D) phytoplankton saat pasang (a) dan
surut (b) bulan Desember 2015 di PTES
270
Gambar 5.55. SI & TSI phytoplankton saat pasang bulan
Desember 2015 di PTES.
270
Gambar 5.56. SI & TSI phytoplankton saat pasang bulan
Desember 2015 di PTES
271
Gambar 5.57. Phytoplankton di perairan PTES di bulan
Desember 2015
Zooplankton di perairan PTES di bulan Desember
2015
Pengambilan sampel air ballast melalui pipa
sounding pada tangki ballast kapal niaga
Pengambilan sampel air ballast melalui pipa
overflow pada tangki ballast kapal niaga
Pengambilan sampel air ballast melalui pipa
manhole pada tangki ballast kapal niaga
276
278
280
xxx
Gambar 5.62. Kapal keruk yang sedang beroperasi pada alur
tengah kolam pelabuhan dan dekat dermaga
kontainer (Oktober & Desember 2015).
283
Gambar 5.63. Histogram Kelimpahan Zooplankton saat pasang
dan surut bulan Oktober 2015 di PTES.
286
Gambar 5.64. Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan
dominansi(D) zooplankton saat pasang bulan
Oktober 2015 di PTES
287
Gambar 5.65. Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan
dominansi(D) zooplankton saat surut bulan
Oktober 2015 di PTES
287
Gambar 5.66. Histogram Kelimpahan zooplankton di perairan
PTES saat pasang dan surut bulan November
2015.
291
Gambar 5.67. Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan
dominansi(D) zooplankton saat pasang bulan
November 2015 di PTES
291
Gambar 5.68. Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan
dominansi(D) zooplankton saat surut bulan
November 2015 di PTES
292
Gambar 5.69. Histogram kelimpahan zooplankton di perairan
PTES saat pasang dan surut bulan Desember 2015
296
xxxi
dominansi(D) zooplankton saat pasang bulan
Desember 2015 di PTES
Gambar 5.71. Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan
dominansi(D) zooplankton saat surut bulan
Desember 2015 di PTES
297
Gambar 5.72. Nilai SI dan TSI di kapal niaga pada PTES 306
Gambar 5.73. Phytoplankton dari air ballast pada tangki ballast
kapal niaga
308
Gambar 5.74. Lokasi pengukuran di perairan Tanjung Emas
(Sumber: Google Earth, 2016)
310
Gambar 5.75. Ilustrasi Pengukuran (Perekaman Data) Kecepatan
dan Arah Arus menggunakan ADCP Argonout
XR 1 (Sumber : User’s Manual, Sontek Argonaut
XR)
311
Gambar 5.76. Grid Permodelan Arus 313
Gambar 5.77. Proses pemasangan ADCP di kolam PTES (16
Januari 2016)
314
Gambar 5.78. Profil Vertikal Kecepatan arus maksimum,
minimum dan rata-rata (tanggal 16 Januari 2016 –
19 Januari 2016).
315
Gambar 5.79. Kecepatan arus kedalaman rata-rata (Tanggal 16
Januari 2016 – 19 Januari 2016)
316
xxxii
(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)
Gambar 5.81. Kecepatan arus strata kedalaman 2 (3,6-4,8 meter)
(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016.
317
Gambar 5.82. Kecepatan arus strata kedalaman 3 (2,4-3,6 meter)
(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)
317
Gambar 5.83. Kecepatan arus strata kedalaman 4 (1,2-2,4 meter)
(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016).
318
Gambar 5.84. Kecepatan arus strata kedalaman 5 (0,0-1,2 meter)
(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016).
318
Gambar 5.85. Current rose kedalaman rata-rata (tanggal 16
Januari 2016 – 19 Januari 2016)
320
Gambar 5.86. Current rose strata kedalaman 1 (4,8-6,0 meter)
Tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016
320
Gambar 5.87. Current rose strata kedalaman 2 (3,6-4,8 meter)
(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)
321
Gambar 5.88. Current rose strata kedalaman 3 (2,4-3,6 meter)
Tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016.
321
Gambar 5.89. Current rose strata kedalaman 4 (1,2-2,4 meter)
(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)
322
Gambar 5.90. Current rose strata kedalaman 5 (0,0-1,2 meter)
(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)
322
Gambar 5.91. Proses pelepasan ADCP di kolam PTES (19
Januari 2016)
xxxiii
Gambar 5.92. Scatter plot kecepatan arus kedalaman Rata-rata
(Tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016).
328
Gambar 5.93. Scatter plot kecepatan arus strata kedalaman 1
(4,8-6,0 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016).
329
Gambar 5.94. Scatter plot kecepatan arus strata kedalaman 2
(3,6-4,8 meter) (Tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016)
329
Gambar 5.95. Scatter plot kecepatan arus strata kedalaman 3
(2,4-3,6 meter) (Tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016)
330
Gambar 5.96. Scatter plot kecepatan arus strata kedalaman 4
(1,2-2,4 meter) (Tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016)
330
Gambar 5.97. Scatter plot kecepatan arus strata kedalaman 5
(0,0-1,2 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016)
331
Gambar 5.98. Modelkecepatan dan arah arus pada kondisi
existing (pasang menuju surut)
332
Gambar 5.99. Modelkecepatan dan arah arus pada kondisi
existing (Surut menuju pasang)
333
Gambar 5.100. Model dinamis pembuangan logam berat dari
kapal niaga ke PTES
xxxiv
Gambar 5.101. Grafik penambahan logam Cu dari kapal niaga di
PTES selama 60 bulan.
336
Gambar 5.102. Grafik penambahan logam Cd dari kapal niaga di
PTES selama 60 bulan.
336
Gambar 5.103. Grafik penambahan logam Pb dari kapal niaga di
PTES selama 60 bulan.
337
Gambar 5.104. Grafik penambahan logam Zn dari kapal niaga di
PTES selama 60 bulan.
338
Gambar 5.105. Model dinamis plankton dari kapal niaga ke PTES 339
Gambar 5.106. Grafik populasi zooplankton dari kapal niaga di
PTES selama 60 bulan
340
Gambar 5.107. Grafik populasi phytoplankton dari kapal niaga di
PTES selama 60 bulan
341
Gambar 5.108. Kapal niaga yang membuang air ballast ke kolam
PTES
342
Gambar 5.109. Gyrosigma sp Hansall 1845 344
(sumber : http://protist.i.hosei.ac.jp/pdb/imageS)
Gambar 5.110. Diatomea vulgare Bory (1824) 344
(sumber :
http://craticula.ncl.ac.uk/EADiatomKey/html)
Gambar 5.111. Pinnularia tabellaria 345
(sumber : http://www.keweenawalga.htm)
xxxv http://www.algaebase.org)
Gambar 5. 113. Spirotanea condensata 346
(sumber :
http://protist.i.hosei.ac.jp/pdb/Galleries/USA1999)
Gambar 5.114. Lyngbya (sumber : https://en.wikipedia.org) 347
Gambar 5.115. Oscillatoria 347
(sumber : http://www.landcareresearch.co)
Gambar 5.116. Gonatozygon 348
(sumber : http://protist.i.hosei.ac.jp)
Gambar 5.117. Ankistrodesmus sp. 349
(sumber : http://protist.i.hosei.ac.jp)
Gambar 5.118. Tatmemorus laevis 349
(sumber : http://protist.i.hosei.ac.jp)
Gambar 5.119. Skeletonema sp. dan Thallassiosira sp. 350
(http://cfb.unh.edu/phycoke.page.html &
http://www.orhab.org/education.htm)
Gambar 5.120. Chaetoceros sp., Ceratium sp., dan
Pseudonitzshia
351
Gambar 5.121. Dinophysis sp., Pyrodinium, Nitzschia spp. 351
(http://oceandatacenter.ucsc.edu.html,
http://www.sms.si.edu.htm &
http://craticula.ncl.ac.uk.html)
xxxvi kapal 1
Gambar 5.123. Hasil rekapitulasi jawaban pertanyaan dari awak
kapal 2
356
Gambar 5.124. Rekapitulasi Jumlah Kapal DN dan LN di PTES 358
Gambar 5.125. Rekapitulasi DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan
Air Ballast yang Dibuang Kapal Dalam Negeri
pada PTES (2009-2014)
359
Gambar 5.126. Rekapitulasi DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan
Air Ballast yang Dibuang Kapal Luar Negeri pada
PTES (2009-2014)
360
Gambar 5.127. Grafik SWOT analisis 365
Gambar 5.128.
Gambar 5.129.
Gambar 5.130.
Gambar 5.131.
Gambar 5.131.
Diagram input-output sistem pengelolaan air
ballast kapal niaga di PTES
Jumlah kapal niaga dari luar negeri ke PTES
tahun 2011 sd/ 20112
Jumlah kunjungan kapal niaga domestik ke PTES
tahun 2011 s/d 2012
Model eksisting pengelolaan air ballast kapal
niaga
Model pengelolaan air ballast kapal niaga di
PTES
376
377
378
379
xxxvii
GLOSARI
Active
Substance
: substansi atau organisme, termasuk virus atau jamur
yang beraksi umum atau khusus melawan organisme
akuatik berbahaya dan pathogen.
Administration : pemerintah negara yang membawahi otoritas kapal
yang beroperasi. Perihal kapal yang berlayar dengan
bendera negara, administrasi adalah pemerintahan
negara. Pada platform terapung yang melaksanakan
eksplorasi dan eksploitasi di dasar laut, termasuk FSU
(Floating Storage Unit) dan FPSO (Floating
Production Storage and Offloading Unit),
administrasi adalah pemerintahan dari negara pantai.
Air Ballast
(ballast water)
: air penyeimbang berat yang ada di bagian bawah
kapal besar (tanker) (Rokhmin Dahuri, 2003); air yang
diambil ke atas kapal untuk mengontrol trim, list,
draught, stabilitas atau stress kapal; air yang
ditempatkan di kapal untuk menaikkan draft,
mengubah trim, mengatur stabilitas, atau menjaga
beban stress dalam batas yang diterima; termasuk
sedimen yang terakumulasi di tangki ballast dan palka
(National Research Council, 1996)
Anadromous : spesies yang bertelur (bereproduksi) pada lingkungan
xxxviii di lingkungan laut.
Autotropik : organisme yang mampu melakukan fotosintesis
(tumbuhan)
Ballast Water
Discharge
: air ballast yang akan dibuang ke laut
Ballast Water
Management
: proses mekanis, fisika, kimia dan biologi, baik sendiri
atau kombinasi, untuk mengeluarkan, mengurangi
bahaya atau menghindari pengambilan atau
pengeluaran orgasnisma perairan yang berbahaya
dalam air Ballast dan sedimen
Dilution method : proses penggantian air ballast dengan pengisian dari
puncak tangki ballast dengan aliran yang sama dengan
pengeluaran dari dasar dan dijaga pada level yang
konstan melalui sistem pertukaran ballast.
Flow through
method
: proses pergantian air ballast dengan pemompaan ke
tangki ballast untuk membawa air ballast, sehingga air
mengalir melalui pipa overflow dan susunan lainnya.
Ballast Water
Management
Plan
: dokumen yang merujuk regulasi B-1 dari Konvensi
yang menguraikan proses manajemen air ballast dan
implementasi prosedur di setiap kapal.
Ballast Water
Tank
: setiap tangki, palka atau ruangan yang digunakan
untuk membawa air ballast seperti dinyatakan pada
xxxix Ballast Water
Treatment
Equipment
: peralatan dengan proses mekanis, fisik, kimia atau
biologi baik secara sendiri atau kombinasi untuk
mengeluarkan bahaya atau menghindari pengambilan
atau pengeluaran organisme akuatik berbahaya dan
pathogen dalam air ballast dan sedimen. Peralatan
pengolahan air ballast dapat beroperasi pada
pengambilan atau pengeluaran air ballast, selama
pelayaran atau kombinasi keduanya.
Biocontrol : mengacu pelepasan satu spesies untuk mengontrol
yang lain
Biogeographic
region
: wilayah natural besar yang didefinisikan sebagai
karakteristik fisiografik dan biologi dimana spesies
hewan dan tanaman yang menunjukkan kemiripan.
Tidak terdapat garis batas tetapi lebih atau sedkit
dinyatakan dengan zona transisi.
Bioinvansi : terminology yang luas mengacu baik pada introduksi
dengan bantuan manusia dan ekspansi dalam
jangkauan alami
BWMS (Ballast
Water
Management
System)
: sistem yang memproses air ballast yang sesuai atau
melebihi standar kinerja air ballast sesuai regulasi
D-2. BWMS termasuk peralatan pengolahan, kontrol,
monitoring dan fasilitas sampling.
xl
laut, tetapi menghabiskan kehidupan dewasanya pada
lingkungan air tawar.
Certificate : sertifikat Rancangan Manajemen Air Ballast.
Committee : Marine Environment Protection Committee dari
Organisasi.
Comprehensive : terdapat nilai yang luas, termasuk ekonomi,
lingkungan, social dan budaya, dipertimbangkan saat
penilaian resiko dan membuat rekomendasi.
Consistency : pengujian resiko mencapia level tertinggi yang
seragam dari kinerja yang menggunakan proses umum
dan metodologi.
Continous
improvement
: Setiap model resiko yang setiap periode dikaji secara
mutakhir.
Control
equipment
: merujuk pada peralatan instalasi yang diperlukan
untuk pengoperasian dan pengontrolan peralatan
pengolahan air ballast.
Convention : konvensi internasional pada pengontrolan dan
manajemen air ballast kapal dan sedimen.
Cryptogenic : spesies yang tidak diketahui asalnya, yaitu spesies
yang tidak dapat menunjukkan asli atau masuk ke
wilayah.
Dasar keilmuan : penilaian resiko berdasarkan informasi terbaik yang
xli keilmuan.
Deballasting : proses pengambilan air laut ke dalam tangki ballast
kapal saat kapal di pelabuhan atau di laut, proses ini
dilakukan saat kapal melakukan pemuatan kargo.
Donor port : pelabuhan atau lokasi dimana air ballast diambil.
DWT (Dead
Weight Ton)
: berat dari muatan, bahan bakar, minyak pelumas, air
tawar, air ballast, perbekalan, penumpang dan ABK
(Anak Buah Kapal) atau berat keseluruhan kapal
dalam keadaan muatan penuh dan siap berlayar
dikurangi berat kapal kosong termasuk mesin,
permesinan dan perpipaan.
Efektifitas : penilaian resiko secara akurat pada ukuran resiko yang
diperlukan untuk mendapatkan tingkat proteksi yang
tepat; penilaian resiko yang secara akurat mengukur
resiko untuk memperoleh level tertentu dari proteksi.
Eukaryotic : organisme yang tidak memiliki inti sel sejati.
Euryhaline : spesies yang hidup pada salinitas yang luas
Eurythermal : spesies yang dapat hidup pada suhu yang luas
Freshwater : air dengan salinitas kurang dari 0,5 PSU (Practical
Salinity Unit)
Gross Tonnage : perhitungan volume semua ruang yang terletak di
bawah geladak kapal ditambah dengan volume
xlii
isi ruangan beserta semua ruangan tertutup yang
terletak di atas geladak paling atas (superstruktur).
Harmful aquatic
organisms and
pathogens
: organisme akuatik atau pathogen yang masuk ke laut
termasuk estuaria, atau ke dalam air tawar, yang dapat
membahayakan lingkungan, kesehatan manusia,
kepemilikan atau sumber alam, merusak
keberragaman biologi atau mengganggu keabsahan
yang terdapat pada daerah.
Heterotropik : organisme yang tidak memiliki kemampuan dalam
melakukan fotosintesis
Keluaran Air
Ballast
: air ballast yang dikeluarkan dari kapal.
Komprehensif : aspek yang lengkap, termasuk ekonomi, lingkungan,
social dan budaya yang dipertimbangkan saat
penilaian resiko dan pembuatan rekomendasi
Konsistensi : penggunaan metodologi dan proses yang umum pada
penilaian resiko untuk mendapatkan hasil tingkat
tinggi.
Land-based
testing
: tes BWMS yang dilakukan di laboratorium, pabrik
peralatan atau pilot proyek termasuk tongkang uji
yang tertambat atau kapal uji,menurut bagian 2 dan 3
dari Annex pada panduan, memastikan bahwa BWMS
xliii Manajemen
resiko
: skenario resiko terendah yang diwujudkan, dimana
resiko nol yang tidak dapat diperoleh, dan resiko yang
harus dikelola dengan menentukan tingkat resiko yang
dapat diterima.
Marine Water : air dengan salinitas lebih dari 30 PSU.
Minimum
dimensions
: dimensi minimum organisme berdasarkan ukuran
badan organisme dengan mengabaikan ukuran tulang
belakang, flagella atau antena.
Mixotrophic : organisme yang dapat melakukan fotosintesis namun
juga melakukan pemangsaan unutk pemenuhan
energinya.
Monitoring
equipment .
: merujuk pada instalasi peralatan untuk pengujian
efektifitas operasi peralatan pengolahan air ballast.
Non-Indigenous
Species
: setiap spesies di luar jangkauan aslinya, apakah
dibawa dengan sengaja atau tak sengaja oleh manusia
atau dibawa melalui proses alami.
Open ocean
atau mid ocean
: laut dengan kedalaman lebih dari 2000 m.
Organisme
fouling
: binatang dan tanaman, semacam teritip, kerang, dan
rumput laut, yang menempel pada substrat yang dibuat
manusia, seperi dermaga, pelampung navigasi, dan
bagian lunas kapal.
xliv
Persiapan : formulasi komersial yang mengandung satu atau lebih
substansi aktif termasuk aditif. Dalam terminologi ini
termasuk substansi aktif yang dihasilkan untuk
keperluan Ballast Water Management dan setiap
bahan kimia yang terdapat pada sistem Ballast Water
Management yang menggunakan substansi aktif
sesuai dengan Konvensi
Relevant
Chemical
: transformasi atau hasil reaksi yang dihasilkan selama
dan setelah penggunaaan Ballast Water Management
System pada air ballast atau dalam penerimaan
lingkungan dan mempertimbangkan keselamatan,
lingkungan perairan dan/atau kesehatan manusia.
Substansi Aktif : materi atau organisme, termasuk virus atau jamur
yang mempunyai aksi umum atau khusus terhadap
organisme perairan berbahaya dan pathogen.
Pathway : vektor, kegunaan (alasan mengapa spesies berpindah),
dan rute (koridor geografis dari titik A ke titik B).
Pencegahan : penilaian resiko bersama dengan pencegahan saat
pembuatan asumsi, dan rekomendasi, pertimbangan
pada ketidakpastian, ketidakhandalan dan
ketidakcukupan informasi.
Pengembangan
lanjut
: model resiko yang harus dikaji setiap periode dan
xlv lanjutan.
Precautionary : penilaian resiko bersama dengan tingkat pencegahan
saat membuat asumsi dan membuat rekomendasi,
dengan pertimbangan ketidakpastian, ketidaktahanan,
dan ketidakcukupan informasi.
Recipient port : pelabuhan atau lokasi dimana air ballast dikeluarkan.
Risk
management
: skenario resiko rendah tetap ada, tetapi resiko nol
dapat diperoleh, dan resiko semacam tersebut harus
diatur dengan penentuan level resiko yang dapat
diterima pada tiap kejadian.
Sampling
facilities
: peralatan yang dipasang untuk mengambil sampel.
Sampling facilities merujuk pada sistem yang
tersedia untuk sampling pada air ballast yang diolah
dan tidak diolah yang diperlukan pada panduan dan
pada “G2 (panduan sampling air ballast)” yang
dikembangkan Organisasi.
Sampling point : dimana pipa air ballast dimana sampel diambil.
Science based : penilaian resiko yang berdasarkan informasi terbaik
yang tersedia yang dikumpulkan dan dianalisa
menggunakan metode keilmuan.
Secretary
General
: Sekretaris Jenderal dari Organisasi.
xlvi kapal.
Sequential
method
: proses pada tangki ballast yang membawa air ballast
dimana pertama kali dikosongkan dan kemudian diisi
kembali dengan air ballast untuk memperoleh paling
sedikit 95% pertukaran volumetrik.
Ship : kapal dari setiap jenis yang beroperasi pada
lingkungan perairaan termasuk kapal selam, rakit
mengambang, platform mengambang, FSU dan
FPSO.
Shipboard
testing
: sistem pengujian skala penuh untuk melengkapi
BWMS yang dilakukan di kapal sesuai Annex bagian
2 sampai panduan, memastikan bahwa sistem telah
sesuai standar yang ditentukan regulasi D-2.
Spesies
introduksi
: spesies yang dibawa oleh aktivitas manusia-secara
sengaja atau tidak-ke wilayah yang secara historis
tidak terdapat, sekarang bereproduksi.
Stress : gaya yang bekerja pada badan kapal yang
menyebabkan terjadinya tekanan dan tegangan yang
dibedakan menjadi gaya statis dan gaya dinamis.
Gaya statis disebabkan oleh gaya berat dan gaya
apung sedangkan gaya dinamis disebabkan oleh
angin, ombak dan pergerakan kapal di atas air
xlvii
yang secara umum dan khusus membahayakan
organisme akuatik dan pathogen
Target species : spesies yang teridentifikasi oleh para Pihak yang
sesuai dengan kriteria yang merusak lingkungan,
kesehatan manusia, kepemilikan atau sumber alam
yang didefinisikan oleh pelabuhan, negara atau
wilayah biogeografik.
Trim : perbedaan antara draft depan di haluan dengan draft
belakang di buritan atau sudut kemiringan kapal
secara membujur.
Transparansi : alasan dan bukti yang mendukung tindakan yang
direkomendasikan oleh penilaian resiko, dan daerah
yang samar, terdokumentasi secara jelas dan tersedia
pada pengambil keputusan; alasan dan bukti yang
mendukung tindakan yang direkomendasikan oleh
penilaian resiko, dan daerah ketidakpastian (dan
konsekuensi kemungkinan untuk rekomendasi),
secara jelas didokumentasikan dan tersedia untuk
pembuat-keputusan.
Ukuran kapal
niaga
: dibagi dalam empat kategori yaitu kecil (100 s/d 499
GT), medium (500 s/d 24.999 GT), besar (25.000 s/d
59.900 GT) dan sangat besar (≥ 60.000 GT) (Equasis,
xlviii
Vektor : sarana fisik atau agen yang mana spesies dibawa. Air
ballast, pelampung kapal, dan perpindahan tiram
secara komersial adalah contoh vektor.
Viable organisms
: organisme atau tingkat kehidupan yang tinggal.
Efektivitas : penilaian resiko secara akurat pada ukuran resiko
yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat proteksi
yang tepat; penilaian resiko yang secara akurat
mengukur resiko untuk memperoleh level tertentu
dari proteksi.
Eukaryotic : organisme yang tidak memiliki inti sel sejati.
Eurhaline : spesies yang hidup pada salinitas yang luas
Eurythermal : spesies yang dapat hidup pada suhu yang luas
Freshwater : air dengan salinitas kurang dari 0,5 PSU (Practical
Salinity Unit)
Gross Tonnage : perhitungan volume semua ruang yang terletak di
bawah geladak kapal ditambah dengan volume
ruangan tertutup yang terletak di atas geladak dengan
isi ruangan beserta semua ruangan tertutup yang
terletak di atas geladak paling atas (superstruktur).
Harmful aquatic
organisms and
pathogens
: organisme akuatik atau pathogen yang masuk ke laut
termasuk estuaria, atau ke dalam air tawar, yang dapat
xlix
kepemilikan atau sumber alam, merusak
keberragaman biologi atau mengganggu keabsahan
yang terdapat pada daerah.
Heterotropik : organisme yang tidak memiliki kemampuan dalam
melakukan fotosintesis
Keluaran Air
Ballast
: air ballast yang dikeluarkan dari kapal.
Komprehensif : aspek yang lengkap, termasuk ekonomi, lingkungan,
sosial dan budaya yang dipertimbangkan saat
penilaian resiko dan pembuatan rekomendasi
Konsistensi : penggunaan metodologi dan proses yang umum pada
penilaian resiko untuk mendapatkan hasil tingkat
tinggi.
Land-based
testing
: tes BWMS yang dilakukan di laboratorium, pabrik
peralatan atau pilot proyek termasuk tongkang uji
yang tertambat atau kapal uji, menurut bagian 2 dan 3
dari Annex pada panduan, memastikan bahwa
BWMS sesuai standar regulai D-2.
Manajemen
resiko
: skenario resiko terendah yang diwujudkan, dimana
resiko nol yang tidak dapat diperoleh, dan resiko yang
harus dikelola dengan menentukan tingkat resiko
yang dapat diterima.
l Minimum
dimensions
: dimensi minimum organisme berdasarkan ukuran
badan organism dengan mengabaikan ukuran tulang
belakang, flagella atau antenna.
Mixotrophic : organisme yang dapat melakukan fotosintesis namun
juga melakukan pemangsaan unutk pemenuhan
energinya.
Monitoring
equipment
: merujuk pada instalasi peralatan untuk pengujian
efektifitas operasi peralatan pengolahan air ballast.
Non-Indigenous
Species
: setiap spesies di luar jangkauan aslinya, apakah
dibawa dengan sengaja atau tak sengaja oleh manusia
atau dibawa melalui proses alami.
Open ocean
atau mid ocean
: laut dengan kedalaman lebih dari 2000 m.
Organisme
fouling
: binatang dan tanaman, semacam teritip, kerang, dan
rumput laut, yang menempel pada substrat yang
dibuat manusia, seperti dermaga, pelampung navigasi,
dan bagian lunas kapal.
Organization : International Maritime Organization.
Persiapan : formulasi komersial yang mengandung satu atau lebih
substansi aktif termasuk aditif. Dalam terminology ini
termasuk substansi aktif yang dihasilkan untuk
keperluan Ballast Water Management dan setiap
li
Management yang menggunakan substansi aktif
sesuai dengan Konvensi
Relevant
chemical
: transformasi atau hasil reaksi yang dihasilkan selama
dan setelah penggunaaan Ballast Water Management
System pada air ballast atau dalam penerimaan
lingkungan dan mempertimbangkan keselamatan,
lingkungan perairan dan/atau kesehatan manusia.
Pathway : vektor, kegunaan (alasan mengapa spesies
berpindah), dan rute (koridor geografis dari titik A ke
titik B).
Pencegahan : bahwa penilaian resiko bersama dengan pencegahan
saat pembuatan asumsi, dan rekomendasi,
pertimbangan pada ketidakpastian, ketidakhandalan
dan ketidakcukupan informasi.
Pengembangan
lanjut
: model resiko yang harus dikaji setiap periode dan
diperbarui dengan memperhitungkan pengertian
lanjutan.
Precautionary : penilaian resiko bersama dengan tingkat pencegahan
saat membuat asumsi dan membuat rekomendasi,
dengan pertimbangan ketidakpastian, ketidaktahanan,
dan ketidakcukupan informasi.
lii
management dapat diperoleh, dan resiko semacam tersebut harus
diatur dengan penentuan level resiko yang dapat
diterima pada tiap kejadian.
Sampling
facilities
: peralatan yang dipasang untuk mengambil sampel.
Sampling facilities merujuk pada sistem yang tersedia
untuk sampling pada air ballast yang diolah dan tidak
diolah yang diperlukan pada panduan dan pada “G2
(panduan sampling air ballast)” yang dikembangkan
Organisasi.
Sampling point : tempat dimana pipa air ballast dimana sampel
diambil.
Science based : penilaian resiko yang berdasarkan informasi terbaik
yang tersedia yang dikumpulkan dan dianalisa
menggunakan metode keilmuan.
Secretary
General
: Sekretaris Jenderal dari Organisasi.
Sediments : sesuatu yang bermasalah yang dikeluarkan dari kapal.
Sequential
method
: proses pada tangki ballast yang membawa air ballast
dimana pertama kali dikosongkan dan kemudian diisi
kembali dengan air ballast untuk memperoleh paling
sedikit 95% pertukaran volumetrik.
Ship : kapal dari setiap jenis yang beroperasi pada
liii
mengambang, platform mengambang, FSU dan
FPSO.
Shipboard
testing
: sistem pengujian skala penuh untuk melengkapi
BWMS yang dilakukan di kapal sesuai Annex bagian
2 sampai panduan, memastikan bahwa sistem telah
sesuai standar yang ditentukan regulasi D-2.
Spesies
introduksi
: spesies yang dibawa oleh aktivitas manusia-secara
sengaja atau tidak-ke wilayah yang secara historis
tidak terdapat, sekarang bereproduksi.
Stress : gaya yang bekerja pada badan kapal yang
menyebabkan terjadinya tekanan dan tegangan yang
dibedakan menjadi gaya statis dan gaya dinamis.
Gaya statis disebabkan oleh gaya berat dan gaya
apung sedangkan gaya dinamis disebabkan oleh
angin, ombak dan pergerakan kapal di atas air
Substansi aktif : substansi atau organisme, termasuk virus atau jamur
yang secara umum dan khusus membahayakan
organisme akuatik dan pathogen
Target species : spesies yang teridentifikasi oleh para Pihak yang
sesuai dengan kriteria yang merusak lingkungan,
kesehatan manusia, kepemilikan atau sumber alam
yang didefinisikan oleh pelabuhan, negara atau
liv
Trim : perbedaan antara draft depan di haluan dengan draft
belakang di buritan atau sudut kemirngan kapal
secara membujur.
Transparansi : alasan dan bukti yang mendukung tindakan yang
direkomendasikan oleh penilaian resiko, dan daerah
yang samar, terdokumentasi secara jelas dan tersedia
pada pengambil keputusan; alasan dan bukti yang
mendukung tindakaan yang direkomendasikan oleh
penilaian resiko, dan daerah ketidakpastian (dan
konsekuensi kemungkinan untuk rekomendasi),
secara jelas didokumentasikan dan tersedia untuk
pembuat-keputusan.
TRC (Treatment
Rated Capacity)
: kapasitas kontinyu maksimum yang dinyatakan
m3/jam untuk pemenuhan tipe BWMS. Dinyatakan
dengan jumla air ballast yang dapat diolah setiap
unit waktu sesuai standar regulasi D-2 BWMS.
Ukuran kapal
niaga
: dibagi dalam empat kategori yaitu kecil (100 s/d 499
GT), medium (500 s/d 24.999 GT), besar (25.000
s/d 59.900 GT) dan sangat besar (≥ 60.000 GT)
(Equasis, 2011)
Vektor : sarana fisik atau agen yang mana spesies dibawa.
Air Ballast, lampung kapal, dan perpindahan tiram
lv
Viable organisms : organisme atau tingkat kehidupan yang tinggal.
Upwelling : fenomena dimana air laut yang lebih dingin dan
bermassa jenis lebih besar dari dasar laut bergerak
ke permukaan akibat pergerakan angin di atasnya.
Manifold : sekumpulan katup yang dideretkan untuk mengatur
aliran masuk fluida ke header dan separator yang
dikehendaki. Bila di kapal tangki manifold adalah
pipa yang melintang dari kiri ke kanan, tempat
fluida cairan yang dapat dimasukkan dari/ke tangki
kargo dari/menuju terminal muat.
Reducer : Pipa yang lebih kecil, sambungan yang lebih kecil
yang berhubungan dengan terminal muatan.
Mooring : Sistem yang berfungsi untuk menempatkan kapal
pada posisi tetap yang dikehendaki baik kapal
sedang membuang sauh atau pada saat sandar di
pelabuhan.
Overflow : Tumpahan atau lebihan
Pipa overflow : Pipa udara yang menghubungkan antara tangki
dengan udara luar, berfungsi mengeluarkan cairan
dari dalam tangki bila sudah penuh atau sebagai
ventilasi udara.
Pipa sounding : Pipa yang digunakan untuk tempat masuknya
lvi
sehingga kru kapal dapat mengetahui volume tangki
tersebut.
Sloshing : Pergerakan cairan di dalam tangki yang diakibatkan
oleh gaya-gaya dari luar kapal yang mempengaruhi
stabilitas kapal.
Anthropogenik : sumber pencemaran yang tidak alami timbul karena
ada pengaruh atau campur tangan manusia atau
aktifitas manusia
Aerobik : Kondisi terdapat udara, dikaitkan dengan mikroba
yaitu kondisi dimana memerlukan oksigen sebagai
aseptor elektron.
Anaerobik : Kondisi tidak terdapat udara, dikaitkan dengan
mikroba yaitu kondisi dimana tidak memerlukan
oksigen sebagai aseptor elektron.
Aluvial : jenis tanah yang terbentuk karena endapan, daerah
endapan terjadi di sungai, danau yang berada di
dataran rendah, ataupun cekungan yang memungkin
lvii
DAFTAR SINGKATAN
IMO : International Maritime Organization
IMCO : Inter Govermental Maritime Consultative Organization
MEPC : Marine Environment Protection Commitee SOLAS : Safety of Life at Sea
NPDES : National Pollution Discharge Elimination System EPA : Environmental Protection Agency
CWA : Clean Water Act
EEZ : Exclusive Economic Zone
NISA : National Invasive Species Act CSA : Canada Shipping Act
AQIS : the Australia Quarantine Shipping and Inspection Service
USCG : United States Coast Guard DNV : Det Norse Veritas
BBTKL-PPM : Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan-Perlindungan Penyakit Menular
WS&TB : Water Science and Technology Board BWMS : Ballast Water Management System QMP : Quality Management Plan
QAPP : Quality Assurance Project Plan
MSDS : Marine Safety Data Sheet PSC : Port State Control
Pelindo : Pelabuhan Indonesia
Pelni : Pelayaran Nasional Indonesia WCP
:
West Central Pasificlviii
lix
ABSTRAK
A. Agus Tjahjono. 30000212510001. Analisis Pengelolaan Air Ballast Kapal
Niaga Berbasis Lingkungan Di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang (Azis
Nur Bambang, Sutrisno Anggoro)
Kapal niaga di dalam pengoperasiannya mempergunakan air laut yang disimpan dalam tangki ballast untuk menjaga stabilitas kapal tersebut. Pada saat muatan kosong maka kapal niaga akan mengambil air laut dari pelabuhan asal dan akan mengeluarkan air laut dari tangki ballastnya di perairan pelabuhan berikutnya saat melakukan kegiatan pemuatan. Pembuangan air ballast telah menimbulkan dampak buruk bagi ekosistem perairan, ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis korelasi phytoplankton, zooplankton dan logam berat dalam air ballast kapal niaga dengan perairan PTES, (2) mendeskripsikan implementasi awak kapal niaga dalam mematuhi Konvensi Ballast Water Management, (3) menganalisis strategi yang dilakukan para pihak di PTES dalam pengelolaan air ballast kapal niaga, (4) mengembangkan model pengelolaan air ballast kapal niaga berbasis lingkungan untuk mencegah dampak lingkungan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian yaitu penelitian deskriptif analitik yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin dan mendalam tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti. Hasil penelitian menujukkan terdapat korelasi positif phytoplankton,zooplankton dan logam berat pada air ballast kapal niaga terhadap phytoplankton, zooplankton dan logam berat pada perairan PTES. Pertukaran air ballast kapal di laut sesuai standar D1 hanya dilakukan oleh sedikit awak kapal baik dari mahasiswa yang telah praktek berlayar maupun Perwira Siswa dengan nilai sebesar 14,8%. Strategi yang dilakukan pihak regulator yaitu Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Tanjung Emas yaitu dengan melakukan peningkatan kekuatan dan mengurangi ancaman. Model pengelolaan air ballast yang dapat dilakukan oleh pengelola pelabuhan dalam hal ini Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III yaitu menyediakan tangki penampungan air ballast dari kapal niaga yang selanjutnya dilakukan pengolahan oleh Pelindo III dengan kapasitas sebesar 51.090 m3 per bulanatau 81.744 kL per bulan. Pihak regulator bersama pihak terkait perlu melakukan upaya penelitian dan pengawasan terhadap kapal niaga dalam negeri terhadap kepatuhan pelaksanaan aturan Ballast Water Management, penelitian alat pengolah air ballast bagi kapal niaga dalam negeri yang efektif dan sesuai dengan kondisi perairan tropis, kerjasama dengan pihak Balai Karantina dalam pengawasan air ballast bagi kapal niaga.
lx
ABSTRACT
A. Agus Tjahjono. 30000212510001. Analysis of Management for Ballast
Water of Commercial Vessels Based on Environment in Tanjung Emas Port,
Semarang (Azis Nur Bambang, Sutrisno Anggoro)
Commercial vessels in operation is using sea water stored in the ballast tanks to maintain stability of the ship. At the time of the empty cargo on commercial vessels would take sea water from the departure port and will disharge sea water from the ballast water tank to the next port when performing loading activities. water of commercial vessels to prevent environmental impact. The method used in this research is descriptive analysis and provide a description or commentary on a situation as clearly as possible and without any in-depth treatment of the object studied. The result shows there is a positive correlation of phytoplankton, zooplankton and heavy metals in the ballast water of commercial vessels to phytoplankton, zooplankton and heavy metals in waters PTES. Vessels’s ballast water exchange at sea according to the standard D1 is only done by a few respondents either of the students who had been the practice of sailing and Officers Students with a value of 14.8%. The strategy carried out by the regulators such us the Harbor Master and Port Authority of Tanjung Emas are conducting an increase strength and reducing the threat. Ballast water management model can be done by the Port Authority, in this model PT Pelindo III which provides a ballast water tank of the commercial vessels for further processing. It done by Pelindo III with a capacity of 51,090 m3 per month or 81,744 kL per month. Regulators together with related parties should conduct to research and supervision for domestic’s commercial vessels towards compliance with the implementation rules of Ballast Water Management, research for processor ballast water treatment for the domestic’s commercial vessels effectively and in accordance with the conditions of tropical waters, in cooperation with the Quarantine in supervision of ballast water for commercial vessels.
lxi
RINGKASAN
Kapal niaga di dalam pengoperasiannya mempergunakan air laut yang
disimpan dalam tangki ballast untuk menjaga stabilitas kapal tersebut. Pada saat
muatan kosong maka kapal niaga akan mengambil air laut dari sekitar pelabuhan
dan setelah mencapai pelabuhan berikutnya sesaat selesai memuat muatan maka
kapal tersebut akan membuang air laut yang terdapat pada tangki ballastnya.
Sistem air ballast di kapal niaga menggunakan pompa air laut (pompa
Ballast) untuk mengeluarkan atau memasukkan air laut ke dalam tangki ballast.
Selain untuk meningkatkan stabilitas kapal, air laut pada tangki ballast kapal
dipergunakan untuk memperoleh kedalaman kapal seperti yang diinginkan,
meningkatkan kecepatan, mengubah trim, menurunkan momen tekuk atau gaya
pembagi, mengontrol list selama muat dan bongkar dan meningkatkan manuver
kapal niaga (van Dokkum, 2005).
Pembuangan air ballast kapal telah menimbulkan dampak buruk bagi
ekosistem di Amerika Serikat seperti pada perairan air tawar di Great Lakes
ditemukan paling sedikit 139 spesies asing dan ikan ruffee dari Eropa menjadi
spesies yang berbahaya akibat air ballast kapal (Mills et al., 1994).
Akibat pembuangan air ballast juga berdampak pada bidang ekonomi pada
wilayah yang dimasukinya, seperti yang dikemukakan oleh Lovell et al. (2006)
menyatakan masuknya ikan bukan asli ke wilayah Amerika Serikat akan
merugikan perekonomian sebesar 1 milyar sampai dengan 5,7 milyar dolar AS per
tahun di samping itu krustasea invasif merugikan perikanan senilai 22,8 juta dolar
AS per tahun dan alga bloom dari air ballast kapal akan menyebabkan kerugian
ekonomi sebesar 21,8 juta dolar AS per tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dikemukakan oleh Lin et al. (2007) yang menyatakan dari tahun 1970
sampai dengan sekarang, perkembangan ekonomi yang cepat (selama 3 dekade)
secara bersamaan akan meningkatkan invasi biologi dimana faktor ekonomi (r2 =
0,378) memegang peranan yang utama dibanding dengan faktor iklim (r2 = 0,347).
Indonesia saat ini bersama-sama dengan negara anggota ASEAN lainnya
lxii
masuk dalam para pihak yang menandatangani Konvensi Ballast Water
Management 2004. Di sisi lain Malaysia sebagai sesama anggota ASEAN telah
menandatangani Konvensi tersebut (mulai Agustus 2010), sebagai wujud
kepedulian negara tersebut terhadap lingkungan maritimnya. Pada saat ini
Konvensi tersebut belum diberlakukan secara internasional (status 7 April 2014),
karena baru ditandatangani oleh 38 negara dengan 30,38% tonase dunia
(http://www.imo.org). Konvensi ini akan berlaku di seluruh dunia, 12 bulan
setelah ditandatangani oleh lebih dari 30 negara yang mewakili lebih dari 35%
tonase dunia dari kapal niaga (DNV, 2013).
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang (PTES) terletak di pantai utara Provinsi
Jawa Tengah dengan posisi pada 060 53’ Lintang Selatan dan 1100 24’ Bujur Timur. Kondisi dasar laut berlumpur, dengan kedalaman terdangkal 3,5 m dan
terdalam 10 m (Hidro-Oceanografi, 1983). PTES merupakan pelabuhan yang
terjadi kenaikan arus barang rata-rata sebesar 10% dari tahun 1970-1983. Arus
barang yang lancar dapat mempermudah dan meningkatkan kegiatan
perekonomian masyarakat di Jawa Tengah (Pelabuhan Indonesia III, 2012). Pada
kolam PTES terdapat muara Kali Baru, dermaga pupuk, dermaga khusus gandum
curah, dermaga penumpang, dermaga kapal kargo, dermaga kontainer dan
dermaga gas. Kapal niaga yang masuk ke PTES didominasi oleh kapal dalam
negeri dibanding kapal dari luar negeri.
Dengan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk (1)
menganalisis korelasi phytoplankton, zooplankton dan logam berat dalam air
ballast kapal niaga dengan perairan PTES, (2) mendeskripsikan implementasi
awak kapal niaga dalam mematuhi Konvensi Ballast Water Management, (3)
menganalisis strategi yang dilakukan para pihak di pelabuhan Tanjung Emas
Semarang terhadap pengelolaan air ballast kapal niaga, (4) mengembangkan
model pengelolaan air ballast kapal niaga berbasis lingkungan untuk mencegah
dampak lingkungan.
lxiii
a. Memahami korelasi phytoplankton, zooplankton dan logam berat dalam air
ballast kapal niaga terhadap phytoplankton, zooplankton dan logam berat
pada perairan PTES
b. Memahami sejauh mana implementasi awak kapal niaga dalam mematuhi
Konvensi Ballast Water Management
c. Memahami dan mampu mengimplementasikan strategi yang dilakukan para
pihak di pelabuhan Tanjung Emas Semarang terhadap pengelolaan air ballast
kapal niaga
d. Memahami dan mampu mengimplementasikan model pengelolaan air ballast
kapal niaga berbasis lingkungan untuk mencegah dampak lingkungan
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian yang
dilakukan, maka dapat dirumuskan dugaan sementara sebagai berikut :
a. Terdapat korelasi positif phytoplankton, zooplankton dan logam berat dalam
air ballast kapal niaga terhadap phytoplankton, zooplankton dan logam berat
pada perairan PTES;
b. Implementasi awak kapal niaga dalam mematuhi Konvensi Ballast Water
Management tidak dipatuhi;
c. Tidak dikemukakan;
d. Tidak dikemukakan
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik. Dalam penelitian ini
dilakukan observasi terhadap delapan stasiun penelitian di kolam PTES mulai dari
muara Kali Baru sampai dengan dermaga gas yang dilakukan pada musim barat
yaitu mulai bulan September 2015 sampai dengan Desember 2015. Penelitian juga
dilakukan pada air ballast yang terdapat pada tangki ballast kapal niaga yang
datang ke dermaga PTES dan dilakukan mulai bulan Desember 2014 sampai
dengan Oktober 2015.
a. Untuk membuktikan terdapat korelasi positif phytoplankton dalam air ballast
kapal niaga terhadap phytoplankton pada perairan PTES maka dilakukan
penghitungan jumlah phytoplankton baik pada perairan PTES maupun pada
lxiv
logam berat pada air ballast kapal niaga terhadap zooplankton dan logam
berat pada perairan PTES dilakukan dengan cara sama dengan phytoplankton.
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan kemudian diolah dengan
menggunakan program SPSS Versi 22.
b. Untuk membuktikan implementasi awak kapal niaga dalam mematuhi
Konvensi Ballast Water Management ketentuan yang telah ditetapkan IMO
yaitu menggunakan kuesioner untuk menjawab pertanyaan sejauh mana
Konvensi telah dilaksanakan dan juga wawancara dengan responden.
Prosedur sampling dengan menggunakan metode random sampling yaitu
proses pemilihan sampel dengan seluruh anggota populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk dipilih (Kountur, 2007). Metode yang dipilih
dengan menggunakan cluster random sampling yaitu mengelompokkan
anggota populasi ke dalam kelompok, kelompok pertama populasi responden
yang telah mengalami praktek berlayar satu tahun, kelompok kedua adalah
responden dengan pengalaman berlayar lebih dari dua tahun.
c. Untuk memperoleh strategi yang harus dilakukan pihak di PTES dalam
pengelolaan air ballast kapal niaga dilakukan dengan menggunakan kuisioner
dan wawancara terhadap pihak terkait di PTES. Hasil wawancara dan
kuisioner setelah itu dilakukan analisis SWOT.
d. Untuk memperoleh model pengelolaan air ballast kapal niaga dilakukan
dengan menggunakan analisis sistem dinamis dan studi literatur sehingga
dapat diperoleh model yang tepat dalam pengelolaan air ballast kapal niaga di
PTES.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Korelasi zooplankton pada air ballast kapal niaga berkorelasi sedang terhadap
zooplankton di perairan PTES sebesar 0,489 atau 48,9%, korelasi
phytoplankton pada air ballast kapal niaga berkorelasi sedang terhadap
phytoplankton di perairan PTES sebesar 0,583 atau 58,3%. Terdapat korelasi
yang sedang phytoplankton di perairan dan di kapal. Terdapat korelasi yang
kuat logam Cd di perairan dan di kapal. Pada kapal niaga ditemukan