• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Kota Pekanbaru Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Kota Pekanbaru Tahun 2016"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

Menurut Wibowo (2010), akhir –akhir ini perusahaan telah menaruh perhatian pada pengukuran kinerja orang. Semua akuntabilitas orang dituangkan dalam evaluasi. Tetapi perusahaan jarang memahami bagaimana menerjemahkan kinerja orang ke dalam kinerja organisasional, yang akhirnya mendorong kinerja pekerja paling bawah. Mata rantai yang hilang adalah budaya. Perusahaan lebih baik memahami dan membangun performance-driven organization, dengan memahami bagaimana budaya mereka mendorong kinerja mereka yang berada di baris depan.

(2)

seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Prawirosentono (dalam Sutrisno, 2010) faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah sebagai berikut :

1. Efektivitas dan Efisiensi

Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Masalahnya adalah bagaimana proses terjadinya efisiensi dan efektivitas organisasi. Dikatakan efektif bila mencapai tujuan, dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak. Artinya efektivitas dari kelompok (organisasi) bila tujuan kelompok tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sedangkan efisien berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Agar tercapai tujuan yang diinginkan organisasi, salah satu yang perlu mendapatkan perhatian adalah hal yang berkaitan dengan wewenang dan tanggung jawab para peserta yang mendukung organisasi tersebut.

2. Otoritas dan Tanggung Jawab

(3)

mendukung kinerja karyawan tersebut. Kinerja karyawan akan dapat terwujud bila karyawan mempunyai komitmen dengan organisasinya dan ditunjang dengan disiplin kerja yang tinggi.

3. Disiplin

Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang

ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara perusahaan dan karyawan. Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam perusahaaan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai disiplin yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik.

Disiplin juga berkaitan dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar. Dalam hal seorang karyawan melanggar peraturan yang berlaku dalam organisasi, maka karyawan bersangkutan harus sanggup menerima hukuman yang telah disepakati. Masalah disiplin para karyawan yang ada di dalam organisasi baik atasan maupun bawahan akan memberi corak terhadap kinerja organisasi. Kinerja organisasi akan tercapai, apabila kinerja individu maupun kinerja kelompok ditingkatkan. Untuk itu diperlukan inisiatif dari para karyawannya dalam melaksanakan tugas.

4. Inisiatif

Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk

(4)

inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan positif dari atasan, kalau memang dia atasan yang baik.

Atasan yang buruk akan selalu mencegah inisiatif bawahan, lebih – lebih bawahan yang kurang disenangi. Bila atasan selalu menghambat setiap inisiatif, tanpa memberikan penghargaan berupa argumentasi yang jelas dan mendukung, menyebabkan organisasi akan kehilangan energi atau daya dorong untuk maju. Dengan perkataan lain, inisiatif karyawan yang ada di dalam organisasi merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja(Sutrisno, 2010).

Menurut Gibson,dkk (1997), ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi kinerja seseorang, yaitu :

1. Variabel Individu, terdiri dari :

a. Kemampuan dan keterampilan

Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau pekerjaan

b. Latar belakang

Kondisi dimasa lalu yang mempengaruhi karakteristik dan sikap mental seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman di masa lalu.

c. Demografis

(5)

2. Variabel Organisasi

a. Sumber daya

Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan dinilai seperti sumber daya alam.

b. Kepemimpinan

Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi.

c. Imbalan

Balas jasa yang diterima oleh pegawai atau usaha yang telah dilakukan di dalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara instriksi maupun ekstrinsik.

d. Struktur

Hubungan wewenang dan tanggung jawab antar individu di dalam organisasi dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi.

e. Desain Pekerjaan

Job description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan job description.

3. Variabel Psikologis, terdiri dari :

a. Persepsi

(6)

b. Sikap

Kesiapan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain.

c. Kepribadian

Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang. d. Belajar

Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan memahami sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan pekerjaan.

e. Motivasi

Merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusias dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan tertentu.

(7)

2.1.3 Penilaian Kinerja

Pada prinsipnya kinerja unit – unit organisasi dimana seseorang atau sekelompok orang berada di dalamnya merupakan pencerminan dari kinerja sumber daya manusia bersangkutan.Untuk mengetahui kinerja karyawan diperlukan kegiatan – kegiatan khusus. Menurut Simamora yang dikutip Yani (2012) penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses yang dipakai oleh perusahaan / organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan. Bernadin dan Russel (dalam Sutrisno, 2010) mengajukan enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu:

1. Quality

Tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.

2. Quantity

Jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit, dan siklus kegiatan yang dilakukan.

3. Timeliness

Sejauh manasuatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki, dengan memerhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan orang lain.

4. Cost efectiveness

(8)

tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya.

5. Need for supervision

Tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.

6. Interpersonal impact

Tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik, dan kerja sama di antara rekan kerja dan bawahan.

Menurut Wibowo (2010)kinerja itu berasal dari kata performance yang berarti hasil pekerjaan atau prestasi kerja, namun perlu pula dipahami bahwa kinerja itu bukan sekedar hasil pekerjaan atau prestasi kerja, tetapi juga mencakup bagaimana proses pekerjaan itu berlangsung. Kinerja digunakan sebagai dasar penilaian atau evaluasi dan sistem yang merupakan kekuatan penting untuk mempengaruhi perilaku karyawan. Penilaian kinerja mempunyai tujuan untuk memotivasi para karyawan para karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.

Sutrisno (2010), mengatakan agar penilaian kinerja dapat dilaksanakan dengan baik diperlukan metode yang memenuhi persyaratan berikut :

(9)

2. Menggunakan tolok ukur yang jelas dan yang pasti menjamin bahwa pengukuran itu bersifat objektif

3. Dimengerti, dipahami, dan dilaksanakan sepenuhnya oleh semua anggota organisasi yang terlibat

4. Dilaksanakan secara konsisten, dan didukung sepenuhnya oleh pimpinan puncak organisasi.

2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Yani (2012)penilaian kinerja didasarkan pada dua alasan pokok, yaitu:

1. Manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang SDM di masa yang akan datang

(10)

2.1.5 Upaya Peningkatan Kinerja

Menurut Sutrisno (2010) tujuan organisasi hanya dapat dicapai, karena organisasi tersebut didukung oleh unit – unit kerja yang terdapat di dalamnya. Menurut Stoner (dalam Sutrisno, 2010) terdapat beberapa cara untuk peningkatan kinerja karyawan yang terdiri dari empat cara, yaitu :

1. Diskriminasi

Seorang manajer harus mampu membedakan secara objektif antara mereka yang dapat memberikan sumbangan berarti dalam pencapaian tujuan organisasi dengan mereka yang tidak. Dalam konteks penilaian kinerja memang harus ada perbedaan antara karyawan yang berprestasi dengan karyawan yang tidak berprestasi. Oleh karena itu, dapat dibuat keputusan yang adil dalam berbagai bidang, misalnya pengembangan SDM, penggajian, dan sebagainya.

2. Pengharapan

Dengan memerhatikan bidang tersebut diharapkan bisa meningkatkan kinerja karyawan. Karyawan yang memiliki nilai kinerja tinggi mengharapkan pengakuan dalam bentuk berbagai pengharapan yang diterimanya dari organisasi. Untuk mempertinggi motivasi dan kinerja, mereka yang tampil mengesankan dalam bekerja harus diidentifikasi sedemikian rupa sehingga penghargaan memang jatuh pada tangan yang memang berhak.

3. Pengembangan

(11)

misalnya dapat dipromosikan kepada jabatan yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil laporan manajemen, bagaimanapun bentuk kebijakan organisasi dapat terjamin keadilan dan kejujurannya. Untuk itu diperlukan suatu tanggung jawab yang penuh pada manajer yang membawahinya.

4. Komunikasi

Para manajer bertanggung jawab untuk mengevaluasi kinerja para karyawan dan secara akurat mengkomunikasikan penilaian yang dilakukannya. Untuk dapat melakukan secara akurat, para manajer harus mengetahui kekurangan dan masalah apa saja yang dihadapi para karyawan dan bagaimana cara mengatasinya. Di samping itu, para manajer juga harus mengetahui program pelatihan dan pengembangan apa saja yang dibutuhkan. Untuk memastikannya, para manajer perlu berkomunikasi secara intens dengan karyawan.

2.1.6 Kinerja Perawat dalam Keperawatan

Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Nursalam, 2002). Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI, 2005)sudah menetapkan standar praktek keperawatan yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yang meliputi :

(12)

Standar II : Diagnosis Keperawatan yaitu perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan.

Standar III : Perencanaan yaitu perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien.

Standar IV : Pelaksanaan tindakan (implementasi) yaitu perawat mengimplementasi tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan.

Standar V : Evaluasi yaitu perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan perencanaan.

2.2 Keperawatan dan Perawat

2.2.1 Pengertian Keperawatan dan Perawat

(13)

bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia.

Keperawatan didasarkan oleh ilmu dan kiat keperawatan, yang mencakup sikap, kemampuan intelektual, dan keterampilan teknik. Bentuk layanan keperawatan sesuai dengan empat kebutuhan manusia yaitu biologis, psikologis, sosiokultural, dan spiritual yang komprehensif. Tujuan pelayanan keperawatan adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan status kesehatan secara optimal dengan pencegahan sakit dan peningkatan keadaan sehat.

Perawat merupakan tenaga profesional yang mempunyai kemampuan tanggung jawab, dan kewenangan dalam melaksanakan dan atau memberikan perawatan kepada pasien yang mengalami masalah kesehatan.Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001 yang dikutip dalam Iskandar (2013) pengertian perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan formal bidang keperawatan minimal setara Diploma III (D3) dan/ atau Sarjana Strata 1 (S1), yang lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

2.2.2 Fungsi Perawat

Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi yaitu (Iskandar, 2013):

1. Fungsi Independen

(14)

dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia.

2. Fungsi Dependen

Fungsi dependen merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain.

3. Fungsi Interdependen

Fungsi interdependen merupakan fungsi yang dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan lain.

2.2.3Kedudukan Perawat

Profesi keperawatan tentunya menempatkan perawat pada kedudukan tersendiri dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Tetapi saat ini, masih banyak asumsi yang menganggap perawat adalah pelengkap dalam dunia medis. Padahal, keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan.

(15)

2.2.4 Standar Praktik Keperawatan Indonesia

Standar praktik merupakan salah satu perangkat yang diperlukan oleh setiap tenaga profesional. Standar praktik keperawatan adalah ekspektasi / harapan – harapan minimal dalam memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif dan etis. Standar praktik keperawatan merupakan komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktik yang dilakukan oleh anggota profesi. Berikut merupakan standar praktik keperawatan yang terdiri dari (dalam PPNI, 2005):

1. Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan.

Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi :

a. Pengumpulan data dilakukan sengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang

b. Sumber data adalah klien, keluarga atau orang terkait, tim kesehatan , rekam medis serta catatan lain.

(16)

2. Diagnosis Keperawatan

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan Adapun kriteria proses:

1) Proses diagnosis terdiri dari analisis dan interprestasi data, identifikasi masalah klien dan perumusan diagnosis keperawatan

2) Diagnosa keperawatan terdiri dari :masalah, penyebab, dan tanda atau gejala , atau terdiri dari : masalah dan penyebab.

3) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosa keperawatan

4) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru(PPNI, 2005).

3. Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien.

Kriteria prosesnya meliputi :

1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan.

2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan 3) Perencanaan bersifat individual (sebagai individu kelompok dan masyarakat)

sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien

(17)

4. Implementasi

Perawat menimplementasi tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan.

Kriteria proses, meliputi :

1) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan 2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan klien 4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep

keterampilan asuhan diri serta membentu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan

5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien(PPNI, 2005)

5. Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan.

Adapun kriteria prosesnya :

1) Menyusun rencana evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus

2) Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan

3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan sejawat dan klien

(18)

5) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan(PPNI, 2005).

2.2.5 Model Asuhan Keperawatan Profesional

Menurut Nursalam (2002) keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada klien sangat ditentukan oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional, dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan IPTEK, maka metode sistem pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien. Mclaughin, Thomas, dan Barterm(dalam Nursalam, 2002)mengidentifikasikan 8 model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum digunakan di rumah sakit adalah asuhan keperawat total; keperawatan tim, keperawatan primer. Marquis & Huston (dalam Nursalam, 2002) menyatakan karena setiap perubahan akan berdampak terhadap suatu stress, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu :

1. Sesuai dengan visi dan misi institusi

2. Dapat diterapkan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan 3. Efisien dan efektif penggunaan biaya

4. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat 5. Kepuasan kinerja perawat

(19)

2.2.6 Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional

Menurut Grant & Massey(1997) dan Marquis & Huston (1998)yang dikutip dalam Nursalam (2002)ada 4 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapai tren pelayanan keperawatan yaitu:

1. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Fungsional

Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1 – 2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di bangsal. Model ini berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan, perawat melaksanakan tindakan tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yanng telah ada (Nursalam, 2002).

2. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Kasus

(20)

3. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Primer

Pada metode keperawatan primer terdapat kontinuitas keperawatan dan bersifat komprehensif serta dapat dipertanggungjawabkan, setiap perawat primer biasanya mempunyai 4 - 6 klien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama klien dirawat di rumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. Jika perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan akan didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse). Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi keperawatan selama pasien dirawat(Nursalam, 2002).

4. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim

(21)

/ group yang terdiri dari tenaga profesional, tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu. Dalam penerapannya ada kelebihan dan kelemahannya. Kelebihannya yakni memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses keperawatan, memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim. Sedangkan kelemahannya yakni komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu –waktu sibuk (Nursalam, 2002).

2.3 Budaya Organisasi

2.3.1 Pengertian Budaya Organisasi

Keith Davis dan John W. Newstrom (1989) yang dikutip dalam Mangkunegara (2008)mengemukakan bahwa organizational cultural is the set of assumptions, beliefs, values, and norms that is shared among its

members.Menurut Edgar Schein (dalam Wibowo, 2010) budaya organisasi adalah suatu pola asumsi dasar yang ditemukan dan dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu karena mempelajari dan menguasai masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja dengan cukup baik untuk dipertimbangkan secara layak dan karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang dipersepsikan, berfikir dan dirasakan dengan benar dalam hubungan dengan masalah tersebut.

(22)

organisasi.Sedangkan menurut Thompson dan Stickland (dalam Torang, 2014)budaya organisasi menunjukkan nilai, beliefs, prinsip, tradisi, dan cara sekelompok orang beraktivitas dalam organisasi . Killmann (dalam Sutrisno, 2010)menambahkan bahwa budaya organisasi merupakan jiwa organisasi dan jiwa para anggota organisasi.

Dari beberapa pengertian para pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah filosofi dasar organisasi yang memuat keyakinan, norma – norma, dan nilai – nilai bersama yang menjadi karakteristik inti dan menjadi

dasar individu atau kelompok untuk beraktivitas dalam organisasi (Torang, 2014). 2.3.2 Karakteristik Budaya Organisasi

Robbins (dalam Wibowo,2010) mendefinisikan budaya organisasi sebagai

suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota – anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Ia juga memberikan karakteristik budaya organisasi antara lain sebagai berikut:

1. Inovasi dan pengambilan risiko

Suatu tingkatan di mana pekerja didorong untuk menjadi inovatif dan mengambil risiko.

2. Perhatian pada hal detail

(23)

3. Orientasi hasil

Di mana manajemen memfokus pada hasil atau manfaat daripada sekadar pada teknik dan proses yang dipergunakan untuk mendapatkan manfaat tersebut.

4. Orientasi orang

Di mana keputusan manajemen mempertimbangkan pengaruh manfaatnya pada orang dalam organisasi

5. Orientasi tim

Di mana aktivitas kerja diorganisasi berdasarkan tim daripada individual 6. Agresivitas

Di mana orang cenderung lebih agresif dan kompetitif daripada easygoing 7. Kemantapan

Di mana aktivitas organisasional menekankan pada menjaga status quo bukan pertumbuhan(dalam Wibowo, 2010).

2.3.3 Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins (dalam Wibowo, 2010), fungsi budaya adalah:

1. Mempunyai boundrary-difining roles, yaitu menciptakan perbedaan antara organisasi yang satu dengan lainnya.

2. Menyampaikan rasa identitas untuk anggota organisasi

(24)

4. Meningkatkan stabilitas sistem sosial. Budaya adalah perekat sosial yang membantu menghimpun organisasi bersama dengan memberikan standar yang cocok atas apa yang dikatakan dan dilakukan pekerja.

5. Budaya melayani sebagai sense making dan mekanisme kontrol yang membimbing dan membentuk sikap dan perilaku pekerja.

Menurut Kreimer dan Kinicki (dalam Wibowo, 2010) membagi fungsi budaya organisasi menjadi empat :

1. Memberikan identitas kepada karyawannya 2. Memudahkan komitmen kolektif dan 3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial

4. Membentuk perilaku dengan membantu manajernya (top management) dalam menjalankan tugasnya.

2.3.4Indikator Budaya Organisasi

Menurut Robbins (Wibowo, 2010)budaya organisasi merupakan arah yang membentuk sikap dan perilaku manusia dalam suatu kegiatan organisasi. Beberapa aspek yang menjadi ciri sikap dan perilaku manusia sebagai implementasi budaya organisasi adalah :

1. Disiplin

(25)

2. Inisiatif

Inisiatif berarti berusaha sendiri, langkah awal, ide baru. Secara luas inisiatif berarti mengembangkan dan memberdayakan kreativitas daya pikir manusia untuk merencanakan ide dan buah pikiran menjadi konsep yang baru yang pada gilirannya diharapkan dapat berdaya guna dan bermanfaat.

3. Responsif

Responsif berarti cepat dalam memberikan jawaban atas pertanyaan atau tanggap terhadap persoalan yang membutuhkan solusi cepat.

4. Komunikasi

Dituntut memiliki sikap yang komunikatif yang berarti mampu menyampaikan dan menerima pasien dengan baik dengan kata lain pesan yang diterima oleh penerima sama dengan maksud yang disampaikan oleh komunikan. 5. Kerjasama merupakan proses beregu atau berkelompok dimana anggota -anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai hasil mufakat. 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian maka kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

(26)

2.5 Hipotesis Penelitian

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Perancangan Kriptografi Block Cipher 64 Bit Berbasis Pola Ikatan Jimbe Dengan Menggunakan Kombinasi

From the result of research finding, reseacher found that video conversation in teaching speaking can help teacher to teaching English, the students more easier

Sebelum memasuki penjelasan lebih terperinci lagi tentang cara kerja proses keseluruhan, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya mengenai “ Pengaruh

Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Issues of concern in this study is, REST WebService running on the HTTP protocol, which means the data is sent in the form of text. If

This research contributes to three important things: (1) deeper understanding of the effect of concentrated ownership on the firm value and how the interaction effects between

keragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki. kompleksitas yang tinggi karena terjadi interkasi yang tinggi antar

Program studi yang diusulkan harus memiliki manfaat terhadap institusi, masyarakat, serta bangsa dan negara. Institusi pengusul memiliki kemampuan dan potensi untuk