• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Direksi PT. Daya Labuhan Indah Dalam Pemenuhan Jaminan Kematian Bagi Pekerja Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tanggung Jawab Direksi PT. Daya Labuhan Indah Dalam Pemenuhan Jaminan Kematian Bagi Pekerja Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG DIREKSI PERSEROAN TERBATAS

A.Pengertian dan Kedudukan Direksi Pada Perseroan Terbatas

Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab

penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan

maksud dan tujuan Perseroan serta wakili Perseroan, baik di dalam maupun di

luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.20

Direksi menurut UUPT merupakan satu organ yang di dalamnya terdiri dari

satu atau lebih anggota yang dikenal dengan sebutan Direktur (tunggal). Dalam

hal perseroan memiliki lebih dari satu anggota direktur disebut direksi, maka salah

satu anggota direksi tersebut diangkat sebagai Direktur Utama (Presiden

Direktur).

Pengaturan mengenai

direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan Pasal 107 UUPT.

Direksi merupakan badan pengurus perseroan yang paling tinggi, serta yang

berhak dan berwenang untuk menjalankan perusahaan.

21

Direksi atau pengurus perseroan adalah alat perlengkapan perseroan yang

melakukan kegiatan perseroan dan mewakili perseroan baik di dalam maupun di

luar Pengadilan. Dengan kata lain, direksi mempunyai ruang lingkup tugas

sebagai pengurus perseroan. Pengangkatan direksi dilakukan oleh RUPS, akan

tetapi untuk pertama kali pengangkatannya dilakukan denga0n mencantumkan

susunan dan nama anggota direksi di dalam akta pendiriannya. Beberapa Pakar

dan Ilmuwan hukum merumuskan kedudukan direksi dalam perseroan sebagai

gabungan dari dua macam persetujuan/perjanjian, yaitu :22

20

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Tentang Perseroan Terbatas. Pasal 1

21 Gunawan Wijaya, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis, Persekutuan Perdata, Persekutuan

Firma,Persekutuan Komanditer, PT, Hal 53

22

Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis Kepailitan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2002, Hal 106

1. Perjanjian pemberian kuasa, di satu sisi.

(2)

Merumuskan kedudukan direksi dalam dua hubungan hukum bukan

masalah, sepanjang kedua hubungan hukum tersebut dapat diterapkan secara

konsisten dan sejalan. Dalam hubungan hukum yang dirumuskan untuk direksi di

atas di satu sisi, direksi sebagai penerima kuasa dari perseroan untuk menjalankan

perseroan sesuai dengan kepentingannya untuk mencapai tujuan perseroan

sebagaimana telah digariskan dalam anggaran dasar perseroan, dan di sisi lain di

perlakukan sebagai karyawan perseroan, dalam hubungan atasan dan bawahan

dalam perjanjian perburuhan yang mana berarti direksi tidak diperkenankan untuk

melakukan sesuatu yang bukan tugasnya.

Di sinilah sifat pertanggung jawaban renteng dan pertanggung jawaban

pribadi direksi menjadi sangat relevan, dalam hal direksi melakukan

penyimpangan atas kuasa dan perintah perseroan untuk kepentingan perseroan.23

Sedangkan syarat untuk menjadi anggota direksi menurut ketentuan Pasal 79

ayat (3) adalah :24

Seperti tersebut di atas bahwa tugas direksi adalah mengurus perseroan

seperti tersebut di dalam penjelasan resmi dari Pasal 79 ayat (1) UUPT yang

meliputi pengurusan sehari-hari dari perseroan, akan tetapi undang-undang tidak

memberikan secara rinci seperti apakah pengurusan yang dimaksud. Dalam

hukum di Negeri Belanda tindakan pengurusan yang bersifat sehari-hari yang

merupakan perbuatan-perbuatan yang rutin yang dinamakan sebagai daden van

behere

“Yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan”

25

23 Ibid., Hal 97-98.

24 Ibid., Pasal 79 ayat (3). 25

Rudi Prasetya, Maatschap, Firma dan Persekutuan Komanditer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, Hal 19.

akan tetapi tugas tersebut dapat dilihat di dalam anggaran dasar yang

umumnya berkisar pada hal :

1) Mengurus segala urusan.

(3)

3) Melakukan perbuatan seperti dimaksud dalam Pasal 1796 KUHPerdata yaitu : a. Memindah tangankan hipotik barang-barang tetap.

b. Membebankan hipotik pada barang-barang tetap. c. Melakukan perbuatan lain mengenai hak milik. d. Mewakili perseroan di dalam dan di luar Pengadilan.

4) Dalam hal berhubungan dengan pihak ke-3, baik secara bersama-sama atau masing-masing mempunyai hak mewakili perseroan mengenai hal dalam bidang usaha yang menjadi tujuan perseroan.

B. Tata Cara Pemilihan dan Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas

Tidak ada satu rumusan yang jelas dan pasti mengenai kedudukan direksi

dalam suatu perseroan terbatas, yang jelas direksi merupakan badan pengurus

perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

menjalankan perusahaan.

Pembicaraan mengenai pengangkatan direksi meliputi pokok-pokok yang

berkenaan dengan jumlah direksi, syarat pengangkatan, pembagian tugas, metode

pemilihan, gaji dan tunjangan, penggantian dan pemberhentian direksi.26Berapa

banyaknya anggota direksi, digantungkan pada faktor “kegiatan usaha” yang

dilakukannya dengan klasifikasi sebagai berikut.27

1. Jumlah Direksi

a. Perseroan yang bersifat umum, boleh 1 (satu) orang

Berdasar Pasal 92 ayat (3), perseroan yang kegiatan usahanya bersifat umum boleh terdiri dari 1( satu) orang saja anggota direksinya, atau boleh lebih dari 1 (satu) orang

b. Perseroan yang melakukan kegiatan usaha tertentu, minimal 2 (dua) orang Pasal 92 ayat (4) menentukan secara imperatif jumlah anggota direksi bagi perseroan tertentu, minimal atau paling sedikit 2 (dua) orang. Kedalamannya termasuk perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan: menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau perseroan terbuka.

2. Syarat Pengangkatan

Dalam Pasal 93 UUPT Nomor 40 tahun 2007 disebutkan bahwa yang dapat

diangkat menjadi anggota direksi adalah orang perorangan yang cakap melakukan

26

M.Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar grafika, Jakarta, 2009, Hal 352.

(4)

perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya

pernah:28

a. Dinyatakan pailit

b. Menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau

c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan atau yang berkaitan dengan sektor keuangan

Persyaratan tentang kemampuan melaksanakan perbuatan hukum, tidak

cukup orang yang sudah dewasa dan cakap melakukan transaksi, melainkan

dengan latar belakang pendidikan dan pengalamannya orang yang bersangkutan

mampu mengelolah perseroan. Selain itu juga karakter atau watak seseorang

sangat memperngaruhi dalam kepengurusan perseroan.

Mengenai syarat tidak pernah dinyatakan pailit, ini dalam hubungannya

dengan tingkat kepercayaan seseorang. Orang yang pernah dinyatakan pailit oleh

pengadilan, itu karena yang bersangkutan dalam keadaan tidak mampu (berhenti)

membayar utang-utangnya. Sesuai undang-undang kepailitan dengan adanya

putusan pailit, sipailit tidak berhak lagi melakukan pengurusan terhadap harta

bendanya, sebab yang pengurus adalah balai harta peninggalan selaku kurator agar

barang-barang tidak disalah gunakan si pailit.29

Kalau ada anggota direksi atau komisaris pernah diperkarakan dan

diputuskan oleh pengadilan bersalah seperti itu, dipandang reputasinya tidak baik

dalam mengelola suatu perseroan. Orang tersebut dinilai tidak mampu mengurus

perseroan, sehingga perseroan menjadi jatuh dan tidak mampu membayar utang.

Anggota direksi atau komisaris yang dalam menjalankan tugasnya memiliki cacat

yang mengakibatkan kerugian perseroan sebagaimana dimaksud, jelas tidak dapat

untuk diangkat menjadi direksi baik dalam perseroan yang sama maupun

perseroan lain, karena diragukan kemampuannya untuk mengurus perseroan.

Kemudian tidak berbeda pula

dengan anggota direksi atau komisaris yang pernah dinyatakan bersalah

menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit.

30

28

Op.Cit, Tentang Perseroan Terbatas, Pasal 93

29 Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, Djambatan, Jakarta, 1996, Hal

74

(5)

Mengenai syarat tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana

yang merugikan keuangan negara selama lima tahun sebelum pengangkatan.

Bahwa tindak pidana yang merugikan keuangan negara misalnya kejahatan

korupsi maupun penggelapan. Orang yang pernah dihukum karena kejahatan yang

menyebabkan kerugian keuangan negara dapat menjadi catatan hitam bagi dunia

usaha. Mantan terpidana tidak dapat diangkat menjadi anggota direksi, karena

dikhawatirkan akan merugikan perseron dan merugikan negara pula.31

Pengangkatan direksi dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai

berikut.32

Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota

direksi, direksi wajib memberitahukan perubahan anggota direksi kepada Menteri

untuk dicatat dalam daftar perseroan dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh

hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut. Dalam hal pemberitahuan

sebagaimana dimaksud belum dilakukan, Menteri menolak setiap permohonan

yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh direksi

yang belum tercatat dalam daftar perseroan. Pemberitahuan tersebut tidak

termasuk pemberitahuan yang disampaikan oleh direksi baru atas pengangkatan

dirinya sendiri.

1. Diangkat oleh RUPS dengan suara terbanyak sebesar yang diatur dalam Anggaran Dasar perseroan

2. Diangkat oleh RUPS berdasarkan sistem penjatahan asalkan cara tersebut ditentukan dalam RUPS. Misalnya, setiap pemegang saham 20% (dua puluh persen) masing-masing mendapat jatah 1 (satu) orang direksi.

3. Diangkat dengan cara mencantumkan dalam anggran dasar. Dalam hal ini dilakukan terhadap direksi yang pertama kali (Lihat Pasal 94 UUPT).

33

Pengangkatan anggota direksi yang tidak memenuhi

persayaratan-persyaratan di atas adalah batal demi hukum. Dalam jangka waktu paling lambat

tujuh hari terhitung sejak diketahui, anggota direksi lainnya atau dewan komisaris

wajib mengumumkan batalnya pengangkatan anggota direksi yang tidak

31 Ibid., Hal 76.

32

Munir Fuady. Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, Hal 35.

(6)

memenuhi persyaratan tersebut dalam surat kabar dan memberitahukannya kepada

menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan.34

Hal itu untuk menghindari terjadinya ketidakpastian fungsi dan wewenang

masing-masing anggota direksi. Dan menurut penjelasan pasal 92 ayat (6), direksi

sebagai organ perseroan yang melakukan pengurusan perseroan, dianggap

memahami dengan jelas kebutuhan pengurusan perseroan. Oleh karena itu,

apabila RUPS tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota direksi,

sudah sewajarnya penetapan tersebut dilakukan oleh direksi sendiri. 3. Pembagian tugas direksi

Pada prinsipnya ada 2 (dua) fungsi utama dari direksi suatu perseroan, yaitu

sebagai berikut:

a. Fungsi manajemen, dalam arti direksi melakukan tugas memimpin perusahaan, dan

b. Fungsi representasi, dalam arti direksi mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan. Prinsip mewakili perusahaan di luar pengadilan menyebabkan perseroan sebagai badan hukum akan terikat dengan transaksi atau kontrak-kontrak yang dibuat oleh direksi atas nama dan untuk kepentingan perseroan.

Apabila anggota direksi terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih, harus

dilakukan pembagian tugas dan wewenang pengurusan perseroan diantara anggota

direksi tersebut. Menurut pasal 92 ayat (5), pembagian tugas dan wewenang

dimaksud, ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. Akan tetapi, apabila RUPS

tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota direksi, ditetapkan

berdasar keputusan direksi. Dengan demikian, kekuasaan untuk menetapkan

pembagian tugas dan wewenang tersebut, dapat beralih dari RUPS kepada direksi.

35

Dalam hal terjadinya benturan kepentingan dari Direksi maka anggota

direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila dilakukan oleh pihak ketiga

34

Ibid., Pasal 92

(7)

sebagai agen dari perseroan.36Tugas mewakili perseroan di dalam atau di luar

pengadilan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:37

1. Terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi yang bersangkutan; atau

2. Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan.

a. Dilakukan sendiri

b. Dilakukan oleh pegawainya yang ditunjuk untuk itu

c. Dilakukan oleh Komisaris jika Direksi berhalangan, sesuai ketentuan anggaran dasar.

Tugas representasi di luar pengadilan adalah mewakili perseroan dalam

menandatangani kontrak-kontrak, menghadao pejabat-pejabat negara untuk dan

atas nama perseroan. Baik tugas representasi maupun tugas kepengurusan dari

direksi adalah fenomena bagi tugas direksi dalam suatu sistem hukum yang

modern, dimana tata cara pelaksanaannya bervariasi satu sama lain.

Dalam hukum Jerman misalnya, tugas atau representasi dari Direksi ini

dikenal dengan istilah Vertterungsmacht, sedangkan untuk kepengurusan dikenal

dengan istilah Gescahfsfungrungsbefugnis. Dalam menjalankan tugas representasi

maupun tugas kepengurusan seperti tersebut diatas, maka Direksi haruslah

melakukan dengan cara-cara yang baik, layak dan beritikad baik. Dalam hal ini

Direksi harus memperhatikan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang

bersumber dari:38

Tugas-tugas yang bersumber kepada perundang-undangan yang berlaku.

sejauh merupakan hukum memaksa wajib dilakukan oleh direksi. Dalam hal ini,

pihak direksi dianggap bersalah jika terjadi 3 (tiga) kategori sebagai berikut: 1. Doktrin atau kaidah hukum perseroan yang berlaku universal

2. Perundang-undangan yang berlaku 3. Anggaran dasar perseroan

4. Kebiasaan dalam praktek untuk perusahaan sejenis.

39

1. Tidak melakukan yang diharuskan oleh perundang-undangan 2. Melakukan apa yang dilarang oleh perundang-undangan

36 I.G. Ray Wijaya, Hukum Perseroan Terbatas, Megapoint, Jakarta, 2002, Hal 75.

37 Munir fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,

2003, Hal 58.

38

Ibid., Hal 61-62.

(8)

3. Melakukan secara tidak sempurna, yakni tidak seperti yang dipersyaratkan oleh perundang-undangan.

4. Gaji dan tunjangan direksi

Pasal 96 dinyatakan besarnya gaji dan tunjangan direktur ditetapkan

berdasarkan keputusan rups, dan untuk kewenangan ini oleh RUPS dapat

dilimpahkan kepada dewan komisaris.40

Sebab pada umumnya dalam korporasi modern, kedudukan anggota Direksi

bukan lagi disadarkan atas fakor pemegang atau kepemilikan saham dalam

perseroan yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, perkembangan yang terjadi

pada masa sekarang adalah keharusan memberi imbalan jasa atau kompensasi

kepada anggota Direksi dan karena itu pada umumnya dalam anggaran dasar

perseron terdapat ketentuan yang mengatur gaji anggota Direksi.

Dalam ketentuan tradisional, anggota direksi tidak mempunyai hak imbalan

jasa atas pelayanan (service) yang diberikannya dalam mengurus perseroan. Pada

masa yang lalu, anggota direksi pada umumnya adalah pemegang saham

mayoritas yang akan mendapat kompensasi dalam bentuk “dividen”. Akan tetapi

dalam hukum perseroan modern, praktik tradisional itu, tidak dapatditerapkan.

41

Sejalan dengan prinsip siapa yang berwenang mengangkat, dialah yang

berwenang memberhentikannya. Karena anggota direksi diangkat oleh RUPS,

maka yang berwenang memberhentikannya adalah RUPS pula.

5. Pemberhentian Direksi

42

UUPT 2007 memperkenalkan dua jenis pemberhentian anggota direksi

(removal of directors). Pertama, pemberhentian sewaktu-waktu. Hal itu diatur

Pemberhentian

anggota direksi adalah menghentikan yang bersangkutan dari jabatan direksi

sebelum masa jabatan yang ditentukan dalam anggaran dasar atau keputusan

RUPS berakhir.

40 Rudhi Prasetya. Teori dan Praktek Perseroam Terbatas, PT. Sinar Grafika, Jakarta, Hal

30.

41

M. Yahya Harahap. Op.Cit, Hal 369.

(9)

pada pasal 105. Kedua, pemberhentian sementara (schorshing, suspension) diatur

pada pasal 106 UUPT 2007.43

Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan

RUPS dengan menyebutkan alasannya setelah yang bersangkutan diberi

kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. Dengan demikian kedudukannya

sebagai anggota Direksi berakhir. a. Pemberhentian sewaktu-waktu

44

Pemberhentian sementara maksudnya: b. Pemberhentian sementara

45

1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sementara oleh RUPS atau oleh Komisaris dengan menyebutkan alasannya yang diberitahukan secara tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan, sehingga anggota Direksi yang bersangkutan tidak berwenang melakukan tugasnya. Mengingat pemberhentian hanya dapat dilakukan dalam RUPS yang memerlukan waktu untuk pelaksanaannya, maka untuk kepentingan perseroan tidak dapat ditunggu sampai dilakukan RUPS. Oleh karena itu, wajar sebagai organ pengawas diberi kewenangan untuk melakukan pemberhentian sementara

2) Paling lambat tiga puluh hari setelah tanggal pemberhentian sementara itu, harus dilakukan RUPS dan yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. Panggilan RUPS harus dilakukan oleh organ perseroan yang memberhentikan sementara itu.

3) RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian tersebut atau memberhentikan anggota Direksi yang bersangkutan.

4) Apabila dalam tiga puluh hari tidak diadakan RUPS, pemberhentian sementara tersebut batal.

5) Dalam anggaran dasar daitur ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan Direksi kosong, atau dalam hal Direksi diberhentikan untuk sementara atau berhalangan.

Dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai, tata cara pengunduran

diri anggota Direksi, tata cara pengisian jabatan anggota direksi yang lowong dam

pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili perseroan dalam

hal seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara.46

Biasanya seorang Direksi dapat diberhentikan, baik karena sebab tertentu

(for cause) maupun tanpa menyebutkan alasan/sebab tertentu (no cause). Menurut

43 M. Yahya Harahap. Op.Cit, Hal 416. 44 I.G Ray Wijaya. Op.Cit, Hal 66. 45

Ibid., Hal 67.

(10)

UUPT, secara eksplisit menyatakan bahwa pemberhentian direksi (dalam hal ini

RUPS) haruslah dengan menyebutkan alasannya dan harus pula kepada Direksi

tersebut diberikan kebebasan untuk membela diri, pembelaan diri tersebut

dilakukan dalam RUPS yang bersangkutan.

Akan tetapi, meskipun pemberhentian direksi harus disertai dengan alasan

tertentu, penilaian (judgment) terhadap alasan tersebut ada di tangan RUPS.

Meskipun begitu, pihak direksi dapat mempersoalkannya ke pengadilan

seandainya alasan pemberhentian dirinya sebagai direksi dapat pula berhenti dari

jabatannya karena sebab-sebab sebagai berikut.47

1) Masa jabatannya telah berakhir dan tidak lagi diangkat untuk masa

jabatan berikutnya.

2) Berhenti atas permintaan direksi yang bersangkutan, dengan atau tanpa

sebab apa pun.

3) Tidak lagi memenuhi syarat sebagai direksi sebagaimana diatur dalam

anggaran dasar atau dalam perundang-undangan yang berlaku.

4) Direktur secara pribadi dinyatakan pailit oleh pengadilan.

5) Sakit terus-menerus yang dapat menghambat pelaksanaan tugas Direktur.

Menderita tekanan mental atau gangguan jiwa yang dapat menghambat

pelaksanaan tugas Direktur.

6) Dihukum penjara karena bersalah dalam waktu yang relatif lama

sehingga dapat menghambat pelaksanaan tugas Direktur.

7) Meninggalkan tugas atau menghilang tanpa berita secara terus-menerus.

C. Kewenangan dan Kewajiban Direksi

Ruang lingkup kewenangan direksi dalam pengurusan perseroan yang

diamanatkan oleh UUPT No. 40 Tahun 2007 sangatlah luas dan menunjukkan ciri

suatu sistem. Sistem yang digunakan untuk menunjukkan pengertian skema atau

(11)

metode pengaturan organisasi atau susunan sesuatu metode tata cara.48

Tanggung jawab adalah kewajiban seseorang individu (direksi) untuk

melaksanakan aktivitas yang ditugaskan kepadanya sebaik mungkin, sesuai

dengan kemampuannya.

Mengenai

kewenangan direksi sebagaimana ketentuan ayat (3), direksi mewakili perseroan

adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam

undang-undang dan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS.

Adapun kewenangan direksi perseroan demi hukum berakhir dengan

dipailitkannya perseroan tersebut, dimana kewenangan direksi tersebut beralih

kepada kurator sepanjang kewenangan direksi berkaitan dengan pengurusan dan

perbuatan pemilikan harta kekayaan perseroan pailit. Agar direksi sebagai organ

perseroan yang mengurus perseroan sehari-hari dapat mencapai prestasi terbesar

untuk kepentingan perseroan, maka ia harus diberi kewenangan-kewenangan

tertentu untuk mencapai hasil yang optimal dalam mengurus perseroan. Dari

kewenangan yang diberikan, ia perlu diberi tanggung jawab untuk mengurus

perseroan. Hal ini berarti dalam membicarakan kewenangan direksi, diperlukan

pemahaman tentang tanggung jawab.

49

Tanggung jawab direksi timbul apabila direksi yang memiliki wewenang

atau direksi yang menerima kewajiban untuk melaksanakan pengurusan Tanggung jawab dapat berlangsung terus atau dapat berhenti apabila tugas

tertentu yang dibebankan kepadanya telah selesai dilaksanakan. Dalam perseroan

biasanya antara wewenang dan tanggung jawab seorang direksi harus mempunyai

tingkatan yang sama. Dengan demikian, wewenang seorang direksi memberikan

kepadanya kekuasaan untuk membuat serta menjalankan keputusan-keputusan

yang berhubungan dengan bidang tugasnya yang telah ditetapkan dan tanggung

jawab dalam bidang tugasnya tersebut menimbulkan kewajiban baginya untuk

melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan jalan menggunakan wewenangan yang

ada untuk mencapai tujuan perseroan.

48 Tatang M. Amrin. Pokok-Pokok Teori Sistem, PT Raja grafindo Persada, Jakarta, 1996,

Hal.7.

49

Nindyo Pramono. Winardi. Tanggung Jawab dan Kewajiban Pengurus PT menurut

(12)

perseroan, mulai menggunakan wewenangnya tersebut. Agar wewenang atau

kewajiban direksi tersebut dilaksanakan untuk kepentingan perseroan sesuai

dengan maksud dan tujuan perseroan, maka idealnya wewenang itu dapat

dilaksanakan sesuai dengan wewenang yang ada.50

Apabila direksi bertindak melampaui wewenang yang diberikan kepadanya

tersebut, direksi tersebut ikut bertanggung jawab secara pribadi. Jika perusahaan

yang bersangkutan kemudian jatuh pailit, beban tanggung jawab tidak cukup

ditampung oleh harta perusahaan (harta pailit), maka direksi pun ikut bertanggung

jawab secara renteng.51

Direksi diberikan kewenangan untuk mewakili perseroan baik di dalam

maupun di luar Pengadilan. Untuk dan atas nama perseroan kewenangan ini

ditegaskan pada Pasal 1 angka (5) dan Pasal 99 ayat (1). Sehubungan dengan

kewenangan direksi, M. Yahya Harahap, membaginya ke dalam 3 (tiga) hal, yaitu

:52

a. Kualitas kewenangan direksi mewakili perseroan tidak terbatas dan tidak bersyarat. Artinya dalam hal bertindak untuk perseroan direksi tidak perlu mendapatkan kuasa dari perseroan sebab kuasa yang dimilikinya atas nama perseroan adalah kewenangan yang melekat secara inherent pada diri dan jabatan direksi berdasarkan undang-undang.

b. Setiap anggota direksi berwenang mewakili perseroan. Ketentuan UUPT yang berkenaan dengan ini dalam Pasal 98 ayat (2) yaitu apabila anggota direksi terdiri dari lebih dari 1 (satu) orang, maka setiap anggota direksi itu berwenang mewakili perseroan.

c. Dalam hal tertentu anggota direksi tidak berwenang mewakili perseroan. Yaitu, sesuai dengan Pasal 99 UUPT dalam hal :53

1) Terjadi perkara di Pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi yang bersangkutan;

2) Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.

Wewenang direksi erat kaitannya dengan kewajiban direksi, maka dalam

UUPT kewajiban direksi itu dapat kita lihat di dalam Pasal 100 ayat (1) yang

menyatakan bahwa kewajiban direksi itu adalah :54

50

Ibid.,Hal 2.

51 Munir. Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek Buku Ketiga, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, 1994, Hal 93.

52 M Yahya. Harahap,Op.Cit, Hal 349-35. 53

Undang-Undang Perseroan Terbatas, Op.Cit. Pasal 99.

54 Ibid., Pasal 100 (1).

(13)

a. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah rapat direksi;

b. Membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud Pasal 66 dan dokumen keuangan perseroan sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Dokumen Perusahaan;

c. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan dan dokumen lainnya.

Selanjutnya Pasal 101 ayat (1) menentukan anggota direksi wajib

melaporkan kepada PT mengenai saham yang dimilikinya dan/atau keluarganya

dan PT lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus, anggota direksi yang

tidak melaksanakan kewajiban tersebut dan menimbulkan kerugian PT, ia akan

dipertanggung jawabkan secara pribadi atas kerugian PT. Kemudian kewajiban

direksi yang lain adalah sebagaimana diatur di dalam Pasal 102 adalah direksi

wajib meminta persetujuan RUPS untuk :55

55 Ibid., Hal 350.

a. Mengalihkan kekayaan perseroan;

b. Menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan, yang merupakan lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.

Kewajiban direksi membuat laporan tahunan telah diperintahkan juga oleh

Pasal 66 UUPT No. 40 Tahun 2007. Direksi wajib membuat dan menyampaikan

laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam

jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku perseroan

berakhir.

Anggota direksi diangkat oleh RUPS untuk mengurus perseroan. Dalam

tugasnya melakukan mengurus perseroan, diwajibkan mengurus perseroan

berdasarkan prinsip itikad baik. Kewajiban tersebut ditegaskan dalam pasal 85

ayat 1 UUPT, bahwa setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh

tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.

Dengan berlandaskan itikad baik, undang-undang bermaksud agar setiap anggota

direksi dapat menghindari perbuatan yang menguntungkan kepentingan pribadi

(14)

Makna itikad baik dalam konteks pelaksanaan pengurusan perseroan oleh

anggota direksi dalam praktik dan doktrin hukum, memiliki jangkauan yang luas,

antara lain sebagai berikut :56

1. Wajib dipercaya (fiduciary duty)

2. Wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar (duty to act for

a proper purpose)

3. Wajib patuh menaati peraturan perundang-undangan (statutory duty) 4. Wajib loyal terhadap perseroan (loyalty duty)

5. Wajib menghindari benturan kepentingan (avoid conflict of interest) Ruang lingkup kewajiban anggota direksi menghindari benturan kepentingan

dalam melaksanakan pengurusan perseroan, meliputi :57

a. Kewajiban untuk tidak mempergunakan uang dan kekayaan (money and

property) perseroan untuk kepentingan pribadinya.

b. Mempergunakan informasi perseroan untuk kepentingan pribadi.

c. Tidak mempergunakan posisi untuk memperoleh keuntungan perusahaan

untuk kepentingan pribadi, seperti menerima sogokan atau suap.

d. Tidak menahan atau mengambil sebagian dari keuntungan perusahaan

untuk kepentingan pribadi.

e. Dilarang melakukan transaksi antara pribadinya dengan perseroan.

f. Larangan bersaing dengan perseroan. Demikian luas jangkauan atau

ruang lingkup makna dan aspek itikad baik pengurusan perseroan yang

wajib dilaksanakan anggota direksi.

D. Direksi Sebagai Pengurus dan Wakil Perseroan

1. Direksi sebagai pengurus perseroan

Tugas atau fungsi utama Direksi, menjalankan dan melaksanakan

“pengurusan” (beheer, administration or management) perseroan. Jadi perseroan

diurus, dikelola atau dimanage oleh Direksi. Hal ini ditegaskan dalam beberapa

ketentuan, seperti: pasal 1 angka 5 yang menegaskan, Direksi sebagai organ

perseroan, berwenang dan bertanggung jawab penuh atas “pengurusan” perseroan

56

Ibid., Hal 355.

(15)

untuk kepentingan perseroan dan pasal 92 ayat (1) mengemukakan, Direksi

menjalankan “pengurusan” perseroan untuk kepentingan perseroan.58

Pengertian umum pengurusan Direksi dalam konteks Perseroan, meliputi

tugas atau fungsi melaksanakan kekuasaan pengadministrasian dan pemeliharaan

harta kekayaan perseroan. Dengan kata lain, melaksanakan pengelolaan atau

menangani bisnis perseroan dalam arti sesuai dengan maksud dan tujuan serta

kegiatan perseroan dalam batas-batas kekuasaan atau kapasitas yang diberikan

undang-undang dan Anggaran Dasar kepadanya.59

Direksi sebagai pengurus (beheerder, administrator or manager) perseroan,

adalah “pejabat” perseroan. Jabatannya adalah anggota Direksi atau Direktur

perseroan (a Director is an officier of the company). Anggota Direksi atau

Direktur bukan pegawai atau karyawan ( he is not an employee). Oleh karena itu,

dia tidak berhak mendapat pembayaran prefensial (preferential payment) apabila

perseroan dilikuidasi.60

Banyak pendapat yang menentang bahwa pemegang saham adalah pemilik

dari korporasi dengan dasar konsistensi pada konsep korporasi yang merupakan

entitas mandiri, sedangkan pemilik hanya sebagai pemilik saham dari korporasi

tersebut, tetapi tetap saja logika hukum dan praktik ekonomi menunjukkan bahwa

korporasi tersebut adalah milik pemegang saham. Hal ini karena berdasarkan

konsep property law yang salah satu cirinya adalah transferable, contoh yang

paling konkret adalah saham. Saham merupakan suatu bentuk kepemilikan

properti karena dapat diperjulbelikan atau dialihkan kepemilikannya.

Pengurusan oleh Direksi sangat terkait dengan pertanyaan untuk siapa

pengurusan tersebut? Terdapat dua mazhab besar yang melihat kepentingan dari

pengurusan sautu perseroan. Pertama, mazhab sahreholder interest. Pemikiran ini

dipelopori oleh Adolph A. Berle, dimana pengurusan perseroan semata-mata

untuk kepentingan pemegang saham sebagai pemilik dari korporasi.

61

58 Ibid., Hal 346.

59 Ibid., Hal 347. 60

Ibid., Hal 348.

(16)

Kedua, mazhab stakeholder interest, dimana tujuan korporasi tidak

semata-mata mencari keuntungan bagi pemegang saham, tetapi juga untuk kepentingan

lainnya, termasuk di dalamnya kepentingan sosial. Mazhab inilah yang kemudian

akan melahirkan team production doctrine dan Director primary doctrine.

Menurut Nindyo Pramono, dalam hukum korporasi modern, kepentingan

kepengurusan pada pokoknya adalah untuk kepentingan pemegang saham dan

kepentingan perseroan itu sendiri (het vennootschap belang), dan dikaitkan

dengan penerapan prinsip tata kelola korporasi yang baik dan benar (good

corporate governance), dimasukkan pula kepentingan lain, seperti kepentingan

karyawan, kepentingan pihak ketiga atau kreditur, kepentingan loyal society.62

Seperti Nindyo Pramono yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan

perbuatan pengurusan (beheer van daden) adalah tiap-tiap perbuatan yang perlu

atau termasuk golongan perbuatan yang biasa dilakukan untuk mengurus atau

memelihara perserikatan perdata, termasuk perseroan. Aiman Nariman Mohamad

Sulaiman mengatakan bahwa pengurusan sehari-hari adalah implementasi dari

standart of care seorang Direksi.

Berdasarkan undang-undang Perseroan Terbatas bahwa Direksi menjalankan

pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud

dan tujuan perseroan, antara lain pengurusan sehari-hari perseroan. Sejalan

dengan pengaturan undang-undang Perseroan Terbatas yang menyebutkan bahwa

pengurusan ditujukan untuk kepentingan perseroan. Dalam sistem hukum

common law, terdapat pula konsep serupa yang penerapannya terdapat dalam

putusan perkara Guttman Huang.

Pengadilan Delaware menyebutkan bahwa seorang Direksi tidak dapat

dikatakan bertindak loyal kepada korporasi, kecuali kalau dia bertindak dengan

itikad baik dan tindakan itu untuk kepentingan terbaik (best interest) bagi

korporasi. Adapun anak kalimat “pengurusan sehari-hari perseroan” atau “day to

day activities” dalam undang-undang Perseroan Terbatas adalah sejalan dengan

pandangan para ahli hukum.

63

62

Ibid., Hal 40-41.

(17)

2. Direksi sebagai wakil perseroan

Direksi sebagai salah satu organ atau alat perlengkapan perseroan, selain

mempunyai kedudukan dan kewenangan mengurus perseroan, juga diberi

wewenang untuk “mewakili” perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan

untuk dan atas nama perseroan. Kewenangan ini ditegaskan pada:

a. Pasal 1 angka 5; Direksi sebagai organ perseroan berwenang mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan AD;

b. Pasal 99 ayat (1) Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.64

Kualitas kewenangan Direksi mewakili perseroan tidak terbatas dan tidak

bersyarat kapasitas atau kewenangan yang dimiliki Direksi mewakili perseroan

karena undang-undang. Artinya, undang-undang sendiri dalam hal ini Pasal 1

angka 5 dan Pasal 92 ayat (1) UUPT 2007 yang memberi kewenangan itu kepada

Direksi untuk mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan. Oleh

karena itu, kapasitas mewakili yang dimilikinya, adalah kuasa atau perwakilan

karena undang-undang (wettelijke vertegenwoordig, legal or statutory

representative). Dengan demikian, untuk bertindak mewakili perseroan, tidak

memerlukan kuasa dari perseroan. Sebab kuasa yang dimilikinya atas nama

perseroan adalah kewenangan yang melekat secara inherent pada diri dan jabatan

Direksi berdasar undang-undang.

65

Sehubungan dengan itu, sesuai dengan kapasitasnya sebagai kuasa mewakili

perseroan berdasar undang-undang, Direksi berwenang memberi kuasa kepada

orang yang ditunjuknya untuk bertindak mewakili perseroan. Tindakan pemberian

kuasa yang demikian dapat dilakukan Direksi tanpa memerlukan persetujuan dari

organ perseroan yang lain. Tidak memerlukan persetujuan RUPS maupun Dewan

Komisaris.66

Akan tetapi, apa yang dijelaskan di atas merupakan ketentuan dan prinsip

umum. Namun, hal itu tidak menutup kemungkinan, untuk melakukan tindakan

tertentu harus lebih dahulu mendapat kuasa atau persetujuan dari RUPS, apabila

64 Op.Cit., Hal 349.

65

M. Yahya. Harahap. Op.Cit., Hal 350.

(18)

hal itu ditentukan dalam Anggaran Dasar. Kemungkinan yang demikian

dijelaskan dalam Pasal 98 ayat (2).67

Menurut pasal ini, pada dasarnya kewenangan Direksi untuk mewakili

perseroan adalah tidak terbatas (unlimited) dan tidak bersayarat (unconditional),

kecuali UU ini, Anggaran Dasar atau keputusan RUPS menentukan lain.68

a. Setiap Anggota Direksi Berwenang Mewakili Perseroan Pada prinsipnya, setiap anggota Direksi berwenang mewakili perseroan, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. Hal itu ditegaskan dalam pasal 98 ayat (1) bahwa Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukn lain dalam anggaran dasar.69

b. Pasal 98 ayat (2) menegakkan prinsip bahwa tiap-tiap anggota Direksimewakili perseroan. Menurut penjelasan pasal ini, UUPT 2007 pada dasarnya menganut sistem perwakilan kolegial.

c. Dalam hal tertentu anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseron. Berdasarkan Pasal 99 UUPT 2007 ditegaskan bahwa:

1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila:

a) terjadi perkara di pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi

yang bersangkutan; atau

b) anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.

2) Dalam hal terdapat keadaan sebagimana dimaksud pada ayat (1), yang berhak

mewakili perseroan adalah:

a) Anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.

b) Dewan komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan, atau

c) Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.

67 Ibid., Hal 352.

68

UUPT. Op.Cit, pasal 98 ayat 3.

Referensi

Dokumen terkait

Provisi dicatat untuk kewajiban hukum dan konstruktif dan diakui sebagai liabilitas pada saat sebuah kewajiban hukum atau konstruktif yang berkaitan dengan penghentian operasi

Dusun Sitularang Landeuh Rt.. Padaherang Dusun Patinggen

Pada percobaan ini penambahan phenol dan nitrobenzen ke dalam minyak pelumas mampu mengurangi karbon dan senyawa organometal, ditandai dengan kenaikan spgr minyak

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

Tujuan obyektif yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini adalah merancang dan membuat sebuah aplikasi RFID sebagai penunjang sistem keamanan parkir berbasis

Teknik analisis yang digunakan adalah SEM diagram yang akan mempermudah untuk melihat pengaruh manfaat produk, kemudahan penggunaan produk terhadap nilai pelanggan dan

Sesuai dengan pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang tertuang dalam sirat keputusan Kepala Lembaga Administrasi