• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sindrom Sjogren

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sindrom Sjogren"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

SINDROM SJOGREN

Zuhrial Zubir, Julahir Hodmatua Siregar

PENDAHULUAN

Sindrom Sjögren (SS) atau autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun kronis

yang ditandai dengan infiltrasi limfositik dari ludah dan kelenjar lacrymal menyebabkan

xerostomia dan keratokonjungtivitis sicca (KCS). Penyakit ini juga dapat mempengaruhi kelenjar

lain , seperti di perut, pankreas, dan usus, dan dapat menyebabkan kekeringan di tempat-tempat

lain yang membutuhkan kelembaban, seperti hidung, tenggorokan, saluran pernafasan, dan

kulit.1.2

Sindrom Sjogren diklasifikasikan sebagai Sindrom Sjogren Primer bila tidak berkaitan

dengan penyakit autoimun sistemik dan Sindrom Sjogren Sekunder bila berkaitan dengan

penyakit autoimun sistemik lain dan yang paling sering adalah Artritis Reumatoid, SLE dan

Sklerosis Sistemik. Sindrom Sjogren Primer paling banyak ditemukan sedangkan Sindrom

Sjogren Sekunder hanya 30 % kejadiannya.1

Sindrom Sjogren pertama kali dilaporkan oleh Hadden, Leber dan Mikulicz tahun 1880,

kemudian Sjogren di Swedia tahun 1933 melaporkan bahwa Sindrom Sjogren terkait dengan

poliartritis dan penyakit sistemik lainnya. Pada tahun 1960 baru ditemukan adanya autoantibodi

anti–Ro(SS-A) dan anti-La(SS-B). Sinonim antara lain Mickuliczs Disease, Gougerots Syndrome, Sicca Syndrome dan autoimmune exocrinopathy 1.2.3

Gejala kliniknya tidak terbatas hanya pada gangguan sekresi kelenjer tetapi disertai pula

dengan gejala sistemik atau ektraglandular. Gejala awal biasanya ditandai dengan mulut dan

mata kering dan kadang-kadang disertai pembesaran kelenjer parotis. Secara histopatologi

kelenjer eksokrin penuh dengan infiltrasi limfosit yang mengantikan epitel yang berfungsi untuk

sekresi kelenjer (exocrinopathy). 1.2

Diagnosis Sindrom Sjogren sebenarnya relatif mudah, tetapi untuk Sindrom Sjogren

Primer biasanya lebih sulit karena pasien menunjukkan 3 gejala utama yaitu mata kering, mulut

kering dan keluhan muskuloskletal.Penatalaksanaan Sindrom Sjogren meliputi pengelolaan

disfungsi sekresi kelenjer air mata dan saliva, pencegahan dan pengelolaan sekuele serta

(2)

ditujukan untuk semua manifestasi Sindrom Sjogren.Walaupun Sindrom Sjogren bukan

merupakan penyakit yang ganas tapi keluhan mata dan mulut kering yang persisten dapat

mengurangi kualitas hidup dan dalam perkembangannya dapat menjadi limfoma yang dapat

menyebabkan kematian. 1.3

EPIDEMIOLOGI

Sindrom jögren adalah salah satu dari tiga penyakit autoimun yang paling umum.

Sindrom Sjogren dapat terjadi pada semua kelompok usia, dan lebih banyak ditemukan pada

kelompok perempuan, terutama pada decade keempat dan kelima . Perbandingan perempuan dan

laki-laki dari 9: 1. Prevalensi pada populasi umum sampai saat ini belum diketahui. Sebanyak 1

sampai 2 juta orang di negara-negara Amerika menderita SS, dimana prevalensi yang dilaporkan

adalah antara 0,05 dan 4,8 persen dari Penduduk.1.4 Sekitar 60% dari pasien SS memiliki penyakit sekunder untuk gangguan autoimun yang menyertainya seperti rheumatoid arthritis

(RA), lupus eritematosus sistemik (SLE), atau sklerosis sistemik. Meskipun perkiraan bervariasi,

informasi dari klinik reumatologi menunjukkan bahwa sekitar 25% pasien dengan RA atau SLE

memiliki bukti histologis SS.5

ETIOLOGI

Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat peranan faktor

genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Beberapa factor yang berhubungan

dengan etiologi dan pathogenesis sindrom Sjogren yaitu:

1. Factor genetik2

a. hiperreaktivitas dari sel B yang melibatkan terjadinya peningkatan jumlah

immunoglobulin yaitu IgG,IgM,IgA serta bermacam antibody antinuclear, yang termasuk

didalamnya adalah anti SS-A/Ro dan anti SS-B/La.

b. Peningkatan HLA (Human Leukocyte Antigen) kelas II . Terpaparnya molekul-molekul

tersebut pada permukaan sel-sel epitel kelenjar saliva yang mungkin dapat bertindak

sebagai autoantigen dan eksogen antigen agar saliva sel-sel T CD4 menginfiltrasi

(3)

keterlibatan HLA-DR3 pada sindrom sjogren primer, sedangkan yang sekunder berkaitan

dengan Rheumatoid arthritis (RA) dihubungkan dengan sub group II yaitu

HLA-DR4.

c. Autoantibodi Muscarinic M3 reseptor. Suatu hipotesis yang menjelaskan bahwa pada

penderita sindrom sjogren autoantibody muscarinic memblok dan mengikat reseptor

muscarinic M3 yang menyebabkan sel-sel dari kelenjar saliva tidak berkontraksi

sehingga tidak menghasilkan saliva.

2. Factor lingkungan

Diperkirakan terdapat peranan infeksi virus (Epstein-Barr, Coxsackle, HIV dan HCV )

pada patogenesis Sindrom Sjogren. Hubungan Sindrom Sjogren dengan Hepatitis Virus C

dulu masih diperdebatkan, baru tahun 1922 Haddad di Spanyol mendapatkan gambaran

histologi Sindrom Sjogren pada 16 pasien dari 28 pasien Hepatitis virus C, sejak saat itu

lebih dari 250 kasus Sindrom Sjogren yang berhubungan dengan Hepatiti virus C

dilaporkan.6

PATOFISIOLOGI

Mekanisme patofisiologi yang mendasari terjadinya SS adalah stimulasi terus-menerus

pada sistem autoimun, baik sel B maupun sel T, walaupun mekanisme abnormalitas imunitas

humoral maupun selular masih belum diketahui pasti.7 Ada beberapa faktor yang diyakini bertanggung jawab mencetuskan SS yaitu kerentanan genetik, stres psikologis, hormonal, dan

infeksi dapat memicu aktivasi sel epitel yang ditandai dengan terstimulusnya Toll-like receptor.

Permulaan perjalanan SS adalah kelainan struktur kelenjar seperti perubahan matriks

ekstraselular akibat infiltrasi sitokin, kemokin, dan limfosit. Adanya stimulus pada Toll-like

receptor memicu aktivasi sel T dan sekresi sitokin pro-inflamasi. Teraktivasinya sel epitel tidak

hanya berfungsi sebagai APC yang memicu aktivasi sel B atau sel T, tetapi juga mengaktivasi sel

dendritik melalui regulasi molekul pro-apoptosis yang menyimpan bentukan eksosom sehingga

dapat membantu aktivasi sel B. Selanjutnya terjadi peningkatan aktivitas B-cell activatingfactor

(BAFF) yang sekresinya memicu disproporsi terhadap jumlah sel B yang diaktivasi sehingga

memicu jumlah limfosit tambahan pada jaringan kelenjar yang selanjutnya memperberat proses

(4)

Hiperaktivitas sel B merupakan kejadian peningkatan kadar imunoglobulin dan

autoantibodi di sirkulasi untuk melawan autoantigen ribonukleoprotein. Ro/SS-A dan La/SS-B.

Anti-La bersifat lebih spesifik tapi kurang sensitif untuk SS dibandingkan anti- Ro sejak

munculnya penyakit autoimun SLE. Antibodi sirkulasi yang terlibat meliputi RF dan

Anti-Fodrin. Cryoglobulin tipe II (monoclonal dengan aktivitas RF) tampak pada 20% pasien.

Hipokomplemenemia terjadi pada pasien SS dengan vaskulitis sistemik, glomerulonefritis, dan

limfoma sel B. Antimitochondrial Antibodies (AMA), sejalan dengan peningkatan transaminase

dan alkalin fosfatase, ditemukan setidaknya pada 7% kasus pasien SS dengan tampilan histologis

sirosis biliaris primer stadium I. Antithyroglobulin (anti-TG) dan Anti thyroid peroxidase

(anti-TPO) muncul pada pasien SS dengan penyakit dasar Tiroiditis Hashimoto yang ditandai

munculnya antibody Anticentromere Antibodies (ACA) yang berkorelasi dengan rendahnya

angka kejadian pembesaran kelenjar parotis dan antibodi anti-La. Antibodi anti-DNA positif

pada pasien SS yang berkaitan dengan SLE, antiphospholipid (a-PL), dan antineutrophil

cytoplasmic (ANCA) merupakan antibody atipikal yang paling sering ditemukan.9.10

(5)

GAMBARAN KLINIK

Gambaran klinik SS sangat luas berupa suatu eksokrinopati disertai gejala sistemik dan

ekstraglandular. Xerostomia dan xerotrakea merupakan gambaran eksokrinopati mulut.

Gambaran eksokrinopati pada mata berupa mata kering atau keratokonjungtivitis sicca akibat

mata kering. Manifestasi ekstraglandular dapat mengenai paru, ginjal, pembuluh darah maupun

otot. Gejala sistemik pada SS sama seperti penyakit autoimun lain dapat berupa kelelahan,

demam, nyeri otot, artritis. Poliartiritis nonerosif merupakan bentuk artiritis yang khas pada SS.

Raynauds phenomena merupakan gangguan vaskular yang sering ditemukan, biasanya tanpa

telangiektasis maupun ulserasi jari.Manifestasi ekstraglandular lain tergantungpenyakit sistemik

yang terkait misalnya RA, SLE, dan Sklerosis Sistemik. Meskipun SS tergolong penyakit

autoimun yang jinak, bisa berkembang menjadi malignan, diduga karena transformasi sel B ke

arah ganas.3

Manifestasi Glandular

1. Xerostomia

Lebih dari 90% pasien dengan keluhan gejala SS adalah gangguan fungsional kelenjar

saliva. Pasien sering mengeluhkan rasa tidak enak, sulit memproses makanan kering, dan

membutuhkan minum lebih banyak air. Pada tahap awal SS, mulut tampak pucat dan lembap;

dengan berjalannya penyakit, tidak tampak saliva pada dasar mulut. Seiring progresifi tas

penyakit, terutama pada stadium lanjut, mukosa cavum oris akan menjadi sangat kering.

Permukaan lidah menjadi merah dan berlobulasi disertai depapilasi parsial maupun komplit.

Xerostomia menjadi sangat nyeri disertai sensasi terbakar, disertai pembentukan fi sura lidah,

disfagia, disertai keilitis angularis. Keadaan di atas dapat memicu infeksi Staphylococcus aureus

atau Pneumococcus yang bermanifestasi sebagai sialadenitis akut. Lebih jauh penyakit ini dapat

menyebabkan karies dentis, infeksi periodontal, peningkatan kejadian kandidiasis.2.11.8

(6)

2. Keratoconjungtivitis Sicca (KCS)

Mata kering pada SS disebut KCS yang lebih sering tampak dibanding xerostomia.

Anamnesis yang cermat dibutuhkan untuk mendeteksi gejala mata kering. Keluhan utama KCS

adalah rasa mengganjal bias disertai rasa tebal, fotosensitif, dan sensasi terbakar. Mata kering

disebabkan infiltrasi limfosit pada kelenjar lakrimal sehingga mengganggu produksi dan

komposisi air mata menyebabkan gangguan epitel kornea dan konjungtiva yang diketahui

merupakan penanda KCS. Pada kasus berat, dapat terjadi gangguan visus. Komplikasi ulkus

kornea dapat memicu perforasi dan iridosiklitis.11

Gambar Keratokonjungtivitis Sicca

3. Pembesaran Kelenjar Paratiroid

Sekitar 20-30% pasien SS Primer mengalami pembesaran kelenjar parotis atau

submandibula yang tidak nyeri. Pembesaran kelenjar ini bisa berubah menjadi limfoma. Suatu

penelitian mendapatkan 98 orang dari 2311 pasien SS (4%) berkembang menjadi limfoma,

sementara Ioannidis mendapatkan 38 dari 4384 pasien SS berkembang menjadi limfoma.2.12.13

Gambar Pembesaran Kel.Parotis

Manifestasi Ekstraglandular

Banyak manifestasi ekstraglandular pada SS yaitu artralgia (25-85%), fenomena Raynoud

(7)

primer dan hepatitis autoimun (2-4%), penyakit paru (7-35%), vaskulitis (9-32%). Risiko

limfoma meningkat pada pasien SS.

1. Manifestasi Kulit

Merupakan gejala ekstraglandular yang paling sering dijumpai, dengan gambaran klinis

yang luas. Kulit kering dan gambaran vaskulitis merupakan keluhan yang sering dijumpai.

Manifestasi vaskulitis pada kulit bisa mengenai pembuluh darah sedang maupun kecil. Vaskulitis

pembuluh darah sedang biasanya terkait dengan krioglobulin dan vaskulitis pada pembuluh

darah kecil berupa purpura. Vaskulitis di kulit dikatakan merupakan petanda prognosis buruk.3 2. Manifestasi Paru

Manifestasi penyakit paru yang sering dijumpai adalah Penyakit Paru Interstisial atau

fibrosis berat. Adanya pembesaran kelenjar limfe parahiler sering menyerupai limfoma

(pseudolimfoma). Manifestasi paru pada SS primer dan sekunder berbeda, manifestasi SS

sekunder disebabkan oleh penyakit primer yang mendasari.3 3. Manifestasi Pembuluh Darah

Vaskulitis ditemukan sekitar 5%, dapat mengenai pembuluh darah sedang maupun kecil

dengan manifestasi klinik berbentuk purpura, urtikaria berulang, ulkus kulit, dan mononeuritis

multipel. Vaskulitis pada organ internal jarang ditemukan. Fenomena Raynaud dijumpai pada

35% kasus dan biasanya muncul setelah bertahun-tahun, tanpa disertai telangiektasis dan

ulserasi.3

4. Manifestasi Ginjal

Keterlibatan ginjal hanya sekitar 10%. Manifestasi tersering berupa kelainan tubulus

dengan gejala subklinis. Gambaran kilnis dapat berupa hipofosfaturia, hipokalemia,

hiperkalemia, asidosis tubular renal tipe distal. Manifestasi sering tidak jelas, dapat menimbulkan

komplikasi batu kalsium dan gangguan fungsi ginjal. Gejala hipokalemia sering dijumpai dengan

klinis kelemahan otot. Pada biopsy ginjal didapatkan infi ltrasi limfosit pada jaringan

interstisial.3

5. Manifestasi Neuromuskular

Manifestasi neurologi akibat vaskulitis system saraf dengan manifestasi klinik neuropati

perifer. Neuropati kranial juga dapat dijumpai pada SS, biasanya tunggal, misalnya neuropati

trigeminal, neuropati optik. Neuropati sensorik merupakan komplikasi neurologi yang sering

(8)

6. Manifestasi Gastrointestinal

Keluhan yang sering dijumpai adalah disfagia karena kekeringan daerah mulut dan

esophagus, disamping itu dismotilitas esophagus akan menambah kesulitan proses menelan.

Mual dan nyeri perut daerah epigastrium juga sering dijumpai. Biopsi mukosa lambung

menunjukkan gastritis kronik atrofi yang secara histopatologi didapatkan infi ltrasi limfosit.3

7. Artritis

Lima puluh persen gejala artritis pada SS mungkin muncul lebih awal sebelum gejala

sindrom sicca muncul. Artritis pada SS tidak erosif. Artralgia, kaku sendi, sinovitis, poliartritis

kronis merupakan gejala lain yang mungkin dijumpai.3

PEMERIKSAAN

Laboratorium

Pada SS sering didapatkan peningkatan imunoglobulin serum poliklonal dan sejumlah

auto antibodi yang sesuai dengan aktivitas kronis sel B. Laju endap darah meningkat sesuai

peningkatan globulin gama. Suatu penelitian multisenter atas 400 pasien SS berdasarkan kriteria

The European CommunityPreeliminary Criteria tahun 1993 mendapatkan Anti Ro 40% dan anti

La 26%, ANA 74%, RF 38% pasien SS. Kelainan hematologi yang bisa didapatkan pada SS

adalah anemia 20%, leukopenia 16%, dan trombositopenia 13%, hipergamaglobulinemia

ditemukan hampir pada 80% kasus.2.3.12 Penelitian di London mengevaluasi 34 pasien keluhan mata dan mulut kering tapi tidak termasuk SS yang dikenal dengan Dry Eyes and Mouth

Syndrome (DEMS); pada pemeriksaan anti Ro dan anti La semuanya negatif walaupun ANA

positif (19%).14

1. Tes Schirmer

Berfungsi memeriksa fungsi kelenjar lakrimal. Terdapat 2 jenis tes yaitu Schirmer I dan

II, Schirmer I adalah pemeriksaan yang masuk dalam kriteria diagnosis SS, yaitu meletakkan

(9)

Gambar. Test Schirmer

2. Rose Bengal

Pemeriksaan ini menggunakan bahan aniline yang dapat mewarnai epitel kornea dan

konjungtiva yang tidak fungsional. Penilaiannya: 0-4, bila 3-4 berarti pewarnaan epitel lebih

banyak yang menandakan hiposekresi lakrimal. Evaluasi dengan criteria Van Bijsterveld

membagi permukaan mata menjadi 3 yaitu: konjungtiva bulbar bagian nasal, kornea, konjungtiva

bulbar bagian temporal, yang diberi nilai 0-3 (0: tidak ada pewarnaan; 3: pewarnaan jelas). Skor

≥4 sudah bernilai positif. Skor ini merupakan metode paling spesifik untuk mengevaluasi keluhan mata pada SS.16

Gambar . Rose Bengal Test.

3. Histopatologi

Biopsi kelenjar eksokrin minor memberikan gambaran sangat spesifik yaitu infiltrasi

(10)

Gambar Ilfiltrasi Limfosit

4. Sialometri

Merupakan pengukuran kecepatan produksi kelenjar saliva (parotis, submandibula,

sublingual, atau total) tanpa adanya rangsangan. Pada SS aliran saliva akan diukur pada kelenjar

submandibular/sublingual kemudian dibandingkan dengan kontrol; pengukuran pada kelenjar

parotis tidak spesifi k karena akan menunjukkan penurunan aliran saliva baik pada pasien SS dan

non-SS.3.16 5. Sialografi

Bertujuan untuk mengetahui perubahan anatomi kelenjar saliva dan duktusnya.

Pemeriksaan ini menggunakan kontras larut air yang dimasukkan dengan sistem kanulasi ke

kelenjar saliva kemudian mengevaluasi kelainan yang terjadi.16

6. Scintigrafi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan injeksi 99mTcsodium intravena kemudian

mengevaluasi ambilan 99mTc-sodium setelah 60 menit.3

DIAGNOSA

Lebih dari 10 kriteria diagnosis dan klasifikasi untuk Sindrom Sjogren telah dibuat.

Kriteria paling baru adalah dari American-European Consensus GroupClassification Criteria.2

Tabel 1. Kriteria American-European Consesus Group classification Criteria.2.12.18

I. Ocular symptoms : a positif response to at least one of the following questions:

1. Have you had daily, persistent, troublesome dry eyes for more than 3 months

2. Do you have a recurrent sensation of sand or gravel in the eyes.

(11)

II. Oral Symptoms : a positif response to at least one of the following questions :

1. Have you had a daily feeling of dry mouth for more than 3 months

2. Have you had recurrently or persistently swollen salivary glands as an adult.

3. Do you frequently drink liquids to aid in swallowing dry food.

III. Ocular signs : a positif result for at least one of the following two test :

1. Schirmer I test, performed without anesthesia < 5 mm in 5 minutes

2. Rose Bengal score or other ocular dye score (>4 on the van Bijsterveled scale )

IV. Histopathology : In minor salivary glands (obtained through normal-appearing mucosa )

focal lymphocytic sialadenitis, evaluated by an expert histopathologist, with a focus

score > 1, defined as a number of lymphocitic foci (which are adjacent to normalappearing

mucous acini and contain more than 50 lymphocites ) per 4 mm of

glandular tissue.

V. Salivary glang involvement : a positif result for at least one of the following

1. Unstimulated whole salivary flow <1,5 ml in 15 minutes

2. Parotid sialography showing the presence of diffuse sialectasis (punctuate,

cavitary,or destructive pattern) without evidence of major duct obstruction

3. Salivary scintigraphy showing delayed uptake, reduced concentration, and or

delayed excretion of tracer.

VI. Autoantibodies : presence in the serum of the following : Antibodies to Ro (SS-A) or La

(SS-B) antigen, or both.

Rules for Classification

For primary SS: In patient without any potentially associated disease

1. Presence of any 4 of the 6 items indicates pSS as long as either item

(12)

2. Presence of any 3 of the 4 objective criteria items (item III,IV,V,VI)

3. The classification tree procedure (best used in clinical epidemiological surveys)

For secondary SS: patient with a potentially associated disease (another well-defined

connective tissue disease), the presence of item I or item II plus any 2 from among items

III, IV and V

Exclusion criteria: Past head and neck radiation treatment; hepatitis C infection;acquired

immunodeficiency syndrome (AIDS); preexisting lymphoma;sarcoidosis, graft-vs-host

disease, use of anticholinergic drugs (since a time shorter than fourfold the half-life of the

drug)

PENATALAKSANAAN

Tatalaksana Sindrom Sjogren meliputi tatalaksana akibat disfungsi sekresi kelenjer

dimata dan mulut dan manifestasi ektraglandular. Prinsipnya hanyalah simtomatis mengantikan

fungsi kelenjer eksokrin dengan memberikan lubrikasi.2

MATA

Pengobatan untuk mata meliputi penggunaan air mata buatan bebas pengawet untuk siang

hari dan salep mata untuk malam hari.3.12 Lubrikasi pada mata kering dengan tetes mata buatan

membantu mengurangi gejala akibat sindrom mata kering. Untuk mengurangi efek samping

sumbatan drainase air mata pengganti bisa diberikan lensa kontak, tetapi resiko infeksi sangat

besar. Tetes mata yang mengandung steroid sebaiknya dihindarkan karena merangsang infeksi.

Bila gagal dengan terapi tersebut dapat diberikan sekretagogum yaitu stimulat muskarinik

reseptor. Ada dua jenis sekretagogum yang beredar di pasaran yaitu golongan pilokarpin dan

cevimelin. Dosis pilokarpin 5 mg 4 kali sehari selama 12 minggu sedangkan cevimelin 3 x 30

mg diberikan 3 kali sehari.3

MULUT

Pengobatan kelainan dimulut akibat Sindrom Sjogren meliputi pengobatan dan

pencegahan karies, mengurangi gejala dimulut, memperbaiki fungsi mulut. Pengobatan

(13)

umumnya terapi ditujukan pada perawatan gigi, kebersihan mulut, merangsang kelenjer liur,

memberi sintetik air liur. Pada kasus ringan digunakan sugar-free lozenges, cevimeline atau

pilokarpin. Pengobatan kandidiasis mulut pada kasus yang masih ada produksi saliva dapat

digunakan anti jamur sistemik seperti flukonazol, sedang pada kasus yang tidak ada produksi

saliva digunakan anti jamur topical.3.12

EKTRAGLANDULAR

OAINS digunakan bila ada gejala muskuloskeletal, hidroksi klorokuin digunakan untuk

atralgia, mialgia hipergammaglobulin. Kortikosteroid sistemik 0,5-1 mg/kgBB/hari dan

imunosupresan antara lain siklofosfamid digunakan untuk mengontrol gejala ekstraglandular

misalnya difus intersisial lung disease, glomerulonefritis, vaskulitis.2.12

Tabel .OBAT YANG DIGUNAKAN UNTUK TERAPI SINDROM SJOGREN.13

OBAT YANG DIGUNAKAN UNTUK TERAPI SINDROM SJOGREN

1. Muskarinik agonis (Pilokarpin dan Cevimelin) digunakan untuk terapi sicca symptoms karena

(14)

Suatu penelitian pasien Sindrom Sjogren yang diterapi dengan Pilokarpin 4 x 5 mg selama 12

minggu terdapat perbaikan keluhan. Sementara itu penelitian lain menggunakan Cevimelin

dengan dosis 3 x15 mg/30 mg selama 6 minggu juga dapat memperbaiki keluhan.19

2. Agen Biologik

Suatu penelitian oleh steinfeld pada 16 pasien sindrom sjogren primer yang diterapi dengan infus

Infliximab 3mg/kg pada minggu 0, minggu2, minggu6 terdapat perbaikan keluhan 8 Penggunaan

Rituximab infus 375 mg/m2 dengan prednison 25 mg i.v pada 8 pasien sindrom sjogren primer

selama 12 minggu dapat mengurangi keluhan mata dan mulut kering.17 3.Terapi lain

Penelitian Miyawaki 20 pasien Sindrom Sjogren diterapi dengan prednisolon secara siknifikan

menurunkan serum IgG, anti-Ro/SS. Hidroksiklorokuin yang digunakan untuk terapi malaria

juga digunakan untuk penyakit autoimun dan dari penelitian pada 14 pasien Sindrom sjogren

primer dapat meningkatkan produksi kelenjer ludah setelah diterapi selama 6 bulan. Sedangkan

penelitian lain yang mengunakan Hidroksiklorokuin dengan dosis 400 mg /hari selama 12 bulan

pada 19 pasien Sindrom Sjogren tidak terdapat perbaikan keluhan.20

PROGNOSIS

Prognosis pada pasien Sindrom Sjogren tidak banyak yang meneliti, walaupun Sindrom Sjogren

bukan merupakan penyakit yang ganas namun perkembangannya dapat terjadi vaskulitis dan

(15)

Daftar Pustaka

1. Kruszka P., O’Brian R.J.Diagnosis and Management of Sjögren Syndrome. Am Fam Physician. 2009;79(6):465-470

2. Sumariyono.Diagnosis dan tatalaksana Sindrom sjogren. Kumpulan makalah temu ilmiah

Reumatologi.2008:134-136.

3. Yuliasih. Sindrom Sjogren. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.jilid III edisi VI. Pusat

Penerbitan IPD FKUI.2014:3160-3166

4. Pillemer SR, Matteson EL, Jacobsson LT, et al. Incidence of physician-diagnosed

primary Sjögren syndrome in residents of Olmsted County, Minnesota. Mayo Clin Proc.

2001;76(6):593-599.

5. Kassan S.S,Moutsopoulos H.M. Clinical Manifestations and Early Diagnosis of Sjo¨gren

Syndrome Arch Intern Med. 2004;164:1275-1284

6. Casals MR.Font J. Primary Sjogren Syndrome: Current and emergent aetiopathogenic

concepts.Rheumatology.2005;44:1354-1367

7. Delaleu N, Jonsson MV, Appel S. New concepts in the pathogenesis of Sjogren’s syndrome. Rheum. Dis. Clin. North America, 2008.34(4);833-45.

8. Kassan SS, Thomas TL, Moutsopoulos HM, Hoover R, Kimberly RP, Budman DR, et al.

Increased risk of lymphoma in sicca syndrome. Ann. Intern. Med. 2004;89(6):888-92.

9. Soliotis FC, Moutsopoluos HM. Sjogren’s syndrome. Autoimmunity. 2004;37:305-7. 10.Ramos-Casals M, Brito-Zeron P, Font J. The overlap of Sjogren’s syndrome with other

systemic autoimmune diseases. Semin Arthritis Rheum 2007;36:246-55.

11.Fox RI. Sjogren’s syndrome. Lancet. 2005;366(9482):321-31.

12.Troy Daniels. Sjogrens Syndrome: Primer on Rheumatic Diseases. 2008;13:389-97.

13.Casals MR. Tzioufas AG. Front J. Primary sjorgen syndrome; new clinic and therapeutic

concepts. Ann. Rheum. Dis. 2005:64;347-54

14.Rosas J. Casals MR. Ena J.Usefulness of basal and Pilocarpin stimulated salivary fl ow in

primary Sjorgen syndrome correlation with clinical immunological and histological

features.Rheumatology. 2004:41:670-5.

15.De Monchy, I., Jonsson M.V., Appel, S., Jonsson R. New concepts in the pathogenesis of

(16)

16.Kalk, W.W., Mansour, K., Vissink, A., Spijkervet F.K., Bootsma, H., Kallenberg, C.G.<

et al. Oral and ocular manifestation in Sjogren’s syndrome. J. Rheumatology.

2002;29(5),924-30.

17.Price EJ, Venables PJ. The etiopathogenesis of Sjogren’s syndrome. Semin Arthritis Rheum. Oct 1995;25(2):117-33.

18.Theander E.Lennart.Jacobsson TH. Relationship of Sjogren Syndrome to otherconnective

tissue and autoimmune disorders. Rheum. Dis Clin N Am. 2008;34:935-947.

19.Frederick B. Vivino MD.Pilocarpine tablets for the treatment of dry mouth and dryeye

symptoms in patient with Sjogren Syndrome.Arch Intern Med.2000;159:174-181.

20.Ramos-Casals M.Loustaud-Ratti V.De Vita S, et al. Sjogren syndrome associated with

Gambar

Gambar 1. Patofi siologi SS. Pada keadaan predisposisi genetik, infeksi virus, pengaruh hormon dan factor lingkungan menginisiasi aktivasi sel epitel, yang akan memicu aktivasi sel T dan memperkuat sekresi sitokin pro-infl amasi sehingga memicu aktivasi se
Tabel 1. Kriteria American-European Consesus Group classification Criteria.2.12.18
Tabel .OBAT YANG DIGUNAKAN UNTUK TERAPI SINDROM SJOGREN.13

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

No URAIAN Unit CONTRACT AMANDEMENT CONTRACT NO.14 INVOICE LALU INVOICE SAAT INI SISA

Sedangkan pada dataran menengah dapat dilakukan pengelolaan minimum yaitu mengolah tanah pada tempat yang dianggap penting dalam pertumbuhan tanaman dimana

Âmiller daha önce adlan geçen kimselerdir. Ali, Taberistân ve Rûyan'da Said b. Da'lec, Cürcân'da Mühelhil &#34;bf Safvân âmillik görevlerinde bulunuyorlardı. Bu yıl

Pengambilan sampel lichen corticolous dilakukan pada tiga jalur hijau Jalan Adi Sucipto (akitifitas transportasi tinggi), Ahmad Yani II (aktifitas transportasi

Klik kiri mousedrag dari kiri ke kanan, untuk mendapatkan daerah yang dipilih (akan terpilih semuanya), sedang.. Klik kiri mousedrag dari kanan ke kiri, data yang

Sepakbola merupakan cabang olah raga yang populer dan banyak digemari, tapi tidak semua orang mengenal taktik-taktik dalam sepakbola oleh karena itu penulis mencoba membuat

Mahasiswa mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, serta mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi dalam bidang