• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Etnografi Mengenai Budaya Literasi di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Etnografi Mengenai Budaya Literasi di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penelitian ini akan berfokus pada permasalahan tidak tumbuhkembangnya

budaya literasi di masyarakat pesisir. Di Indonesia masyarakat yang tinggal di

pesisir dan bermatapencaharian sebagai nelayan mempunyai permasalahan yang

lebih kompleks dari permasalahan yang ada di perkotaan. Mulai dari kemiskinan,

kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah akibat dari keterbatasan akses

pendidikan, akses kesehatan dan pelayanan publik.

Masyarakat pesisir dapat didefinisikan sebagai kelompok orang atau suatu

komunitas yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya

bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Mereka

terdiri dari nelayan, buruh nelayan, pembudidaya ikan, pedagang ikan, pengolah ikan,

sarana produksi perikanan (Mudjahirin, 2009).

Pekerjaan nelayan dikategorikan pekerjaan yang berat, seseorang yang

menjadi nelayan sulit membayangkan pekerjaan lain yang lebih mudah dan sesuai

dengan kemampuan yang mereka miliki. Selain itu pekerjaan sebagai nelayan

merupakan pekerjaan kasar yang lebih banyak mengandalkan otot dan

pengalaman, oleh karena itu setinggi apa pun tingkat pendidikan masyarakat

pesisir tidak akan mempengaruhi kemahiran mereka dalam melaut (Sudarso,

2005:48). Pandangan ini tentu mempengaruhi cara berpikir anak-anak pesisir yang

dibesarkan dari lingkungan seperti itu, secara tidak langsung anak-anak ini ikut

(2)

lebih banyak mengandalkan otot dan pengalaman tanpa memikirkan pendidikan

yang tinggi.

Pandangan ini sesuai dengan teori watak bangsa yang dipandang sebagai

watak kebudayaan, dimana kesamaan (regularities) sifat di dalam organisasi

intra-psikis individu anggota suatu masyarakat tertentu, yang diperoleh karena

mengalami cara pengasuhan yang sama dalam suatu kebudayaan masyarakat

bersangkutan (Danandjaja, 1988:73).

Permasalahan pendidikan di Indonesia saat ini memang kian

memprihatinkan, masih banyak anak-anak di Indonesia yang putus sekolah di usia

dini. Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) pada tahun 2010 angka putus sekolah anak-anak Indonesia

mencapai 13.685.324 siswa dengan rata-rata usia 7 sampai dengan 15 tahun.

Permasalahan putus sekolah selalu dikaitkan dengan permasalahan sosial dan

ekonomi. Adanya kesenjangan sosial, ekonomi, sulitnya memperoleh pekerjaan,

serta mahalnya biaya pendidikan menjadi faktor utama anak-anak putus sekolah.

Kondisi ini dapat mempengaruhi pembangunan di Indonesia, jika salah satu

indikator sebuah negara maju adalah dilihat dari pendidikannya. Di dalam

pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945 terdapat kalimat

“memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa” , yang

artinya negara harus bertanggungjawab atas pendidikan rakyatnya.

Untuk itu perlu solusi agar mampu meminimalisir angka putus sekolah

demi pertumbuhan dan pembangunan di Indonesia. Saat ini pemerintah Indonesia

sudah menerapkan wajib belajar 12 tahun, mengadakan program-program

(3)

Prestasi Akademik (PPA), Beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) dan

beasiswa-beasiswa lain. Pemerintah Indonesia juga mendirikan sarana prasarana

pendidikan bagi masyarakat guna meningkatkan mutu pendidikan masyarakat

yang salah satunya adalah dengan mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM).

Taman Bacaan Masyarakat (TBM) adalah sebuah wadah yang bergerak

dalam bidang pendidikan yang mempunyai tujuan memberikan akses layanan

bahan bacaan bagi masyarakat dalam rangka mendorong dan

menumbuhkembangkan masyarakat gemar membaca dan menulis. Taman bacaan

masyarakat didirikan untuk melayani masyarakat sekitar yang terdiri dari

beberapa lapisan dan golongan tanpa memandang status sosial, ekonomi, budaya,

agama, tingkat pendidikan, umur dan lain sebagainya. Bagi masyarakat Indonesia

khususnya ekonomi menengah ke bawah, membeli buku masih menjadi sesuatu

hal yang mahal, sehingga membeli buku bukan menjadi kebutuhan utama. Salah

satu solusi untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan mendirikan sebuah taman

bacaan masyarakat, sebagai sarana-prasarana masyarakat untuk membaca maupun

belajar tanpa mengeluarkan dana pribadi.

Taman bacaan masyarakat dapat didirikan dan dikelola oleh masyarakat,

pemerintah daerah, maupun masyarakat yang bekerjasama dengan pemerintah

daerah. Pembentukannya yang tidak terlalu rumit serta pengelolaannya yang

mudah menjadi perbedaan dengan perpustakaan pada umumnya. Jika biasanya

perpustakaan dikelola oleh pustakawan maka di taman bacaan masyarakat ini

dapat dikelola oleh relawan dari masyarakat itu sendiri. Taman bacaan masyarakat

saat ini sudah mengalami perluasan fungsi, pada awalnya hanya bertujuan

(4)

menjangkau sebagai sarana pendidikan anak usia dini dengan tujuan mendorong

anak-anak untuk lebih terampil, memiliki wawasan luas, serta membiasakan lebih

melek aksara sejak dini.Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan

yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang

dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan

dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU No.20 Tahun 2003).

Di Sumatera Utara taman bacaan masyarakat jumlahnya masih terbilang

sedikit. Salah satu taman bacaan masyarakat yang masih berjalan hingga saat ini

adalah Rumah Baca Bakau yang berada di Dusun 18 Desa Percut, Kec. Percut Sei

Tuan, Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara. Rumah Baca Bakau ini merupakan

taman bacaan masyarakat yang menyediakan buku-buku bacaan, menjadi pusat

informasi lingkungan pesisir di Percut Sei Tuan, serta sebagai ruang belajar dan

bermain anak-anak pesisir.

Penelitian ini akan mendiskripsikan tentang bagaimana budaya literasi di

Desa Percut, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara. Saat ini

sudah ada upaya yang dilakukan taman bacaan masyarakat Rumah Baca Bakau

dalam menumbuhkembangkan budaya literasi di Desa Ini.

Penelitian ini juga akan melihat upaya-upaya yang dilakukan Rumah Baca

Bakau dalam menumbuhkembangkan budaya literasi. Salah satu upaya yang

sudah dilakukan Rumah Baca Bakau yaitu dengan menerapkan metode visual

literasi sebagai metode pembelajaran. Visual literasi adalah kemampuan seseorang

dalam menangkap, menyimak, membaca, serta memahami pesan dari

(5)

kepada anak-anak terkhusus yang belum bisa membaca. Anak-anak yang belum

bisa membaca ini diajak keluar ruangan terbuka dan melihat sekeliling mereka

sambil belajar membaca dari apa yang mereka lihat.

Istilah literasi visual (visual literacy), pertama sekali digunakan oleh

seorang penulis bernama John Debes tahun 1968. Literasi visual sebagai cara

memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang fungsi media visual dan

digabungkan dengan tingginya kesedaran tentang fungsi-fungsi tersebut. Literasi

visual saat ini sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari,

penggunaan rambu-rambu lalu lintas di jalan, traffic light1

Taman bacaan masyarakat Rumah Baca Bakau dalam programnya juga

tidak hanya mengembangkan ilmu-ilmu seperti yang didapat di sekolah formal.

Taman bacaan masyarakat Rumah Baca Bakau menerapkan program-program lain

dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak pesisir, di antaranya

pendidikan mengelola organisasi, pendidikan pelestarian lingkungan dan

pemberdayaan pesisir, serta keterampilan berwirausaha. Saat ini sudah ada 15

relawan di rumah baca bakau yang diberikan pendidikan dan tanggung jawab , spanduk, pamflet,

selebaran, dan lain sebagainya merupakan bentuk dari literasi visual. Artinya

dalam berkomunikasi atau ingin menyampaikan pesan-pesan melalui apa yang

bisa dilihat dengan kasat mata. Pendidikan dengan metode literasi visual sangat

dibutuhkan untuk saat ini, anak-anak yang sudah jenuh belajar di sekolah umum

diajak belajar sambil bermain melalui pertunjukkan film, pemandangan di luar

ruangan, serta dengan perlengkapan pendukung lain seperti gambar-gambar.

1

(6)

untuk mengelola organisasi di Rumah Baca Bakau, serta mengelola pusat

budidaya mangrove2

1. Koordinator/manajer Rumah Baca Bakau (Juhaina) dan budidaya ikan.

Tanggung jawab untuk relawan meliputi pengelolaan organisasi rumah

baca bakau, mengelola dana operasional rumah baca bakau dan mendapat hak

gaji. Dana operasional rumah baca bakau adalah anggaran untuk kegiatan belajar

mengajar, pembelian bahan bacaan, dana event, serta gaji relawan. Pengelola

rumah baca bakau bertanggung jawab atas berjalannya roda organisasi kepada

lembaga pilar selaku penyelenggara program. Adanya fungsi kordinasi antara

relawan di rumah baca bakau dengan lembaga pilar untuk menjalankan program

yang dilakukan setiap awal tahun dan rutin setiap sebulan sekali. Untuk

pengelolaan wirausaha kolam ikan, relawan bertanggung jawab setiap hari

memberi makan ikan, membersihkan areal kolam bersama dengan penjaga kolam

yang dipilih oleh lembaga Pilar dari masyarakat setempat. berikut adalah

pembagian peran yang ada di Rumah Baca Bakau:

2. Fasilitator/tutor kegiatan visual literasi (Maulidayani)

3. Tim pendukung kegiatan

4. Pengelola kolam ikan (Ijol)

Untuk apresiasi kpd relawan di Rumah Baca Bakau, lembaga Pilar

memberikan beasiswa kepada relawan yg fokus menjadi fasilitator/tutor dalam

menjalankan program di Rumah Baca Bakau ditambah dengan uang transport

bulanan. Untuk tim pendukung diberikan uang transport bulanan tetapi

nominalnya sedikit lebih kecil karena tanggung jawab mereka juga hanya pada

2

(7)

saat penyelenggaraan kegiatan atau membawa tamu. Untuk relawan yang sudah

direkrut menjadi staff di lembaga Pilar, setiap menjalankan proyek maka mereka

akan diberikan salary bulanan sesuai posisi dan durasi proyek yang mereka

terlibat di dalamnya.

Dari pengamatan saya sejak pertama mengenal taman bacaan masyarakat

Rumah Baca Bakau, mereka sudah beberapa kali melakukan kegiatan-kegiatan

untuk mengupayakan keberaksaraan di lingkungan pesisir Percut Sei Tuan.

Taman bacaan masyarakat Rumah Baca Bakau pada bulan oktober 2014

melakukan kegiatan festival pesisir, yaitu sebuah ajang pertunjuk kan

keterampilan anak-anak pesisir. Rumah Baca Bakau juga melakukan kegiatan

penanaman pohon bakau3

Sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, antropologi dapat

melihat budaya yang melekat di Desa Percut serta melihat budaya di taman

bacaan masyarakat Rumah Baca Bakau. Dalam hal ini pendekatan–pendekatan

antropologi psikologi dan budaya organisasi dapat dijadikan sebuah patokan

untuk melakukan studi etnografi

, dan rutin melakukan kegiatan belajar mengajar baik di

dalam ruangan maupun di luar ruangan. Seluruh rangkaian kegiatan di taman

bacaan masyarakat Rumah Baca Bakau ini dikelola oleh relawan yang merupakan

remaja di sekitar taman bacaan masyarakat. Mereka yang menjadi relawan juga

sudah dibekali dengan pendidikan ataupun pelatihan yang diberikan pemerintah

daerah dan lembaga yang menjadi mitra taman bacaan masyarakat Rumah Baca

Bakau.

4

tentang budaya literasi di pedesaan.

3

Bakau: salah satu jenis pohon di hutan mangrove

(8)

1.2. Tinjauan Pustaka

1.2.1. Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu interaksi antara pendidik dan peserta didik di

dalam suatu masyarakat. Pendidikan sebagai suatu proses menaburkan

benih-benih budaya dan peradaban manusia yang hidup dan dihidupi oleh nilai-nilai atau

visi yang berkembang dan dikembangkan di dalam suatu masyarakat. Inilah

pendidikan sebagai suatu proses pembudayaan (Tilaar, 1999: 9).Salah satu konsep

yang dikemukakan oleh Freeman Butt dalam bukunya yang berjudul Cultural

History of Western Eduction, pendidikan adalah kegiatan menerima dan

memberikan pengetahuan sehingga kebudayaan dapat diteruskan dari generasi ke

generasi berikutnya (Djumransjah: 2004). Pendidikan merupakan sarana strategis

dalam usaha manusia mencapai tahap pembebasan dari segala belenggu

pembodohan.

Prinsip dasar pendidikan menurut socrates (Uyoh: 2009) adalah metode

dialektis. Metode ini digunakan socrates sebagai dasar teknis pendidikan yang

direncanakan untuk mendorong seseorang belajar berpikir secara cermat, untuk

menguji diri sendiri dan untuk memperbaiki pengetahuannya. Dengan kata lain

tujuan pendidikan ini adalah untuk merangsang manusia untuk menertibkan diri

sendirinya dan mengubah dirinya sendiri.

Pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses perkembangan fisik dan

psikologis anak. Anak akan memperoleh pengalaman-pengalaman baru dalam

hubungan sosialnya dengan anak-anak lain yang berbeda status sosial, suku,

(9)

yang paling berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak. Keluarga

mendidik anak agar mencapai perkembangan dan intelektual yang selaras,

khsusunya pada bidang pengetahuan, keterampilan, kepribadian dan kecakapan.

Sedangkan di sekolah proses pendidikan lebih kepada proses pemahaman yang

ilmiah. Keluarga memiliki tanggungjawab untuk membantu memanusiakan,

membudayakan, dan menambah nilai-nilai terhadap anaknya.

Pendidikan merupakan kebutuhan pokok dalam merumuskan bentuk atau

pola suatu kebudayaan yang menjadi ciri suatu masyarakat. Dan pendidikan juga

sebagai media transformasi nilai-nilai kebudayaan dari suatu generasi ke generasi

selanjutnya sekaligus sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan yang dinamis

sesuai kebutuhan masyarakat itu sendiri (Nazili, 1989).

Pendidikan pada hakikatnya akan mencakup kegiatan mendidik, mengajar,

serta melatih. Kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai suatu upaya untuk

mentransformasikan nilai-nilai. Nilai-nilai yang ingin ditransformasikan berupa

nilai-nilai religi, kebudayaan, sains, teknologi, seni dan keterampilan (Uyoh,

2009).

Pendidikan masyarakat merupakan suatu proses di mana upaya pendidikan

yang diprakarsai pemerintah diwujudkan secara terpadu dengan upaya penduduk

setempat untuk meningkatkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang lebih

bermanfaat dan memberdayakan masyarakat. Pendidikan sangat penting bagi

(10)

1.2.2. Perubahan Pada Masyarakat

Orangtua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima dimasyarakat dengan

baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak

juga mempengaruhi setiap orangtua dalam memberikan pola asuh terhadap anaknya

(Anwar,2000).

Proses enkulturasi diajarkan kepada individu dengan sengaja tidak hanya

dalam lingkungan keluarga dan dalam pergaulan di luar keluarga, tetapi juga

meliputi pendidikan formal. Dalam proses itu seorang individu dari masa

kanak-kanak hingga orangtua belajar pola-pola tidakan dalam interaksi dengan segala

macam individu di sekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan sosial

yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari (Koentjaraningrat, 1990).

Untuk melihat proses enkulturasi yang diajarkan individu bisa

menggunakan pendekatan antropologi psikologi. Antropologi psikologis

merupakan cabang dari

interaks

perkembanga

perolehan

memeriksa tentang bagaimana pemahaman kognisi, emosi, motivasi, dan proses

psikologis sejenis membentuk model proses budaya dan sosial. Setiap aliran

dalam antropologi psikologis memiliki pendekatannya sendiri-sendiri5

5http://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi_psikologis

(11)

“Sekolah sebagai lembaga pendidikan sangat berperan dalam proses sosialisasi individu agar menjadi anggota masyarakat yang bermakna bagi masyarakatnya”. Melalui pendidikan formal akan terbentuk kepribadian seseorang yang diukur dari perkembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik seperti terdapat dalam teori

Bloom”6

Menurut Abdullah (2012) peningkatan kualitas sumber daya manusia

(SDM) tentunya terus mengalami perubahan dari zaman ke zaman. Dicontohkan

dalam masyarakat nelayan, peningkatan kualitas sumber daya diarahkan untuk

membentuk seseorang menjadi nelayan yang mempunyai pengetahuan luas dan

terampil. Peningkatan sumber daya manusia bisa dilihat dari mereka yang semula

awam terhadap permasalahan yang menyangkut kehidupan nelayan, setelah

memperoleh pendidikan dan pengetahuan mereka menjadi nelayan profesional, Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul” atau

dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi”. Ciri-ciri masyarakat adalah (1)

interaksi antar warga-warganya; (2) adat-istiadat, norma, hukum, dan

aturan-aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah laku warga Negara kota atau

desa; (3) kontinuitas waktu; (4) dan rasa identitas kuat yang mengikat semua

warga. Dengan memeperhatikan ciri-ciri tersebut maka secara khusus dapat

dirumuskan definisi mengenai masyarakat yaitu masyarakat adalah kesatuan

hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang

bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama

(Koentjaranungrat, 2009: 116).

(12)

mencakup ketepatan menangkap ikan, penggunaan perangkat, pembuatan perahu

dan peralatan lain.

1.2.3. Taman Bacaan Masyarakat

Taman Bacaan Masyarakat merupakan salah satu bentuk pendidikan

berbasis masyarakat. Taman bacaan masyarakat diartikan sebagai sebuah wadah

yang bergerak dalam bidang pendidikan yang mempunyai tujuan memberikan

akses layanan bahan bacaan bagi masyarakat dalam rangka mendorong dan

menumbuhkembangkan masyarakat gemar membaca dan menulis.

Taman bacaan masyarakat secara legalitas termaktub dalam UU No.20

tahun 2003 pasal 26 ayat 4, yaitu “Satuan pendidikan nonformal terdiri atas

lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar

masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis”. Lebih

lanjut tentang pendidikan berbasis masyarakat dijelaskan dalam pasal 55 bagian

kedua UU No 20 Tahun 2003 yang berisi:

1. Masyarakat berhak meneyelenggarakan pendidikan berbasis

masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan

kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan

masyarakat.

2. Penyelenggara pendididkan berbasis masyarakat mengembangkan dan

melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen

dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan

3. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat

(13)

Paerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

4. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan

teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari

Pemerintah dan/atau pemerintah Daerah.

5. Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut

dengan Peraturan pemerintah.

Taman bacaan masyarakat pada dasarnya adalah perpustakaan yang

berbasis pada masyarakat (community based library). Taman Bacaan Masyarakat

secara fisik memang bukan/belum dikatakan perpustakaan, meskipun fungsinya

tidak berbeda, yakni sebagai sumber ilmu yang dapat dimanfaatkan oleh setiap

orang”. Menurut Murniati (2012) taman bacaan masyarakat harus memiliki

unsur-unsur manajemen pengelolaan seperti:

1. Pengelola TBM harus orang yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi serta memiliki kemampuan teknis dalam mengelola

layanan kepustakaan kepada masyarakat.

2. Sumber anggaran yang pasti, tetap, dan teratur merupakan hal yang dapat menjamin tersedianya anggaran pendapatan dan belanja TBM setiap

tahun. Anggaran ini pula yang dapat digunakan sebagai biaya operasional

TBM sehari-hari.

(14)

untuk pengelola TBM, tikar/atau karpet, rak-rak buku, lemari untuk

penyimpanan/pemajangan bahan pustaka, laci katalog, dan lain-lain.

4. Kegiatan yang dilakukan oleh sebuah TBM sangat bervariasi, tergantung pada besar kecilnya ruang lingkup organisasi TBM.

5. Kegiatan administrasi di TBM menekankan kepada urusan surat keluar dan surat masuk ke TBM dan juga pencatatan dari setiap program dan

kegiatan-kegiatan TBM.

6. Pengadaan koleksi bahan pustaka merupakan proses awal dalam mengisi TBM dengan berbagai sumber informasi seperti buku, majalah, surat

kabar, kliping, foto-foto kegiatan masyarakat, dan lain-lain.

7. Pengolahan koleksi adalah pekerjaan yang diawali sejak koleksi diterima di TBM sampai koleksi tersebut dapat ditempatkan di rak buku dan dapat

dilayankan kepada pengunjung TBM.

Fasilitator di TBM Rumah Baca Bakau dipilih berdasarkan pendidikan

yang sudah ditempuh. Untuk fasilitator minimal telah menamatkan pendidikan

tingkat Sekolah Menengah Atas untuk selanjutnya diberikan beasiswa menempuh

jenjang strata 1 (satu) sesuai kebutuhan kelas di Rumah Baca Bakau. Sumber

pendanaan di dapat secara rutin dari lembaga-lembaga donor seperti Indonesia

Climate Change Trust Fund (ICCTF), Friends of The Orangutans, dan United

Nations Development Programme (UNDP).

Administrasi di Rumah Baca Bakau meliputi surat keluar dan masuk serta

administrasi untuk laporan ke lembaga donor yang dilakukan oleh lembaga Pilar

selaku penyelenggara program. Rumah Baca Bakau memiliki bahan bacaan yang

(15)

belajar. Dalam pengolahan sudah ada rak-rak buku yang dimiliki Rumah Baca

Bakau.

1.2.4. Budaya Literasi

Literacy merupakan kemampuan menggunakan membaca dan menulis

dalam melaksanakan tugas-tugas yang bertalian dengan dunia kerja dan

kehidupan di luar sekolah. Istilah literasi visual (visual literacy) ini, pertama

sekali digunakan oleh seorang penulis bernama John Debes dalam tahun 1968.

Literasi bukanlah sekedar keterampilan membaca dan menulis secara mekanis.

Literasi meliputi tanggapan, pemahaman, dan kegiatan kehidupan sehari-hari yang

tersusun dan diaplikasikan melaui kegiatan pembelajaran berkelanjutan.

Dalam hal ini, konsep literasi mempunyai arti yang luas sebagaimana

disarankan Wagner (1987) yaitu penguasaan suatu tahap ilmu yang berdasarkan

keterpaduan antara keterampilan mendengar, berbicara, membaca, menulis, berhitung

dan berpikir. Kemampuan ini melibatkan kegiatan mengumpulkan pengetahuan yang

(16)

mengarahkan seseorang untuk memahami dan menggunakan bahasa yang tepatsesuai

dengan situasi sosial. Konsep literasi yang digunakan dalam kegiatan in imemadukan

konsep literasi fungsional, literasi skill (keterampilan dasar hidup dan literasi

budaya).

Cessilia (2014) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa di kalangan

mahasiswa budaya literasi masih belum melekat. Minimnya budaya literasi ini

disebabkan karena kesibukkan mahasiswa dengan berbagai tugas kuliah terutama

kegiatan laboratorium7

Pengembangan masyarakat merupakan upaya mengembangkan sebuah

kondisi masyarakat secara berkelanjutan dan aktif berlandaskan prinsip-prinsip

keadilan sosial dan saling menghargai. Pengembangan masyarakat

menerjemahkan nilai-nilai keterbukaan, persamaan, pertanggungjawaban,

kesempatan, pilihan, partisipasi, saling menguntungkan, saling timbal balik, dan

pembelajaran terus menerus (Zubaedi, 2013). Inti dari pengembangan masyarakat . Selain itu rendahnya budaya literasi juga disebabkan oleh

faktor eksternal seperti orang tua, pemerintah, lingkungan pendidikan serta faktor

internal yaitu kemauan dari diri sendiri.

Gould menyatakan bahwa dalam setiap proses belajar, kemampuan

mendapatkan keterampilan-keterampilan baru tergantung dari dua faktor, yaitu

faktor internal seperti kematangan individu dan eksternal seperti stimulan dari

lingkungan. Faktor eksternal yang sangat berpengaruh dalam hal ini adalah

lingkungan keluarga dan lingkungan pendidikan.

1.2.5. Pengembangan Masyarakat

7

(17)

adalah mendidik, membuat anggota masyarakat mampu mengerjakan sesuatu

dengan memberikan kekuatan atau sarana yang diperlukan dan pemberdayaan

mereka.

Di lokasi penelitian ini pengembangan masyarakat dilakukan lembaga

Pilar dengan menyelenggarakan wirausaha pengolahan produk berbahan dasar

mangrove. Produk olahan mangrove dibuat oleh masyarakat dengan bahan dasar

yang mudah diperoleh di sekitar mereka dan dibantu modal oleh lembaga pilar.

Saat ini masyarakat sudah mampu membuat produk olahan mangrove sirup

mangrove dan cendol mangrove yang akan siap dipasarkan. Hasil dari penjualan

produk ini nantinya akan menjadi pendapatan tambahan ibu-ibu nelayan di sekitar

Rumah Baca Bakau.

Selain itu, dalam memberdayakan masyarakat di sekitar Rumah Baca

Bakau, lembaga Pilar juga membuatkan kolam ikan bandeng dan memberikan

modal untuk operasionalnya yang kemudian dikelola bersama. Kolam bandeng ini

dikelola bersama warga di sekitar Rumah Baca Bakau dan relawan Rumah Baca

Bakau. Hasil dari panen nantinya akan dibagi sesuai kesepakatan yang sudah

ditentukan yaitu 40% untuk lembaga pilar selaku pemilik modal, 40% untuk

pengelola kolam, dan 20% untuk membantu operasional Rumah Baca Bakau.

Pemberdayaan masyarakat merupakan bentuk pembangunan yang berpusat

pada rakyat dan ditujukan untuk membangun kemandirian masyarakat. Konsep

pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu proses perencanaan

pembangunan dengan memusatkan pada partisipasi, kemampuan, dan masyarakat

(18)

pembangunan dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program yang mereka

lakukan (Suparjan, 2007; 24).

Kebanyakan aktivis sosial melakukan peran-peran pendampingan ketika

program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sedang berjalan. Peran

aktivis sosial sebagai pendamping sangat krusial dalam menghidupkan dan

mengembangkan kegiatan kelompok. Ada beberapa hal yang perlu diperhatkan

dalam kegiatan pengembangan masyarakat. Seorang atau kelompok aktivis

pengembangan masyarakat dalam program dampingan hendaknya memperhatikan

prinsip-prinsip substansial dari pengembangan masyarakat itu sendiri. Menurut

Zubaedi (2013) setidaknya ada 22 prinsip dalam pengembangan masyarakat yang

kesemuanya saling berkaitan. Pengembangan masyarakat harus:

1. Bersifat pembangunan yang menyeluruh

2. Melawan kesenjangan struktural

3. Memperhatikan Hak Asasi Manusia

4. Sustainable ( berkelanjutan )

5. Pemberdayaan

6. Personal dan politik

7. Kepemilikan masyarakat

8. Kemandirian

9. Kebebasan dari negara

10.Tujuan langsung dan visi yang benar

11.Pembangunan organik

12.Laju pembangunan

(19)

14.Pembentukan masyarakat

15.Proses dan hasil

16.Integritas proses

17.Tanpa kekerasan

18.Keterbukaan

19.Konsensus

20.Kooperatif, dan

21.Partisipasi

22.Menentukan kebutuhan

Untuk masuk ke dalam suatu kelompok masyarakat pedesaan, orang kota

(luar) terlebih dahulu harus memperkenalkan diri sebelum masuk menjadi

pendamping agar tidak muncul asumsi-asumsi negatif di

masyarakat.Memperkenalkan diri dalam arti melakukan pendekatan-pendekatan

sosial, moral, dan emosional dengan masyarakat setempat (Saragih, Sabastian,

1996).

Dalam melakukan pengembangan masyarakat dibutuhkan sumberdaya

manusia yang muncul dari masyarakat itu sendiri sebagai jembatan antara orang

luar dengan masyarakat dampingan. Sabastian Saragih (1996) mengungkapkan

bahwa untuk menentukan kader orang luar bisa melihat bakat yang dimiliki

seseorang seperti senang bergaul, dan senang melakukan kegiatan

pengorganisasian. Kader ini lahir dari proses pendampingan yang dilakukan,

kader-kader inilah yang nantinya akan memperkuat kekuatan yang dimiliki

(20)

Menurut Kaji F Jalal (1999: 5) LSM adalah organisasi swasta yang secara

umum bebas dari intervensi pemerintah. LSM didirikan dengan sebuah idealisme

untuk memberikan perhatian terhadap isu-isu sosial, kemanusiaan, perbaikan

kesejahteraan kelompok marjinal, perlawan terhadap kesenjangan dan

kemiskinan, perlindungan terhadap lingkungan atau sumber daya alam,

manajemen, dan pengembangan sumberdaya manusia.

LSM hadir sebagai jembatan bagi masyarakat kalangan bawah dalam

menyampaikan aspirasinya ataupun sebagai pendamping masyarakat kecil.

Program-program pembangunan lembaga swadaya masyarakat cenderung

berbasis masyarakat atau community based development. Paradigma yang dipakai

pun bersifat bottom updan lokalitas. Bagi sebagaian orang LSM sebagai kumpulan

warga akar rumput yang aktivitasnya dilakukan secara terorganisir untuk

mengkritisi proyek-proyek pemerintah.

Sebagaian kalangan lain memahami LSM sebagai kumpulan para ahli

yang memberi saran kepada pemerintah tentang suatu masalah secara netral, atau

koalisi dari perwakilan kalangan industri yang menyampaikan pemikirannya

kepada pemerintah (Zubaedi, 2013). Upaya-upaya LSM dalam mengembangkan

masyarakat lapis bawah dapat dilihat sebagai salah satu bentuk gerakan sosial

yang sistematis dan terorganisir.

Jika dinarasikan Robert Chambers (1987) menerangkan bahwa

permasalahan program pendampingan yang tidak berjalan panjang yang dilakukan

LSM maupun pemerintah disebabkan oleh kurang cermatnya pendamping dalam

melihat masyarakat. Rangkaian kegiatan yang dilakukan masih bersifat

(21)

dalam kegiatan yang dilakukan masyarakat bahkan tidak rutin mendampingi, serta

bersifat menggurui.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah

dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keadaan budaya literasi di Desa Percut ini ?

2. Mengapa Budaya Literasi di Desa Percut masih rendah padahal sudah

ada upaya yang dilakukan pemerintah maupun pihak swasta ?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendiskripsikan bagaimana budaya literasi di Desa Percut.

2. Untuk mengetahui program-program yang ada di rumah baca bakau dalam

upayakeberaksaraan di Desa Percut.

Manfaat dari penelitian ini adalah menjadi bahan informasi awal yang

konkret dan empirik untuk mengubah budaya literasi yang rendah di pedesaan.

Hasil penelitian ini juga bisa digunakan pemerintah maupun organisasi swasta

sebagai pedoman dalam program menumbuhkembangkan budaya literasi di

pedesaan. Selain itu penelitian ini juga bermanfaat sebagai salah satu referensi dan

(22)

1.5. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini adalah etnografi. Etnografi digunakan dalam

penelitian antropologi untuk melihat perilaku-perilaku manusia yang berkaitan

dengan perkembangan teknologi komunikasi dalam setting sosial dan budaya

tertentu. Metode penelitian etnografi dianggap mampu untuk menggali

informasi-informasi secara mendalam dengan sumber-sumber yang luas. Dengan teknik

observasi partisipatif, etnografi menjadi sebuah metode penelitian yang unik

karena mengharuskan partisipasi peneliti secara langsung dalam suatu komunitas

atau masyarakat tertentu. Seperti yang diungkapkan Marzali (2005) etnografi

merupakan ciri khas dari antropologi, yang artinya merupakan sebuah metode

penelitian lapangan asli dari ilmu antropologi itu sendiri.

1.6. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan,

Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia. Desa Percut dipilih karena

belum ada penelitian tentang budaya literasi yang dilakukan di Desa ini. Desa

Percut bisa menjadi representasi desa-desa di daerah pesisir Indonesia khususnya

Sumatera Utara.

1.7. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi partisipatif.

Observasi pertisipatif merupakan pengamatan yang dilakukan melibatkan peneliti

(23)

observasi partisipatif ini, peneliti mengamati secara langsung dan dapat

merasakan apa yang ada dalam masyarakat tersebut. Peneliti ikut serta dalam

kegiatan mengajar baca-tulis bersama peserta didik Rumah Baca Bakau dan

kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan literasi di Desa Percut.

Pada tanggal 22 juni 2015 peneliti ke lokasi penelitian untuk menetap

beberapa waktu. Saya berangkat pagi dari medan dan sudah membawa

perlengkapan seperti baju, perlengkapan mandi, laptop dan alat tulis. Saya tiba di

percut sebelum dzuhur, langsung menuju Rumah Baca Bakau tempat saya akan

menetap. Sebelumnya saya sudah melakukan komunikasi dengan Direktur Pilar

untuk meminta izin tinggal di Rumah Baca Bakau. Sampai di Rumah Baca Bakau

saya menunggu relawan Rumah Baca Bakau yang memang tinggal di Rumah

Baca Bakau.

Setelah beberapa menit Bang Adi (relawan Rumah Baca Bakau) datang

menemui saya untuk berjumpa dengan Bang Ijol (relawan Rumah Baca Bakau)

yang mengelola budidaya ikan. Saya diantar Bang Adi ke pusat budidaya ikan nila

dan bandeng milik Rumah Baca Bakau yang dikelola oleh Bang Ijol. Setelah

sampai saya langsung merasa lega ternyata di kolam ikan tempat budidaya ini

udaranya beda dengan di sekitar Rumah Baca Bakau. Di kolam lebih dingin dan

lebih banyak angin yang membuat saya ingin tidur.

Peneliti menetap bersama masyarakat di Desa Percut mulai dari awal

ramadhan sampai menjelang hari raya islam (lebaran). Setelah lebaran peneliti

kembali ke Desa Percut lagi untuk menambah data penelitian ini. Peneliti kembali

(24)

Dalam mengumpulkan data peneliti juga menggunakan teknik wawancara.

Wawancara merupakan percakapan antara dua individu dengan maksud tertentu.

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam atau in-depth interview.

Wawancara mendalam ini dilakukan untuk mendapatkan persepsi, opini, dan

prediksi dari seorang individu serta fakta dalam konteks permasalahan tertentu.

Wawancara mendalam ini juga untuk memunculkan reaksi perorangan terhadap

suatu hal dalam mencari-cari pemecahan masalah tertentu.

Untuk itu perlu ditetapkan terlebih dahulu siapa yang ingin dijadikan

informan kunci. Menurut J. Moleong (2004) informan pangkal atau informan

kunci adalah informan yang akan membuka wawancara dengan pengetahauan

yang ia ketahui. Informan kunci dapat ditentukan menurut konsep Benard ( 1994:

166) yaitu orang yang dapat bercerita secara mudah, paham terhadap informasi

yang dibutuhkan, dan dengan gembira memberikan informasi kepada peneliti.

Spradley (1977) mengatakan bahwa ada lima syarat dalam menentukan

informan yaitu: (1) enkulturasi penuh, artinya mengetahui budaya miliknya

dengan baik, (2) keterlibatan langsung, (3) suasana budaya yang tidak dikenal,

biasanya akan semakin menerima tindak budaya sebagaimana adanya, dia tidak

akan basa-basi, (4) memiliki waktu yang cukup, (5) non analitis. Dalam hal ini

informan yang dipilih adalah warga di Desa Percut, anak-anak yang sudah tidak

bersekolah, perangkat Desa dan pengelola rumah baca bakau. Pemilihan informan

dilakukan secara acak sesuai kebutuhan data.

Peneliti juga harus bersikap rendah hati, mengosongkan pikiran bahwa

(25)

masyarakat guna mencapai rapport8

8 Membangun hubungan baik dengan informan

dan mendapatkan data-data yang sesuai fakta

di lapangan.Peneliti harus sering ke lapangan guna membangun emosional dengan

informan, dengan begitu peneliti akan lebih mudah menggali informasi yang lebih

dalam dari informan.

Data yang dikumpulkan bisa berupa gambar, ataupun kata-kata. Data-data

ini berasal dari naskah, rekaman, catatan lapangan peneliti, memo, serta

dokumen-dokumen lain yang mendukung.

Untuk mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data, peneliti

menggunakan alat bantu perekam seperti Tape Recorder, serta Kamera.

1.8. Analisis Data

Data yang sudah diperoleh selama peneliti di lapangan baik berupa hasil

wawancara, observasi, serta dokumen pendukung lain setiap harinya dituliskan

dalam bentuk catatan lapangan atau field note. Catatan lapangan ini merupakan

catatan yang ditulis secara rinci, cermat, luas, dan mendalam yang diperoleh dari

hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti tentang subjek,

aktivitas, ataupun tempat berlangsungnya kegiatan tersebut. (Idrus, 2009). Setelah

itu data diklasifikasikan berdasarkan tema.

Selain itu peneliti juga akan menggunakan data kepustakaan guna

meelengkapi informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian ini. Data

kepustakaan bisa diperoleh dari sumber tertulis seperti buku, dokumen, jurnal,

Referensi

Dokumen terkait

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat jawa yang ada di desa Percut Sei Tuan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang yang betjumlah ±. 3610

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendirian rumah ibadah di Desa Kampung Kolam sudah berdiri selama 50 tahun yang lalu dan dulunya masyarakat umat Buddha banyak

Desa Sei Belutu sudah memiliki penerangan yang baik dimana setiap rumah. sudah memiliki

Taman bacaan masyarakat (TBM) masih sangat sedikit. Idealnya setiap desa memiliki taman macaan masyarakat, karena taman bacaan sangat penting untuk meningkatkan minat baca

Sedangkan upaya Rumpita dalam meningkatkan budaya literasi, denganmelakukan pembinaan terhadap komunitas, diantaranya komunitas Educare , Rumah Baca Mentari dan Agent Of

Tesis Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Terhadap Lingkungan Rumah Tempat Tinggal Nelayan di Desa Lalang dan di Desa Medan Kecamatan Medang

Rumah makan manakah yang sudah anda kunjungi di wisata kuliner ini6. Rumah makan di tengah pantai

Usaha kuliner pantai Bagan Desa Percut juga memiliki ciri khas yang unik. yaitu dilihat dari segi desain, dan ornamen-ornamen budaya melayu