• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Emosi dan Strategi Regulasi Emosi Remaja Terhadap Peristiwa Percobaan Bunuh Diri Orang Tua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Proses Emosi dan Strategi Regulasi Emosi Remaja Terhadap Peristiwa Percobaan Bunuh Diri Orang Tua"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Emosi

1. Definisi Emosi

Emosi berasal dari bahasa latin yaitu emovere yang berarti “luar” dan movere dengan arti “bergerak”. Menurut Lahey (2007), emosi merupakan

suatu hal yang dihasilkan dari proses fisiologis sehingga menyebabkan munculnya reaksi emosi, reaksi emosi ini tidak dapat dibaca akan tetapi hanya dapat dilihat melalui ekspresi dan perilaku individu saja. Sedangkan menurut Goleman (2002) yang mengatakan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak, emosi juga merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu.

(2)

emosi yang tidak sesuai dengan tujuan individu, seperti anger (marah), anxiety (cemas), fright (takut), jealously (perasaan bersalah), shame (malu),

disgust (jijik).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu hal yang dihasilkan dari proses fisiologis yang merujuk pada suatu perasaan dan pikiran (kognitif) yang khas yang bereaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu sehingga berkemungkinan untuk mengambil tindakan tertentu.

2. Proses Emosi

(3)

B. Regulasi Emosi

1. Definisi Regulasi Emosi

Thompson (1994) mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan individu untuk memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional untuk mencapai tujuan. Menurut Gross (2007), regulasi emosi merujuk untuk membentuk salah satu atau lebih emosi dan mengungkapkan emosi tersebut, regulasi emosi terkait dengan cara emosi dapat diregulasi/dikontrol. Selanjutnya Gross menambahkan, regulasi emosi dlakukan pada saat proses emosi tertentu yaitu terjadi sebelum atau sesudah munculnya respon emosi

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, regulasi emosi adalah kemampuan individu untuk memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional untuk membentuk salah satu atau lebih emosi dan mengungkap emosi tersebut yang terjadi sebelum atau sesudah munculnya respon emosi.

2. Aspek Regulasi Emosi

Menurut Thompson (1994), ada tiga aspek regulasi emosi yaitu; a) Kemampuan memonitor emosi (emotions monitoring) yaitu kemampuan

untuk menyadari dan memahami dari keseluruhan proses yang terjadi dalam diri, pikiran dan latar belakang dari tindakan individu.

(4)

kemarahan, kesedihan, kecewa, dendam dan benci akan membuat individu tidak terbawa dan terpengaruh secara mendalam yang dapat mengakibatkan individu tidak dapat berfikir secara rasional.

c) Kemampuan memodifikasi emosi (emotions modification) yaitu kemampuan untuk merubah emosi sehingga mampu memotivasi diri terutama ketika individu berada dalam putus asa, cemas dan marah. Kemampuan ini membuat individu mampu bertahan dalam masalah yang sedang dihadapinya.

3. Strategi Regulasi Emosi

Menurut Gross (2014), strategi regulasi emosi didasarkan oleh proses emosi atau the modal model of emotion. Berdasarkan dari modal model of emotion, Gross membentuk 5 kelompok strategi regulasi emosi

sehingga individu dapat melakukan regulasi emosi mereka yang kemudian disebut dengan process model of emotion regulation. Adapun strategi regulasi emosi tersebut adalah:

1. Pemilihan Situasi (Situation Selection)

Situation selection meliputi tindakan yang menentukan individu

(5)

2. Modifikasi Situasi (Situation Modification)

Situation modification mengacu pada usaha untuk mengubah situasi

secara langsung untuk mengubah dampak emosional atau teralihkan. Situation modificaton berhubungan dengan proses modifikasi lingkungan external dan fisik. Contohnya mengubah lingkungan yang menyebabkan munculnya emosi negatif.

3. Penyebaran Perhatian (Attentional Deployment)

Attentional deployment yaitu mengarahkan perhatian dalam situasi

tertentu untuk mempengaruhi dan mengatur emosi yang muncul. Salah satu bentuk umum dari attentional deployment adalah distraksi dan konsentrasi. Distraksi yaitu cara dengan memfokuskan perhatian pada aspek-aspek lain dari situasi secara bersamaan. Contohnya individu mengalihkan pada ingatan yang menyenangkan ketika menghadapi keadaan emosi yang negatif. Berbeda dengan distraksi, konsentrasi yaitu menarik perhatian pada aspek-aspek yang berhubungan dengan situasi. Contohnya individu memfokuskan atau melibatkan ingatannya mengenai suatu situasi yang memunculkan emosi.

4. Perubahan Kognitif (Cognitive Change)

Cognitive change mengacu pada cara individu menilai situasi tertentu

(6)

baik yang dipelajari dari cognitive change adalah reappraisal, bentuk cognitive change sering digunakan untuk mengurangi emosi negatif

tetapi dapat juga untuk meningkatkan atau menurunkan emosi positif dan negatif.

5. Perubahan Respon ( Response Modulation)

Response modulation terjadi diakhir proses emosi yaitu setelah

kecenderungan respon dimulai atau sudah terjadi dan mempengaruhi secara langsung experiential, behavioral, atau komponen physiological respon emosi. Salah satu contoh dari response

modulation adalah expressive suppression, yaitu individu mencoba

untuk mencegah secara terus-menerus perilaku emotion-expressive negatif atau positif.

Model strategi regulasi emosi tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok strategi yaitu antecedent-focused strategies dan response-focused strategies. Antecendent-focused strategies digunakan untuk proses mempersiapkan kecenderungan respon sebelum sebelumnya diaktifkan, tipe yang termasuk antecedent-focused strategies adalah situatian selection, situation modification, attentional deployment dan coginitive change.

(7)

Bagan 3. Process Model Of Emotion Regulation 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Regulasi Emosi

Menurut Sheppes (dalam Gross, 2014), terdapat tiga faktor penentu utama yang mempengaruhi individu memilih strategi regulasi emosi, yaitu;

1. Intensitas emosional merupakan dimensi utama variasi di konteks emosional. Pada situasi dengan intensi rendah dan emosi yang negatif, individu akan lebih memilih untuk melakukan penilaian kembali. Sedangkan individu dalam situasi intensitas tinggi dengan emosi negatif cenderung memilih untuk memblokir informasi emosional atau dengan menghindar situasi yang menimbulkan emosi sebelum mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi situasi. 2. Kompleksitas kognitif dapat menghasilkan sebuah strategi regulasi

(8)

emosi dan pemeliharaan memegang peran dalam mempertahankan regulasi emosi selama yang diperlukan

3. Tujuan motivasi yaitu mengevaluasi stimulus emosional akan ditemui dalam sekali atau beberapa kali. Stimulus emosional yang dihadapi beberapa kali dapat lebih baik dalam melakukan regulasi emosi.

Selain faktor pemilihan strategi regulasi emosi, menurut Riediger & Klipker (dalam Gross, 2014) bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi kemampuan individu terutama pada usia remaja dalam melakukan regulasi emosi yaitu familial context. Faktor familial context mempengaruhi cukup penting dalam memfasilitasi atau menghambat keterampilan regulasi emosi. Familial context mempengaruhi perkembangan regulasi emosi selama masa

kanak-kanak dan remaja dalam tiga cara yaitu; melalui observasi pembelajaran, melalui pola pengasuhan orang tua dan melalui iklim emosional dalam keluarga.

C. Percobaan Bunuh Diri (Suicide Attempt)

1. Definisi Percobaan Bunuh Diri (Suicide Attempt)

Bunuh diri berasal dari bahasa Latin yaitu “suicidium”. Kata “sui

(9)

melakukan bunuh diri telah mengalami rasa sakit psikologis dan perasaan frustasi yang bertahan lama sehingga individu melihat bunuh diri sebagai satu-satunya penyelesaian untuk masalah yang dihadapi yang bisa menghentikan rasa sakit yang dideritanya (dalam Silverman, 2006).

Bunuh diri dan percobaan bunuh diri memiliki sedikit perbedaan definisi. Percobaan bunuh diri dan bunuh diri yang berhasil dilakukan memiliki hubungan yang kompleks (Silverman, 2006). Hal ini dikarenakan adanya interaksi antara etiologi kedua perilaku tersebut, kebanyakan pelaku bunuh diri melakukan beberapa percobaan bunuh diri sebelum akhirnya berhasil bunuh diri. Silverman (2006) mendefinisikan percobaan bunuh diri sebagai sebuah situasi individu telah melakukan sebuah perilaku yang sebenarnya atau kelihatannya mengancam hidup dengan intensi menghabisi hidupnya, atau memperlihatkan intensi demikian, tetapi belum berakibat pada kematian.

Berdasarkan penjelasan tersebut, yang dimaksud dengan percobaan bunuh diri adalah situasi individu untuk membunuh diri dengan intensi menghabisi hidupnya tetapi belum berakibat kematian.

2. Faktor Penyebab Bunuh Diri

(10)

1. Adanya gangguan mental pada individu, seperti major-deppressive

illness, affective disorder

2. Adanya penyalahgunaan obat-obatan pada individu

3. Individu memiliki pemikiran untuk melakukan bunuh diri dan telah mempersiapkan percobaan bunuh diri

4. Individu memiliki sejarah percobaan bunuh diri , baik pada dirinya sendiri dan dalam keluarga

5. Individu merasa terisolasi, hidup sendiri, dan penolakan 6. Adanya hopeless dan cognitive rigdity pada individu

7. Individu memiliki permasalahan dalam kehidupannya sehingga menyebabkan stres, seperti masalah pekerjaan, pernikahan, patologi keluarga, konflik interpersonal, dan berhubungan langsung dengan kelompok yang suicidal

3. Dampak Percobaan Bunuh Diri

Menurut Cerel, dkk. (2008), terdapat 4 variabel dampak negatif pada anak yang menghadapi percobaan bunuh diri pada anggota keluarganya, yaitu;

1. Muncul simptom-simptom gangguan kesehatan mental pada anak (mood disorder, anxiety disorder, perilaku bunuh diri, posttraumatic stress disorder, traumatic grief)

2. Anak memunculkan emosi-emosi negatif (kesedihan, marah dan merasa bersalah) yang berdampak jangka panjang pada anak.

(11)

4. Gangguan kesehatan pada fisik (mudah terserang sakit, perubahan gangguan fisiologis).

D. Remaja

1. Definisi Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin yaitu adolescere yang berarti“tumbuh”atau“tumbuh menjadi dewasa”.Menurut Piaget (dalam Hurlock 2007), masa remaja adalah usia individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia individu tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Piaget juga menjelaskan bahwa kata adolescence memiliki makna yang lebih dari tumbuh, dimana meliputi kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Selain itu, menurut Papalia (2009) masa remaja merupakan masa transisi atau perubahan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, perubahan yang dimaksudkan meliputi perubahan fisik, kemampuan kognitif, sosial, harga diri, otonomi, dan keintiman.

Menurut Hurlock (2007), secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu awal masa dan akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung dari umur 13 tahun sampai dengan 16 atau 17 tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai dengan 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum.

2. Perkembangan Emosi Pada Remaja

(12)

sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar atau hormon pada tubuh remaja. Pertumbuhan pada tahun-tahun awal masa remaja terus berlangsung akan tetapi berjalan lebih lama. Hurlock juga menjelasakan bahwa remaja lebih banyak dikelilingi maupun dituntut dari kondisi sosial sehingga munculnya kestabilan atau tidak emosi pada masa remaja karena berada ditekanan sosial dan menghadapi kondisi yang baru sedangkan pada masa kanak-kanak mereka kurang mempersiapkan untuk menghadapi keadaan-keadaan tersebut.

Menurut Gessel, sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan emosi dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilau yang baru dan harapan sosial yang baru. Selanjutnya Gessel juga menjelaskan walaupun emosi remaja seringkali kuat, tidak terkendali dan tampak irasional, tetapi pada umumnya setiap tahun masa remaja akan terjadi perbaikan perilaku emosional misalnya, remaja 14 tahun lebih sering mudah marah, mudah terangsang dan emosi mereka cenderung “meledak” sedangkan remaja 16 tahun, mereka lebih “lebih tidak punya

keprihatinan” (dalam Hurlock 2007).

Menurut Santrock (2007), masa remaja merupakan suatu masa fluktuasi emosi (naik-turunnya) yang dapat berlangsung lebih sering.

(13)

emosional, masa remaja cenderung lebih menyadari siklus emosionalnya, seperti perasaan bersalah karena marah. Kesadaran yang dimiliki remaja dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk mengatasi emosinya. Kemampuan remaja yang menyadari siklus emosional sehingga mereka dapat mempersiapkan untuk dapat mengatasi stres dan fluktuasi emosional secara efektif, namun banyak juga remaja tidak dapat mengelola emosinya secara lebih efektif (dalam Santrock 2007). Remaja yang tidak dapat mengelola emosi secara lebih efektif cenderung untuk mengalami depresi, mudah marah, cemas yang selanjutnya dapat memicu munculnya berbagai masalah seperti kesulitan akademis, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja atau gangguan makanan.

3. Regulasi Emosi Pada Remaja

(14)

E. Gambaran Regulasi Emosi Remaja Terhadap Percobaan Bunuh Diri Orang Tua

Percobaan bunuh diri adalah suatu tindakan individu ketika telah melakukan sebuah perilaku yang sebenarnya atau kelihatannya mengancam hidup dengan intensi menghabisi hidupnya, atau memperlihatkan intensi, tetapi belum berakibat pada kematian (Silverman, 2006). Terdapat beberapa fakor yang menyebabkan individu melakukan percobaan bunuh diri, salah satunya yang paling banyak ditemukan adalah permasalahan dalam kehidupannya sehingga menyebabkan stres.

Percobaan bunuh diri tidak hanya berdampak negatif pada pelaku, namun juga berdampak negatif pada anggota keluarga terutama pada anak-anak yang menginjak usia remaja. Menurut Cerel, dkk. (2008), salah satu variabel dampak negatif pada anak yang menghadapi percobaan bunuh diri orang tuanya adalah anak akan memunculkan emosi-emosi negatif seperti kesedihan, marah dan merasa bersalah yang berdampak negatif dalam jangka panjang pada anak. Melihat dampak tersebut, anak-anak perlu untuk melakukan suatu cara mengontrol emosinya.

(15)

satu orang tuanya. Remaja yang mampu melakukan regulasi emosi mampu untuk mengekspresikan emosi dengan baik sehingga dapat mengubah situasi terhadap dampak dari percobaan bunuh diri orang tua dan juga mengubah lingkungan sosial menjadi lebih baik (Garrison, 2003).

Terdapat lima strategi regulasi yang dapat dilakukan remaja. Strategi regulasi emosi terdiri dari situation selection, situation modification, attentional deployment, cognitive change dan response modulation (Gross,

2007). Kelima strategi regulasi tersebut didasarkan dari proses emosi yaitu proses situation-attention-appraisal-response.

Strategi situation selection dihasilkan dari proses situation. Pada strategi ini, remaja yang menghadapi percobaan bunuh diri salah satu orang tuanya memilih situasi yang diinginkannya dengan cara menghindari orang yang terkait dengan peristiwa tersebut sehingga membuat remaja merasa lebih tenang dan dapat menghindari emosi negatif yang muncul. Menurut Gross (2007), strategi situation selection memiliki manfaat dalam kurun waktu yang singkat, hal ini dikarenakan individu mencoba untuk menghindari situasi.

(16)

situation modification dilakukan hanya pada lingkungan eksternal dan

lingkungan fisik.

Strategi attentional deployment dihasilkan dari proses emosi tahap kedua yaitu attention. Strategi ini mengarahkan perhatian remaja terhadap situasi yang memunculkan emosi negatif pada peristiwa percobaan bunuh diri orang tuanya. Pada strategi ini remaja akan memilih untuk mengalihkan perhatian terhadap situasi tersebut atau mencoba untuk memperhatikan situasi yang dialaminya. Menurut Gross (2007), strategi attentional deployment memiliki berbagai bentuk yaitu menarik diri secara fisik,

pengalihan secra internal, dan pengalihan respon.

Cognitive change merupakan strategi yang dihasilkan pada tahap

appraisal pada proses emosi. Strategi cognitive change mengarahkan remaja

untuk menilai mengenai peristiwa percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh orang tuanya. Penilaian digunakan remaja utnuk melihat sisi lain dari peristiwa tersebut sehingga mengubah emosi negatif menjadi lebih positif. Menurut Gross (2007), strategi cognitive change digunakan untuk pengalaman atau peristiwa internal, misalnya physiological arousal yang di alami individu terhadap suatu situasi tertentu.

Strategi terakhir yang dihasilkan dari proses emosi pada tahap response adalah strategi response modulation. Pada strategi ini remaja yang

(17)

langsung. Pada umunya, individu dapat melakukan regulasi emosi, jika individu dapat menemukan cara untuk mengekspresikan emosi yang muncul dalam cara yang lebih adaptif daripada maladaptif (Gross, 2007).

Menelaah lebih lanjut, menurut Gross (2007) proses emosi berlangsung secara dinamis, sehingga proses emosi dapat terjadi berulang dan berlangsung dalam waktu yang panjang. Oleh karena itu, strategi regulasi emosi dapat terjadi secara berulang dan dinamis. Setiap individu dapat melakukan lebih dari satu atau tidak melakukan strategi regulasi emosi dalam suatu kondisi dan situasi tertentu. Hal ini tergantung pada situasi yang sedang dihadapi individu (Gross, 2007).

Selanjutnya Sheppes (dalam Gross,2014) menambahkan, terdapat tiga faktor penentu yang mempengaruhi individu memilih strategi regulasi emosi yaitu intensitas emosional, kompleksitas kognitif dan tujuan motivasi. Intensitas emosional adalah dimensi dalam konteks emosional yang berhubungan dengan intensitas situasi dan level dari emosi yang muncul. Kompleksitas kognitif yaitu berkaitan dengan proses kognitif remaja dalam menghadapi suatu situasi dan kemunculan emosinya. Selanjutnya, tujuan motivasi berkaitan dengan dorongan dan pengalaman individu terhadap situasi yang dialaminya. Selain tiga faktor tersebut, menurut Riedger & Klipker (dalam Gross, 2014) terdapat faktor familial context yang mempengaruhi kemampuan remaja dalam melakukan regulasi emosi. Familial context mempengaruhi perkembangan regulasi emosi selama masa

(18)
(19)

Referensi

Dokumen terkait

Maka, dengan ini kami umumkan peserta lelang yang menjadi pemenang untuk Pengadaan Jasa Kebersihan pada BPK Perwakilan Provinsi Bengkulu, adalah sebagai berikut :..

Diberitahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi dokumen penawaran dan verifikasi dokumen kualifikasi oleh Kelompok Kerja 2 Unit Layanan Pengadaan Kantor Pusat Direktorat

oleh anggota kelompok kerja ULPD Provinsi Kepulauan Riau karena dapat menunjukan semua data kualifikasi yang diupload kedalam Sistem Pengadaan Secara Electronik (SPSE)

[r]

Bagi Peserta yang berkeberatan, dapat mengajukan sanggahan yang ditujukan kepada Panitia Pengadaan Barang/Jasa Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan

Semakin besar persentase campuran pelepah terhadap cangkang sawit, maka akan meningkatkan nilai kerapatan, keteguhan tekan, kadar air, zat terbang, dan kadar abu, tetapi

Tanaman yang digunakan untuk pengobatan diare jambu biji, kara, ketumbel, kunyit, lengkuas, manggis, nangka, pala, patikan kebo. Penggunaan yang khas di Baturraden saja

Selain sebagai indikator pelayanan yang menunjukkan seberapa cepat dan tanggap petugas kesehatan dalam menangani masalah dan memberikan pertolongan medis kepada