• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Biopelet Campuran Cangkang dan Pelepah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Biopelet Campuran Cangkang dan Pelepah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK BIOPELET CAMPURAN CANGKANG

DAN PELEPAH KELAPA SAWIT

(

Elaeis guineensis

Jacq.)

ERMY PUSPITASARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Biopelet Campuran Cangkang dan Pelepah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Ermy Puspitasari

(4)

ABSTRAK

ERMY PUSPITASARI. Karakteristik Biopelet Campuran Cangkang dan Pelepah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Dibimbing oleh DEDE HERMAWAN dan GUSTAN PARI.

Biopelet adalah salah satu energi alternatif terbarukan yang memiliki keseragaman ukuran, bentuk, densitas, dan kandungan energi. Tujuan penelitian ini adalah menguji karakteristik biopelet campuran cangkang dan pelepah kelapa sawit, serta menentukan komposisi bahan baku yang dapat menghasilkan biopelet dengan kualitas terbaik. Bahan baku yang digunakan adalah campuran cangkang dan pelepah sawit dengan persentase campuran 100%:0%, 75%:25%, 50%:50%, 25%:75%, dan 0%:100%. Pembuatan biopelet menggunakan serbuk 80 mesh dengan tekanan 526.4 kg/cm2 pada suhu 200oC selama 15 menit. Jenis pengujian yang dilakukan terhadap biopelet meliputi kerapatan, keteguhan tekan, kadar air, zat terbang, kadar abu, karbon terikat, dan nilai kalor. Hasil pengujian menunjukkan kerapatan 1.02-1.28 g/cm3, keteguhan tekan 23.73-216.31 kgf/cm2, kadar air 2.87-4.65%, zat terbang 67.24-72.99%, kadar abu 4.48-7.73%, karbon terikat 17.49-22.16%, dan nilai kalor 3977-4666 kal/g. Biopelet yang mempunyai kualitas terbaik terdapat pada campuran cangkang dan pelepah sawit sebesar 75%:25%.

Kata kunci: biopelet, cangkang sawit, pelepah sawit, nilai kalor

ABSTRACT

ERMY PUSPITASARI. Characteristics of Biopelet from Mixed of Shells and Frond of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.). Supervised by DEDE HERMAWAN and GUSTAN PARI.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen hasil hutan

KARAKTERISTIK BIOPELET CAMPURAN CANGKANG

DAN PELEPAH KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.)

ERMY PUSPITASARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Karakteristik Biopelet Campuran Cangkang dan Pelepah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Nama : Ermy Puspitasari NIM : E24100016

Disetujui oleh

Dr. Ir. Dede Hermawan, MSc Pembimbing I

Prof (R). Dr. Gustan Pari, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Mei 2014 ini ialah biopelet, dengan judul Karakteristik Biopelet Campuran Cangkang dan Pelepah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.).

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dede Hermawan, MSc dan Bapak Prof (R). Dr. Gustan Pari, MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Mahfudin dari Laboratorium Kimia dan Energi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (PPPHH) yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan adik tercinta serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada teman-teman satu penelitian, sahabat, dan THH 47 atas bantuan, semangat, dan doanya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Kelapa Sawit 2

Cangkang Kelapa Sawit 2

Pelepah Kelapa Sawit 2

Biomassa 2

Biopelet 3

METODE 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Bahan 3

Alat 4

Tahapan Penelitian 4

Analisis Sifat Fisis 4

Analisis Sifat Mekanis 5

Analisis Proksimat 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kerapatan 7

Keteguhan Tekan 8

Kadar Air 9

Zat Terbang 10

Kadar Abu 11

Karbon Terikat 12

(10)

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

RIWAYAT HIDUP 20

DAFTAR TABEL

1 Standar kualitas biopelet 3

2 Komposisi bahan baku biopelet 4

3 Standar kerapatan biopelet 7

4 Standar kadar air biopelet 9

5 Standar kadar abu biopelet 11

6 Standar nilai kalor biopelet 13

DAFTAR GAMBAR

1 Nilai kerapatan biopelet 7

2 Nilai keteguhan tekan biopelet 8

3 Nilai kadar air biopelet 9

4 Nilai zat terbang biopelet 10

5 Nilai kadar abu biopelet 11

6 Nilai karbon terikat biopelet 12

7 Nilai kalor biopelet 13

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil analisis sidik ragam biopelet (taraf 5%) 16

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan energi di Indonesia yang berasal dari minyak bumi, batu bara, dan gas bumi semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk dan perkembangan industri. Hal ini akan berdampak besar terhadap terbatasnya persediaan energi. Diperkirakan kebutuhan energi nasional akan meningkat dari 674 juta SBM (setara barel minyak) tahun 2002 menjadi 1 680 juta SBM pada tahun 2020, meningkat sekitar 2.5 kali lipat atau naik dengan laju pertumbuhan rerata tahunan sebesar 5.2% (KNRT 2006). Bahan bakar tersebut termasuk energi yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable), sehingga dibutuhkan alternatif bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan energi saat ini. Bahan bakar alternatif dapat dikembangkan dengan memanfaatkan limbah biomassa. Menurut Kong (2010), biomassa merupakan sumber energi terbarukan dan tumbuh sebagai tanaman. Bergman dan Zerbe (2004) menyatakan bahwa bahan yang tergolong dalam biomassa adalah sisa hasil hutan dan perkebunan, biji dan limbah pertanian, kayu dan limbah kayu, limbah hewan, tanaman air, tanaman kecil, dan limbah industri serta limbah pemukiman.

Kelapa sawit merupakan salah satu biomassa limbah perkebunan yang ketersediaannya melimpah di Indonesia. Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2013 mencapai 10.010 juta ha (Direktorat Jendral Perkebunan 2013). Menurut Direktorat Jendral Perkebunan (2011), potensi limbah cangkang dan pelepah sawit yang dihasilkan perkebunan kelapa sawit adalah 7 315 dan 89 080 ton/tahun. Limbah cangkang dan pelepah kelapa sawit belum dimanfaatkan menjadi produk yang ekonomis. Salah satu solusi penyelesaian dari limbah tersebut dengan memanfaatkannya sebagai produk biopelet.

Biopelet adalah bahan bakar biomassa berbentuk pelet yang memiliki keseragaman ukuran, bentuk, kelembaban, densitas, dan kandungan energi (Abelloncleanenergy 2009). Pada penelitian ini, pembuatan biopelet menggunakan campuran cangkang dan pelepah sawit dengan komposisi yang berbeda. Penambahan campuran pelepah diharapkan dapat menurunkan biaya produksi biopelet karena harga pelepah lebih murah dibandingkan cangkang dan biopelet yang dihasilkan mempunyai kerapatan dan keteguhan tekan yang tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguji karakteristik biopelet campuran cangkang dan pelepah kelapa sawit serta menentukan komposisi bahan baku yang dapat menghasilkan biopelet dengan kualitas terbaik.

Manfaat Penelitian

(12)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang tumbuh subur di daerah iklim tropis khususnya pada ketinggian 0-500 meter dari permukaan laut dengan kelembapan tinggi (Setyamidjaja 2006). Tanaman kelapa sawit dibedakan atas dua bagian, yaitu vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif tanaman kelapa sawit meliputi akar, batang, dan daun, sedangkan bagian generatif tanaman kelapa sawit meliputi bunga dan buah (Rizza 1994). Kelapa sawit mengandung sekitar 67% daging buah kelapa sawit brondolan, 23% tandan, dan 10% air. Di dalam daging buah diperoleh kadar minyak mentah (crude oil) sebesar 43%, biji 11%, dan ampas 13%, dalam biji mengandung inti sekitar 5%, cangkang 5%, dan air 1% (Naibaho 1996). Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2013 mencapai 10.010 juta ha (Direktorat Jendral Perkebunan 2013).

Cangkang Kelapa Sawit

Buah kelapa sawit termasuk buah batu yang terdiri dari tiga bagian, yakni lapisan luar (Epicarpium) disebut kulit luar, lapisan tengah (Mesocarpium) disebut daging buah, lapisan dalam (Endocarpium) disebut inti. Diantara inti dan daging buah terdapat lapisan tempurung (cangkang) (Rizza 1994). Cangkang kelapa sawit mengandung lignin (29.4%), hemiselulosa (27.7%), selulosa (26.6%), air (8.0%), komponen ekstraktif (4.2%), dan abu (0.6%) (Prananta 2007). Menurut data Direktorat Jendral Perkebunan (2011), potensi limbah cangkang sawit yang dihasilkan perkebunan kelapa sawit adalah 7 315 ton/tahun.

Pelepah Kelapa Sawit

Pelepah sawit merupakan jenis limbah padat yang dihasilkan sepanjang tahun oleh perkebunan kelapa sawit. Pelepah sawit mengandung lignin (24.5-32.8%), hemiselulosa (20.5-21.83%), selulosa (54.35-62.6%), zat ekstraktif (2.35-13.84%), silika (1.6-3.5%), dan abu (2.3-2.6%). Secara makro pada penampang lintang pelepah daun sawit terdiri atas dua bagian meliputi jaringan korteks dan jaringan sentral, sedangkan secara mikro pelepah daun sawit terdiri atas tiga jaringan utama, yaitu kulit, parenkim dasar, dan berkas pembuluh (Yazid dan Banun 2012). Berdasarkan Direktorat Jendral Perkebunan (2011), potensi limbah pelepah sawit yang dihasilkan perkebunan kelapa sawit adalah 89 080 ton/tahun.

Biomassa

(13)

3 hewan, tanaman air, tanaman kecil, dan limbah industri serta limbah pemukiman. Konversi biomassa menjadi bentuk yang lebih baik dapat meningkatkan kualitasnya sebagai bahan bakar. Konversi yang dilakukan dapat memudahkan dalam penanganan, transportasi, penyimpanan, peningkatan daya bakar, peningkatan efisiensi bakar, bentuk yang lebih seragam, dan kerapatan energi yang lebih besar (Bergman dan Zerbe 2004).

Biopelet

Biopelet adalah bahan bakar biomassa berbentuk pelet yang memiliki keseragaman ukuran, bentuk, kelembaban, densitas, dan kandungan energi (Abelloncleanenergy 2009). Enam tahapan proses pembuatan biopelet meliputi perlakuan pendahuluan bahan baku (pre-treatment), pengeringan (drying), pengecilan ukuran (size reduction), pencetakan biopelet (pelletization), pendinginan (cooling), dan pengemasan (Fantozzi dan Buratti 2009).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai sejak Februari hingga Mei 2014 di Laboratorium Biokomposit, Laboratorium Kimia Hasil Hutan, dan Laboratorium Rekayasa Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Laboratorium Teknologi Pakan Ternak Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, dan Laboratorium Kimia dan Energi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (PPPHH).

Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biopelet adalah cangkang dan pelepah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Bahan baku tersebut diperoleh dari PT. Muara Papan Partikel Seraya, Pekanbaru Riau.

Tabel 1 Standar kualitas biopelet

(14)

4

Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan biopelet meliputi hammer mill, alat penyaring 80 mesh, alat cetak pelet kempa hidrolik, kaliper, timbangan digital,

alumunium foil, cawan porselen, oven, tanur, desikator, dan bomb calorimeter.

Tahapan Penelitian Persiapan Bahan Baku

Persiapan bahan baku dilakukan di Laboratorium Biokomposit dan Kimia Hasil Hutan IPB. Bahan baku cangkang dan pelepah sawit digiling secara terpisah dan diayak hingga didapatkan serbuk 80 mesh. Serbuk tersebut dikeringkan sampai kadar air 15%.

Pembuatan Biopelet

Bioplelet campuran cangkang dan pelepah sawit dibuat dengan persentase campuran, yaitu 100%:0%, 75%:25%, 50%:50%, 25%:75% dan 0%:100%. Pembuatan biopelet dilakukan di Laboratorium Kimia dan Energi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Pencetakan biopelet menggunakan alat cetak pelet kempa hidrolik bertekanan 526.4 kg/cm2 dengan suhu 200oC selama 15 menit.

Pengkondisian Biopelet

Pengkondisian biopelet dilakukan di Laboratorium Kimia dan Energi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Biopelet yang telah selesai dicetak harus didinginkan selama ± 30 menit. Biopelet dikemas dalam wadah agar terhindar dari udara luar yang dapat meningkatkan kadar airnya.

Analisis Sifat Fisis Karapatan

Kerapatan biopelet diperoleh dari hasil perbandingan berat terhadap volume biopelet. Pengujian kerapatan dilakukan di Laboratorium Kimia dan Energi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Satuan kerapatan (ρ) adalah g/cm3.

erapatan (ρ) Tabel 2 Komposisi bahan baku biopelet

Perlakuan Komposisi

Cangkang (%) Pelepah(%)

A 100 0

B 75 25

C 50 50

D 25 75

(15)

5 Keterangan :

M = Massa (gram)

V = Volume sample (cm3)

Analisis Sifat Mekanis Keteguhan Tekan

Prinsip yang digunakan dalam mengukur keteguhan tekan adalah menentukan kekuatan biopelet yang dihasilkan dalam menahan beban yang diterima hingga biopelet pecah. Pengujian keteguhan tekan dilakukan di Laboratorium Rekayasa Desain Bangunan Kayu IPB.

Keterangan :

P = Keteguhan tekan biopelet (kgf/cm2)

Mb = Beban yang diterima biopelet hingga biopelet pecah (kgf) A = Luas permukaan biopelet (cm2)

Analisis Proksimat Kadar Air (ASTM D 5142-02)

Pengujian kadar air dilakukan di Laboratorium Kimia dan Energi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Penetapan nilai kadar air biopelet dilakukan dengan satu gram sample biopelet diletakkan dalam cawan porselen yang bobotnya telah diketahui. Cawan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103±2oC selama 3 jam dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit serta ditimbang.

adar air ( ) 100

Keterangan :

BB = Berat sample sebelum dikeringkan dalam oven (gram) BKT = Berat sample sesudah dikeringkan dalam oven (gram) Kadar Zat Terbang (ASTM D 5142-02)

Pengujian zat terbang dilakukan di Laboratorium Kimia dan Energi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Penetapan kadar zat terbang dilakukan dengan menguapkan bahan tanpa oksigen pada suhu 950oC. Sample biopelet diletakkan pada cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Cawan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 950oC selama 7 menit dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit serta ditimbang.

(16)

6

Keterangan :

B = Berat sample setelah dikeringkan dari uji kadar air (gram) C = Berat sample setelah dipanaskan dalam tanur (gram) W = Berat sample sebelum uji kadar air (gram)

Kadar Abu (ASTM D 5142-02)

Pengujian kadar abu dilakukan di Laboratorium Kimia dan Energi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Penetapan kadar abu dilakukan dengan satu gram sample diletakkan dalam cawan porselen yang bobotnya sudah diketahui. Cawan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600-900oC selama 5-6 jam dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit serta ditimbang.

adar a u erat sample erat a u 100

Karbon Terikat (ASTM D 5142-02)

Karbon terikat merupakan fraksi karbon dalam sample, selain fraksi air, zat terbang, dan abu.

adarkar onterikat

Nilai Kalor

Pengujian nilai kalor dilakukan di Laboratorium Teknologi Pakan IPB. Kalor pembakaran ditentukan dengan membakar sejumlah contoh uji dalam

Oxygen Bomb Calorimeter.

Keterangan :

NK = Nilai kalor bahan (kal/g) Δt = Perbedaan suhu rata-rata (oC) W = Nilai air kalorimeter (kal/oC) Mbb = Massa bahan bakar (g)

B = Koreksi panas pada kawat besi (kal/g)

Analisis Data

Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SAS 9.1.3 dengan metode deskriptif dan rancangan acak lengkap (RAL). Jika uji F-hitung pada taraf 5% menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan. Model matematisnya adalah sebagai berikut :

ij i ij

Keterangan :

(17)

7 = Nilai rata-rata ulangan

i = Pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

ij = Kesalahan percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kerapatan

Kerapatan menunjukkan perbandingan antara berat dan volume biopelet. Hasil kerapatan biopelet disajikan pada Gambar 1. Kerapatan biopelet berkisar 1.02-1.28 g/cm3. Kerapatan tertinggi terdapat pada biopelet dengan persentase campuran pelepah 100%, sedangkan kerapatan terendah terdapat pada biopelet dengan persentase campuran pelepah 0%. Semakin besar persentase campuran pelepah, maka kerapatan akan semakin meningkat. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa penambahan campuran pelepah berpengaruh nyata (taraf 5%) terhadap kerapatan biopelet. Penambahan pelepah dapat meningkatkan kerapatan biopelet. Uji lanjut Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kerapatan biopelet pada campuran pelepah 100% berbeda nyata dengan kerapatan biopelet pada campuran pelepah 75%, 50%, 25%, dan 0%, sedangkan kerapatan biopelet pada campuran pelepah 75% tidak berbeda nyata dengan kerapatan biopelet pada campuran pelepah 50% dan kerapatan biopelet pada campuran pelepah 25% juga tidak berbeda nyata dengan kerapatan biopelet pada campuran pelepah 0%.

Tabel 3 Standar kerapatan biopelet

Kualitas Biopelet Kerapatan (g/cm3)

Austria (ONORM M 7135)a > 1.12

(18)

8

Besarnya kerapatan biopelet dapat disebabkan oleh kandungan lignin pada pelepah yang lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang. Kandungan lignin pada pelepah dapat mencapai 32,8% (Yazid dan Banun 2012), sedangkan kandungan lignin pada cangkang sebesar 29.4% (Prananta 2007). Lignin bersifat termoplastik sehingga dapat digunakan sebagai perekat yang dapat meningkatkan kerapatan biopelet (Saragih 2013). Standar kerapatan biopelet disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan standar tersebut, kerapatan biopelet pada perlakuan D dan E telah memenuhi semua standar, sedangkan perlakuan A, B, dan C hanya memenuhi standar Jerman dan Swedia.

Keteguhan Tekan

Keteguhan tekan menunjukkan daya tahan atau kekompakan bahan bakar pelet terhadap tekanan dari luar sehingga mengakibatkan bahan bakar pelet pecah atau hancur (Hendra 2012). Hasil keteguhan tekan biopelet disajikan pada Gambar 2. Keteguhan tekan biopelet berkisar 23.73-216.31 kgf/cm2. Keteguhan tekan tertinggi terdapat pada biopelet dengan persentase campuran pelepah 100%, sedangkan keteguhan tekan terendah terdapat pada biopelet dengan persentase campuran pelepah 0%. Semakin besar persentase campuran pelepah, maka keteguhan tekan akan semakin meningkat.

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa penambahan campuran pelepah berpengaruh nyata (taraf 5%) terhadap keteguhan tekan biopelet. Penambahan pelepah dapat meningkatkan keteguhan tekan biopelet. Uji lanjut Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa keteguhan tekan biopelet pada campuran pelepah 100% berbeda nyata dengan keteguhan tekan biopelet pada campuran pelepah 75%, 50%, 25%, dan 0%, sedangkan keteguhan tekan biopelet pada campuran pelepah 75% tidak berbeda nyata dengan keteguhan tekan biopelet pada campuran pelepah 50% dan keteguhan tekan biopelet pada campuran pelepah 25% juga tidak berbeda nyata dengan keteguhan tekan biopelet pada campuran pelepah 0%.

Nilai keteguhan tekan yang tinggi disebabkan oleh tingginya kandungan lignin pada pelepah yang berperan sebagai perekat, sehingga semakin besar penambahan pelepah, maka keteguhan tekan akan semakin tinggi. Kandungan lignin pada pelepah dapat mencapai 32,8% (Yazid dan Banun 2012), sedangkan

(19)

9 kandungan lignin pada cangkang sebesar 29.4% (Prananta 2007). Kerapatan biopelet juga mempengaruhi keteguhan tekan. Hendra (2012) menyatakan bahwa kerapatan yang tinggi dapat meningkatkan keteguhan tekan.

Kadar Air

Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis pelet yang dihasilkan (Hendra 2012). Hasil kadar air biopelet disajikan pada Gambar 3. Kadar air biopelet berkisar 2.87-4.65%. Biopelet dengan komposisi pelepah murni mempunyai kadar air tertinggi, sedangkan kadar air terendah terdapat pada biopelet tanpa campuran pelepah. Semakin besar penambahan campuran pelepah, maka kadar air akan semakin meningkat. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa penambahan campuran pelepah berpengaruh nyata (taraf 5%) terhadap kadar air biopelet. Penambahan pelepah dapat meningkatkan kadar air biopelet. Uji lanjut Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kadar air biopelet pada campuran pelepah 100% tidak berbeda nyata dengan kadar air biopelet pada campuran pelepah 75%, 50%, dan 25%, tetapi berbeda nyata dengan kadar air pada campuran pelepah 0%.

Tingginya kadar air pada biopelet dengan komposisi pelepah murni dapat dipengaruhi oleh kadar air pelepah yang lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang. Kadar air pelepah sebesar 15.1% (Yazid dan Banun 2012), sedangkan kadar air cangkang sebesar 8.0% (Prananta 2007). Kadar air yang tinggi pada bahan bakar pelet akan menyebabkan proses pembakaran yang lambat, menimbulkan banyak asap, dan temperatur api yang rendah pada waktu

Tabel 4 Standar kadar air biopelet

Kualitas Biopelet Kadar air (%)

Austria (ONORM M 7135)a < 10

(20)

10

pembakaran (Hendra 2012). Standar kadar air biopelet disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan standar tersebut, kadar air biopelet pada perlakuan A, B, C, D, dan E telah memenuhi semua standar.

Zat Terbang

Zat terbang merupakan zat yang dapat menguap sebagai hasil dekomposisi senyawa-senyawa di dalam suatu bahan selain air (Hendra 2012). Hasil zat terbang disajikan pada Gambar 4. Zat terbang biopelet berkisar 67.24-72.99%. Biopelet yang mengandung pelepah murni mempunyai zat terbang tertinggi, sedangkan biopelet yang tidak mengandung pelepah mempunyai zat terbang terendah. Semakin besar penambahan campuran pelepah, maka kadar zat terbang akan semakin meningkat. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa penambahan campuran pelepah berpengaruh nyata (taraf 5%) terhadap kadar zat terbang biopelet. Penambahan pelepah dapat meningkatkan kadar zat terbang biopelet. Uji lanjut Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kadar zat terbang biopelet pada campuran pelepah 100% tidak berbeda nyata dengan kadar zat terbang biopelet pada campuran pelepah 75%, tetapi berbeda nyata dengan kadar zat terbang pada campuran pelepah 50%, 25%, dan 0%. Kadar zat terbang biopelet pada campuran pelepah 50% tidak berbeda nyata dengan kadar zat terbang biopelet pada campuran pelepah 25%, tetapi berbeda nyata dengan kadar zat terbang pada campuran pelepah 0%.

Zat terbang yang tinggi dipengaruhi oleh zat ekstrakif, hemiselulosa, dan air yang mudah menguap saat pembakaran pada suhu tinggi (Fuwape dan Akindele 1997). Semakin tinggi kadar zat ekstraktif dan kadar air, maka kadar zat terbangnya akan semakin tinggi. Kandungan zat ekstrakrif dan kadar air pelepah sebesar 13.84% dan 15.1 % (Yazid dan Banun 2012), sedangkan cangkang mengandung zat ekstraktif dan kadar air sebesar 4.2% dan 8.0% (Prananta 2007). Bahan bakar pelet yang memiliki kadar zat terbang yang tinggi akan menimbulkan asap lebih banyak pada saat dinyalakan dibandingkan dengan bahan bakar pelet yang memiliki kadar zat terbang yang rendah (Hendra 2012).

(21)

11 7.73%. Kadar abu tertinggi terdapat pada biopelet tanpa campuran pelepah, sedangkan kadar abu terendah terdapat pada biopelet dengan persentase campuran pelepah 25%. Semakin besar persentase campuran pelepah, maka kadar abu akan semakin meningkat, tetapi biopelet dengan campuran cangkang 100% mempunyai kadar abu tertinggi. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa penambahan campuran pelepah berpengaruh nyata (taraf 5%) terhadap kadar abu biopelet. Penambahan pelepah dapat meningkatkan kadar abu biopelet. Uji lanjut Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kerapatan biopelet pada campuran pelepah 100% berbeda nyata dengan kerapatan biopelet pada campuran pelepah 75%, 50%, 25%, dan 0%.

Kadar abu pada biopelet yang mengandung pelepah murni sebesar 5.54%. Kadar abu pada biopelet yang mengandung cangkang murni sebesar 1.59% (Saragih 2013). Kadar abu yang tinggi pada biopelet disebabkan oleh tingginya komponen abu pada pelepah. Pelepah mempunyai komponen abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang. Komponen abu pada pelepah sebesar 2.6% (Yazid dan Banun 2012), sedangkan komponen abu pada cangkang sebesar 0.6% (Prananta 2007). Standar kadar abu biopelet disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan standar tersebut, kadar abu biopelet pada perlakuan B, C, D, dan E hanya

Tabel 5 Standar kadar abu biopelet

Kualitas Biopelet Kadar abu (%)

Austria (ONORM M 7135)a < 0.5

(22)

12

memenuhi standar Perancis, sedangkan perlakuan A tidak memenuhi semua standar.

Karbon Terikat

Kadar karbon terikat didefinisikan sebagai fraksi karbon dalam biomassa selain fraksi air, zat terbang, dan abu. Besar kecilnya kadar karbon terikat dapat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kadar zat terbang (Pari 2004). Hasil karbon terikat disajikan pada Gambar 6. Kadar karbon terikat biopelet berkisar 17.49-22.16%. Karbon terikat tertinggi terdapat pada biopelet dengan persentase campuran pelepah 0%, sedangkan karbon terikat terendah terdapat pada biopelet dengan persentase campuran pelepah 100%. Semakin besar persentase campuran pelepah, maka kadar karbon terikat akan semakin menurun. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa penambahan campuran pelepah berpengaruh nyata (taraf 5%) terhadap kadar karbon terikat biopelet. Penambahan pelepah dapat menurunkan kadar karbon terikat biopelet. Uji lanjut Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kadar karbon terikat biopelet pada campuran pelepah 0% tidak berbeda nyata dengan kadar karbon terikat biopelet pada campuran pelepah 25% dan 50%, tetapi berbeda nyata dengan kadar karbon terikat biopelet pada campuran pelepah 75% dan 100%. Kadar karbon terikat biopelet pada campuran pelepah 75% tidak berbeda nyata dengan kerapatan biopelet pada campuran pelepah 100%.

Kadar karbon terikat berbanding terbalik dengan zat terbang. Hendra dan Darmawan (2002) menyatakan semakin besar kadar zat terbang, maka akan menurunkan kadar karbon terikat. Biopelet dengan komposisi pelepah murni mempunyai kadar zat terbang yang tinggi, sehingga kadar karbon terikatnya akan rendah. Selain itu, tinggi atau rendahnya kadar karbon terikat berpengaruh terhadap nilai kalor. Menurut Onu et al. (2010), semakin tinggi kadar karbon terikat, maka nilai kalor akan semakin tinggi.

(23)

13 Nilai Kalor

Nilai kalor pembakaran merupakan salah satu parameter sifat pembakaran bahan bakar (Ali dan Restuhadi 2010). Hasil nilai kalor disajikan pada Gambar 6. Nilai kalor biopelet berkisar 3977-4666 kal/g. Nilai kalor tertinggi terdapat pada biopelet yang tidak dicampur pelepah, sedangkan nilai kalor terendah terdapat pada biopelet dengan campuran pelepah 100%. Semakin besar persentase campuran pelepah, maka nilai kalor akan semakin menurun. Nilai kalor dapat dipengaruhi oleh kadar air dan kadar karbon terikat. Nilai kalor berbanding lurus dengan kadar karbon terikat dan berbanding terbalik dengan kadar air.

Onu et al. (2010) menyatakan bahwa semakin tinggi kadar air, maka nilai kalor akan semakin rendah. Semakin tinggi kadar karbon terikat, maka nilai kalor akan semakin tinggi (Hendra dan Winarni 2003). Biopelet dengan campuran pelepah 100% mempunyai kadar air yang tinggi dan kadar karbon terikat yang rendah, sehingga nilai kalor yang dihasilkan akan rendah. Standar nilai kalor biopelet disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan standar tersebut, nilai kalor biopelet pada perlakuan A telah memenuhi semua standar. Perlakuan B dan C hanya memenuhi standar Swedia dan Perancis, sedangkan perlakuan D dan E tidak memenuhi semua standar nilai kalor biopelet.

Gambar 7 Nilai kalor biopelet 4666

Tabel 6 Standar nilai kalor biopelet

Kualitas Biopelet Nilai kalor (kal/g)

(24)

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Limbah cangkang dan pelepah kelapa sawit dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif dalam bentuk biopelet. Hasil pengujian karakteristik biopelet diperoleh nilai kerapatan 1.02-1.28 g/cm3, keteguhan tekan 23.73-216.31 kgf/cm2, kadar air 2.87-4.65%, zat terbang 67.24-72.99%, kadar abu 4.48-7.73%, karbon terikat 17.49-22.16%, dan nilai kalor 3977-4666 kal/g. Semakin besar persentase campuran pelepah terhadap cangkang sawit, maka akan meningkatkan nilai kerapatan, keteguhan tekan, kadar air, zat terbang, dan kadar abu, tetapi kadar karbon terikat dan nilai kalor mengalami penurunan. Biopelet yang mempunyai kualitas terbaik terdapat pada perlakuan B dengan persentase campuran cangkang dan pelepah sawit sebesar 75%:25%. Biopelet tersebut mempunyai nilai kerapatan 1.06 g/cm3, keteguhan tekan 49.92 kgf/cm2, kadar air 3.86%, zat terbang 69.67%, kadar abu 4.48%, kadar karbon terikat 21.99%, dan nilai kalor 4140 kal/g.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan perbedaan persentase campuran serbuk, menerapkan perlakuan suhu pengempaan, dan dilakukan pengujian laju konsumsi pembakaran biopelet. Selain itu, pembuatan biopelet diharapkan dapat memanfaatkan bahan baku limbah biomassa yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abelloncleanenergy. 2009. Cofiring with biopellets: An efficient way to reduce greenhouse gas emissions.

Ali A, Restuhadi F. 2010. Optimasi pembuatan biopellets dari bungkil picung (Pangium edule Reinw) dengan penambahan solar dan perekat tapioka. SAGU. 9(1): 1-7.

[ASTM] American Standart Testing and Materials. 2002. Standar Coal and Coke D-5. Philadelphia.

Bergman R, Zerbe J. 2004. Primer on wood biomass for energy.USDA Forest Service, State and Private Forestry Technology Marketing Unit Forest Products Laboratory; Madison, Wisconsin.

DIN 51371. 1996. Test of Solid Fuel : Compressed Wood and Compressed Bark in Natural State-Pellets or Briquettes-Requirements and Test Specification. Germany (DE): Germany Standarization Institute.

[DirJenBun] DirektoratJendral Perkebunan. 2011. Potensi Limbah Kelapa Sawit 2011. Departemen Pertanian.

(25)

15 Douard F. 2007. Chalange in the expanding french pellet market. ITEBE Pellet

2007 Conference; Wells, Austria.

Fantozzi S and Buratti C. 2009. Life cycle assessment of biomass chains: Wood pellet from short rotation coppice using data measured on a real plant. Biomass Energy. 34 (2010): 1796-1804.

Fuwape JA, Akindele SO. 1997. Biomass yield and energy value of some fast growing multi purpose trees in Nigeria. Biomass Energy. 12(2): 101-106. Hahn B. 2004. Existing Guidelines and Quality Assurance for Fuel Pellets.

Austria (AT): Umbera.

Hendra D, Darmawan S. 2002. Pembuatan briket arang dari serbuk gergajian dengan penambahan tempurung kelapa. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 18: 1-9.

Hendra D, Winarni I. 2003. Sifat fisis dan kimia briket arang campuran limbah kayu gergajian dan sabetan kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 21(3): 211-225.

Hendra D. 2012. Rekayasa pembuatan mesin pellet dan pengujian hasilnya. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 30(2): 144-154.

Kementerian Negara Ristek (KNRT). 2006. Buku Putih Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2025. Jakarta (ID): Kementrian Negara Ristek. Kong GT. 2010. Peran Biomassa Bagi Energi Terbarukan. Jakarta (ID): Elex

Media Komputindo.

Naibaho PM. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

ONORM M 7135. 2004. Compressed Wood in Natural State or Bark in Natural State Pellets and Briquettes-Requirements and Test Specifications. Austria (AT): Umbera.

Onu F, Sudarja, Rahman MBN. 2010, Pengukuran nilai kalor bahan bakar briket arang kombinasi cangkang pala (Myristica fragan Houtt) dan limbah sawit (Elaeis guineensis). Seminar Nasional Teknik MesinUMY 2010; Yogyakarta, Indonesia.

Pari. 2004. Kajian struktur arang aktif dari serbuk gergaji kayu sebagai adsorben emisi formaldehida kayu lapis [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Prananta J. 2007. Pemanfaatan sabut dan tempurung kelapa serta cangkang sawit

untuk pembuatan asap cair sebagai pengawet makanan alami [skripsi]. Aceh (ID): Universitas Malikusaleh Lhokseumawe.

Rizza S. 1994. Kelapa Sawit, Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Saragih AE. 2013. Karakteristik biopelet dari campuran cangkang sawit dan kayu sengon sebagai bahan bakar alternatif terbarukan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Setyamidjaja D. 2008. Bertanam Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID): Kansius

(26)

16

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis sidik ragam biopelet (taraf 5%) Kerapatan

Source DF Sum of

squares

Mean

square F value Pr > F Model 4 0.12276035 0.03069009 18.42 0.0001

Error 10 0.01666487 0.00166649

Correcte

d total 14 0.13942522

R-Square Coeff var Root MSE Kerapatan mean

0.880475 3.611127 0.040823 1.130468

Keteguhan tekan

Source DF Sum of

squares Mean square F value Pr > F Model 4 72461.33834 18115.33458 83.79 0.0001

Error 10 2162.04805 216.20481

Correcte

d total 14 74623.38639

R-Square Coeff var Root MSE Keteguhan tekanmean

0.971027 12.91084 14.70390 113.881

Kadar air

Source DF Sum of

squares

Mean

square F value Pr > F Model 4 6.24667393 1.56166848 7.37 0.0049

Error 10 2.11894713 0.21189471

Correcte

d total 14 8.36562107

R-Square Coeff var Root MSE Kadar airmean

(27)

17

Kadar abu

Source DF Sum of

squares Mean square F value Pr > F Model 4 20.13724740 5.03431185 531.68 0.0001

Error 10 0.09468676 0.00946868

Correcte

d total 14 20.23193416

R-Square Coeff var Root MSE Kadar abumean

0.995320 1.761772 0.097307 5.523251

Karbon terikat

Source DF Sum of

squares Mean square F value Pr > F Model 4 65.71806585 16.42951646 10.57 0.0013

Error 10 15.54557384 1.55455738

Correcte

d total 14 81.26363970

R-Square Coeff var Root MSE Karbon terikatmean

0.808702 6.184042 1.246819 20.16188

Zat terbang

Source DF Sum of

squares Mean square F value Pr > F Model 4 57.83702999 14.45925750 13.44 0.0005

Error 10 10.76178776 1.07617878

Correcte

d total 14 68.59881775

R-Square Coeff var Root MSE Zat terbangmean

(28)

18

Lampiran 2 Hasil uji lanjut Duncan Kerapatan

Duncan

grouping Mean N Perlakuan

A 1.28257 3 E

B 1.16553 3 D

B

C B 1.12081 3 C

C

C D 1.06053 3 B

D

D 1.02290 3 A

Keteguhan tekan

Duncan

grouping Mean N Perlakuan

A 216.31 3 E

B 147.05 3 D

B

B 132.43 3 C

C 49.92 3 B

C

C 23.73 3 A

Kadar air

Duncan

grouping Mean N Perlakuan

A 4.6487 3 E

A

A 4.5756 3 D

A

A 4.2150 3 C

A

A 3.8597 3 B

(29)

19

Karbon terikat

Duncan

grouping Mean N Perlakuan

A 22.157 3 A

A

A 21.987 3 B

A

A 21.212 3 C

B 18.628 3 D

B

B 16.824 3 E

Kadar abu

Duncan

grouping Mean N Perlakuan

A 7.73324 3 A

B 5.53769 3 E

C 5.07891 3 D

D 4.78547 3 C

E 4.48095 3 B

Zat terbang

Duncan

grouping Mean N Perlakuan

A 72.9892 3 E

A

A 71.7171 3 D

B 69.7874 3 C

B

B 69.6721 3 B

(30)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 November 1992 dari ayah Djoko Kristijanto dan Ibu Rustianah. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 100 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan, penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang, yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Pangandaran dan Gunung Sawal, Jawa Barat tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan PGT Sindangwangi tahun 2013, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Kutai Timber Indonesia tahun 2013.

Gambar

Tabel 1 Standar kualitas biopelet
Tabel 2 Komposisi bahan baku biopelet
Gambar 1 Nilai kerapatan biopelet
Gambar 2 Nilai keteguhan tekan biopelet
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, elevasi tanam dan posisi pelepah berpengaruh terhadap sifat fisik (kadar air pelepah, jarak patahan, berat pelepah, pengelompokan

Walaupun semua pupuk organik cair yang dibuat dari limbah pelepah kelapa sawit belum memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri

briket dengan campuran pelepah lebih mempunyai kadar air dan kadar abu yang tinggi dan kadar karbon terikat yang rendah, sehingga nilai kalor yang dihasilkan akan

Penelitian mengenai pemanfaatan pelepah kelapa sawit sudah pernah dilakukan oleh [22] dengan menggunakan zat perekat tepung tapioka (kanji). Variabel – variabel yang

Pengujian aktivitas antimikroba ekstrak cangkang kelapa sawit dilakukan terhadap bakteri patogen yang sering menyebabkan penyakit pada manusia yaitu Escherichia coli

LILY JANIYANI: Pengaruh Elevasi Lahan dan Posisi Pelepah Terhadap Anatomi Dan Sifat Fisik Pada Fenomena Pelepah Sengkleh Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq.).. Dibimbing

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis karakterisitik biobriket dari campuran eceng gondok dan cangkang buah aren, yang meliputi kadar air, kerapatan, kadar

Kadar abu cangkang kelapa sawit lebih tinggi yaitu sebesar 7,06% Raju et al., 2016, dibandingkan dengan tempurung kelapa yang memiliki nilai kadar abu 2,37%, sehingga penambahan arang