• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Biopelet dari Campuran Cangkang Sawit dan Kayu Sengon sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Biopelet dari Campuran Cangkang Sawit dan Kayu Sengon sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK BIOPELET DARI CAMPURAN CANGKANG

SAWIT DAN KAYU SENGON SEBAGAI BAHAN BAKAR

ALTERNATIF TERBARUKAN

ARDY EDO SARAGIH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Biopelet dari Campuran Cangkang Sawit dan Kayu Sengon sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ABSTRAK

ARDY EDO SARAGIH. Karakteristik Biopelet dari Campuran Cangkang Sawit dan Kayu Sengon sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan. Dibimbing oleh DEDE HERMAWAN dan DWI SETYANINGSIH.

Biopelet merupakan salah satu energi alternatif terbarukan. Bahan baku yang digunakan pada pembuatan biopelet ini berasal dari cangkang sawit dan limbah gergajian kayu sengon. Biopelet memiliki ukuran diameter biopelet antara 3–12 mm dengan panjang yang bervariasi yaitu antara 6–25 mm. Metode yang digunakan adalah penambahan persentase campuran serbuk gergajian sengon dari 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%. Pengujian terhadap biopelet ini meliputi kadar air, kerapatan, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, nilai kalor dan keteguhan tekan. Penambahan serbuk gergajian sengon mengakibatkan terjadi peningkatan pada nilai kadar air, kadar abu, kadar karbon terikat dan keteguhan tekan. Peningkatkan kadar air mencapai 4.94%, kadar abu 2.14%, karbon terikat 22.50% dan keteguhan tekan mencapai 21.25 kg/cm3 sedangkan pada nilai kadar zat terbang dan nilai kalor mengalami penurunan. Penambahan cangkang sawit dapat meningkatkan nilai kalor hingga 5452.30 kkal/kg.

Kata kunci: Biopelet, cangkang kelapa sawit, serbuk sengon.

ABSTRACT

ARDY EDO SARAGIH. The Characteristic of Biopellets Made from Palm Shell and Sawdust Sengon Mixture as Renewable Alternative Fuel Supervised by DEDE HERMAWAN and DWI SETYANINGSIH.

Biopelet is kind of a cylindrical fuel from waste-based raw materials of solid biomass. Raw materials used of wastes from palm shells and sawdust sengon powder. Biopelet have a size between 3-12 mm in diameter with variable length of between 6-25 mm. The size of the raw material powder of 40 mesh. The method used was the addition of a mixture of sawdust sengon percentage of 0%, 25%, 50%, 75% and 100%. Testing was conducted on the moisture content, volatile matter, ash content, fixed carbon content, density, crushing strenght and calorific value. The addition of palm shell can increase of moisture content, volatile matter, ash content, fixed carbon content and crushing strenght. The increase of moisture content reaches was 4.94%, ash content was 2.14%, fixed carbon was 22.50% and crushing strenght was 21.25 kg/cm3. The addition of palm shell can increased the calorific value of 5452.30 kcal/kg.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

KARAKTERISTIK BIOPELET DARI CAMPURAN CANGKANG

SAWIT DAN KAYU SENGON SEBAGAI BAHAN BAKAR

ALTERNATIF TERBARUKAN

ARDY EDO SARAGIH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)
(6)
(7)

Judul Skripsi : Karakteristik Biopelet dari Campuran Cangkang Sawit dan Kayu Sengon sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan

Nama : Ardy Edo Saragih NIM : E24090037

Disetujui oleh

Dr Ir Dede Hermawan MSc Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Setyaningsih, MSi Pembimbing II

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah Karakteristik Biopelet dari Campuran Cangkang Sawit dan Kayu Sengon sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dede Hermawan MSc. dan Ibu Dr Ir Dwi Setyaningsih MSi selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, mamak, abang, kaha dan kakak atas segala doa dan kasih sayangnya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh tim karyawan Laboratorium Surfactant Bioenergy dan Research Center, serta Mas Irvan dari Laboratorium Rancangan dan Desain Bangunan Kayu, Fakultas Kehutanan yang telah membantu selama penelitian. Tak lupa ucapan terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman Fahutan46, THH46 khususnya teman-teman yang tergabung dalam kelompok Biokomposit, orang-orang berpengaruh dalam biopelet (adi w, andi gunawan, green hornet, azam, syahrul, aditya, afgan, ega, dea, romilase, ari dan endri), teman-teman marga putra (dani, josep, johannes sipangkar, yanto, nato, eko dan yohannes), teman-teman PMKRI Bogor, wisma kaulah muda (Bang rifki, indra, agus, andre,yuda dan ozan), evie, izza, kak tia dan kak opi yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Serta yang teristimewa kepada margaretha lumban tobing yang selalu memberikan doa,semangat dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. .

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 1

METODE 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Alat dan Bahan 2 Metodologi Penelitian 2 HASIL DAN PEMBAHASAN 5

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

(10)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan Standar mutu kadar air biopelet di beberapa negara 6 2 Perbandingan Standar mutu kadar abu biopelet di beberapa negara 8 3 Perbandingan Standar mutu kerapatan biopelet di beberapa negara 11 4 Perbandingan Standar mutu nilai kalor biopelet di beberapa negara 13

DAFTAR GAMBAR

(11)
(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan bahan bakar selama ini banyak dipenuhi dari bahan bakar fosil dengan berbagai macam penggunaannya dalam mendukung aktivitas masyarakat. Persediaan bahan bakar fosil semakin berkurang karena termasuk energi yang tidak dapat diperbarukan (unrenewable) namun penggunaannya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Oleh sebab itu, dibutuhkan adanya penelitian dan pengembangan energi alternatif sebagai solusi pemenuhan energi yang dapat diperbarukan (renewable) dan mudah diperoleh masyarakat. Pengembangan energi alternatif dapat dikembangkan dengan memanfaatkan limbah pada perkebunan kelapa sawit dan limbah industri penggergajian kayu.

Cook (2007) mengatakan bahwa serbuk kayu yang terbuang begitu saja dapat teroksidasi dan membentuk gas metana atau gas rumah kaca. Pengolahan limbah perkebunan kelapa sawit dan industri perkayuan sebagai bahan baku biopelet untuk energi alternatif adalah salah satu solusi untuk mengatasi masalah lingkungan yang akan ditimbulkan

Pada tahun 2020 diperkirakan konsumsi biopelet di Eropa mencapai 80 juta ton (WPAC 2012). Peluang mengembangkan bahan bakar ini sangat terbuka luas karena limbah hasil hutan kita sangat besar, baik dari limbah industri perkayuan maupun dari limbah eksploitasi (Rahman 2011). Pengembangan biopelet sebagai energi alternatif nasional dapat mendukung energi bersih dan terbarukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi cangkang sawit dan serbuk gergajian kayu sengon sebagai bahan baku biopelet. Menentukan persentase campuran serbuk gergajian sengon terhadap nilai kalor dan karakteristik biopelet cangkang sawit dengan campuran serbuk sengon.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menghasilkan produk biopelet dari limbah padat cangkang sawit dan serbuk gergajian sengon. Limbah ini memiliki nilai kalor yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar. Selain itu diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi pihak yang ingin mendirikan industri biopelet berbasis limbah biomassa.

TINJAUAN PUSTAKA

(13)

2

Obernberger dan Thek (2005) menyatakan bahwa biopelet merupakan salah satu bentuk energi biomassa, diproduksi pertama kali di Swedia pada tahun 80-an.

Pada proses pembuatan biopelet, biomassa diumpankan ke dalam pellet mill yang memiliki dies dengan ukuran diameter 6-8 mm dan panjang 10-12 mm (Mani et al. 2006). Fantozzi dan Buratti (2009) menyatakan bahwa terdapat 6 tahapan proses pembuatan biopelet, yaitu: perlakuan pendahuluan bahan baku (pre-treatment), pengeringan (drying), pengecilan ukuran (size reduction), pencetakan biopelet (pelletization), pendinginan (cooling), dan pengemasan. Residu hutan, sisa penggergajian dan sisa tanaman pertanian lainnya dapat didensifikasi menjadi pelet. Proses peletisasi dapat meningkatkan kerapatan spesifik biomassa lebih dari 1000 kg/m3 (Lehtikangas 2001).

Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai 22.508.011 ton (BPS 2012). Selain itu, Dirjenbun (2006) menjelaskan bahwa dari total produksi kelapa sawit dapat menimbulkan berbagai limbah dan belum dimanfaatkan. Adapun limbah tersebut diantaranya cangkang sawit sebesar 6.5% dari total keseluruhan produksi minyak kelapa sawit. Berdasarkan data tersebut potensi cangkang kelapa sawit sebanyak 1.463.020,72 ton dan biasanya dimanfaatkan sebagai arang, karbon aktif dan papan partikel. Industri pengergajian kayu semakin meningkat. Cangkang kelapa sawit sulit untuk didegradasi atau diuraikan secara alami. Pranata (2009) menyatakan bahwa cangkang kelapa sawit mengandung lignin (29.4%), hemiselulosa (27.7%), selulosa (26.6%) dan abu (0.6%).

Menurut Pari dan Roliadi (2007) mengatakan bahwa jumlah limbah serbuk kayu gergajian di Indonesia sebanyak 0,78 juta m3/th. Limbah ini biasanya digunakan sebagai bahan bakar boiller pada industri penggergajian skala besar namun pada industri skala kecil limbah gergajian hanya dibiarkan saja. Pada sengon mengandung lignin (26.8%), hemiselulosa (24.59%), selulosa (49.4%) dan abu (0.6%) (Martawijaya et al. 1989).

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai sejak bulan Juni hingga September 2013 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan IPB, Laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Centre (SBRC) dan Laboratorium Energi Terbarukan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB.

Alat dan Bahan

(14)

3

Metodologi Penelitian Persiapan Bahan Baku

Mempersiapkan bahan baku dan bahan tambahan. Adapun persiapan bahan tersebut diantaranya adalah persiapan serbuk gergajian kayu sengon dan cangkang sawit. Kemudian serbuk tersebut digiling dan diayak sehingga mendapatkan serbuk dengan ukuran 40 mesh. Serbuk tersebut dikeringkan sampai Kadar air 15%. Selain bahan baku, persiapan bahan tambahan juga dilakukan contohnya mempersiapkan crude palm oil (CPO) sebanyak 10% dari total pencampuran bahan baku.

Pembuatan Biopelet

Biopelet cangkang sawit dengan serbuk gergajian kayu sengon dibuat dengan persentase campuran yaitu 100:0, 75:25, 50:50, 25:75 dan 0:100. Pada setiap campuran tersebut ditambahkan crude palm oil (CPO) 10% dari berat total bahan baku. Adapun penambahan CPO tersebut berfungsi sebagai pelumas pada saat pencetakan biopelet. Pencetakan biopelet dilakukan menggunakan ring dies pellet mill bertekanan tinggi dengan ukuran diameter dies 8 mm.

Pengkondisian Biopelet

Pada pengkondisian dilakukan pengeringan menggunakan aliran udara dari blower di bak pengering selama ± 30 menit. Sedangkan pengemasan biopelet dilakukan dalam wadah yang kedap udara untuk menjaga biopelet dari kontaminasi udara yang dapat meningkatkan kadar air biopelet. Setelah dilakukan pengkondisian maka dilakukan pengujian fisis dan kimia pada biopelet tersebut.

Analisis Sifat Fisis dan Kimia Biopelet Kadar Air (ASTM D 5142-02)

Penetapan nilai kadar air dilakukan dengan satu gram sampel di letakkan pada cawan porselin yang bobotnya sudah diketahui. Kemudian dikeringkan dalam oven suhu 105 – 110 0 C selama 3 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator sampai kondisi stabil dan ditimbang. Kadar air sampel dihitung dengan rumus :

KA (%) = Keterangan:

BA = Berat sebelum dikeringkan dalam tanur BKT = Berat setelah dikeringkan dalam tanur

Kerapatan

(15)

4

Keterangan :

Ρ = kerapatan dari objek yang di teliti (g/m3) M = Massa (g)

V = volume benda yang di teliti /(m3)

Kadar Abu (ASTM D 5142-02)

Penetapan nilai kadar abu dilakukan dengan satu gram sampel di letakkan pada cawan porselin yang bobotnya sudah diketahui. Kemudian masukkan dalam oven suhu 450 – 500 0 C selama 1 jam. Kemudian suhu 700-750 0 C selama 2 jam, kemudian dilanjutkan dengan pengabuan dengan suhu 900-950 0 C selama 2 jam. didinginkan dalam desikator sampai kondisi stabil dan ditimbang. Kadar abu sampel dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar abu (%) =

Kadar Zat Terbang (ASTM D 5142-02)

Cawan berisi sampel biopelet dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan suhu 950 0 C selama 7 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Kadar zat menguap dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar zat terbang (%) =

%

Kadar Karbon Terikat (ASTM D 5142-02)

Karbon terikat merupakan fraksi karbon (C) dalam sampel, selain fraksi air, zat mudah menguap dan abu. Kadar karbon terikat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Kadar karbon terikat (%) = 100 - ( Kadar air + Kadar zat terbang + Kadar abu)

Nilai Kalor

Metode pengujian nilai kalor dilakukan dengan metode nilai kalor bersih. Pengujian nilai kalor dilakukan di Laboratorium Energi Terbarukan, Teknik Mesin dan Biosistem Institut Pertanian Bogor. Alat yang digunakan adalah Oxygen Bomb Calorimeter. Nilai kalor dipengaruhi oleh kadar air, kadar abu dan kadar karbon terikat.

Analisis Data

(16)

5

Yij = μ + αi + εij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μ = Nilai rata-rata ulangan

αi = Pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

εij = Kesalahan percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Kombinasi penambahan persentase serbuk gergajian sengon dalam cangkang sawit yaitu A: 0%, B: 25%, C: 50%, D:75% dan E: 100%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Kadar air pada biopelet akan mempengaruhi kualitas kalor pada biopelet (Onu et al 2010). Kadar air yang tinggi pada biopelet mengakibatkan nilai kalor biopelet yang rendah dan pembakaran yang kurang efisien (Hansen et al. 2009). Berdasarkan hasil penelitian, kadar air yang diperoleh berkisar antara 3.67%-6.44%. Kadar air terendah terdapat pada serbuk gergajian sengon 0% sebesar 3.67 % dan tertinggi pada serbuk gergajian sengon 100% sebesar 6.44%. Kadar air yang dihasilkan telah memenuhi standar biopelet Austria (ONORM M 7135), Swedia (SS 18 71 20), Jerman (DIN 51371), dan Prancis (ITEBE), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Semakin bertambahnya campuran serbuk sengon menunjukkan peningkatan pada kadar air. Keseluruhan kadar air yang diperoleh dari setiap campuran berada pada acuan mutu kadar air yang telah ditentukan, yaitu maksimal 15% (Nurwigha 2012). Hasil kadar air pada biopelet dapat dilihat pada Gambar 1.

3,67

(17)

6

Gambar 1 Kadar air biopelet cangkang sawit dengan campuran sengon

Tabel 1 Perbandingan standar mutu kadar air di beberapa negara

Sumber Kadar air (%)

Standar Austria(ONORM M 7135) <10

Swedia (SS 18 71 20) <10

Standar Jerman (DIN 51371) ≤12

Perancis (ITEBE) ≤15

Hasil Penelitian 3.67 – 6.44

Sumber: a)Hahn (2004); b)PFI (2007); c)Douard (2007)

Berdasarkan hasil analisa ragam terhadap kadar air dengan rancangan percobaan acak lengkap menunjukkan bahwa perlakuan campuran cangkang sawit dan serbuk gergajian sengon berpengaruh nyata terhadap kadar air, hasil uji lanjut duncan menunjukkan bahwa campuran serbuk gergajian sengon 100% sebesar 6.44 berbeda nyata terhadap serbuk gergajian sengon 0%, 25%, 50% dan 75% sebesar 3.67%, 4.57%, 4.87% dan 4.94%.

Kadar Abu

Secara umum kandungan abu biomassa tergolong rendah (Saputro 2012). Abu yang terkandung dalam biomassa mempunyai titik leleh yang rendah, berakibat meninggalkan kotoran pada permukaan tungku, korosi dan menurunkan konduktifitas termal sehingga menurunkan kualitas pembakaran. Abu yang dihasilkan dari sisa pembakaran tidak bisa terbakar lagi dan membutuhkan penanganan khusus untuk memanfaatkan abu tersebut. Semakin rendah kadar abu maka biopelet yang dihasilkan semakin baik (Prasetyo 2004).

Berdasarkan hasil penelitian, kadar abu yang diperoleh berkisar antara 1.59%-2.17%. Hasil pengujian kadar abu dengan berbagai komposisi pada biopelet menunjukkan bahwa untuk serbuk gergajian sengon 100% memiliki kadar abu yang paling tinggi yaitu 2.17%. Sedangkan kadar abu paling kecil terdapat pada serbuk gergajian sengon 0% sebesar 1.59%. Nilai kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini tidak sesuai dengan standar mutu Austria (ONORM M 7135), Swedia (SS 18 71 20) dan sesuai dengan standar Jerman (DIN 51371) dan Prancis (ITEBE), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

(18)

7

Gambar 2 Kadar abu biopelet cangkang sawit dengan campuran sengon

Tabel 2 Perbandingan Standar mutu kadar abu di beberapa negara

Sumber Kadar abu (%)

StandarAustria (ONORM M 7135) <0.05

Swedia (SS 18 71 20) <0.7

Standar Jerman (DIN 51371) ≤1.5

Perancis (ITEBE) ≤ 6.0

Hasil Penelitian 1.59 – 2.17

Sumber: a)Hahn (2004); b)PFI (2007); c)Douard (2007)

Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang akan mempengaruhi kecepatan pembakaran, waktu pembakaran dan asap yang ditimbulkan selama pembakaran. Semakin banyak kadar zat terbang pada bahan bakar maka efisiensi pada pembakaran bahan bakar akan menurun dan semakin banyak pula asap yang ditimbulkan selama pembakaran (Hansen 2009). Hasil penelitian zat terbang dapat dilihat pada Gambar 3.

Berdasarkan hasil penelitian, kadar zat terbang yang diperoleh berkisar antara 71.49%-75.53%. Semakin banyaknya penambahan serbuk sengon pada campuran bahan mengakibatkan penurunan kadar zat terbang pada biopelet. Kadar zat terbang paling tinggi terdapat pada gergajian serbuk sengon 0% sebesar 75.53% dan terendah terdapat pada gergajian serbuk sengon 100% sebesar 71.49%.

Berdasrkan hasil analisa ragam terhadap kadar zat terbang dengan rancangan percobaan acak lengkap menunjukkan bahwa perlakuan campuran cangkang sawit dan serbuk gergajian sengon tidak berpengaruh nyata terhadap semua serbuk gergajian sengon 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% sebesar 75.53%, 75.45%, 74.68%, 73.33% dan 71.49%.

1,59 1,60 1,72

(19)

8

Gambar 3. Kadar zat terbang biopelet cangkang sawit dengan campuran sengon

Kadar Karbon Terikat

Kadar karbon terikat dapat didefinisikan sebagai fraksi karbon dalam biomassa selain fraksi abu, air dan volatil (Nugrahaeni 2008). kadar karbon mempunyai peranan penting untuk menentukan kualitas bahan bakar karena akan mempengaruhi besarnya nilai kalor. Semakin tinggi kandungan kadar karbon terikat dalam bahan bakar, semakin tinggi pula nilai kalor yang dihasilkan sedangkan kadar karbon terikat yang rendah akan menunjukkan kualitas bahan bakar yang kurang baik (Saputro et al 2012).

Berdasarkan hasil penelitian, kadar karbon terikat yang diperoleh berkisar antara 18.39%-19.89%. Kadar karbon terikat terendah terdapat pada serbuk gergajian sengon 25% sebesar 18.39%. Sedangkan kadar karbon terikat tertinggi terdapat pada serbuk gergajian sengon 100% sebesar 19.89%. Semakin bertambahnya campuran serbuk sengon menunjukkan peningkatan pada karbon terikat. Hasil kadar karbon terikat pada biopelet dapat dilihat pada Gambar 4.

Berdasrkan hasil analisa ragam terhadap kadar karbon terikat dengan rancangan percobaan acak lengkap menunjukkan bahwa perlakuan campuran cangkang sawit dan serbuk penngergajian sengon tidak berpengaruh nyata terhadap semua campuran serbuk gergajian sengon 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% masing-masing sebesar 19.21%, 18.39%, 18.74%, 19.14% dan 19.89%.

75,53 75,45 74,68 73,33

(20)

9

Gambar 4 Kadar karbon terikat cangkang sawit dengan campuran sengon

Kerapatan

Kerapatan menunjukkan perbandingan antara massa dan volume pada biopelet. Hubungan antara densitas dengan nilai kalor menunjukkan kandungan energi per volume, kandungan energi per volume naik seiring dengan naiknya densitas briket (Saputro et all. 2012). Proses peletisasi dapat meningkatkan kerapatan spesifik biomassa mencapai lebih dari 1,00kg/m3 (Lehtikangas 2001 dan Mani et.al. 2004).

Berdasarkan hasil penelitian, kerapatan biopelet yang diperoleh berkisar antara 1.26%-1.29%. Kerapatan yang dihasilkan pada penelitian ini telah memenuhi standar kerapatan biopelet Austria (ONORM M 7135), Swedia (SS 18 71 20), Jerman (DIN 51371), dan Prancis (ITEBE). Penambahan serbuk gergajian sengon mengakibatkan semakin besarnya kerapatan biopelet. Hal tersebut disebabkan karena pada sengon mengandung lignin. Lignin bersifat termoplastik sehingga mampu digunakan sebagai bahan perekat yang dapat mengkompakkan cangkang sawit sehingga dapat meningkatkan kerapatan pada biopelet. Kerapatan tertinggi terdapat pada campuran serbuk gergajian sengon 75% sebesar 1.29%. Sedangkan kerapatan terendah terdapat pada serbuk gergajian sengon 0% sebesar 1.26%. Hasil kerapatan pada biopelet dapat dilihat pada Gambar 5.

19,21

(21)

10

Gambar 5 Kerapatan biopelet cangkang sawit dengan campuran sengon Tabel 3 Perbandingan Standar mutu kerapatan di beberapa negara

Sumber Kerapatan (g cm-3)

Standar Austria (ONORM M 7135) >1.2

Swedia (SS 18 71 20) >0.6

Standar Jerman (DIN 51371) 1.0 – 1.4

Perancis (ITEBE) >1.15

Hasil Penelitian 1.26 – 1.29

Sumber: a)Hahn (2004); b)PFI (2007); c)Douard (2007)

Berdasarkan hasil analisa ragam terhadap kerapatan dengan rancangan percobaan acak lengkap menunjukkan bahwa perlakuan campuran cangkang sawit dan serbuk gergajian sengon tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan pada semua campuran serbuk gergajian sengon 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% masing-masing sebesar 1.26%, 1.26%, 1.28%, 1.29% dan 1.27%.

Keteguhan Tekan

Keteguhan tekan merupakan kemampuan biopelet untuk memberikan daya tahan atau kekompakan terhadap pecah atau hancurnya biopelet jika adanya beban luar yang diberikan pada biopelet tersebut. Triono 2006 menjelaskan bahwa semakin tinggi nilai keteguhan briket arang berarti daya tahan briket terhadap pecah semakin baik. Pada ketguhan tekan bertujuan untuk mengetahui informasi dalam penanganan proses transportasi.

Berdasarkan hasil penelitian, nilai keteguhan tekan biopelet yang diperoleh berkisar antara 7,01 kg/cm2- 21,25 kg/cm2. Hasil analisa nilai kalor pada biopelet disajikan pada Gambar 6. Nilai keteguhan paling rendah terdapat pada serbuk gergajian sengon 0% sebesar 7,01 kg/ cm2. Sedangkan paling tinggi terdapat pada

1,26 1,26 1,28 1,29 1,27

0,00

(22)

11 serbuk gergajian 100% sebesar 21,25 kg/cm2. Penambahan keteguhan tekan seiring dengan penambahan serbuk sengon pada campuran.

Nilai keteguhan dipengaruhi oleh keseragaman ukuran partikel serbuk bahan yang digunakan. Semakin seragam dan kecil ukuran serbuk bahan, maka semakin tinggi nilai keteguhan tekan biopelet. Hal ini disebabkan karena pada ukuran bahan yang kecil dan seragam dapat menutupi rongga yang ada sehingga bahan lebih kompak dan akan menghasilkan keteguhan tekan yang tinggi (Triono 2006).

Gambar 6 keteguhan tekan biopelet cangkang sawit dengan campuran sengon Berdasarkan hasil analisa ragam terhadap nilai keteguhan tekan dengan rancangan percobaan acak lengkap menunjukkan bahwa perlakuan campuran cangkang sawit dan serbuk penngergajian sengon berpengaruh nyata terhadap nilai keteguhan tekan, hasil uji lanjut duncen menunjukkan bahwa pada serbuk gergajian sengon 100% dan 75% sebesar 21.25 kg/cm2 dan 17.81kg/cm2 berbeda nyata dengan campuran serbuk gergajian sengon 50%, 25% dan 100% sebesar 9.34 kg/cm2, 7.22 kg/cm2 dan 7.01 kg/cm2. Namun campuran serbuk gergajian sengon 50%, 25% dan 100% tidak berbeda nyata.

Nilai Kalor

Nilai kalor merupakan parameter penting dalam menentukan kualitas bahan bakar yang dipengaruhi oleh kadar air, kadar abu dan kadar karbon terikat. Kadar air dan kadar abu yang semakin rendah akan meningkatkan nilai kalor bahan bakar (Lehtikanges 2001). Liliana (2010) mengatakan bahwa biopelet memiliki nilai kalori minimal 4036 kkal/kg, sesuai standar Amerika, Austria, Jerman dan Prancis.

(23)

12

Berdasarkan hasil penelitian, nilai kalor biopelet yang diperoleh berkisar antara 4362,83 kal/g-5452.30 kal/g. Nilai kalor yang dihasilkan telah memenuhi standar biopelet Austria (ONORM M 7135), Swedia (SS 18 71 20), Jerman (DIN 51371), dan Prancis (ITEBE). Nilai kalor berpengaruh terhadap penambahan campuran serbuk sengon. Semakin bertambahnya serbuk sengon menyebabkan penurunan nilai kalor karena penambahan tersebut dapat mempengaruhi kadar air dan kadar abu. Nilai kalor tertinggi terdapat pada biopelet 100% cangkang sawit karena memiliki kadar air dan kadar abu paling rendah diantara semua campuran sehingga memiliki nilai kalor tertinggi.

Berdasarkan hasil analisa ragam terhadap nilai kalor dengan rancangan percobaan acak lengkap menunjukkan bahwa perlakuan campuran cangkang sawit dan serbuk gergajian sengon tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kalor pada serbuk sengon 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% masing-masing sebesar 5452,30 Kal/g, 4870,27 Kal/g, 4403,08 Kal/g, 4362,83 Kal/g dan 4735,15 Kal/g.

Gambar 7 Nilai kalor biopelet cangkang sawit dengan campuran sengon Tabel 4 Perbandingan Standar mutu nilai kalor di beberapa negara

Sumber Kalor(kal/g)

Standar Austria (ONORM M 7135) ≥4299.3

Swedia (SS 18 71 20) ≥4.036.6

Standar Jerman (DIN 51371) 4179.9 – 4657.6

Perancis (ITEBE) ≥4.036.6

Hasil Penelitian 4362.83 – 5452.30

Sumber: a)Hahn (2004); b)PFI (2007); c)Douard (2007) 5452,30

(24)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Limbah padat cangkang sawit dan serbuk gergajian sengon dapat ditingkatkan nilai manfaatnya dengan mengolahnya sebagai bahan baku pembuatan biopelet. Nilai kalor biopelet tertinggi diperoleh pada serbuk gergajian sengon 0% sebesar 5452,30 kkal/kg Pada penambahan 25% serbuk gergajian sengon diperoleh nilai kalor tertinggi sebesar 4870.27 kkal/kg dibandingkan dengan campuran yang lain yaitu 50% sebesar 4403.08 kkal/kg dan 75% sebesar 4362.83 kkal/kg terhadap cangkang sawit.

Saran

Perlu dilakukan kombinasi perlakuan yang dapat meningkatkan kerapatan, zat karbon terikat yang fungsinya untuk lebih meningkatkan nilai kalor selain itu dilakukannya perlakuan untuk mengurangi kadar abu dan zat terbang. Semakin dilakukannya perbaikan dan peremajaan alat untuk kelancaran dalam penelitian. Selain itu untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan bahan baku dari limbah yang lama terurai di alam agar lebih ramah lingkungan lagi.

DAFTAR PUSTAKA.

[ASTM] American Standart Testing and Materials.2002. Standar Coal and coke D-5. Philadelphia.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Potensi Kelapa Sawit Indonesia.

Cook A. 2007. Efficiency and economic advantages of bulk delivery of biomass pelet fuel for space heating. Pelet Fuels Institute. Arlington,Virginia.

Direktorat Jendral Perkebunan. 2006. Statistik Kelapa Sawit 2005. Departemen Pertanian.

Douard F. 2007. Chalange in the expanding French pellet market. ITEBE Pellet 2007 Conference. Wells.

Fantozzi S, Buratti C. 2009. Life cycle assessment of biomass chains: Wood pellet from short rotation coppice using data measured on a real plant. Biomass Energy. 34: 1796-1804.

Hahn B. 2004. Existing Guidelines and Quality Assurance for Fuel Pellets. Austria ( ): Umbera.

Hansen MT, Jein AR, Hayes S, Bateman P. 2009. English Handbook for Wood Pellet Combustion. Intelligent Energy for Europe.

Lehtikangas. 2001. Quality properties of pelletised sawdust, logging residues and bark. Biomass and Bioenergy. 20(5): 351-360.

Liliana W. 2010. Peningkatan kualitas biopelet bungkil jarak pagar sebagai bahan bakar melalui teknik karbonisasi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mani S, Tabil LG, Sokhansanj S. 2004. Economics of producing fuel pellets from

(25)

14

Mani S, Tabil LG, Sokhansanj S. 2006. Effects of compressive force, particle size and moisture content on mechanical properties of biomass pellets from grasses. Biomass and Bioenergy. 30: 648 - 654.

Martawijaya. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Bogor (ID): Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Nugrahaeni JI. 2008. Pemanfaatan limbah tembakau (Nicotiana tabacum L) untuk bahan pembuatan briket sebagai bahan bakar alternatif [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nurwigha R. 2012. Pembuatan biopelet dari cangkang kelapa sawit dengan penambahan arang cangkang sawit dan serabut sawit sebagai bahan bakar alternatif terbarukan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Obernberger I, Thek G. 2004. Physical characterization and chemical composition of densified biomass fuels with regard to their combustion behavior. Biomass and bioenergy. 27 653-669.

Onu F, Rahman M. 2010, Pengukuran nilai kalor bahan bakar briket arang kombinasi cankang pala (Myristica fragan Houtt) dan limbah sawit (Elaeis guenensis) [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Muhammadiah Yogyakarta. Pari GH, Roliadi. 2007. Alternative technology for the utilization of biomass

waste from wood industries. Proceeding of the International workshop on better utilization of forest biomass for local community and environments. Resrearch and Development Center for Forest Products Technology, Bogor.

[PFI] Pellet Fuel Institute. 2007. Pellets: Industry Specifics. http://www.peletheat.org/3/industry/industryspecipics.html.

Pranata. 2007. Pemanfaatan sabut dan tempurung kelapa serta cangkang sawit untuk pembuatan asap cair sebagai pengawet makanan alami. Teknik Kimia, Universitas Malikussaleh Lhokseumawe.

Prasetyo B. 2004. Pengaruh Jumlah Bahan Perekat dan Variasi Besar Tekanan Kempa terhadap Kualitas Briket Arang dari Sabutan Kayu Jati, Senokeling, dan Kelapa, Fakultas kehutanan UGM, Yogyakarta.

Rahman. 2011, Uji keragaan biopelet dari biomassa limbah sekam padi (Oryza sativa sp.) sebagai bahan bakar alternative terbarukan. Fateta, IPB. Bogor. Ramsay WS. 1982. Energy from Forest Biomass. Ed. Academic Press, Inc.

Saputro. 2012. Karakterisasi Briket dari Limbah Pengolahan Kayu Sengon dengan Metode Cetak Panas. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) 2012, Yogyakarta.

(26)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Namoramber, Sumatera Utara pada tanggal 27 Oktober 1991 yang merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara pasangan bapak Sarael Saragih dan Rion Marsida Tarigan. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA C.R Duynhoven, Seribudolok dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Hutan Mangrove Sancang Barat dan Gunung Kamojang pada tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) dengan lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Halimun Salak, dan PGT Sindangwangi pada tahun 2012, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada tahun 2013 di Madani Corp, Japan, Kudus Jawa Tengah.

Gambar

Gambar 2 Kadar abu biopelet cangkang sawit dengan campuran sengon
Gambar 3. Kadar zat terbang biopelet cangkang sawit dengan campuran sengon
Gambar 4 Kadar karbon terikat cangkang sawit dengan campuran sengon
Gambar 5 Kerapatan biopelet cangkang sawit dengan campuran sengon
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa kelompok orang ini Alquran memberi petunjuk adanya pertimbangan meng- antisipasi masa depan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja.Dalam

Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya tingkat pemahaman Tema 7 Subtema 1 Pembelajaran 1. Hal tersebut diketahui pada saat wawancara dengan guru pengampu pembelajaran

memberikan izin untuk menjimpang dari larangan jang termaktub dalam ajat (1), dengan atau tidak diserta isjarat-sjarat berhubung dengan kesehatan umum, djika perlu

kerosakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih boleh mengalami batuk darah. Pada kes seperti ini, rawatan dengan ubat anti-TB tidak diperlukan, tapi cukup

3 SK Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten Buleleng Tahun 2011  SK Kepala Dinas No 188/254/Dinkes/2011 Mengenai Tim Pengelolaan Jamkesmas dan BOK Kabupaten

Tidak ada Kredit Dukungan yang akan jatuh tempo yang disebabkan target tidak terpenuhi karena penyebab-penyebab di luar kendali yang wajar dari SAP Fieldglass atau (i)

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Keling Kabupaten Jepara dalam hal pemanfaatan harta wakaf selain untuk kepentingan sosial keagamaan, perlu dipikirkan juga