• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Antioksidan Ekstrak Kacang Kedelai (Glycine Max) dan Tempe Dengan Metode DPPH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Antioksidan Ekstrak Kacang Kedelai (Glycine Max) dan Tempe Dengan Metode DPPH"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kacang Kedelai

Tanaman kedelai adalah tanaman yang merupakan salah satu sumber potensi pangan

yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Kedelai merupakan sumber protein yang paling

murah di dunia sebab berbagai varietas kedelai yang ada di Indonesia mempunyai kadar protein

30,53 - 44 %. Kedelai atau Glycine max (L) Merr termasuk familia Leguminoceae, sub famili

Papilionaceae, genus Glycine max, berasal dari jenis kedelai liar yang disebut Glycine unriensis

( Samsudin, 1985 ). Menurut Ketaren (1986), secara fisik setiap kedelai berbeda dalam hal

warna, ukuran dan komposisi kimianya. Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut dipengaruhi

oleh varietas dan kondisi dimana kedelai tersebut dibudidayakan. Biji kedelai tersusun atas tiga

komponen utama, yaitu kulit biji, daging (kotiledon), dan hipokotil dengan perbandingan 8:90:2.

Sedangkan komposisi kimia kedelai adalah 40,5% protein, 20,5% lemak, 22,2% karbohidrat,

4,3% serat kasar, 4,5% abu, dan 6,6% air (Snyder dan Kwon, 1987).

Klasifikasi tanaman kedelai (Snyder dan Kwon, 2000) :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledoneae

Ordo : Rosales

Famili : Leguminosae

Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.) Meril

Kedelai merupakan sumber gizi yang sangat penting. Menurut Astuti (2003) dalam Anonim

(2009), komposisi gizi kedelai bervariasi tergantung varietas yang dikembangkan dan juga warna

kulit maupun kotiledonnya. Kandungan protein dalam kedelai kuning bervariasi antara 31-48%

(2)

Gambar 2.1.Tanaman dan Biji Kedelai(Anonim,2009)

Kedelai dan produk turunannya, sebagai makanan fungsional, juga merupakan sumber

antioksidan yang unggul. Zat aktif pada kedelai yang memiliki aktivitas fisiologis terkuat sebagai

antioksidan adalah flavonoid. Isoflavon termasuk salah satu golongan flavonoid dalam tempe.

Kedelai utuh ataupun produk olahannya semuanya mengandung isoflavon-isoflavon tersebut.

Kedelai atau produk olahannya sangat bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas antioksidan

alami yang tersedia di dalam tubuh. Studi laboratorium membuktikan bahwa asupan isoflavon

akan memacu peningkatan kadar superoksida dismutase (SOD) di dalam darah sehingga

aktivitasnya sebagai antioksidan enzimatis meningkat. SOD mampu mengubah radikal

superoksida yang reaktif menjadi molekul yang lemah. Kinerja ini sangat menguntungkan karena

radikal bebas superoksida merupakan radikal bebas ganas yang memiliki dampak luas sebagai

penyebab berbagai macam penyakit (anonim, 2013). Kedelai memiliki kandungan 8 asam amino

essensial yaitu isoleusin,leusin, lisin, treosin, valin, metionin, fenilalanin, dan triptofan dengan

asam amino pembatas metionin dan sistein. Kandungan asam amino yang cukup tinggi pada

kedelai ada pada lisin dan treonin.

Minyak sayur (minyak kedelai, minyak kacang, minyak biji bunga matahari) memiliki

lemak tak jenuh ganda (PUFA) yang banyak mengandung asam linoleat dan arakhidonat yang

sangat bermanfaat bagi tubuh, tetapi memiliki potensi penyebab kanker jika minyak tersebut

teroksidasi. Oleh karena itu, jika sering mengkonsumsi makanan gorengan maka produk

gorengan yang dikonsumsi sebaiknya mengandung isoflavon, yaitu olahan kedelai, seperti tahu,

tempe, sari kedelai, miso, dan sebagainya. Jadi peningkatan risiko terhadap kanker dari asam

(3)

ini sangat dipengaruhi oleh isoflavon kedelai dalam menghambat radikal bebas penyebab stres

oksidatif. Penurunan stres oksidatif memberi pengaruh positif pada penurunan risiko terhadap

kanker.

Antosianin kulit kedelai mampu menghambat oksidasi LDL kolesterol yang merupakan

awal terbentuknya plak dalam pembuluh darah yang akan memicu berkembangnya penyakit

tekanan darah tinggi dan berkembangnya penyakit jantung koroner.

Tabel 2.1. Komposisi kimiawi kedelai kering per 100 gr dapat dilihat pada table di bawah ini:

Sumber : * Direktorat Gizi Depkes RI. (1972) dalam Koswara (1992)** Sutomo (2008).

Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa kandungan protein dan lemak kedelai menurut

Sutomo (2008) lebih tinggi daripada menurut Koswara (1992).

Selain keunggulan tersebut, ternyata kedelai juga mempunyai kelemahan-kelemahan.

Kedelai mengandung senyawa anti gizi seperti antitripsin, asam fitat dan oligosakarida penyebab

flatulensi (gas dalam perut). Kedelai mentah mengandung enzim-enzim dan senyawa-senyawa

yang dapat mengganggu pencernaan serta menyebabkan rasa pahit dan bau langu. Bau langu

membuat kedelai sulit untuk dikembangkan menjadi produk makanan kecuali tempe

(4)

Antitripsin adalah salah satu jenis protein yang menghambat kerja enzim tripsin didalam

tubuh. Senyawa ini secara alami banyak terdapat dalam kacang-kacangan terutama kacang

kedelai. Asam fitat merupakan sumber utama unsur fosfor dalam kacang-kacangan. Tetapi,

senyawa ini tidak dapat dicerna sehingga posfor dalam asam fitat tidak dapat digunakan tubuh.

Asam fitat termasuk kedalam senyawa anti gizi karena dapat mengkelat (mengikat) elemen

mineral terutama seng, kalsium, magnesium dan besi sehingga akan mengurangi ketersediaan

mineral- mineral tersebut secara biologis. Oligosakarida adalah jenis karbohidrat yang

merupakan polimer dari dua smapai sepuluh monosakarida. Oligosakarida yang mengandung

ikatan alfa-galaktrosida berhubungan dengan timbulnya flatulensi, yaitu menumpuknya gas-gas

dalam perut.

2.2. Tempe

Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat Indonesia terutama

di Jawa (Kasmidjo,1990). Tempe terbuat dari kedelai rebus yang difermentasi oleh jamur

Rhizopus. Selama fermentasi, biji-biji kedelai terperangkap dalam rajutan miselia jamur membentuk padatan yang kompak berwarna putih (Steinkraus, 1960). Di Indonesia, tempe

dikonsumsi oleh hampir semua tingkatan masyarakat hampir di seluruh Indonesia terutama di

Jawa dan Bali. Penyajian kedelai menjadi tempe adalah unik dibandingkan dengan berbagai

bentuk penyajian sebagai pangan yang lain. Keunikan tersebut ialah karena sebagai tempe,

kedelai dikonsumsi utuh, berbeda dengan tahu atau susu kedelai misalnya, yang dikonsumsi

hanya sebagai ekstrak protein saja (Kasmidjo, 1990).

Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku kedelai dengan

bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji

kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan

antara biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat

menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990). Cahyadi (2006),

melaporkan bahwa dalam tempe, kadar nitrogen kadarnya sedikit bertambah, kadar abu

(5)

Ragi umumnya digunakan dalam industri makanan untuk membuat makanan dan

minuman hasil fermentasi seperti acar, tempe, roti dan bir. Mikroorganisme yang digunakan di

dalam ragi terdiri atas kapang golongan Rhizopus (Rahman dkk., 2011).Secara tradisional

masyarakat Indonesia membuat ragi tempe dengan menggunakantempe yang sudah jadi. Tempe

tersebut diiris tipis-tipis, dikeringkan dengan oven pada suhu 400C-450C atau dijemur sampai

kering, digiling menjadi bubuk halus dan hasilnya digunakan sebagai ragi bubuk. Ragi tempe

memegang peranan penting dalam pembuatan tempe karena dapat mempengaruhi kualitas tempe

yang dihasilkan. Jenis kapang yang memegang peranan utama dalam pembuatan tempe adalah

Rhizopus oligosporus dan R.oryzae, sedangkan jenis kapang lain yang juga terdapat adalah R. stoloniferus dan R. Arrhizus (Suprapti, 2003).

Salah satu faktor yang penting dalam terjadinya perubahan selama perendaman adalah

terbebasnya senyawa-senyawa isoflavon dalam bentuk bebas (aglikon), dan teristimewa hadirnya

Faktor-II (6,7,4’ tri-hidroksi isoflavon), yang terdapat pada tempe tetapi tidak terdapat pada

kedelai, ternyata berpotensi tinggi (dibandingkan dengan isoflavon lainnya) sebagai antioksidan

(Gyorgy, 1964).

(6)

Enzim adalah katalis hayati substansi organik yang dihasilkan sel-sel hidup dalam jumlah yang

kecil. Namun dalam jumlah yang sedikitpun, enzim mampu mempercepat berlangsungnya suatu

reaksi kimia. Sintesis enzim oleh rhizopus sp, merupakan aspek yang sangat penting dalam fermentasi kedelai menjadi tempe. Selama masa inkubasi, molekul-molekul besar dan komples,

seperti protein, karbohidrat dan lemak dipecah menjadi komponen-komponen kecil.

Salah satu spesies kapang rhizopus oligosporus memegang peranan penting, karena aktivitas protease dan lipasenya tinggi. Rasa kembung yang biasa diderita setelah mengkonsumsi

kedelai tidak dirasakan oleh konsumen tempe. Manfaat lain yang dapat diperoleh melalui

fermentasi tempe lebih dinikmati cita rasanya dibandingkan dengan kedelai rebus. Berbagai

perubahan yang menguntungkan tersebut disebabkan oleh serangkaian enzimatis yang antara

lain melibatkan protease, karbohidrase, dan lipase.

Enzim β-glikosidase berperan dalam pemecahan isoflovon glukosida dalam kedelai menjadi aglikonnya selama fermentasi berlangsung. (Wade, 1992) menuliskan bahwa kemampuan khusus yang dimiliki β-glikosidase memutuskan ikatan β-1,4 glikosidik seperti yang terdapat pada isoflavon glikosida. (Ebata dkk 1972) menyatakan bahwa salah satu kapang

penghasil β- glukosidase adalah rhizopus sp. Fakta ini berhasil dideteksi keberadaan genistein setelah genistein dan di campur dengan “crude enzim” dari fraksi cair pertumbuhan rhizopus oligosporus. Selanjutnya (Wuryani 1992) juga melaporkan kemampuan rhizopus oligosporus

dan rhizopus oryzae dalam memecah ikatan glikosidik pada berbagai senyawa isoflavon yang terkonjugasi dengan gula menjadi turunannya yang berbentuk aglikon. Besarnya perubahan yang

terjadi sangat dipengaruhi oleh enzim yang dihasilkan kapang. Dalam upaya menghasilkan

makanan fungsional yang akan senyawa aktif isoflavon aglin diperlukan rhizopus sp.

2.3. Flavonoid

Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan

mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai

antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Ada beberapa jenis senyawa

flavonoid salah satunya isoflavon. Isoflavon merupakan isomer dari flavon dimana pada senyawa

(7)

Gambar 2.3 Struktur Senyawa Flavonoida

Beberapa jenis favonoida :

Gambar 2.4 Beberapa jenis struktur senyawa flavonoida

Isoflavon merupakan senyawa flavonoid yang merupakan salah satu anggota senyawa

fitoestrogen.Isoflavon merupakan salah satu kelompok fitoestrogen yaitu komponen bahan alam

yang banyak terdapat dalam kedelai maupun produk olahannya.Winarsi (2003) melaporkan

bahwa senyawa fitoestrogen dalam kedelai, dapat berperan sebagai antioksidan yang mampu

mencegah terjadinya reaksi oksidasi yang ditunjukkan melalui peningkatan status antioksidan

enzimatis. Bila terjadi reaksi oksidasi, maka isoflavon mampu menangkap senyawa radikal dan

mengubahnya menjadi senyawa stabil yang tidak berbahaya, isoflavon tidak akan menimbulkan

bahaya bagi orang yang mengkomsumsinya. Namun demikian direkomendasikan oleh Nagata

(1998) untuk mengkomsumsi isoflavon kedelai sebanyak 50- 100 mg / hari, bahkan sampai 150

mg / hari masih dapat ditoleransi. Kandungan isoflavon tertinggi terdapat pada produk kedelai

yang difermentasi, seperti tempe. Di dalam 1 gram protein kedelai, kira-kira mengandung 3,5 mg

isoflavon. Oleh sebab itu dengan mengetahui kandungan protein tempe atau olahan kedelai

(8)

2.4. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung

satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan

atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh

pasangan elektron. Reaksi ini akan berlangsung terus-menerus dalam tubuh dan bila tidak

dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini,

serta penyakit degeneratif lainnya. Oleh karena itu tubuh memerlukan suatu substansi penting

yaitu antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas tersebut sehingga tidak dapat

menginduksi suatu penyakit (Kikuzaki, 2002; Sibuea, 2003).

Radikal bebas tersebut dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lemak, bahkan DNA

sel dan menginisiasi timbulnya penyakit degeneratif (Leong dan Shui, 2001). Di dalam tubuh

kita terdapat senyawa yang disebut antioksidan yaitu senyawa yang dapat menetralkan radikal

bebas, seperti: enzim SOD (Superoksida Dismutase), gluthatione, dan katalase. Antioksidan juga

dapat diperoleh dari asupan makanan yang banyak mengandung vitamin C, vitamin E dan

betakaroten serta senyawa fenolik. Bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami,

seperti rempah-rempah, coklat, biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran seperti buah tomat,

pepaya, jeruk dan sebagainya (Prakash, 2001; Trevor, 1995).

Keseimbangan antara kandungan antioksidan dan radikal bebas di dalam tubuh

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan tubuh. Apabila jumlah radikal bebas

terus bertambah sedangkan antioksidan endogen jumlahnya tetap, maka kelebihan radikal bebas

tidak dapat dinetralkan. Akibatnya radikal bebas akan bereaksi dengan komponen sel dan

menimbulkan kerusakan sel (Arnelia 2002). Radikal bebas adalahmerupakan atom atau gugus

atom apa saja yang memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan. Karena jumlah elektron

ganjil, maka tidak semua elektron dapat berpasangan sehingga bersifat sangat reaktif. Jika

jumlahnya sedikit, radikal bebas dapat dinetralkan oleh sistem enzimatik tubuh, namun jika

berlebih akan memicu efek patologis Radikal bebas merupakan merupakan agen pengoksidasi

kuat yang dapat merusak sistem pertahanan tubuh dengan akibat kerusakan sel dan penuaan dini

(9)

biologi, Protein lipida dan DNA dari sel manusia yang sehat lah merupakan sumber pasangan

elektron yang baik(Kosasih, 2004).

Dampak reaktifitas senyawa radikal bebas bermacam-macam, mulai dari kerusakan sel

atau jaringan, penyakit autoimun, penyakit degeneratif seperti kanker, asterosklerosis, penyakit

jantung koroner (PJK), dan diabetes mellitus.Pembentukan radika bebas dan reaksi oksidasi pada

biomolekul akan berlangsung sepanjang hidup. Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam

makhluk hidup anatar lain adalag golongan hidroksil (OH-) , superoksida (O-2), nitrogen

monooksida (NO), peroksidal (RO-2) , peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorit (HOCl), hidrogen

peroksida (H2O2) (Silalahi, 2006).

2.5. Antioksidan

2.5.1. Pengertian Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau reduktan. Senyawa ini

memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu mengaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi,

dengan cara mencegah terbentuknya radikal.Antioksidan dapat diperoleh,

1. Dari luar tubuh (eksogen) dengan cara melalui makanan dan miuman

yangmengandungvitamin C, E atau betakaroten.

2. Dari dalam tubuh (endogen) yakni dengan enzim superoksidan dismutasi (SOD),

gluthatione, perxidasi dan katalase yang diperoduksi oleh tunuh sebagai antioksidan (

Kosasih, 2004).

Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga

jika terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Adanya

kekhawatiran akan kemungkinan efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik

menyebabkan antioksidan alami alternatif yang sangat dibutuhkan (Sunarni, 2005). Senyawa

antioksidan memengang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap perubahan buruk

yang disebabkan radikal bebas. Radikal bebas diketahui dapat menginduksi penyakit kanker,

arteriosklerosis dan penuaan, disebabkan oleh kerusakan jaringan karena oksidasi.

(10)

Berkaitan dengan fungsinya, senyawa antioksidan diklasifikasikan dalam tiga tipe antioksidan,

yaitu :

1. Antioksidan Primer

Termasuk:

SOD (Superoxide Dismutase) GPX (Glutathion Perokxide)

Metalbinding protein seperti Ferrtin atau Ceruloplasmin.

Antioksidan primer ini bekerja untuk mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas yang ada

menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi.

Contoh antioksidan ini adalah enzim SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal bebas.

2. Antioksidan Sekunder

Antioksidan ini berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai.

Contoh: antioksidan sekunder: vitamin E, vitamin C, betakaroten, asam urat, bilirubin dan

albumin.

3. Antioksidan Tersier

Antioksidan jenis ini memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal

bebas.Contoh enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah mentionin sulfoksidan reduktase.Adanya enzim-enzim perbaikan DNA ini berguna untuk mencegah penyakit misalnya kanker (Kosasih, 2004).

Antioksidan digunakan untuk melindungi komponen makanan yang bersifat tidak jenuh

(memiliki ikatan rangkap), terutama lemak dan minyak. Mekanisme kerja antioksidan secara

umum adalah menghambat oksidasi lemak. Tahapannya menurut Counsell dan Hornig (1981)

adalah

I. Inisiasi

RH + initiator R• II. Propagasi

(11)

R• + RH ROOH + R•

III. Terminasi

R• + R• RR

ROO• + R• ROOH + R•

Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia. Senyawa

fenol sintetis seperti Butil hidroksianisol (BHA) dan Butil hidroksitoluen (BHT) bukan

antioksidan yang baik, sebab pada pemaparan yang lama dapat menyebabkan efek negatif

terhadap kesehatan serta meningkatkan terjadinya karsinogenesis (Rohman , 2007). Antioksidan alami adalah antioksidan hasil ekstraksi bahan alam. Antioksidan alami seperti α - tokoferol dan asam askorbat, memiliki efek samping merugikan yang lebih kecil, tetapi aktivitasnya lebih

tinggi daripada antioksidan sintetik .

Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya untuk makanan dan

penggunaannya telah sering digunakan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen

(BHT), propil galat (PG), tert-butil hidoksi quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan -

antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk

tujuan komersial. Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke

makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt dkk, 1992).

Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah yang berasal dari tumbuhan

yaitu tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoid,dan senyawa fenolik. Isolasi antioksidan alami

telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat

dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu,

akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari (Pratt dkk, 1992).

Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik

yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam

(12)

flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi

asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain.

Komponen fenolik merupakan kelompok molekul yang besar dan beragam, yang terdiri

dari golongan aromatik pada metabolit sekunder tumbuh-tumbuhan.Fenolik dapat

diklasifikasikan ke dalam komponen yang tidak larut seperti lignin dan komponen yang larut

seperti asam fenolik, phenylpropanoids, flavonoid dan kuinon.Setiap tumbuh-tumbuhan

memiliki struktur komponen fenolik yang berbeda.Ada komponen fenolik yang memliki gugus –

OH banyak dan ada pula komponen fenolik yang memiliki gugus –OH yang sedikit. Gugus –OH

berperan dalam proses transfer elektron untuk menstabilkan dan meredam radikal bebas

(Harborne dan Williams 2000).

2.6. Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan

Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan tiga metode yaitu:

1. Metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazil)

Pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu metode

pengukan yang sering digunakan adalah metode DPPH. DPPH adalah ( 1,1-diphenyl-1-picryl-hydrazil) yang merupakan suatu radikal bebas yang stabil karena mekanisme delokalisasi elektron bebas oleh molekulnya, sehingga molekul ini tidak mengalami reaksi dimerisasi yang

sering terjadi pada sebahagian besar radikal bebas lainnya. Delokalisasi juga memberi efek

warna ungu yang dalam panjang gelombang 515 nm dalam pelarut etanol (Hirota dkk, 2003).Zat

ini berperan sebagai penangkap elektron atau penengkap radikal hidrogen bebas.Hasilnya adalah

molekul yang bersifat stabil. Jika suatu senyawa antioksidan direaksikan dengan zat ini maka

senyawa antioksidan tersebut akan menetralkan radikal bebas dari DPPH (Bintang, 2002).

Berikut ini dapat dilihat resonansi DPPH dan reaksi DPPH dengan atom H netral yang berasal

(13)

N N NO2 +

2.5.Struktur kestabilan radikal bebas DPPH (Ionita, 2003)

Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan inkubasi DPPH dengan ekstrak

antioksidan selama 30 menit sehingga menghasilkan larutan ungu yang lebih pudar kemudian

dilakukan pengukuran panjang gelombang 515 nm. Aktivitas antioksidan diperoleh dari nilai

absorbansi yang selanjutnya akan digunakan untuk menghitung persentase inhibis 50% (IC50)

yang menyatakan konsentrasi senyawa antioksidan yang menyebabkan 50% dari DPPH

kehilangan karakter radikal bebasnya. Semakin tinggi kadar senyawa antioksidan dalam sampel

maka akan semakin rendah nilai IC50 (Mosquera, 2007).

Ketika larutan DPPH dicampurkan dengan bahan yang dapat memberi sebuah atom

hidrogen, molekul DPPH akan tereduksi sehingga intensitas warna ungu akan berkurang

(Molyneux,2004)

2. Metode FRAP (Ferric Reducting Antioxidant Power)

Metode FRAP (Benzie & Stain, 1996) mengunakan Fe (TPTZ)23+ kompleks besi-ligan

2,4,6-tripiridil-triazin sebagai pereaksi. Kompleks biru Fe (TPTZ)23+ akan berfungsi sebagai zat

pengoksidasi dan akan mengalami reduksi menjadi Fe (TPTZ)22+ yang berwarna kuning dengan

reaksi sebagai berikut:

Fe (TPTZ)23+ + AROH Fe (TPTZ)22+ + H+ + AR = O

3. Metode Cuprac ( Cupric Ion Reducting Antioxidant Capacity)

Metode Cuprac (Apak et al, 2007) menggunakan bis (neokuproin) tembaga (II) Cu(Nc)22+

sebagai pereaksi kromogenik. Pereaksi Cu(Nc)22+ yang berwarna kuning dengan reaksi :

(14)

Pada uji antioksidan dari ekstrak kacang kedelai dan tempe dengan metode DPPH diperlukan

pengukuran absorbansi dari ekstrak sampel tersebut dengan menggunakan spektrofotometri

UV-Vis . Metode spektrofotometri adalah metode analisis kuantitatif suatu analit dalam sampel yang

didasarkan pada adanya interaksi analit dengan energy radiasi berupa foton yang menyebabkan

eksitasi electron (transisi electron) pada analit. Misalkan analit penyerap foton adalah M dan

analit yang mengalami eksitasi electron adalah M*.

M + E —› M*

Analit dalam keadaan eksitasi (bertahan sekitar 10-8 – 10-9 detik ) akan mengalami relaksasi

secara fluoresensi atau fosforensi sebagai akibat dari reaksi fitokimia dalam analit dan segera

kembali ke keadaan dasar ( ground state) sambil melepaskan sejumlah kalor.

M* + E —› M + Kalor

Sesuai dengan persamaan Planck ( E=h.v = h. c / λ), setiap analit yang dapat menyerap / mengemisi foton memiliki panjang gelombang (λ) tertentu.

Interaksi foton dengan sesuai analit akan menghasilkan warna-warna pada cahaya tampak

oleh mata dengan panjang gelombang 4000 nm hingga 700 nm. Warna yang dihasilkan pada

cahaya tampak tersebut, merupakan pasangan dari setiap dua warna ( warna dan warna

komplementer) spectrum.

Tabel 2.2 Warna yang dihasilkan pada Cahaya Tampak

λ(nm) Warna Warna komplementer

(15)

a. Sumber Energi Radiasi

Sumber energi radiasi berisi material yang dapat tereksitasi ke tingkat energy yang lebih tinggi

oleh pengaruh voltase arus listrik yang tinggi. Bila material kembali ke tingkat energi yang lebih

rendah (keadaan dasar), akan mengemisikan sejumlah foton yang sesuai dengan perbedaan

energy keadaan tereksitasi dengan keadaan dasar. Sumber radiasi yang cocok dalam hal

pengukuran serapan adalah sumber radiasi yang memiliki spectra kontiniu, intensitas sama pada

rentangan panjang gelombang. Sumber radiasi pada daerah UV (180-350) nm dapat digunakan ;

lampu deuterium, lampu hydrogen dan lampu pengawa muatan xenon. Pada daerah tampak,

lampu yang biasa digunakan adalah lampu filament yang menghasilkan spectra kontiniu antara

350-2500 nm.

b. Monokromator

Untuk memecahkan radiasi polikromatik tersebut menjadi monokromatik digunakan filter dan

monokromator, agar panjang gelombang sesuai dengan panjang gelombang sample yang

diamati. Filter tersebut dari bahan khusus yang membolehkan transmitansi radiasi pada batas

panjang gelombang yang diamati, dengan lebar pita efektif berkisar: 20-25 nm. Monokromator

terdiri dari ; celahmasuk radiasi polikromatik, lensa/cermin ( pengumpul radiasi ),

prisma/grating ( pemecah panjang gelombang ), lensa/cermin ( penyatu radiasi ) dan celah keluar. Lehercelah masuk/ celah keluar akan mempengaruhi lebar pita radiasi. Celah yang sempit

akan menghasilkan pita yang sempit, akan tetapi intensitas yang mencapai detector akan

menurun. Minimum lebar pita sempit, akan tetapi akan intensitas yang mencapai detector akan

menurun. Minimum lebar pita sangat ditentukan oleh sensitivitas detector.

c. Kontainer Sampel ( kuvet )

Kontainer sampel ( kuvet ) dibentuk dari material yang dapat melewatkan energy radiasi pada

panjang gelombang daerah kerja. Kuvet yang terbuat dari kuartz atau silica biasanya digunakan

pada daerah kerja UV (< 350 nm ), kuvet gelas silikat dapat digunakan pada daerah kerja antara

350-2000 nm, sedang kuvet yang terbuat dari plastic dapat digunakan pada daerah tampak.

Untuk daerah kerja kuvet dan tampak, kuvet yang biasa digunakan adalah kuvet dengan panjang

celah ( ketebalan medium larutan ) yang akan dianalisis 1 cm. pada saat kuvet akan dipakai harus

(16)

kuvet dapat dilakukan dengan menggunakan kain halus dan tidak boleh dimasukan kedalam oven

sebab menyebabkan perubahan pada perubahan pada panjang kuvet. Kalibrasi kuvet dengan

larutan blanko harus dilakukan sebelum analisis larutan sampel.

d. Detektor

Detektor dapat menyerap energy foton baik yang berasal dari arus listrik maupun perubahan

panas. Sinyal yang ditunjukkan oleh detector yang diakibatkan oleh arus listrik atau perubahan

panas tanpa sampel tersebut : bisingan ( noise ). Sinyal yang dihasilkan dianggap sebagai sinyal

latar (background signal). Detector fotolistrik dibedakan atas : tabung foton ( phototube) dan sel

photovoltaic. Arus pada tabung foton kira-kira 10-11 A, perlu digandakan untuk dapat dibaca.

Agar sinyal elektronik dari detector dapat diukur, sinyal perlu digandakan beberapa kali dengan

menggunakan amplifier. Guna penyimpanan data, biasanya detector dilengkapi dengan

komputer.

e. Sistem pembacaan ( Readout )

Proses penterjemahan sinyal elektronik yang dihasilkan dari detector radiasi menjadi bentuk data

eksperimen dilakukan didalam system pembacaan yang terdiri dari: amplifier ammeter,

Gambar

Gambar 2.1.Tanaman dan Biji Kedelai(Anonim,2009)
Tabel 2.1. Komposisi kimiawi kedelai kering per 100 gr dapat dilihat pada table di bawah ini:
Gambar 2.2. Produk Tempe ( Anonim, 2009)
Gambar 2.3 Struktur Senyawa Flavonoida
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ningsih Ayu Putri, Nurmiati, Anthoni Agustien, 2013, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kental Tanaman Pisang Kepok Kuning ( Musa paradisiaca Linn.) Terhadap

kecepatan) yang tersedia menjadi energi kinetik untuk memutar turbin, sehingga menghasilkan energi mekanik dalam bentuk putaran poros. Atau dengan kata lain, energi

pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan sesuai. jangka

Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan ilmu keperawatan mengenai pengaruh spiritual caring dengan murottal terhadap

In order to classify countries as home or foreign, we compare the relative FDI activity of the two countries for each year that bilateral data was available and designated the

Dengan adanya pemasangan instalasi listrik yang baik akan menimbulkan rasa aman dan nyaman untuk pengguna gedung tersebut.Perencanaan instalasi pada gedung RSUD

The analyst(s) named in this report certifies that all of the views expressed by the analyst(s) in this report reflect the personal views of the analyst(s) with regard to any and

Desain penelitian ini bersifat studi evaluasi dengan jenis deskriptif menggunakan model evaluasi CIPP (context,input,process,produck). Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa :