• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Masyarakat Terhadap Penyandang Penyakit Kusta di Desa Natam Baru Kecamatan Badarkabupaten Aceh Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Masyarakat Terhadap Penyandang Penyakit Kusta di Desa Natam Baru Kecamatan Badarkabupaten Aceh Tenggara"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sikap yang muncul dan berkembangpada masyarakat terhadap penderita kusta dan mereka yang telah sembuh dari kusta adalah kurang adanya rasa empati masyarakat dan timbulnya stigma negatif tentang penderita dan bekas penyakit. Kondisi ini kemudian memunculkan adanya diskriminasimasyarakat.

Penderita penyakit kusta banyak ditemukandinegara beriklim tropis, termasuk Indonesia.Diperkirakan sekitar tiga juta orang menderita penyakit kusta di seluruh dunia. Indonesia menduduki posisi nomor-3, dengan 16.825 kasus dan angka kecacatan 6,82 orang per sejuta penduduk. Kasus kusta tertinggi terdapat di India dengan 134.752 kasus.Kemudian diikuti oleh Brazil dengan 33.303 kasus. Penyakit kusta masih merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia, meskipun pada pertengahan tahun 2000 Indonesia sudah dapat mencapai eliminasi kusta.Hal ini disebabkan karena sampai akhir tahun 2002 masih ada 13 Propinsi dan 111 Kabupaten yang belum dapat di eliminasi (

(2)

Masalah penyakit kusta diperberat dengan banyaknya penderita kusta yang mendapat pengobatan ketika sudah dalam keadaan cacat.Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyakit kusta dan akibatnya. Keterlambatan pengobatan penderita mengakibatkan penularan terus berjalan sehingga kasus baru banyak muncul. Keadaan ini tentu akan menghambat pencapaian tujuan programpemberantasan secara terpadu dan menyeluruh yang meliputi penemuan penderita sedini mungkin, pengobatan penderita yang tepat, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial dan rehabilitasi karya mantan penderita kusta.

Seandainya penderita kusta memiliki pengetahuan yang baik dan memadai tentang penyakit kusta, cara pengobatannnya, jenis obat,cara memakan obat tersebut dan akibat bila tidak patuh meminum obat yang akan berakibat buruk terhadap dirinya akan mampu mengimplementasikannya di dalam kehidupannya sehari-hari, maka angka kesembuhan pada penderita kusta akan meningkat. Rendahnya pengetahuan tentang kusta dan masih kuatnya stigma terhadap penyakit kusta sangat berpengaruh terhadap ketaatan penderita untuk minum obat.

(3)

Kepatuhan penderita kusta mengkonsumsi obat dapat dilihat dari dosis dan batas waktu sampai dinyatakan selesai berobat dan tergantung pada jenis kusta yang dideritanya.Meskipun penderita kusta telah menyelesaikan rangkaian pengobatannya dinyatakan sembuh dan tidak menular, status penyandang kusta tetap dilekatkan pada dirinya seumur hidup.Inilah yang seringkali menjadi dasar permasalahan psikologis para penyandang kusta.Rasa kecewa, takut, malu, tidak percaya diri, merasa tidak berguna, hingga kekawatiran akan dikucilkan (self stigma).Kecacatan yang nampak pada tubuh penderita kusta seringkali menyeramkan bagi sebagian besar masyarakat sehingga menyebabkan perasaan jijik, bahkan ada yang ketakutan secara berlebihan terhadap kusta atau dinamakan leprophobia.Hal ini diperkuat dengan opini masyarakat (stigma) yang menyebabkan penderita kusta dan keluarganya dijauhi bahkan dikuculikan oleh masyarakat.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah menempuh langkah-langkahpemberantasan kusta melalui peningkatan penemuan kasus baru, pemberian obat dan pemantauan pengobatan secara rutin, pendidikan dan pelatihan bagi petugas kusta, memberikan pengobatan secara gratis, melakukan upaya intensif terhadap pencegahan kecacatan, serta peningkatan penyuluhan perawatan diri bagi penderita kusta, namun secaraimplisit masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan.(Departemen Kessehatan RI, 2006).

(4)

kesehatan yang relatif kurang dalam memberikan penyuluhan kesehatan, penemuan kasus baru serta masih lemahnya pemantauan petugas kesehatan terhadap penderita kusta

Bertepatan dihari kusta sedunia tahun 2016, Yohei Sasakawa,perwakilan duta besar organisasi kesehatan dunia WHO datang ke indonesia. Dalam kujungannya di hari kusta Sedunia, datang membawa pesan moral pemberantasan kusta di dunia, ditunjukkan dengan rela mencuci kaki pasien penderita kusta. Dalam pesan moralnya perwakilan duta besar WHO mengajak penderita untuk tidak khawatir dan minder, karena penyakit kusta atau lepra bisa disembuhkan dengan jalan pengobatan secara rutin. Yohei Sasakawa juga menyempatkan menyapa pasien dan melihat proses terapi serta pengobatan penderita kusta di rumah sakit.

Berdasarkan salah satu penelitian tentang penyakit kusta yang sebelumnya yang berjudul“ Pola interaksi sosial antaramasyarakat eks penderita kusta perkampungan rehabilitasi kusta Donorojo dengan masyarakat Padukuhan Juwet Desa Banyumanis Kecamata Donorojo Kabupaten Jepara”. Hasil penelitian tersebut adalah masyarakat tidak berani untuk berjabat tangan dengan penyandang penyakit kusta bahkan tidak ingin tinggal berada dekat dengan mereka, peyandang penyakit kusta tidak bisa ikut mengikuti politik karena kedudukan sosial nya sudah di diskriminasi.(Https:\\Digilib.uin.ac.id diakses pada tanggal 15 Mei 2016)

(5)

kusta itu sendiri terbagi dalam tiga golongan, yaitu: cacat tingkat 0, cacat tingkat 1, dan cacat tingkat 2. Cacat tingkat 0 merupakan kondisi tidak ditemukan cacat, cacat tingkat 1 memiliki kerusakan pada saraf sensoris, sedangkan cacat tingkat 2 kerusakan fisik dapat dilihat oleh mata.

Indikator lain dalam penanggulangan kusta di Indonesia adalah angka proporsi cacat tingkat 2 dan proporsi anak (kurang dari 15 tahun). Di antara kasus baru sebesar 5%. Proporsi kecacatan tingkat 2 di Indonesia tahun 2008 sebesar 9,56% dan proporsi penderita anak diantara kasus baru sebesar 11,3%. Tingginya proporsi kecacatan tingkat 2 menunjukkan kinerja petugas dalam upaya penemuan kasus masih kurang efektif.Sedangkan tingginya proporsi penderita anak diantara kasus baru menunjukkan masih adanya penularan kusta pada masyarakat di Indonesia.

Terdapat 595 kasus penyakit kusta di Provinsi Aceh pada tahun 2012..Dengan angka penemuan sebesar12.59/100.000 penduduk.Kasus baru yang terjadi pada anak berumur 0-14 yaitu sejumlah 317 (53.28%), dan terdapat kasus baru dengan cacat tingkat 2 yaitu 89 (15%), angka prevalensi adalah Per 10.000 penduduk penderita kusta (kasus baru dan kasus lama) per 10.000 penduduk di Provinsi Aceh pada tahun 2012 sebanyak 0.8 per 10.000 penduduk.

(6)

masyarakat takut maka penderita penyakit kusta di pindahkan ke Desa Natam Baru. Kebanyakan para penderita penyakit kusta tersebut berasal dari Gayo Lues, WHO dan pemerintah menyediakan lahan di DesaNatam Baru sebagai tempat rehabilitasi

penderita penyakit Kusta

pada tanggal 25mei 2016 pukul 10.00)

Masih banyak masyarakat Aceh Tenggara yang kurang paham akan penyakit kusta. Akibatnya banyakyang takut dengan penyakit kusta.Bahkan sebagian dari masyarakat menjulukinya sebagai penyakit kutukan. Menganggap penyakit kusta sebagai kutukan merupakan salah satu stigma sosial masyarakat yang ditujukan kepada penderita maupun yang sudah sembuh dari penyakit kusta.

Pak Mad Bren salah seorangpenderita penyakit kusta yang sudah lama tinggal di desa Natam Baru yaitu sejak Tahun 1970 hinga sekarang.Penyakit kusta yang diderita Pak Mad Bren sudah tidak menular. NamunPak Mad Bren setiap bulan tetap mendapat pengobatan medis. Walaupun Pak Mad Bren hidup bersama istri dan anak-anaknya, namun istri dan anak-anaknya tidak ada yang menderita penyakit kusta.

Terdapat 155 orang penderita penyakit kusta di Desa Natam Baru Kecamatan Badar Kabupaten Aceh Tenggara..Tempat tinggal para penderita kusta dibangunoleh WHO dan pemerintah untuk upaya rehabilitasi penyandang penyakit kusta.Setiap bulan mereka mendapat pengobatan dan jatah beras dari pemerintah melalui Dinas Sosial setempat. Pemerintah juga memberikan bantuan berupa bibit tanaman, ternak, dan bantuan lainnya dari pemerintah.

(7)

KABUPATEN ACEH TENGGARA”. Hasil penelitian tersebut dituangkan dalam skripsi.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, penulis merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut: “bagaimana respon masyarakat terhadap penyandang penyakit kusta di desa Natam Baru Kecamatan Badar Kabupaten Aceh Tenggara?”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon masyarakat terhadap penyandang penyakit kusta di desa Natam Kecamatan Badar Kabupaten Aceh Tenggara.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam rangka :

1. Pengembangan konsep dan teori yang berkenan dengan respon masyarakat terhadap peyandang peyankit kusta.

2. Pengembangan model respon masyarakat terhadap peyandang penyakit kusta.

1.4 Sistematika Penelitian

(8)

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang uraian teoritis konsep dan teori yang berkaitan dengan masalah objek yang kan diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, sampel dan teknik penarikan sampel, teknik pengumpalan data, dan teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum tentang lokasi melakukan penelitian, meliputi gambaran umum lokasi penelitian, kondisi geografis, komposisi penduduk, dan struktur pemerintahan desa.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diproleh dalam penelitian beserta analisisnya.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan rancang bangun yang dilakukan adalah, dengan desain pengering tipe rak dengan model double plat dan menggunakan sumber energi dari listrik yaitu dengan

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh buruh panggul yang bekerja dipabrik penggilingan padi di Desa Juntiweden Kabupaten Indramayu yang berjumlah 32

Menurut Arman Hakim Nasution (2008), peramalan adalah proses memperkirakan berapa kebutuhan di masa datang yang meliputi kebutuhan dalam urusan kuantitas,

If people are more accurate for truths than deception (the veracity effect), which is clearly the case in Professor Burgoon’s data, then as the pro- portion of truthful senders

Penelitian diawali dari persiapan bahan dan peralatan termasuk penyiapan serat alang-alang, bahan-bahan yang dipakai dalam penelitian adalah semen Portland, dipakai

Data sampling arah dan kecepatan arus di permukaan perairan muara Sungai Porong. Hasil pemodelan arus permukaan dengan menggunakan software SMS 8.1 disajikan pada

[r]

Calon Guru Proga Studi Pendidikan Akuntansi Angkatan 2012 Fakultas.. Ekonomi Universitas