BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Tinjauan teoritis dibuat dengan maksud untuk memaparkan beberapa dari
hasil-hasil penelitian yang sudah ada pada sebelumnya, dan diharapkan bisa
membantu di dalam memecahkan permasalahan pada penelitian ini.
2.1 Kolaborasi Penelitian
2.1.1. Definisi Kolaborasi Penelitian
Penerapan kolaborasi pada kegiatan penelitian berawal dari kenyataan
bahwa peneliti tidak mampu melakukan kegiatan penelitian secara individu. Hal
ini dipengaruhi oleh kompleks dan rumitnya masalah penelitian pada saat ini yang
memerlukan adanya suatu kerjasama (kolaborasi) dengan peneliti lainnya.
Prihanto (1996, 28) mendefinisikan, “kolaborasi penelitian berlangsung bila dua peneliti atau lebih bekerja sama dalam sebuah kegiatan, masing-masing
memberikan sumbangan sumber daya dan usaha baik intelektual maupun fisik”.
Kolaborasi di dalam penelitian bisa dikatakan sebagai suatu aktivitas
peneliti dengan saling memberikan kontribusi baik kontribusi yang sifatnya
teoritis berupa ide, pandangan, pendapat, gagasan, dan komentar, serta
memberikan kontribusi yang sifatnya teknis berupa keikutsertaan dalam proses
penelitian.
Kartz dan martin (1997, 7) mendefinisikan “a research collaboration
could be defined as the working together of researchers to achieve the common
merupakan pekerjaan yang dilakukan bersama-sama oleh para peneliti untuk
mencapai tujuan bersama dalam menghasilkan suatu ilmu pengetahuan baru
bersifat ilmiah.
Kolaborasi pada suatu penelitian dapat dikatakan sebagai suatu profesi
bagi para peneliti yang dilakukan secara bersama dengan rekan peneliti lainnya
untuk dapat menciptakan suatu ilmu pengetahuan yang baru bersifat ilmiah sesuai
dengan tujuan yang telah disepakati bersama.
Amabile et al. (2001, 419) menafsirkan “suggest three dimensions, that
can be used to describe research collaboration: (1) the profession of the
participants, (2) the institutional affiliation, and (3) the organisational level of the
collaboration”. Artinya kolaborasi penelitian dapat digambarkan dengan tiga
dimensi yaitu profesi partisipan, (2) afiliasi antar institusi/lembaga, dan (3) level
organisasi dari kolaborasi.
Sonnenwald dikutip oleh Amabile et.al. (2001, 419) “further add (4) the
disciplinary focus and (5) the geographical focus”. Artinya Sonnenwald
menambahkan lagi 2 dimensi yang menggambarkan kolaborasi penelitian yaitu
disiplin ilmu dan geografis.
Melihat dari 5 dimensi ini menunjukkan bahwa kolaborasi di dalam
penelitian merupakan kerjasama yang dilakukan antar peneliti yang berasal dari
lembaga, negara, disiplin ilmu yang sama maupun berbeda.
Rains (2006, 91) mendefinisikan, “Collaborative research involves
cooperation of individuals agencies, and organizations in the planning,
artinya kolaborasi penelitian melibatkan kerjasama individu, lembaga, dan
organisasi di dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan penyebaran kegiatan
penelitian.
Pelaksanaan kolaborasi penelitian bukan hanya menghubungkan antar
peneliti tetapi juga menghubungkan peneliti dengan lembaga dan organisasi
dalam mendukung kegiatan penelitian baik di dalam perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi, dan penyebaran hasil penelitian kepada masyarakat luas.
Dari beberapa pemaparan mengenai pengertian kolaborasi penelitian di
atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kolaborasi penelitian sebenarnya
merupakan suatu kegiatan penelitian yang menghubungkan antar peneliti,
lembaga, negara, bahkan antar disiplin ilmu dengan saling memberikan kontribusi
baik pengetahuan maupun tenaga untuk mencapai tujuan bersama dalam hal
menciptakan suatu ilmu pengetahuan yang baru bersifat ilmiah.
2.1.2. Faktor-Faktor Kolaborasi Penelitian
Peneliti melakukan kegiatan penelitian dengan cara kolaborasi pasti
mempunyai latar belakang atau faktor-faktor yang menyebabkan mereka
membutuhkan adanya suatu kerjasama dengan peneliti lainnya selama kegiatan
penelitian berlangsung. Misalnya saja penelitian tersebut tidak dapat dilakukan
secara sendiri karena alasan kompleks dan rumitnya masalah pada suatu penelitian
yang harus dipecahkan.
Menurut Kartz & Martin (1997, 4) faktor kolaborasi penelitian antara lain
sebagai berikut:
2. The desire of researches to increase their scientific popularity, visibility and recognition
3. Escalating demands for the rationalization of scientific manpower
4. The requirements of ever more complex (and often large-scale)
instrumentation
5. Increasing specialization in science
6. The advancement of scientific disciplines which means that a
researcher requires more and more knowledge in order to make significant advances, a demand which often can only be met by pooling one’s knowledge with others
7. The growing profesionalisation of science, a factor which probably
more important in earlier years than now
8. The need to gain experience or to train apprentice researchers in the
most effective way possible
9. The increasing desire to obtain cross-fertilisation across disciplines
10.The need to work in close physical proximity with others in order to benefit from their skills and tacit knowledge
Faktor-faktor kolaborasi penelitian di atas dapat diterjemahkan sebagai
berikut:
1. Perubahan pola atau tingkat pendanaan
2. Keinginan peneliti untuk menaikkan popularitas ilmiah mereka, visibilitas, dan penghargaan
3. Meningkatnya tuntutan akan rasionalisasi pada tenaga manusia secara ilmiah
4. Persyaratan dalam hal pemakaian instrumen penelitian yang lebih kompleks dan lebih besar skalanya
5. Meningkatnya spesialisasi dalam ilmu pengetahuan
6. Kemajuan disiplin ilmu yang berarti bahwa peneliti membutuhkan lebih banyak pengetahuan untuk membuat kemajuan yang signifikan, permintaan seringkali hanya bisa dipenuhi dengan menggabungkan pengetahuan seseorang dengan orang lain
7. Berkembangnya profesionalisme dalam ilmu pengetahuan, faktor yang mungkin lebih penting pada tahun yang lalu dibandingkan sekarang 8. Kebutuhan untuk memperoleh pengalaman atau melatih peneliti
magang dengan cara yang paling efektif dan memungkinkan
9. Meningkatnya keinginan untuk memperoleh fertilisasi silang disiplin ilmu
Sedangkan menurut Czajkowski (2008, 4) The six collaboration factor categories synthesized from current literature are:
1. Trust and partner compatibility
2. Common and unique purpose
3. Shared governance and joint decision making
4. Clear understanding of roles and responsibilities
5. Open and frequent communication
6. Adequate financial and human resources
Enam faktor yang mempengaruhi kolaborasi dalam literatur ilmiah seperti
yang telah dikemukan di atas dapat diterjemahkan sebagai berikut:
1. Kepercayaan dan kecocokan antar mitra kerja. 2. Tujuan umum dan khusus.
3. Berbagi koordinasi dan membuat keputusan bersama. 4. Memahami dengan jelas akan peranan dan tanggung jawab 5. Komunikasi terbuka dan sering
6. Sumber daya manusia dan keuangan yang memadai
Faktor kolaborasi penelitian lainnya menurut Bukvova yang dikutip oleh
Handoyo dan Putera (2012, 103) menjelaskan bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi kolaborasi riset, baik faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal yang mempengaruhi kolaborasi riset menurut beliau berkaitan dengan:
a. Kesepakatan atas kualitas hasil kolaborasi; b. Penghargaan yang diterima dari kolaborasi;
c. Koordinasi (perhatian yang lebih pada aktivitas koordinasi dapat memprediksi hasil kolaborasi);
d. Persiapan proyek (terutama penentuan tujuan untuk mencapai keberhasilan kolaborasi);
e. Komunikasi (memainkan peran penting untuk keberhasilan kolaborasi);
f. Perhatian antar anggota tim;
g. Kesadaran adanya perbedaan (konflik dalam kolaborasi riset disebabkan adanya perbedaan latar belakang dan cara pandang para peneliti sehingga diperlukan langkah-langkah untuk mengatasi perbedaan tersebut);
h. Keakraban anggota tim (keakraban anggota tim dapat meningkatkan produktivitas tetapi dalam jangka panjang keakraban memiliki efek negatif pada kinerja tim);
k. Penetapan batasan kolaborasi (kompleksnya permasalahan yang dihadapi membuat para peneliti membatasi tujuan kolaborasi riset); dan
l. Legitimasi lembaga (besar dan kompleksnya proyek membutuhkan dukungan dari sejumlah pemangku kepentingan).
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kolaborasi riset berkenaan dengan:
a. Budaya akademik (baik budaya pada lingkup nasional maupun kelembagaan)
b. Pendanaan (pendanaan lebih besar mempengaruhi produktivitas riset dibandingkan kolaborasi riset)
c. Jumlah anggota kelompok/tim d. Sumberdaya
e. Dukungan kelembagaan f. Level kelembagaan;
g. Keberadaan lembaga riset (afiliasi dengan lembaga riset berdampak positif pada kesediaan individu untuk berkolaborasi); dan
h. Kolaborasi secara nasional atau internasional (kolaborasi pada lingkup nasional dan internasional menghasilkan kualitas output yang sebanding, meskipun kolaborasi internasional berdampak positif pada output di masa depan).
Dengan demikian, faktor yang mempengaruhi dibutuhkannya kolaborasi di
dalam kegiatan penelitian antara lain sebagai berikut:
1. Memerlukan dana dalam jumlah yang relatif besar untuk melakukan
kegiatan penelitian.
2. Adanya keinginan peneliti untuk meningkatkan popularitas dengan
cara meningkatkan hasil penelitian yang dimuat di dalam publikasi.
3. Adanya asumsi bahwa kualitas hasil penelitian yang diperoleh dari
penelitian yang dilakukan secara kolaborasi lebih baik dibandingkan
secara individu
4. Semakin kompleksnya masalah yang ingin diteliti sehingga
membutuhkan peneliti dari bidang yang sama maupun berbeda untuk
5. Penerapan kolaborasi pada kegiatan penelitian disebabkan oleh
penelitian tersebut tidak dapat ditangani secara sendiri sehingga
membutuhkan adanya bantuan dari orang lain
2.1.3. Motivasi Kolaborasi Penelitian
Ada beberapa alasan mengapa penerapan kolaborasi dalam kegiatan
penelitian berkembang sangat pesat selama 20-30 tahun belakangan ini. Alasan
tersebut memberikan suatu dorongan bagi para peneliti untuk melakukan
kerjasama dengan peneliti yang lainnya dalam kegiatan penelitian. Adapun alasan
bagi peneliti untuk melakukan kolaborasi dikemukan oleh Smith & Katz yang
dikutip oleh Surtikanti (2004, 15) antara lain:
a. Peningkatan biaya pelaksanaan penelitian
b. Biaya transportasi dan komunikasi yang semakin murah
c. Ilmu adalah institusi sosial dimana kemajuan sangat tergantung pada interaksi dengan ilmuwan lainnya, baik formal maupun informal
melalui “invisible college”
d. Meningkatnya kebutuhan untuk spesialisasi pada bidang-bidang tertentu, terutama pada instrumen-instrumen khusus yang sangat kompleks.
e. Meningkatnya signifikansi dari bidang-bidang pengetahuan interdisipline
f. Adanya berbagai faktor politik dan kebijakan publik yang mendorong peningkatan tingkat kolaborasi antar peneliti
Selain alasan peneliti melakukan kolaborasi di atas masih ada alasan lain
yang mendorong peneliti melakukan kolaborasi di dalam kegiatan penelitian
seperti yang telah dikemukan oleh Beaver and Rosen dikutip oleh Lee and
Bozeman (2005, 676) antara lain:
1. Access to special equipment and facilities
2. Access to special skills
3. Access to unique materials
4. Access to visibility
6. Efficiency of use of labor
13.To surmount intellectual isolation,
14.Need for additional confirmation of evaluation of a problem
15.Need for stimulation of crossfertilization
16.Spatial propinquity,
17.Accident or serendipity.
18.Conceptual analysis
Terjemahan dari motivasi peneliti melakukan kolaborasi di dalam kegiatan
penelitian di atas antara lain sebagai berikut:
1. Akses ke peralatan khusus dan fasilitas 2. Akses ke keterampilan khusus
3. Akses ke bahan yang unik 4. Akses jarak
5. Efisiensi dalam penggunaan waktu 6. Efisiensi dalam penggunaan tenaga kerja 7. Untuk mendapatkan pengalaman
13.Untuk mengatasi memisahkan dari orang-orang yang cerdik
14.Membutuhkan adanya penegasan tambahan terhadap penilaian dari suatu masalah
15.Kebutuhan untuk mendorong dilakukan perkawinan silang antar disiplin ilmu
16.Kedekatan ruang
17.Kecelakaan atau kebetulan. 18.Analisis konseptual
Anom (2012, 1) meyatakan “hambatan dan kendala yang mendorong terjadinya kolaborasi yakni keterbatasannya pengetahuan dan ketrampilan
perseorangan atau ketidaktersediaanya sumber daya fisik yang mendukung
2.1.4. Keuntungan dan Kerugian Kolaborasi Penelitian
Permasalahan penelitian yang dihadapi pada saat ini sangat rumit dan
kompleks dimana peneliti diharuskan untuk memiliki pengetahuan dan keahlian
yang luas. Tidak ada seorangpun yang memiliki semua pengetahuan dan keahlian
termasuk para peneliti sekalipun. Meskipun pengetahuan dan keahlian bisa
diperoleh dengan cara mempelajarinya akan tetapi membutuhkan banyak waktu
dan biaya bagi peneliti untuk mempelajarinya. Jika diterapkannya kolaborasi
dalam suatu kegiatan penelitian maka ada kemungkinan diantara peneliti tersebut
memiliki pengetahuan dan keahlian yang diperlukan di dalam proses kegiatan
penelitian.
Adapun keuntungan yang bisa diperoleh dari adanya kolaborasi penelitian
menurut Kartz and Martin dikutip oleh Sormin (2009, 1) sebagai berikut:
1. Transfer pengetahuan dan keahlian. Upaya untuk memperbaharui pengetahuan yang dimiliki seseorang sangat memakan waktu dan terbentur beberapa masalah. Didokumentasikannya sebagian ilmu dan perkembangan terbarunya menyebabkan penge tahuan menjadi bersifat
tacit, tidak menyebar dan tetap dalam kondisi seperti itu sampai ilmuwan yang menguasainya mempunyai waktu untuk menuliskan dan mempublikasikan.
2. Pertukaran ide dari berbagai ilmu yang akan menambah wawasan dan perspektif baru seseorang, sehingga dapat mendorong tumbuhnya kreatifitas. Efeknya akan lebih tinggi jika terjadi diantara orangorang dari berbagai latar belakang ilmu yang berbeda.
3. Membuka kesempatan persahabatan intelektual. Peneliti akan membangun hubungan tidak hanya dengan kelompoknya yang terlibat dalam penelitian yang sedang dilakukan, tetapi juga akan berupaya memasuki jaringan yang lebih luas dalam komunikasi penelitian. 4. Peningkatan produktivitas: Kolaborasi menstimulasi peneliti untuk
Keuntungan yang bisa diperoleh dari kolaborasi penelitian lainnya yaitu
dikemukakan oleh Lewis (2013) antara lain:
a. Access to expertise, equipment or resources, encouragement of
multidisciplinary work, improved capacity to get funds, prestige or visibility, gaining tacit knowledge, aggregation of knowledge,
productivity, education and training potential, increasing
specialization, and the pleasure of working with colleagues
b. Better research results from “many different brains working on the
same question”
c. Useful where different expertise and experience is required
(interdisciplinary) to adequately address the problem (novelty)
d. Presumption of increased productivity
e. Link to greater citations and impact
Terjemahan dari penjelasan di atas mengenai keuntungan yang bisa
diperoleh melalui kolaborasi penelitian adalah
a. Akses ke keahlian, peralatan atau sumber daya, dorongan kerja
multidisiplin, peningkatan kapasitas untuk mendapatkan dana, prestise
atau visibilitas, memperoleh pengetahuan tacit, penggabungan
pengetahuan, produktivitas, berpotensi untuk pendidikan dan
pelatihan, meningkatkan spesialisasi, dan senang bekerja dengan
rekan-rekan
b. Hasil penelitian lebih baik dari "banyak pemikiran yang berbeda
bekerja pada pertanyaan yang sama"
c. Keahlian dan pengalaman yang berbeda (interdisipliner) diperlukan
untuk merespon masalah (baru)
d. Diduga bisa meningkatkan produktivitas
Namun demikian, tidak hanya keuntungan yang bisa diperoleh dengan
penerapan kolaborasi penelitian, ada juga kerugian yang dapat ditimbulkan
dengan diterapkannya kolaborasi di dalam kegiatan penelitian. Kartz & Martin
(1997, 15) mengemukakan kerugian kolaborasi penelitian sebagai berikut:
a. Collaboration may result in savings for research funding agencies, it nevertheless entails some additional costs.
b. Collaboration brings certain cost in terms of time.
c. Collaboration brings certain cost in terms of increased administration.
Terjemahan dari kerugian penerapan kolaborasi dalam suatu kegiatan
penelitian seperti di atas antara lain:
a. Kolaborasi dapat menghasilkan penghematan untuk lembaga pendanaan penelitian, tetapi tetap memerlukan beberapa biaya tambahan.
b. Kolaborasi membawa biaya tertentu dalam hal waktu.
c. Kolaborasi membawa biaya tertentu dalam hal peningkatan administrasi.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dampak yang
ditimbulkan dengan diterapkannya kolaborasi pada suatu kegiatan penelitian bisa
memberikan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif merupakan
pengaruh kuat yang mendatangkan akibat yang positif berupa sesuatu hal yang
bersifat menguntungkan bagi para peneliti, sedangkan dampak negatif merupakan
pengaruh kuat yang mendatangkan akibat yang negatif berupa memberikan
sesuatu yang kurang baik atau tidak memberikan suatu mudarat bagi para peneliti.
2.1.5. Formulasi Tingkat Kolaborasi
Formulasi yang digunakan untuk menentukan tingkat kolaborasi penelitian
dalam suatu bidang penelitian pada tahun tertentu menurut Subramanyam dikutip
C
�� +��
Di mana:
C = Tingkat kolaborasi peneliti suatu disiplin ilmu, dengan nilai berada pada interval 0 sampai dengan 1, atau [0, 1]
Nm = Total hasil penelitian dari peneliti suatu disiplin ilmu pada tahun tertentuyang dilakukan secara berkolaborasi
N
s
= Total hasil penelitian dari peneliti suatu disiplin ilmu padatahun tertentu yang dilakukan secara individual
Interpretasi Terhadap Kolaborasi
a. Apabila nilai C = 0 maka dapat dikatakan bahwa hasil penelitian pada
bidang tersebut seluruhnya dilakukan secara individual (peneliti
tunggal).
b. Apabila nilai C lebih besar dari nol dan kurang dari setengah (0 < C <
0,5) maka dapat dikatakan bahwa hasil penelitian yang dilakukan
secara individual lebih besar dibandingkan dengan yang dilakukan
secara berkolaborasi.
c. Apabila nilai C = 0,5 maka penelitian yang dilakukan secara individual
sama banyaknya dengan yang dilakukan secara berkolaborasi.
d. Apabila nilai C lebih besar dari 0,5 dan kurang dari 1 (0,5 < C < 1)
dapat dikatakan bahwa hasil penelitian yang dilakukan secara
individual lebih sedikit dibandingkan yang dilakukan secara
berkolaborasi.
e. Apabila nilai C = 1 maka penelitian pada bidang tersebut seluruhnya
2.2. Produktivitas Peneliti
2.2.1. Definisi Produktivitas Peneliti
Cara yang bisa dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana suatu
lembaga penelitian mendorong produktivitas penelitinya untuk bisa menghasilkan
artikel adalah dengan mengukur artikel yang dihasilkan oleh peneliti melalui
publikasi berupa jurnal, warta, prosiding pada kurun waktu tertentu.
Menurut Rufaidah (2010:2) Produktivitas publikasi atau disebut juga
research output atau produktivitas penelitian merupakan salah satu indikator
research performance atau kinerja penelitian.
Pengertian lainnya mengenai produktivitas peneliti dikemukakan oleh
Sutardji (2011:5) “Produktivitas peneliti didefinisikan sebagai perbandingan
antara hasil yang dicapai (jumlah artikel) dengan seluruh sumber daya yang
digunakan (jumlah peneliti)”.
Lotka dikutip oleh Sutardji (2012:24) mendefinisikan “produktivitas peneliti adalah jumlah karya tulis ilmiah yang dihasilkan peneliti secara individu
dalam subjek tertentu dan diterbitkan pada jurnal-jurnal ilmiah dalam subjek yang
bersangkutan dalam kurun waktu tertentu”.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
produktivitas peneliti merupakan perbandingan antara jumlah artikel dengan
jumlah keseluruhan peneliti dalam subjek tertentu pada kurun waktu tertentu dan
2.2.2. Faktor-Faktor Produktivitas Peneliti
Produktivitas peneliti dapat dilihat dari seberapa seringnya artikel dari
peneliti yang dimuat pada media komunikasi berupa jurnal, warta, dan prosiding.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas
seorang peneliti.
Menurut Singh dan Babu dikutip oleh Rufaidah (2010:4) menyarikan
beberapa faktor yang memengaruhi produktivitas penelitian pada peneliti bidang
pertanian di India. Faktor-faktor tersebutyaitu sebagai berikut:
1. Kegigihan peneliti
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya produktivitas dapat
terjadi pada peneliti di Indonesia. Menurut Kurniawan dikutip oleh Rufaidah
(2010, 4) ada faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya produktivitas peneliti
di Indonesia antara lain sebagai berikut:
1. Rendahnya tunjangan fungsional peneliti serta promosi karier yang tidak mendorong untuk melakukan penelitian dibidang masing-masing 2. Lingkungan kerja peneliti, seperti terbatasnya sumber daya dan sarana
penelitian, keterbatasan informasi, situasi institusi yang tidak stabil, dan kekurangan tenaga pendukung
4. Faktor lain adalah kurangnya sensitivitas peneliti
Penyebab yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas
peneliti baik di Indonesia maupun negara lain hampir sama yaitu faktor internal
berupa penyebab yang berasal dari peneliti dan faktor eksternal berupa penyebab
yang berasal dari luar lingkup peneliti.
2.2.3. Pengukuran Produktivitas Peneliti
Menurut Purnomowati (2005) ada 3 cara untuk menentukan jumlah artikel
dari setiap peneliti pada dokumen yang dihasilkan bersama dengan peneliti
lainnya antara lain:
1. Normal count = Complete count adalah salah satu cara menetapkan
berapa banyak artikel yang ditulis pengarang. Pada kepengarangan
ganda, setiap pengarang dianggap menulis satu artikel.
2. Adjusted count = Fractional count adalah salah satu cara menetapkan
berapa banyak artikel yang ditulis pengarang. Pada kepengarangan
ganda, seorang pengarang dianggap menulis satu artikel dibagi dengan
jumlah pengarang.
3. Straight count = Senior count = Primary count adalah salah satu cara
menghitung berapa artikel yang ditulis pengarang. Pada
kepengarangan ganda, yang diperhitungkan hanya pengarang utama
saja, sedangkan penulis kedua dan seterusnya diabaikan.
Alfred James Lotka tahun 1926 melakukan penelitian mengenai
kemudian diterbitkan dalam Journal of the Washington Academy of Science,
dengan judul The frequency distribution of scientific productivity.
Ia menghitung jumlah nama pengarang perseorangan (pengarang badan
korporasi diabaikan) yang terdapat dalam Chemical antara tahun 1907 sampai
1916. Nama yang diamati hanya pengarang yang nama keluarganya berawalan A
dan B, sehingga didapatkan 6891 nama. Selain itu diteliti juga nama-nama
pengarang dari jurnal Anerbach’s Geschictstafeln der Physik hanya untuk tahun
1900. Kali ini semua abjad diambil sehingga didapatkan 1325 nama. Jika ada
karya yang pengarangnya lebih dari satu, maka yang diambil hanya satu
pengarang yaitu pengarang utama atau pengarang pertama atau pengarang
“senior”. (B. Mustafa, 2009:1)
Menurut Farida (2010:20) rumus umum yang menyatakan hubungan
antara frekuensi dari nama-nama pengarang (Y) yang membuat karya tertentu (X),
yang kemudian disebut sebagai hukum kuadrat terbalik adalah :
=
��(1)
Dimana f(x) adalah jumlah penulis dengan x artikel, x = 1,2,3,….C dan n merupakan parameter yang dihitung dengan persamaan berikut:
∑ �= ∞
−
Persamaan 1 umumnya ditulis sebagai berikut :
= � �
Dimana x adalah banyaknya artikel yang disumbangkan oleh penulis
secara individual. adalah banyaknya penulis yang memberikan kontribusi
sebanyak x artikel. C adalah penulis yang memberikan kontribusi 1 artikel yang
merupakan konstanta pada model tertentu.
Bunyi hukum lotka yaitu bahwa banyaknya penulis yang memberikan
kontribusi x artikel ( ) berbanding terbalik dengan x yang dapat ditulis dengan
persamaan :
� = .
(4)
C adalah konstanta, x adalah banyaknya artikel yang disumbangkan oleh
penulis secara individual, n adalah eksponen, dan adalah banyaknya penulis
yang memberikan kontribusi sebanyak x artikel.
Dengan menggunakan kuadrat terkecil (least square) diperoleh pendugaan
n sebagai berikut :
� =
N ∑ − ∑ ∑ N ∑ − ∑
(5)
Dimana N adalah banyaknya data yang diambil, X sama dengan log x dan
Y sama dengan log y.
Dari persamaan 4 kemudian dicari konstanta C dengan persamaan berikut :
� = .
Untuk mencari maka persamaan 4 dirubah posisi menjadi sebagai
berikut :
= �
�: (6)
:
= �
�Dengan menjumlahkan semua nilai pada kedua ruas maka diperoleh :
= � ∑
�(7)
Untuk mendapatkan unit y, kedua ruas dibagi dengan ∑ sehingga
menjadi :
∑ �
∑ �
=
� ∑���
(8)
Dari persamaan 8 maka konstanta C dapat dirumuskan sebagai berikut :
� =
∑
Untuk menyelesaikan persamaan 9 maka David Singer melakukan
pendekatan sebagai berikut :
∑ ⁄ = ∞
−
[∑ +
− ��−
⁄ + ⁄ �� + ⁄ 4 �− �+
⁄
∞
−
2.2. Penelitian terdahulu
Di Indonesia, penelitian tentang kolaborasi dan produktivitas peneliti telah
beberapa kali dilakukan. Berdasarkan pengamatan penulis, hingga kini ada dua
hasil penelitian yang berkaitan dengan kolaborasi dan produktivitas peneliti.
Prihanto (1996) dalam tesisnya mengkaji kolaborasi peneliti bidang
kedirgantaraan dengan menggunakan sumber majalah, warta, prosiding, KKIT
LAPAN tahun 1975-1994. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa tingkat
kolaborasi berkisar 28,8%. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah karya tunggal
yang dihasilkan lebih besar dibandingkan karya kolaborasi.
Penelitian serupa pula dilakukan oleh Remi Sormin seorang pustakawan
Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian pada tahun 2009
mengkaji kegiatan kolaborasi yang diekspresikan dalam penulisan karya ilmiah
antara para ilmuwan/peneliti bidang pertanian. Hasilnya menunjukkan bahwa
tingkat kolaborasi penulisan karya ilmiah di Badan Litbang Pertanian mencapai
71-80% dibanding penulisan secara individu. Tingkat yang paling tinggi terdapat