• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Prinsip Subrogasi dalam Ber

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implementasi Prinsip Subrogasi dalam Ber"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Prinsip Subrogasi dalam Berbagai Perjanjian

Internasional antara Indonesia dengan Negara Kawasan Asia Tenggara

Nama Kelompok :

1. Aldiansyah : 8111416327 2. M. Priyambodo : 8111416348

Dosen : Ridwan Ariffin, S.H., LI.M.

Fakultas Hukum

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

(3)

DAFTAR ISI

BAB 1………4

a. Latar Belakang...4

b. Rumusan Masalah...4

c. Metode Penulisan...4

BAB II PEMBAHASAN...5

A. Prinsip Subrogasi di Indonesia...5

B. Pengaturan prinsip subrogasi di indonesia dan perbandingan dengan negara lain...10

BAB III...14

A. Kesimpulan...14

(4)

BAB I

a. Latar Belakang

Prinsip indemnitas dan subrogasi merupakan prinsip utama dalam asuransi, terutama asuransi kerugian, yang harus dipegang teguh agar asuransi dapat berjalan sesuai dengan tujuannya, yaitu ganti rugi. Salah satu jenis asuransi kerugian yang berkembang pesat seiring meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan risiko atasnya adalah asuransi kendaraan bermotor. Sebagian besar kendaraan bermotor ternyata tidak dibeli secara tunai tetapi dengan menggunakan fasilitas pembiayaan, seperti perjanjian pembiayaan konsumen (PPK), yang tidak dapat dipisahkan dari perjanjian asuransi kendaraan bermotor. Makalah ini akan membahas pengaturan prinsip indemnitas dan subrogasi di Indonesia, (termasuk perbandingannya dengan beberapa negara lain), serta penerapannya dalam putusan Pengadilan Negeri No. 176/Pdt.G/2011/Jkt.Ut yaitu putusan atas gugatan ganti rugi kepada pihak ketiga atas sebuah mobil, yang masih berada dalam masa PPK dan pertanggungan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif, dimana penulis menggunakan tiga pendekatan yaitu undang-undang, konseptual dan studi kasus. Selain itu, penulis menggunakan metode analisis kualitatif. Setelah melakukan perbandingan dan analisis, ternyata pengaturan prinsip indemnitas dan subrogasi masih belum baik dan Majelis Hakim pada kasus tersebut, belum memahami dan menerapkan kedua prinsip tersebut. Agar dapat dilaksanakan dengan baik, maka pengaturan kedua prinsip tersebut harus diperbaharui, diatur lebih lanjut atau diperjanjikan secara jelas dalam polis, serta pengetahuan hakim dalam bidang hukum asuransi harus terus ditingkatkan.

b. Rumusan Masalah

1. Apakah prinsip subrogasi di Indonesia?

2. Bagaimana pengaturan prinsip subrogasi di Indonesia dan perbandingan dengan negara lainnya?

c. Metode Penulisan

(5)

Data-data yang dipergunakan dalam penyusunan karya tulis ini berasaldari berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Beberapa jenis referensi utama yang digunakan adalah buku pelajaran, jurnal imiah edisi cetaak. Jenis data yang diperoleh variatif, bersifat kualitatif maupun kuantitatif.

2. Pengumpulan Data

Metode penulisan bersifat studi pustaka. Informasi didapatkan dariberbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yangdiperoleh. Penulisan diupayakan saling terkait antar satu sama lain dan sesuaidengan topik yang dibahas.

3. Analisis Data

Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik kajian.Kemudian dilakukan penyusunan karya tulis berdasarkan data yang telahdipersiapkan secara logis dan sistematis. Teknik analisis data bersifat deskriptif argumentatif.

BAB II PEMBAHASAN

A. Prinsip Subrogasi di Indonesia

(6)

KUHD. Karena pengaturan subrogasi pada pasal 284 KUHD lah, penanggung dapat melakukan subrogasi, meskipun hal tersebut tidak diperjanjikan dalam perjanjian asuransi dan dicantumkan dalam polis. Beberapa penulis seperti Abdulkadir Muhammad, dan Wirjono Prodjodikoro menyatakan akibat pengaturan yang khusus ini, pengaturan umum didalam KUHPer sudah tidak berlaku lagi untuk perjanjian asuransi. Subrogasi pada asuransi muncul sebagai konsekuensi logis prinsip indemnitas, yaitu agar prinsip indemnitas dapat terlaksana dengan baik, dan untuk menghindari adanya ketidakadilan-ketidakadilan yang mungkin timbul dengan adanya penggantian kerugian oleh asuransi dan pihak ketiga, yaitu saat kerugian yang dipertanggungkan diakibatkan oleh pihak ketiga. Jika kerugian yang diderita oleh tertanggung diakibatkan oleh pihak ketiga, maka tertanggung memiliki dua sumber ganti kerugian yaitu penanggung dan pihak ketiga yang menyebabkan kerugian. Jika hal tersebut terjadi, maka ada kemungkinan tertanggung akan diuntungkan, dan hal ini tentunya bertentangan dengan prinsip indemnitas. Namun jika pihak ketiga dibebaskan begitu saja hal tersebut juga dirasakan tidak adil. Untuk menghindari ketidakadilan-ketidakadilan tersebut munculah pengaturan subrogasi dalam asuransi.

 Munculnya hak subrogasi

Subrogasi muncul akibat adanya pembayaran, namun berdasarkan pengaturan pada pasal 284 KUHD terdapat dua syarat lain yang harus terpenuhi agar subrogasi dalam pertanggungan dapat berlaku.

 Tertanggung mempunyai hak terhadap penanggung terhadap

(7)

maupun perbuatan melawan hukum. Berkaitan dengan pengaturan subrogasi pada pasal 284 KUHD tidak dijelaskan ruang lingkup perbuatan pihak ketiga yang seperti apakah yang menyebabkan penanggung memiliki hak subrogasi, apakah wanprestasi atau perbuatan melawan hukum atau keduanya? Didalam buku-buku mengenai asuransi di Indonesia, contoh dari kerugian yang diakibatkan oleh pihak ketiga yang disebutkan seringkali adalah yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum, seperti dalam ‘Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan yang ditulis oleh Abdul Kadir Muhammad, dan Hukum Asuransi yang ditulis oleh Kornelius Simanjuntak, Brian Amy Prastyo dan Myra R.B. Setiawan. Dilain pihak, Ignatius menyatakan bahwa subrogasi dapat timbul karena empat sebab, yaitu karena perbuatan melawan hukum, wanprestasi, undang-undang dan karena menjadi pokok pertanggungan. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa praktisi di bidang hukum asuransi, Penulis menyimpulkan bahwa di Indonesia pun, hak subrogasi penanggung terhadap pihak ketiga tetap ada, meskipun perbuatan pihak ketiga tersebut bukanlah PMH, tetapi wanprestasi. Meskipun pada prakteknya demikian, menurut Penulis, kurangnya penjelasan mengenai hal ini dapat menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum.

Pada negara-negara common law, penanggung memiliki hak subrogasi untuk menuntut ganti rugi kepada pihak ketiga yang menyebabkan kerugian tidak hanya dalam bidang tort law (perbuatan melawan hukum) namun juga dalam bidang hukum kontrak (wanprestasi). Hal ini sebagaimana disebutkan oleh John F. Dobbyn dalam bukunya Insurance Law dan Poh Chu Chai dalam bukunya Law of Insurance.

 Subrogasi yang Terbatas

(8)

kerugian yang telah dibayarkannya tersebut dari pihak ketiga, sedangkan untuk hak-hak selebihnya tetap berada pada tertanggung. Bentuk pembatasan lain dari subrogasi adalah mengenai hak yang bisa diambil oleh penanggung, terbatas pada hak-hak dari tertanggung terhadap pihak ketiga yang ada hubungannya dengan kerugian yang dijamin.  Keberlakuan Prinsip subrogasi berpendapat bahwa prinsip ini tidak berlaku untuk asuransi sejumlah uang yaitu Karena tertanggung dalam asuransi jiwa mendapatkan pembayaran sejumlah uang yang tidak didasarkan pada suatu kerugian tertentu, maka tidak menjadi soal apakah si tertanggung akan mendapat lebih dari kerugiannya

 Dalam asuransi jiwa tidak terjadi kerugian pada suatu barang

yang dijamin seperti yang disebutkan dalam pasal 284 KUHD. Namun, Dourhout Mess berpendapat bahwa tidak dapat secara umum Pasal 284 dinyatakan tidak berlaku bagi asuransi sejumlah uang, tetapi perlu diteliti asuransi per asuransi, apakah dengan pembayaran sejumlah uang asuransi, Penanggung benar-benar mengganti suatu kerugian yang nyata. Dalam prakteknya, ternyata pelaksanaan prinsip subrogasi ini tidaklah mudah. Beberapa masalah yang mungkin ditemui penanggung berkaitan dengan subrogasi.  Perbuatan dari Tertanggung yang Merugikan Penanggung

(9)

Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi dan hal yang dapat dilakukan oleh penanggung untuk mengatasinya.

Dalam hal pihak ketiga telah memberikan ganti rugi, namun pihak ketiga sadar bahwa penanggung memiliki hak subrogasi, maka hak subrogasi penanggung tidak hapus dengan adanya pembayaran ganti rugi tersebut dan penanggung masih dapat menuntut ganti rugi kepada pihak ketiga. Ketidakjujuran tersebut akan dilihat oleh penanggung untuk menentukan apakah asuransi akan dilanjutkan atau tidak. Hal ini akan dipertimbangkan oleh penanggung, dan sangat bergantung pada ada atau tidaknya itikad baik dari tertanggung. Yang dimaksud itikad baik disini adalah bahwa ketidakjujuran tertanggung adalah karena ketidakmengertiannya, bukan karena ingin mendapatkan keuntungan secara melawan hak.

 Kesulitan dalam Melacak Indentitas atau Data Pihak Ketiga

yang Menyebabkan Kerugian

Hal ini sering terjadi, contohnya pada asuransi kendaraan bermotor, dimana banyak sering terjadi peristiwa tabrak lari. Pada kasus seperti ini pihak ketiga yang

Seringkali jumlah klaim dan ganti rugi yang diberikan penanggung kecil, dan dilihat dari pertimbangan ekonomis, tuntutan ganti rugi kepada pihak ketiga tidak layak dilakukan. Hal ini karena biasanya biaya yang harus dikeluarkan oleh penanggung dalam menuntut ganti rugi kepada pihak ketiga akan lebih besar daripada jumlah klaim atau ganti rugi yang telah diberikan oleh penanggung.

(10)

Hambatan ini terjadi karena proses pengadilan seringkali memakan waktu yang sangat lama, ditambah lagi biaya pengacara yang tidak murah. Akibatnya, seringkali penanggung sangat selektif dalam menggunakan hak subrogasinya ini. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang telah penulis lakukan dengan Bapak Krisdianto, Country Head of Legal– General Counseldari AIG Indonesia. Menurutnya, dalam melakukan hak subrogasi untuk recovery tersebut, perusahaan asuransi sangat jarang mengupayakan ganti rugi dari pihak ketiga, apalagi sampai membawanya ke pengadilan. Hal ini dikarenakan kemungkinan besar ganti rugi yang didapatkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk menuntut ganti rugi di pengadilan tidak sebanding, dimana biaya yang harus dikeluarkan lebih besar.

 Adanya Perjanjian Knock for Knock Agreement

Berdasarkan perjanjian Knock for Knock Agreementatau ketentuan saling pikul yang ditetapkan oleh Dewan Asuransi Indonesia (DAI), jika terjadi kerusakan/kerugian akibat tabrakan yang dipertanggungkan kepada Perusahaan Asuransi Anggota DAI, maka perusahaan tersebut bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh masing-masing nasabahnya, tidak melihat siapa yang bersalah. Akibat perjanjian ini hak subrogasi hapus. Perjanjian ini berlaku hanya untuk anggota DAI.

 Pengaturan yang Sudah Usang dan Tidak Rinci

(11)

tersebut dapat menimbulkan adanya multi interpretasi. Indonesia, sebagai negara civil law yang sumber hukum utamanya adalah peraturan perundang-undangan, memerlukan pengaturan pada peraturan perundang-undangan yang jelas dan rinci agar tidak terjadi multi tafsir dan kepastian hukum terjamin. Jika hal tersebut masih sulit untuk dilakukan dalam waktu dekat, satu-satunya hal yang dapat dilakukan adalah mengatur hal tersebut di dalam polis secara rinci. Dengan demikian kemungkinan adanya multi tafsir terkait subrogasi diantara para pihak dalam pertanggungan dapat diminimalkan.

B. Pengaturan prinsip subrogasi di indonesia dan perbandingan dengan negara lain

Pengaturan prinsip indemnitas dan subrogasi di negara-negara lain sudah lebih lengkap dan jelas. Secara singkat, perbandingan pengaturan prinsip indemnitas dan subrogasi di Indonesia dengan negara lain dapat digambarkan dengan tabel dibawah ini. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa pengaturan prinsip indemnitas dan subrogasi di Indonesia masih belum lengkap, dan pada akhirnya dilengkapi oleh berbagai pendapat dari ahli hukum dan penulis. Indemnitas Indonesia Negara Lain

(12)

Asuransi Kendaraan Bermotor + Kebakaran Sistem Pembagian Ganti Kerugian Tidak diatur dalam KUHD, menurut pendapat Wirjono P & Djoko P) harus dibagi secara Prorata Kanada, pada salah satu provinsinya, yaitu Alberta dibagi secara prorata (diatur dalam Section 546 (2) Alberta’s Insurance Act) Pengaturan tentang pihak-pihak yang dikecualikan Tidak diatur dalam KUHD Belanda: diatur dalam salah satu pasal di NBW, yaitu pasal 962(3) Dilakukan atas nama Penanggung sendiri Thailand & Belanda : Penanggung, Kanada: Tertanggung Perbuatan Pihak Ketiga Umumnya PMH, ada juga yang berpendapat PMH & Wanprestasi Kanada: PMH & Wanprestasi Pengaturan Khusus untuk Tiap-Tiap Jenis Asuransi Tidak diatur dalam KUHD Diatur di Kanada, contohnya pengaturan khusus di Provinsi Quebec dan Ontario mengenai subrogasi.

 Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.

176/Pdt.G/2011/Jkt.Ut.  Kasus Posisi

(13)

dan Penggugat masih memiliki kewajiban pelunasan kepada PT. BCA Finance sebagai kreditur. BCA Finance telah mendapatkan ganti kerugian dari asuransi.

 Analisis

Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Para Pihaknya Pada kasus ini, Penggugat membeli mobil dengan menggunakan perjanjian pembiayaan konsumen (PPK). PPK adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Pada PPK terdapat tiga pihak yang terikat yaitu pembeli atau debitur, perusahaan pembiayaan sebagai kreditur dan supplier. Hubungan diantara para pihak didasarkan pada perjanjian jual beli bersyarat dan perjanjian pinjam pakai habis atau kredit. Karena didasarkan pada perjanjian jual beli dan kredit, pembeli atau debitur sudah berstatus sebagai pemilik dari objek PPK saat terjadi penyerahan. Namun, biasanya objek PPK dijadikan jaminan fidusia, sehingga seluruh dokumen terkait kepemilikan masih dipegang oleh kreditur. Hal ini dilakukan untuk menjamin pelunasan hutang debitur kepada kreditur. Di dalam PPK Finance pengaturan mengenai fidusia diatur dalam pasal 7. Jika debitur wanprestasi, maka objek PPK akan disita oleh kreditur sebagai bentuk pelunasan hutang debitur.

(14)
(15)

pasti akan ada sisa uang klaim yang harus diberikan oleh BCAF kepada debitur .

 Prinsip Subrogasi

(16)

menyebabkan kerugian. Pengaturan kedua prinsip tersebut masih mengacu kepada KUHD. Pengaturan Prinsip Indemnitas masih belum diatur secara tegas (tersirat) sedangkan pengaturan mengenai prinsip subrogasi perlu diberikan pengaturan lebih lanjut dan rinci, karena pengaturannya di dalam KUHD masih belum lengkap.

2. Majelis Hakim belum memahami Prinsip Indemnitas dan Subrogasi dengan baik, dan karenanya belum bisa menerapkan prinsip utama asuransi tersebut dalam putusan ini.

B. Saran

1. Saran untuk Pemerintah: Perlunya dibentuk pengaturan baru dan/atau lebih lanjut terkait prinsip-prinsip utama asuransi, termasuk indemnitas dan subrogasi. Jika pengaturan saat ini masih ingin dipertahankan, pengaturan lebih lanjut terkait indemnitas dan subrogasi harus diperjanjikan dan diatur secara rinci di dalam polis. Hal ini demi menjamin kepastian hukum dan agar asuransi dapat berjalan sesuai dengan fungsinya dan tujuan dari perjanjian asuransi dapat tercapai. 2. Saran untuk Penanggung: Penanggung harus memberikan penjelasan

mengenai polis dan memastikan bahwa Tertanggung telah benar-benar mengerti tentang isi polis sebelum perjanjian asuransi di tandatangani. Hal ini menurut Penulis memang merupakan kewajiban dari Penanggung sebagai penyedia jasa asuransi, apalagi biasanya perjanjian asuransi dibuat secara sepihak oleh Penanggung.

DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. 3. Jakarta: UI-Press. 1986.

(17)

Fuady, Munir. Hukum tentang Pembiyaan dalam Teori dan Praktek. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1995.

Hartono, Sri Rejeki. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Cet. 4. Jakarta: Sinar Grafika. 2008.

Referensi

Dokumen terkait

Barian ialah nama yang diberi oleh masyarakat Murut bagi menunjukkan mas kahwin ataupun barang-barang hantaran daripada keluarga pihak lelaki kepada keluarga pihak

Tim pengadaan Barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3.b) ditetapkan oleh Direktur yang terdiri dari unsur internal Rumah Sakit Mutiara Hati Mojokerto, yaitu

Semakin besar diameter paku yang digunakan memberikan peluang pemakaian paku yang semakin banyak untuk menghasilkan kekuatan sambungan yang tinggi, akan tetapi

Beberapa artefak yang ditemukan baik dari hasil penggalian maupun yang sudah berada di permukaan tanah yaitu batu-batu berbentuk kala; makara; batu berelief guirlande, gapa, pilar

Keseluruhan kesimpulan hasil wawancara penulis terhadap tokoh masyarakat Kelurahan tanjungpinang Kota, memilki perbedaan yang beragam memandang perilaku tidak

Prog Anggaran & Pelaporan S 1 Kesmas PR Islam..

Dalam peralihan dengan subrogasi atau take oper kredit terhadap kredit pemilikkan rumah (kpr) tidak hanya menimbulkkan implikasi positif tetapi juga menimbulkan implikasi

Tidak hanya itu, ketika datang hari jum’at dan di hari itu bertepatan ada seorang muslim yang meninggal dunia. Masyarakat di desa mempunyai pemahaman bahwa