• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PRINSIP PARTISIPASI DALAM PEMBUATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI PRINSIP PARTISIPASI DALAM PEMBUATAN"

Copied!
229
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PRINSIP

PARTISIPASI DALAM PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN DI KECAMATAN DELI TUA

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Administrasi Publik

Oleh : JENI MEILI

150903079

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh:

Nama : Jeni Meili

Nim : 150903079

Program Studi : Ilmu Administrasi Publik

Judul : Implementasi Prinsip Partisipasi Dalam Pembuatan Akta Kelahiran Di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang

Medan, 27 Agustus 2019

Dosen Pembimbing Ketua Program Studi,

Ilmu Administrasi Publik

Dr. Tunggul Sihombing, MA Dr. Tunggul Sihombing, MA NIP : 196203011986031027 NIP : 196203011986031027

Wakil Dekan I FISIP USU MEDAN

Husni Thamrin, S.Sos., M.SP NIP:197203082005011001

(3)

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di Universitas Sumatera Utara maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi.

Medan, 27 Agustus 2019 Yang membuat Pernyataan

Jeni Meili 150903079

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur peneliti panjatkan pada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Anugerah, serta Karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Prinsip Partisipasi Dalam Pembuatan Akta Kelahiran Di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang”. Skripsi ini menjadi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Universitas Sumatera Utara.

Sebagai suatu karya ilmiah, penulis menyadari bahwa skripsi inimasih memiliki kekurangan dan belum sempurna baik dalam segi penulisan, isi, ataupun bahasa. Oleh karena itu, penulismengaharapkan adanya kritik maupun saran yang membangun agar peneliti dapat memperbaiki kekurangan tersebut kedepannya.Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti senantiasa memperoleh dukungan, motivasi, nasehat, serta bantuan dari orang-orang terdekat dan berbagai pihak hingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, peneliti ingin mempersembahkan karya ini kepada kedua orang tua peneliti, yaitu Papa Suriadi dan Mama Wilianiyang senantiasa mendoakan dan menyemangati peneliti dalam segala hal, terima kasih atas segala pengorbanan yang diberikan untuk membesarkan dan mendidik puterimu hingga mencapai tahap ini, semoga kelak puterimu ini dapat menjadi kebanggaan bagi keluarga. Kepada Almh. Nenek Surianiyang selama hidupnya selalu membawa kebahagiaan dan memberikan rezeki untuk anak dan cucunya, semoga nenekdiberikan tempat terbaik di surga Allah SWT. Kepada adikku Rizky

(5)

Winata yang menghibur peneliti dengan tingkah lakunya, semoga Allah SWT melancarkan prosespendidikanmu hingga cita-citamu tercapai.

Untuk itu pada kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang ikut berperan dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada :

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si, Selaku Dekan FISIP USU dan Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, Wakil Dekan III, beserta seluruh Staf yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan dalam rangka penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan dan motivasi selama proses bimbingan hingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Asima Yanty S Siahaan, M.A, Ph.D sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU yangtelah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama masaperkuliahan.

5. Seluruh pegawai Program Studi Ilmu Administrasi Publik. Terimakasih kepada Kak Dian Siregar dan Bang Suhendriyang telah membantu penelitimengenai penyusunan administrasi dari awal perkuliahan hingga saat ini.

(6)

6. Kepada Kepala Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik (KESBANGPOL) Kabupaten Deli Serdang dan Kabid Ketahanan Seni Budaya, Agama dan Politik Bapak Yusniari Harahap, yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian di Kecamatan Deli Tua.

7. Kepada Kepala Badang Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Deli Serdang dan Sekretaris Bappeda Bapak Ir.H. Herry Lubis, MT yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Kecamatan Deli Tua.

8. Kepada Kepala Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil (DISDUKCAPIL) Kabupaten Deli Serdang dan Sekretaris Bapak Jahar Efendy, S.Sos, M.AP yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk memperoleh data dan informasi tambahan yang terkait dengan penelitian dalam skripsi ini.

9. Kepada Ibu Christina Helen Siagian, S.Sos selaku Kabid Pemanfaatan Data Dan Inovasi Pelayanan Disdukcapil Kabupaten Deli Serdang selaku Informan dalam penelitian yang memberikan informasi serta data yang mendukung untuk penyelesaian skripsi ini.

10. Kepada Camat Deli Tua Bapak Wakil Karo-Karo, SE, M. Si dan Sekretaris Camat Bapak Mhd. Faisal Nasution, S. STP, M. AP beserta pegawainyayang telah memberikan izin dan arahan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian di Kecamatan Deli Tua.

11. Kepada seluruh Lurah dan Kepala Desa beserta pegawainya di Kecamatan Deli Tua (Deli Tua Timur, Deli Tua Induk, Deli Tua Barat, Desa Mekar

(7)

Sari, Desa Kedai Durian, dan Desa Suka Makmur) atas izinnya dan sebagai informan dalam penelitian.

12. Kepada Bapak/Ibu Kepala Lingkungan dan Kepala Dusun di Kecamatan Deli Tua atas kesediaanya sebagai informan yang telah membantu peneliti dalam memperoleh infromasi dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Kepada seluruh masyarakat/warga Kecamatan Deli Tua atas keramahan dan bantuannya kepada peneliti.

14. Kepada Kakak/Abang dan teman-teman di Aksi Indonesia Muda (AIM) Medan 2015 serta UKM Studi Pedesaan USU 2018 atas pengalaman dan kerjasamanya.

15. Kepada teman-teman PKL peneliti Harmila, Fitri, Mayang, Anjani, Putri, Mauritz, Jexcen, Ida, dan Indah atas kerjasama, pengalaman, dan kenangan masa-masa PKL yang berharga. Semoga kelak kita dapat berkumpul kembali mengenang masa-masa tersebut.

16. Kepadateman-temanku Winda Setiawati, Indriani Rahayu, Miftahul Husna Hsb, Anggi Feby yang saling membantu dan mendoakan, mendengarkan curhat tentang perkuliahan maupun hal-hal diluar perkuliahan. Semoga pertemanan kita terus terjalin sampai akhir hayat.

17. Kepada temanku Kristina Purba (Buyut) sebagai tempat berbagi kisah baik suka maupun duka, dan banyak memberikan peneliti saran atas penulisan skripsi ini. Semoga pertemanan kita terus terjalin untuk berbagi kisah sampai akhir hayat.

18. Kepada temanku Tiffany Romauli Maharani Sinambela yang selalu menganggapku sebagai seseorang yang baik, sekaligus teman nonton yang

(8)

asik. Semoga kita bisa sering menghabiskan waktu bareng dan jalan-jalan lagi kedepannya.

19. Kepada teman-teman seperjuangan seluruh mahasiswa/i Ilmu Administrasi Publik 2015 FISIP USU yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

20. Kepada sahabat peneliti di masa Sekolah Muchtar, Anisah, dan Niga semoga apa yang kita cita-citakan tercapai dan selalu dalam lindungan Allah SWT.

21. Kepada seluruh pihak yang membantu peneliti selama proses pendidikan yang peneliti lalui mulai dari sekolah dasar hingga saat ini.

22. Kepada semua orang yang pernah hadir dalam hidup peneliti yang telah memberikan motivasi, semangat, serta berbagi pandangan dan pengalaman hidup yang membangun semangat bagi peneliti untuk terus berjuang meraih cita-cita.

23. Kepada seseorang yang sedang membaca tulisan ini, atau yang sedang berjuang dalam menyelesaikan skripsinya, jika kamu sudah berniat dan berdoa untuk memulainya, maka yakinlah kamu pasti bisa menyelesaikan sampai ke akhirnya. Semangat, jaga kesehatan, semoga penelitiamu lancar dan selalu dalam lindungan Allah SWT.

Medan, 27 Agustus 2019 Peneliti

Jeni Meili

(9)
(10)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PRINSIP PARTISIPASI DALAM PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN DI KECAMATAN DELI TUA

KABUPATEN DELI SERDANG

Pelayanan publik merupakan pintu utama menuju Indonesia yang Good Governance. Salah satu prinsip utama untuk mewujudkan Good Governance yaitu prinsip partisipasi atau pemerintahan yang partisipatif. Prinsip partisipasi dalam pelayanan publik dapat dideskripsikan pada pelayanan administrasi kependudukan seperti pada proses pembuatan Akta Kelahiran.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif serta teknik pengumpulan data dengan metode wawancara, observasi dan dokumentasi yang dilakukan di wilayah Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang dan difokuskan pada pelayanan administrasi kependudukan yaitu pada proses pembuatan Akta Kelahiran bagi Masyarakat/Warga Kecamatan Deli Tua khususnya bagi anak usia 0-18 (no-delapan belas) tahun.

Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa, Implementasi Prinsip Partisipasi Dalam Pembuatan Akta Kelahiran di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang belum optimal. Berdasarkan data cakupan kepemilikan Akta Kelahiran di Kecamatan Deli Tua bagi anak usia 0-18 (nol-delapan belas) tahun pada periode bulan Desember tahun 2017 kepemilikan Akta Kelahiran hanya mencapai angka 55,74% dari 18.271 anak, dan pada periode bulan Desember tahun 2018 mencapai angka 63,09% dari 18.818 anak. Meskipun terjadi peningkatan sebesar 7,35%, pemerataan dalam kepemilikan Akta Kelahiran dan tertib administrasi kependudukan belum terwujud. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor atau kendala dari masyarakat seperti belum melengkapi berkas persyaratan, biaya transportasi, waktu, dan jarak tempuh.

Kata Kunci : Implementasi Good Governance, Prinsip Partispasi, Akta Kelahiran.

(11)

ABSTRACT

IMPLEMENTATION OF THE PARTICIPATION PRINCIPLE IN MAKING BIRTH CERTIFICATES IN DELI TUA SUB-DISTRICT

DELI SERDANG REGENCY

Public service is the main door to Indonesia's Good Governance. One of the main principles for realizing good governance is the principle of participation or participatory government. The principle of participation in public services can be described in population administration services such as in the process of making a birth certificate.

This study uses a descriptive method with a qualitative approach as well as data collection techniques using interview, observation and documentation methods conducted in Deli Tua Subdistrict, Deli Serdang Regency and focused on population administration services, namely in the process of making Birth Certificates for Communities / Residents of Deli Tua Subdistrict especially for children aged 0-18 (zero-eighteen) years.

The results of this study show that, the Implementation of the Principles of Participation in the Making of Birth Certificates in Deli Tua Subdistrict, Deli Serdang Regency is not yet optimal. Based on data on birth certificate ownership in Deli Tua Subdistrict for children aged 0-18 (zero-eighteen) years in the period of December 2017 the ownership of Birth Certificate only reached 55.74% of 18,271 children, and in the December 2018 period reached 63.09% of 18,818 children. Although an increase of 7.35%, even distribution of ownership of the Birth Certificate and orderly population administration has not been realized.

This is caused by several factors or constraints from the community such as not completing the requirements, transportation costs, time and distance.

Keywords: Implementation of Good Governance, Principles of Participation, Birth Certificates.

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN...i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Definisi Implementasi ... 9

2.2 Implementasi Kebijakan Publik ... 11

2.3 Model-Model Implementasi Kebijakan ... 13

2.3.1 Model Van Meter Dan Van Horn ... 13

2.3.2 Model Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier ... 14

2.3.3 Model Merilee S. Grindle ... 16

2.4 Good Governance ... 17

2.4.1 Good Governance Dalam Pelayanan Publik... 20

2.4.2 Definisi Partisipasi ... 22

2.4.3 Bentuk-Bentuk Partisipasi ... 24

2.4.4 Jenis-Jenis Partisipasi... 25

2.5 Pelayanan Publik ... 25

2.5.1 Azas-Azas Pelayanan Publik ... 27

2.5.2 Pendukung Pelayanan Publik ... 28

2.6 Definisi Konsep ... 29

(13)

2.7 Hipotesis Kerja ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Bentuk Penelitian ... 32

3.2 Lokasi Penelitian ... 33

3.3 Informan Penelitian ... 34

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.5 Teknik Analisis Data ... 40

3.6 Teknik Keabsahan Data ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 44

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 44

4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Deli Tua ... 44

4.1.2 Visi dan Misi Kecamatan Deli Tua ... 45

4.1.3 Struktur Pemerintahan Kecamatan Deli Tua ... 46

4.1.4 Letak dan Geografi Kecamatan Deli Tua ... 48

4.2 Akta Kelahiran ... 49

4.2.1 Tujuan Pembuatan Akta Kelahiran ... 49

4.2.2 Manfaat Kepemilikan Akta Kelahiran ... 50

4.3 Implementasi Prinsip Partisipasi Dalam Pembuatan Akta Kelahiran Di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang ... 51

4.3.1 Isi Kebijakan (Content of Policy) ... 52

4.3.1.1 Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan...53

4.3.1.2 Manfaat yang dihasilkan...59

4.3.1.3 Derajat perubahan yang diinginkan...62

4.3.1.4 Kedudukan pembuat kebijakan...68

4.3.1.5 Pelaksana Program...73

4.3.1.6 Sumber daya yang digunakan...79

4.3.2 Konteks Implementasi (Context of Implementation)...85

4.3.2.1 Kekusaan dan kepentingan aktor yang terlibat...85

4.3.2.2 Karakteristik lembaga dan penguasa...90

4.3.2.3 Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana...93

(14)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

5.1 Kesimpulan ... 99

5.1.1 Isi Kebijakan (Content of Policy) ... 100

5.1.2 Konteks Implementasi (Context of Implementation) ... 103

5.2 Saran ... 104

5.2.1 Isi Kebijakan (Content of Policy) ... 104

5.2.2 Konteks Implementasi (Context of Implementation) ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 108

LAMPIRAN ... 111

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Matriks Informan Penelitian...34

Tabel 2. Identitas Informan Berdasarkan Jabatan...37

Tabel 3. Letak dan Geografis Kecamatan Deli Tua...48

Tabel 4. Pelayanan Keliling Pembuatan Akta Kelahiran Di Kec. Deli Tua...77

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Implementasi Van Meter dan Van Horn...14

Gambar 2.2 Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier...15

Gambar 2.3 Model Implementasi Merilee S. Grindle...17

Gambar 4.1 Peta Wilayah Kecamatan Deli Tua...45

Gambar 4.2 Gedung Kantor Camat Deli Tua...46

Gambar 4.3 Struktur Organisasi Kecamatan Deli Tua...47

Gambar 4.4 Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran Anak...55

Gambar 4.5 Contoh Dokumen Akta Kelahiran...57

Gambar 4.6 Output Pelayanan Administrasi Kependudukan...64

Gambar 4.7 Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran Kecamatan Deli Tua 2017...66

Gambar 4.8 Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran Kecamatan Deli Tua 2018...67

Gambar 4.9 Fasilitas Pelayanan Keliling Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Deli Serdang...78

Gambar 4.10 SDM Dalam Pembuatan Akta Kelahiran...80

Gambar 4.11 Peralatan Dan Teknolgi...82

Gambar 4.12 Kelengkapan Berkas...82

Gambar 4.13 Contoh Surat Rekomendasi Untuk Pembuatan Akta Kelahiran dari Lurah/Kepala Desa...88

Gambar 4.14 Maklumat/Janji Pelayanan Publik...94

Gambar 4.15 Buku Himpunan Peraturan Administrasi Kependudukan...96

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara...1

Lampiran 2. Pedoman Observasi...8

Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi...9

Lampiran 4. Transkrip Wawancara...10

Lampiran 5. Transkrip Observasi...81

Lampiran 6. Transkrip Dokumentasi...83

Lampiran 7. Data Kepemilikan Akta Lahir Anak Periode Desember 2017...88

Lampiran 8. Data Kepemilikan Akta Lahir Anak Periode Desember 2018...89

Lampiran 9. Pelayanan Keliling Di Kecamatan Deli Tua...90

Lampiran 10. Surat Permohonan Pengajuan Judul Skripsi...91

Lampiran 11. Surat Keterangan Pengajuan Judul Skripsi...92

Lampiran 12. Lembar Persetujuan Seminar Proposal...93

Lampiran 13. Berita Acara Seminar Proposal...94

Lampiran 14. Lembar Persetujuan Penelitian Lapangan...97

Lampiran 15. Surat Rekomendasi Badan Kesbangpol Kab. Deli Serdang...98

Lampiran 16. Surat Izin Penelitian Bappeda Kabupaten Deli Serdang...99

Lampiran 17. Surat Izin Penelitian Pemerintah Kecamatan Deli Tua...100

Lampiran 18. Surat Izin Penelitan Disdukcapil Kab. Deli Serdang...101

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu negara dapat berdiri jika memenuhi 4 (empat) unsur, yaitu memiliki sejumlah rakyat, luas wilayah, pemerintahan yang berdaulat, dan adanya pengakuan yang sah dari negara lain. Keberadaan rakyat sebagai salah satu unsur tersebut memiliki arti bahwa, negara bertanggung jawab dan turut mengambil peran terkait permasalahan yang menyangkut kepentingan dan kebutuhan rakyatnya melalui pemerintah yang berdaulat. Salah satu permasalahan yang hingga dewasa ini masih terjadi di Indonesia adalah mengenai pelayanan publik (public service). Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dijelaskan bahwa, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggaraan pelayanan publik.

Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa segala macam bentuk pelayanan publik adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat yang meminta atau yang membutuhkan layanan. Pemerintah sebagai pelayan masyarakat berkewajiban untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan tanpa mempersulit masyarakat, sebagai langkah untuk mewujudkan Good Governance di Indonesia.

Sulistiyani dan Keban (2011:24) menjelaskan terdapat beberapa versi atau indikator yang digunakan untuk menerangkan Good Governance, yaitu :

(19)

partisipasi, efisiensi, efektivitas, transparansi, responsivitas, akuntabilitas, penegakan hukum, dan keadilan. Selanjutnya, menurut UNDP (dalam Indradi 2017:50-51) bahwa untuk merumuskan karakteristik Good Governance, meliputi 9 (sembilan) prinsip yaitu : Participation, Rule of Law, Transparency, Responsivness, Consensus Orientation, Equity, Effectiveness and efficiency, Accountability, dan Strategic vision.

Istianto (2012:9) menjelaskan bahwa syarat bagi terciptanya Good Governance, paling tidak meliputi transparansi, akuntabilitas, dan pemerintahan yang partisipatif. Transparansi berarti pemberian jaminan bagi ketersediaan akses publik dalam seluruh proses pengambilan kebijakan pengelolaan pemerintahan.

Akuntabilitas merupakan suatu perwujudan kewajiban dari suatu instansi pemerintahan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misinya. Pemerintahan yang partisipatif dapat dimaknai sebagai wujud pemerintahan yang berupaya mengakomodasi berbagai aspirasi yang muncul di masyarakat dan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.

Seperti yang dipaparkan di atas, prinsip partisipasi merupakan salah satu prinsip utama yang harus diterapkan agar dapat mewujudkan Good Governancedi Indonesia melalui pelayanan publik. Dalam prinsip partisipasi inilah keterlibatan antara aktor-aktor Good Governance dapat diwujudkan dan dapat dideskripsikan dengan lebih jelas. Permasalahan mengenai partisipasi dalam pelayanan publik di Indonesia salah satunya terdapat pada Administrasi Kependudukan khususnya pada kepemilikan Akta Kelahiran. Hingga dewasa ini, sejumlah penduduk Indonesia masih belum memiliki dokumen penting tersebut karena berbagai faktor atau kendala.

Beberapa Undang-Undang menegaskan bahwa dengan adanya Akta Kelahiran akan menjamin hak seseorang untukmendapat pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum karena dirinya telah tercatat oleh negara. Akta itu pula yang mengikat hak dan kewajiban hukum, status pribadi, dan status

(20)

kewarganegaraan. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 D ayat (1) menyatakan bahwa, "setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum".

Selain itu Pasal 28 D ayat (4) menyatakan, "setiap orang berhak atas status kewarganegaraan".Sementara hak identitas bagi anak dinyatakan tegas dalam pasal 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menyebutkan, "Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan".Hasil ekstraksi data mikro Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas, BPS 2016), menemukan 18% atau sekitar 46 juta dari 261 juta jiwa penduduk Indonesia pada 2016 belum memiliki akta kelahiran. Angka itu hampir seperlima dari populasi penduduk Indonesia.Dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Dalam Negeri 2008, masalah ini menjadi prioritas utama yang akan diselesaikan pada 2011. Namun pada 2012, hanya bisa menjangkau 73% dari seluruh penduduk. Hingga 2016, berarti baru 82% populasi yang telah memiliki akta kelahiran. Sebanyak 99,7% penduduk di Mamberamo Tengah belum memiliki akta kelahiran dari 46.602 jiwa populasi pada 2016. Ini berarti hanya 139 orang yang memiliki akta kelahiran di wilayah tersebut. Satu dari 333 penduduk saja yang memiliki akta kelahiran.

Pembuatan Akta Kelahiran di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) pada Pasal 27 yang menjelaskan bahwa setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana setempat paling lambat 60 hari sejak kelahiran. Rendahnya partisipasi masyarakat untuk memiliki dokumen penting ini disebabkan oleh beberapa alasan. Terdapat

(21)

enam alasan utama penduduk tidak memiliki akta kelahiran, yaitu 1) Tidak tahu kelahiran harus dicatat dan tidak tahu cara mengurusnya; 2) Tidak merasa perlu, malas/tidak mau repot; 3) Tidak memiliki biaya untuk mengurus; 4) Tempat pengurusan akta jauh; 5) Akta belum terbit; dan 6) Sejumlah alasan lainnya.

(https://beritagar.id/artikel/berita/meski-gratis-18-persen-penduduk-tanpa-akta- kelahirandiakses pada Rabu, 6 Maret 2019 pukul 14:59)

Sebagai upaya untuk menangani permasalahan di atas, Presiden RI dalam Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015- 2019 telah menandatangani dokumen RPJMN yanguntuk pertama kalinya mencantumkan target di tingkat nasional untuk pencatatan kelahiran anak yaitu sebanyak 85% anak Indonesia memiliki Akta Kelahiran di tahun 2019.Target tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kepemilikan akta kelahiran bagi anak Indonesia dari tahun-tahun sebelumnya secara nasional sebagai bentuk tanggung jawab negara. (http://www.getinthepicture.org/sites/default/files/resources/Plan- BRI-long_bahasa-web.pdfdikases pada Rabu, 20 Maret 2019 pukul 12:16 )

Selain itu, untuk mewujudkan administrasi kependudukan yang lebih baik lagi pada tahun 2018 Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) menerbitkan peraturan baru yaitu pada Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 19 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perkawinan. Pada pasal 4 mengenai persyaratan administratif untuk melangsungkan pernikahan diwajibkan untuk mengisi formulir pernikahan dan melampirkan dokumen lainnya seperti surat pengantar perkawinandari kelurahan tempat tinggal calon pengantin, fotokopi akta kelahiran, fotokopi kartu tanda penduduk, fotokopi kartu keluarga, dan lain sebagainya agar dapat melangsungkan pernikahan yang sah dan legal

(22)

dimata hukum. Berdasarkan peraturan tersebut maka sejak awal tahun 2019 dan seterusnya bagi pasangan yang ingin melangsungkan pernikahan diwajibkan untuk melengkapi semua persyaratan administratif termasuk juga melengkapi salinan dokumen Akta Kelahiran dari kedua calon pengantin.

(https://bimasislam.kemenag.go.id/uploads/files/PMA%2019%20TAHUN%20201 8.pdf, diakses pada 07 Juni 2019, pukul 17:20WIB)

Pada Provinsi Sumatera Utara khususnya, upaya untuk mengurangi warga yang tidak memiliki akta kelahiran terbilang sukses yaitu dari 49,5% pada tahun 2012, turun menjadi 29,6 %pada tahun 2016. Upaya tersebut tentunya perlu untuk terus ditingkatkan agar seluruh warga, khususnya pada Provinsi Sumatera Utara secara keseluruhan memiliki Akta Kelahiran dan mengurangi jumlah warga yang tidak memiliki dokumen penting tersebut secara nasional.

(https://beritagar.id/artikel/berita/meski-gratis-18-persen-penduduk-tanpa-akta- kelahirandiakses pada Rabu, 6 Maret 2019 pukul 14:59)

Kesuksesan Provinsi Sumatera Utara untuk mengurangi jumlah warga yang tidak memiliki Akta Kelahiran terlihat dari upaya salah satu Pemerintahan Kabupaten yaitu khususnya pada Kabupaten Deli Serdang. Upaya kerjasama yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Deliserdang dengan Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam yang menyelenggarakan sidang lapangan untuk menghimpun partisipasiwarga agar anak-anak yang sudah berusia lebih dari satu tahun dapat dilayani pembuatan akta lahirnya melalui proses yang lebih efektif dan efisien. Program sidang lapangan ini diupayakan secara terjadwal agar anak-anak usia sekolah atau yang sudah berusia lebih dari satu tahun lebih cepat mendapatkan Akta

(23)

Kelahiran.(http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/?id=25116 diakses pada Rabu, 06 maret 2019, pukul 15:2)

Dewasa ini proses pembuatan Akta Kelahiran khususnya pada Kabupaten Deli Serdang, baik bagi anak yang baru lahir ataupun yang sudah berusia lebih dari satu tahun sudah dimudahkan. Tidak terdapat denda ataupun proses persidangan seperti sebelumnya. Masyarakat yang ingin mengurus Akta kelahiran hanya diwajibkan untuk melengkapi beberapa dokumen sebagai persyaratan dan acuan untuk menerbitkan Akta Kelahiran dan dapat langsung mengurusnya ke dinas terkait yaitu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) tanpa dipungut biaya apapun (Gratis). Akan tetapi, hingga saat ini masih terdapat warga terutama anak usia sekolah atau anak usia 0-18 (nol-delapan belas) tahun yang belum memiliki dokumen kependudukan tersebut dikarenakan beberapa faktor atau kendala. Oleh karena itu, peran pemerintah yang partisipatif sangat diperlukan agar dapat mewujudkan tertib administrasi kependudukan. Baik pihak pemerintah maupun masyarakat memiliki tanggung jawab dan perannya dalam pelayanan publik yang masing-masing harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku agar dapat mewujudkan Good Governance khususnya pada prinsip pemerintahan yang partisipatifdalam pelayanan publik di Indonesia.

Upaya yang partisipatif dalam pelayanan publik di Indonesia harus dilaksanakan pada setiap wilayah pemerintahan baik pusat maupun daerah termasuk hingga wilayah kecamatan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2018 Tentang Kecamatan, dijelaskan dalam pasal 10 huruf (h) bahwa salah satu tugas camat adalah melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi

(24)

kewenangan daerah kabupaten/kota yang tidak dilaksanakan oleh unit kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang ada di Kecamatan, meliputi perencanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di Kecamatan.

Penelitian ini dilakukan pada salah satu Kecamatan yang ada di Indonesia, yaitu pada Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang. Seperti yang dipaparkan sebelumnya bahwa upaya dari Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang untuk mengurangi jumlah warga yang tidak memiliki Akta Kelahiran sudah dilaksanakan melalui program sidang lapangan dan sudah dipermudah dengan syarat yang lebih minim, tetapi peneliti masih menemukan beberapa warga yang tidak memiliki Akta Kelahiran khususnya anak-anak yang berusia lebih dari satu tahun dan anak usia sekolah. Berdasarkan keterangan beberapa warga dari hasil pra-penelitian masih terdapat warga yang belum mengurus Akta Kelahiran dengan alasan belum membutuhkan dokumen tersebut dalam waktu dekat dan belum memiliki biaya untuk pengurusan Akta Kelahiran. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat belum memahami seberapa penting bagi seorang warga untuk memiliki Akta Kelahiran agar hak dan kewajibannya sebagai warga negara dapat terpenuhi dan upaya partisipasi antara pemerintah Kecamatan dan warga perlu ditingkatkan agar permasalahan mengenai kepemilikan Akta Kelahiran dapat terselesaikan.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang untuk mengetahui bagaimana implementasi prinsip partisipasidalam pembuatan Akta Kelahiran di lokasi penelitian tersebut dengan menetapkan judul

(25)

penelitian “Implementasi Prinsip Partisipasi Dalam Pembuatan Akta Kelahirandi Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Implementasi Prinsip Partisipasi Dalam Pembuatan Akta Kelahiran di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan secara rinci bagaimana Implementasi Prinsip Partisipasi Dalam Pembuatan Akta Kelahiran di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan dan menambah keilmuan dalam bidang Ilmu Administrasi Publik khususnya yang berkaitan dengan Implementasi Prinsip Partisipasi dalam Pembuatan Akta Kelahiran.

2. Secara akademik, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dan menjadi referensi tambahan dalam kajian keilmuan khususnya dalam bidang Ilmu Administrasi Publik.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan beberapa masukan dan saran dalam hal memahami permasalahan yang berkaitan dengan Implementasi Prinsip Partisipasi dalam Pembuatan Akta Kelahiran yang diselenggarakan pemerintah saat ini.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Implementasi

Sesuai dengan judul penelitian ini, maka definisi implementasi sangat diperlukan oleh peneliti agar dapat memahami dan menjawab rumusan masalah yang telah dipaparkan pada pembahasan sebelumnya. Berikut ini adalah definisi implementasi berdasarkan pemikiran beberapa ahli :

Van Meter dan Van Horn (dalam Suaib, 2015:81) merumuskan mengenai proses implementasi sebagai :

“those action by public or private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions”

Makna perumusan di atas ialah bahwa implementasi mengandung pengertian tindakan yang dilakukan individu atu pejabat maupun swasta yang mengarah pada tujuan yang ditetapkan.

Suaib (2015:83) implementasi merupakan pelaksanaan kebiasaan dasar.

Dalam hal ini, dapat berupa undang-undang, perintah-perintah, atau keputusan- keputusan eksekutif yang penting ataupun keputusan badan peradilan. Conten dan context di dalamnya, berupa identifikasi masalah yang hendak dicapai dengan melalui berbagai cara untuk menstruktur/mengatur proses implementasinya.

Adapun tahap-tahap dalam proses implementasi yaitu :

a. Output kebijakan (keputusan-keputusan) dari badan pelaksana b. Kepatuhan dari kelompok sasaran terhadap keputusan dimaksud c. Dampak nyata keputusan-keputusan badan-badan pelaksana d. Persepsi terhadap dampak keputusan dimaksud

e. Evaluasi sistem politik terhadap undang-undang yakni berupa perbaikan mendasar dalam content-nya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa, proses implementasi sebagai satu tahapan dalam kebijakan publik juga memiliki tahapan- tahapan tersendiri, yang dimana pada pelaksanaannya seringkali mengakibatkan

(27)

permasalahan yang baru sehingga menghambat tercapainya tujuan dari kebijakan ataupun keputusan yang telah ditetapkan.

Mulyadi (2015:12), implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga merupakan upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah program dilaksanakan.

Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni:

1. Tahapan pengesahan peraturan perundangan.

2. Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana.

3. Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan.

4. Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki maupun tidak.

5. Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana.

6. Upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.

Proses persiapan implementasi setidaknya menyangkut beberapa hal penting yakni:

1. Penyiapan sumber daya, unit dan metode.

2. Penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan dijalankan.

3. Penyediaan layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.

Pendapat di atas juga mengemukakan mengenai tahapan yang ada dalam proses implementasi yang tidak jauh berbeda dari pendapat yang telah dipaparkan sebelumnya. Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa sebelum implementasi suatu kebijakan ataupun program dilaksanakan, terdapat proses persiapan implementasi yang perlu diperhatikan guna mendukung keberhasilan dari implementasi tersebut.

Grindle (dalam Mulyadi, 2015:47) implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu.

Gordon dalam Mulyadi (2015:24) implementasi berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan pada realisasi program.

(28)

Wahyu (dalam Mulyadi, 2015:50), studi implementasi merupakan studi untuk mengetahui proses implementasi, tujuan utama proses implementasi itu sendiri untuk memberi umpan balik pada pelaksanaan kebijakan dan juga untuk mengetahui apakah proses pelaksanaan telah sesuai dengan rencana atau standar yang telah ditetapkan, selanjutnya untuk mengetahui hambatan dan problem yang muncul dalam proses implementasi. Shafritz dan Russel (dalam Santosa, 2010:42) mengemukakan bahwa :

“Implementation is the process of putting a government program into effects, it is the total process of translating a legal mandate, wheter an executive order or an enacted statute into approriate program directives and structures that provide services or creative goods”

Pendapat tersebut menjelaskan bahwa implementasi adalah proses menempatkan program pemerintah ke dalam efek, adalah proses total menerjemahkan mandat hukum, apakah perintah eksekutif atau undang-undang yang diberlakukan ke arahan program yang tepat dan struktur yang menyediakan layanan atau produk kreatif.

2.2 Implementasi Kebijakan Publik

Setiap organisasi baik itu organisasi swasta (non-pemerintah) maupun organisasi pemerintahan dalam menjalankan aktivitasnya untuk mencapai tujuan memiliki aturan ataupun pedoman. Aturan atau pedoman tersebut harus dipatuhi oleh setiap individu yang ada di dalam organisasi tersebut untuk menjaga keteraturan dan ketertiban bersama. Aturan atau pedoman inilah yang disebut sebagai kebijakan, baik kebijakan khusus (privat) ataupun kebijakan umum (publik). Pada penelitian ini akan dibahas mengenai implementasi kebijakan publik menurut beberapa pendapat ahli, yaitu :

Makmur dan Thahier (2016:36) menjelaskan bahwa implementasi kebijakan publik sebagai suatu bentuk proses pemikiran dan tindakan manusia yang direncanakan secarara baik, rasional, efisien dan efektif sebagai upaya mewujudkan keteraturan dan ketertiban dalam berbagai tugas negara atau pemerintahan guna menciptakan kesejahteraan bersama berdasarkan pada keadilan dan pemerataan.

(29)

Nugroho (dalam Setyawan, 2017:92) implementasi kebijakan publik adalah sebagai suatu cara agar sebuah kebijakan publik dapat mencapai tujuannya.

Merilee S. Grindle (dalam Hiplunudin, 2017:37) menjelaskan implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat birokrasi lebih dari itu menyangkut konflik, keputusan dan siapa memperoleh apa dari suatu kebijakan.

Wahab (dalam Hiplunudin, 2017:38) kebijakan memiliki resiko gagal yang disebabkan oleh faktor bad execution atau pelaksanaannya yang buruk dan faktor bad policy atau kebijakannya sendiri memang buruk atau bad luck yakni kebijakan itu memang bernasib buruk. Pelaksanaan kebijakan dapat gagal, atau tidak membuahkan hasil, antara lain karena :

1. Teori yang menjadi dasar kebijaksanaan tidak tepat. Dalam hal demikian, maka harus dilakukan reformulation terhadap kebijaksanaan pemerintah itu.

2. Sarana yang dipilih untuk pelaksanaan tidak efektif.

3. Sarana itu mungkin tidak atau kurang dipergunakan sebagaimana mestinya.

4. Isi dari kebijaksanaan itu bersifat samar-samar.

5. Ketidakpastian faktor internal dan/atau faktor eksternal.

6. Kebijaksanaan yang ditetapkan itu mengandung banyak lubang.

7. Dalam pelaksanaan kurang memperhatikan masalah teknis.

8. Adanya kekurangan akan ketersediaan sumber-sumber pembantu (waktu, uang, dan sumberdaya manusia)

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikemukan bahwa tahap implementasi dalam kebijakan atau program memiliki resiko kegagalan dari segala sisi pendukungnya baik internal maupun eksternal yang berkaitan secara keseluruhan. Kegagalan yang terjadi dalam implementasi merupakan tantangan bagi seluruh pihak yang terlibat dan bertanggung jawab didalamnya. Upaya atau tindakan yang harus dilakukan ketika suatu implementasi mengalami kegagalan adalah menghadapi kegagalan tersebut dengan strategi baru yang lebih matang, yaitu dengan turut mempertimbangkan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kegagalan tersebut.

(30)

2.3 Model-Model Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan publik merupakan tahapan penting yang harus ada dalam kebijakan publik agar dapat mencapai tujuan dari ditetapkannya kebijakan tersebut. Pada tahap implementasi inilah permasalahan-permasalahan akan muncul dan harus dihadapi dengan konsisten agar apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat tercapai. Oleh karena itu, implementasi kebijakan dapat dilkasanakan dengan beberapa pendakatan atau model implementasi.

Setyawan (2017:114) menjelaskan model implementasi kebijakan publik merupakan deskripsi sederhana mengenai aspek-aspek penting yang dipilih dan disusun sebagai upaya meniru, menjelaskan, meramalkan, mencoba, dan menguji hipotesis implementasi kebijakan publik untuk tujuan tertentu. Berikut akan dipaparkan model-model implementasi kebijakan publik tersebut :

2.3.1 Model Van Meter Dan Van Horn

Setyawan (2017:114-115) menjelaskan bahwa model ini berpandangan bahwa kebijakan publik berjalan secara linier, mulai dari kebijakan publik, implementator, dan kinerja kebijakan publik. Dalam arti kata bahwa dalam implementasi kebijakan publik terdapat variabel-variabel independen yang mempengaruhi hubungan kebijakan publik dan kinerja (prestasi kerja) kebijakan publik.

Hiplunudin (2017:42) Model tersebut menawarkan enam variabel yang membentuk ikatan antara kebijakan dan pencapaian. Model ini tidak hanya menentukan hubungan-hubungan antara variabel-variabel bebas dan terikat mengenai kepentingan-kepentingan, tetapi juga menjelaskan hubungan antara variabel-varibel bebas, berikut varibel-variabelnya :

1. Ukuran dan tujuan kebijakan 2. Sumber daya kebijakan

3. Karakteristik dan agen pelaksana 4. Komunikasi antar organisasi terkait 5. Sikap para pelaksana, dan

6. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik

Gambar di bawah ini menjelaskan bagaimana ke-6 (enam) variabel menurut Van Meter dan Van Horn saling berhubungan dalam proses implementasi suatu kebijakan.

(31)

Gambar 2.1 Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Sumber : Winarno (dalam Hiplunudin, 2017:43)

2.3.2 Model Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Mazmanian dan Sabatier (dalam Setyawan 2017:116) peran penting dari analisis implementasi kebijakan negara adalah mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal keseluruhan implementasi.

Mereka berpandangan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan suatu upaya melaksanakan keputusan kebijakan.

Nugroho (dalam Setyawan 2017:117) menjelaskan bahwa Mazmanian dan Sabatier mengklasifikasikan proses implementasi ke dalam tiga variabel.

Pertama Variabel Independen, yaitu mudah tidaknya masalah yang ada dikendalikan oleh hal-hal yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek, dan perubahan seperti apa yang diinginkan.

Kedua Variabel Intervening, yang meliputi dua bagian. Bagian pertama yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber daya, keterpaduan hirarki di antara lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksanaan dan keterbukaan dari pihak luar. Bagian kedua adalah variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator sosio, ekonomi, dan teknologi, dukungan publik, komitmen, dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana. Ketiga Variabel Dependen, yaitu tahapan implementasi dengan lima tahapan, diantaranya : pemahaman dari lembaga/badan pelaksana, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut, dan akhirnya mengarah pada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut, atau keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar.

Anggara (dalam Setyawan, 2017:117) membagi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal keseluruhan implementasi, tidak menggunakan independen, intervening, dan dependen, tetapi menggunakan bahasa yang lebih umum dengan istilah kategori besar, variabel-variabel tersebut antara lai adalah :

a. Mudah tidaknya masalah yang akan dikendalikan, meliputi : 1. Kerumitan dan kesulitan teknis implementasi kebijakan

(32)

2. Keragaman perilaku kelompok sasaran kebijakan

3. Persentase kelompok sasaran kebijakan dibandingkan dengan jumlah penduduk

4. Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan setelah kebijakan diimplentasikan

b. Kemampuan keputusan kebijakan untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasinya, meliputi :

1. Kejelasan dan konsistensi tujuan

2. Digunakannya teori kausalitas yang kuat 3. Ketetapan alokasi sumber dana

4. Keterbukaan hirarki dalam dan diantara lembaga-lembaga yang melaksanakan

5. Aturan-aturan keputusan dari badan/lembaga pelaksana 6. Rekrutmen pejabat pelaksana

7. Akses formal (keterbukaan bagi) pihak luar

c. Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijakan tersebut, meliputi :

1. Kondisi sosial 2. Dukungan politik

3. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok 4. Dukungan dari pejabat atasan

5. Kemampuan kepemimpinan dan komitmen pejabat-pejabat pelaksana Gambar 2.2 Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier

Sumber : Subarsono (dalam Hiplunudin, 2017:45)

(33)

2.3.3 Model Merilee S. Grindle

Model ini berkembang pada tahun 1980. Wibawa (dalam Setyawan, 2017:123) menjelaskan bahwa model Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasar dari model ini adalah bahwa setelah ditransformasikan, kemudian kebijakan diimplementasikan, sehingga keberhasilannya ditentukan oleh derajat keterlaksanaan (implementability) dari kebijakan tersebut. Lebih lanjut dikemukakan mengenai isi kebijakan tersebut meliputi :

1. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan;

2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan;

3. Derajat perubahan yang diinginkan;

4. Kedudukan pembuat kebijakan;

5. Siapa pelaksana program; dan 6. Sumber daya yang dikerahkan

Sedangkan konteks implementasinya meliputi :

1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat;

2. Karakteristik lembaga dan penguasa; dan 3. Kepatuhan dan daya tanggap

Nugroho (dalam Setyawan, 2017:124) menjelaskan bahwa model ini memiliki keunikan tersendiri, yakni terletak pada pemahaman menyeluruh (komprehensif) akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementator, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi antara para aktor implementasi, serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

Selain dari tiga model implementasi yang telah dipaparkan, masih banyak model implementasi lainnya yang dapat digunakan untuk menjelaskan tahapan dalam kebijakan publik yaitu pada proses implementasi kebijakan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model implementasi dari tokoh Merilee S.

Grindle karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, model implementasi ini memberikan pemahaman secara menyeluruh (komprehensif) mengenai konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementator, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi antara para aktor implementasi, serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

Sesuai dengan gambar dibawah ini, model implementasi ini juga menjelaskan

(34)

bagaimana dampak yang dirasakan oleh masyarakat serta perubahan dan penerimaan dari masyarakat, pemahaman secara menyeluruh sesuai untuk mendeskripsikan implementasi prinsip partisipasi sebagai salah satu prinsip untuk mewujudkan Good Governance yang melibatkan interaksi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.

Gambar 2.3 Model Implementasi Merilee S. Grindle

Sumber: Dwijowijoto (dalam Hiplunudin, 2017:48)

2.4 Good Governance

Sinaga (2016:45) menjelaskan Istilah Good Governance pertama kali dipopulerkan oleh Bank Dunia melalui publikasinya yang diterbitkan tahun 1992 berjudul Governance and Development. Thoha (2014:12) Istilah “Governance”

menunjukkan suatu proses dimana rakyat bisa mengatur ekonominya, istitusi dan

(35)

sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyat.

Pinto (dalam Suaib 2015:144) mendefinisikan bahwa : Governance sebagai praktek penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah dalam pengelolaan urusan pemerintahan secara umum, dan pembangunan ekonomi pada khususnya. Hardijanto (dalam Istianto 2011:55), pengertian Governance mengandung makna yang lebih luas daripada Government, karena tidak hanya mengandung arti sebagai proses pemerintahan, tetapi termasuk di dalamnya mencakup mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan sektor negara, masyarakat, dan swasta (negara dan non-negara).

Istianto (2011:97) menjelaskan bahwa penerapan prinsip Good Governance bukanlah hanya tugas tanggung jawab pemerintah, tetapi juga organisasi pelaku bisnis di sektor swasta dan organisasi masyarakat madani. Sebagai bagian dari proses reformasi Indonesia, pelaksanaan Good Governance di lingkungan pemerintahan itu sangat menentukan apakah reformasi akan berjalan terus atau berhenti di sini.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa Good Governance memusatkan pada keterlibatan dan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sebagai aktor utama pada seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yang meliputi pengelolaan sumber daya, ekonomi, maupun sosial dan buadaya. Makna Governance yang lebih luas dari Government seharusnya menjadi yang bagi suatu negara dalam mencapai tujuannya apabila dapat menerapkan prinsip-prinsip Good Governance dengan baik.

UNDP (dalam Mulyawan, 2009:20-23) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam pemerintahan yang baik (good governance) adalah sebagai berikut Partisipasi

Setiap orang atau warga negara harus memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing.

a. Aturan Hukum (Rule of Law)

Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan haruslah berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia

b. Transparansi

Transparansi harus dibangun dalam kerangka kebebasan aliran informasi berbagai proses, kelembagaan, dan informasi harus dapat diakses secara bebas

(36)

oleh orang-orang yang membutuhkannya, serta informasi harus dapat disediakan secara memadai dan mudah dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi.

c. Daya tanggap (Responsivnes)

Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders).

d. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation)

Pemerintah yang baik (good governance) akan bertindak sebagai penengah (mediator) bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak.

e. Berkeadilan (Equity)

Pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki maupun prempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.

g. Efektifitas dan Efisiensi

Setiap proses dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yg benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya dari berbagai sumber yang tersedia.

h. Akuntabilitas

Para pengambil keputusan (decision makers) dalam organisasi sektor pelayanan, dan warga negara madani memiliki pertanggungjawaban (akuntanbilitas) kepada publik (masyarakat umum) sebagaimana halnya kepada para pemilik (stakeholders). Pertanggung jawaban tersebut berbeda-beda, tergantung pada jenis keputusan organisasi itu bersifat internal atau bersifat eksternal.

i. Bervisi Strategis

Para pemimpin dan warga negara memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dalam hal pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut. Mereka juga memahami aspek-aspek historis, kultur, dan kompleksitas sosial yang mendasari perspektif mereka.

Penerapan keseluruhan prinsip Good Governance seperti yang telah dijelaskan di atas merupakan cita-cita setiap negara di dunia. Di Indonesia khususnya, upaya untuk mewujudkan Good Governance terus dilakukan agar praktik birokrasi yang buruk dapat diminimalisir serta pemerintah juga berusaha untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya.

Institute on Governance (dalam Santosa 2012:132), untuk menciptakan Good Governance perlu diciptakan hal-hal sebagai berikut :

1. Kerangka kerja tim (team work) antarorganisasi, departemen, dan wilayah.

2. Hubungan kemitraan antara pemerintah dengan setiap unsur dalam masyarakat negara yang bersangkutan.

(37)

3. Pemahaman dan komitmen terhadap manfaat dan arti pentingnya tanggung jawab bersama dan kerjasama dalam suatu keterpaduan serta sinergisme dalam pencapaian tujuan.

4. Adanya dukungan dan sistem imbalan yang memadai untuk mendorong terciptanya kemampuan dan keberanian menanggung resiko (risk taking) dan berinisiatif, sepanjang hal ini secara realistik dapat dikembangkan.

5. Adanya pelayanan administrasi publik yang berorientasi pada masyarakat, mudah dijangkau masyarakat dan bersahabat, nerdasarkan kepada asas pemerataan keadilan dalam setiap tindakan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, berfokus pada kepentingan masyarakat, bersikap profesional, dan tidak memihak (non-partisan)

Terdapat beberapa versi atau indikator dalam menjelaskan prinsip yangdigunakan untuk menilai Good Governance seperti yang telah dipaparkan pada pembahasan sebelumnya. Implementasi seluruh prinsip tersebut sangat dibutuhkan untuk menciptakan pemerintahan yang baik (Good Governance), tetapi prinsip utama yang dibutuhkan untuk mewujudkan Good Governance setidaknya harus memenuhi 3 (prinsip), yaitu : Akuntabilitas, Transparansi, dan Partisipasi. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada salah satu prinsip utama dalam mewujudkan Good Governance yaitu prinsip partisipasi dimana pada prinsip inilah keterlibatan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dapat dideskripsikan secara rinci.

2.4.1 Good Governance Dalam Pelayanan Publik

Permasalahan mengenai pelayanan publik masih mengakar kuat di Indonesia. Praktik buruknya birokrasi yang sudah dianggap sebagai budaya oleh sebagian besar masyarakat mengakibatkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah kian menipis. Oleh karena itu, paradigma Good Governance diupayakan untuk diterapkan dalam pemerintahan terutama dalam pelayanan publik. Pelayanan publik merupakan ranah dimana masyarakat dapat secara

(38)

langsung merasakan bagaimana kinerja pemerintah dalam melayani kebutuhan masyarakat.

Santosa (2012:130) menjelaskan Governance merupakan paradigma baru dalam tatanan pengelolaan kepemerintahan. Ada tiga pilar Governance yaitu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Sementara itu, paradigma pengelolaan pemerintahan yang sebelumnya berkembang adalah Government sebagai satu- satunya penyelenggaran pemerintahan.

Bergesernya paradigma Government ke paradigma yang baru yaitu Governance seperti yang telah dijelaskan di atas, bertujuan untuk membangun keterlibatan di antara 3 (tiga) pilar Governance yaitu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan negara, sehingga apa yang sedang berkembang dalam suatu negara tidak hanya menjadi urusan yang diketahui dan dikelola oleh pemerintah saja, tetapi juga melibatkan sektor swasta dan masyarakat agar keputusan atau kebijakan yang ditetapkan dapat mencapai tujuannya dengan maksimal.

Istianto (2011:89) menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan Good Governance menjadi sangat penting dan strategis, mengingat kemunculannya di saat penyelenggaraan pemerintah Indonesia sedang mengalami distorsi terhadap efektivitas pelayanan kepada publik, dalam arti bahwa sudah bukan menjadi rahasia umum apabila berurusan dengan birokrasi pemerintah yang dialami yaitu berbelit-belit sangat lamban, penuh dengan pungutan liar, dan pelayanan yang kurang baik.

Sabaruddin (2014:1) menjelaskan bahwa pelayanan publik telah menjadi isu kebijakan strategis, karena penyelenggaraan pelayanan publik selama ini belum memiliki dampak yang luas terhadap perubahan aspek-aspek kehidupan masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa, permasalahan yang muncul pada kegiatan pelayanan publik kepada masyarakat masih tumbuh merajalela dan menghambat terwujudnya Good Governance di Indonesia.

(39)

Dwiyanto (2014:20-24) menjelaskan ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan Good Governance di Indonesia. Pertama, pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana negara yang diwakili oleh pemerintah berinteraksi dengan lembaga- lembaga non-pemerintah. Dalam ranah ini terjadi pergumulan yang sangat intensif antara pemerintah dengan warganya. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dimana berbagai aspek Good Governance dapat diartikulasikan secara lebih mudah. Aspek kelembagaan yang selama ini sering dijadikan rujukan dalam menilai praktik governance dapat dengan mudah dinilai dalam praktik penyelenggaraan pelayanan publik. Ketiga, pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance(pemerintah, masyarakat, non-pemerintah).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikemukakan bahwa, pelayanan publik merupakan tolak ukur untuk menilai sejauh mana upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mewujudkan Good Governance. Sinaga (2016:45) menjelaskan bahwa agenda Good Governance di Indonesia hingga kini masih dalam fase penguatan (konsolidasi), dimana proses menuju penguatan tersebut sedang berjalan dihampir setiap line birokrasi. Praktik buruknya pemerintah di Indonesia seperti maraknya kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh para pejabat, baik pejabat tinggi hingga ke jenjang yang paling rendah cukup menunjukkan bahwa Good Governancebelum terwujud secara keseluruhan di Indonesia.

2.4.2 Definisi Partisipasi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya prinsip partisipasi merupakan salah satu dari prinsip utama yang harus diterapkan agar dapat mewujudkan Good Governancedi Indonesia. Theresia (2015:196) menjelaskan bahwa pengertian umum dari istilah partisipasi adalah keikutsertaan seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dakam suatu kegiatan. Hiplunudin (2017:63) menjelaskan bahwa partisipasi publik sebagai komponen utama dalam demokrasi, harus masuk secara menyeluruh. Proses penyusunan kebijakan publik harus bernilai

(40)

partisipatif, atau memberdayakan masyarakat di semua proses kebijakan publik.

Thoha (2014:95) menjelaskan bahwa salah satu wujud tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) itu terdapatnya citra pemerintahan yang demokratis.

Indradi (2017:64) mengemukakan bahwa bekerja dalam negara yang demokratis merupakan cita-cita semua orang yang ingin hidup di negara yang demokratis akan tetapi pada saat ini masyarakat belum merasakan hal tersebut.

Douglas Yates (dalam Indradi 2017:65) masyarakat yang plural sistem pemerintahan yang demokratis dan amanah itu berangkat dengan asumsi-asumsi sebagai berikut :

1. Bahwa di dalam masyarakat terdapat banyak sekali kelompok-kelompok kepentingan (interest group) yang berbeda satu sama lain dan saling bersaing.

2. Bahwa pemerintah harus menawarkan suatu akses dan sarana partisipasi yang sama kepada kelompok-kelompok kepentingan tersebut.

3. Bahwa pemerintah harus mempunya banyak pusat-pusat kekuasaan yang menyebar bak vertikal maupun horizontal untuk menjamin keseimbangan (a balance of power). Ini berarti bahwa pemerintah harus melakukan prinsip desentralisasi kekuasaan dan kewenangan.

4. Bahwa pemerintahan dan politik harus bisa dipahami sebagai suatu sarana kompetisi di antara kepentingan-kepentingan minoritas.

5. Bahwa ada probabilitas yang tinggi bahwa suatu kelompok yang aktif dan legitimate dalam suatu populasi bisa membuat dirinya mendengar secara efektif terhadap tahapan-tahapan yang krusial dalam proses pembuatan kebijaksanaan.

6. Bahwa kompetisi di antara institusi pemerintah dan kelompok-kelompok kepentingan non-pemerintah bisa menyebabkan terjadinya suatu bargaining dan kompromi, dan juga bisa menghasilkan suatu keseimbangan kekuasaan dalam masyarakat.

Dengan asumsi tersebut, Yates menyarankan agar birokrasi pemerintah mewujudkan hal-hal sebagai berikut :

1. Menyediakan banyak pusat-pusat kekuasaan sebagai sarana keseimbangan dan untuk mengontrol jika terjadi kekuasaan. Artinya pemerintah sama sekali tidak diperbolehkan memusatkan kekuasaan di salah satu institusi.

2. Memberikan fasilitas atau kemudahan kepada kelompok-kelompok kepentingan agar terwakili dengan menyediakan titik-titik akses yang berlipat ganda.

3. Mempunyai kemauan dan elemen yang kuat untuk melakukan desentralisasi.

4. Pemerintah harus menjadikan dirinya secara internal bisa bersaing.

5. Pemerintah harus terbuka dan partisipatif.

(41)

6. Pemerintah harus mampu menghasilkan proses bargaining yang luas.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa partisipasi dalam masyarakat dapat dilakukan apabila pemerintah mau membuka diri dan menetapkan saluran atau wadah partisipasi tanpa membedakan kelompok atau asal-usul masyarakat secara keseluruhan. Partisipasi harus dimulai dari pemerintah yang berupaya untuk menegakkan program ataupun wadah yang digunakan untuk mengumpulkan partisipasi masyarakat serta mengajak masyarakat untuk turut berperan serta dalam pemerintahan. Tanpa adanya upaya yang kuat dari pemerintah maka partisipasi dari masyarakat sulit untuk terlaksana.

2.4.3 Bentuk-Bentuk Partisipasi

Dusseldorp (dalam Mardikanto, 2017:84) mengidentifikasi bentuk- bentuk kegiatan partisipasi yang dilakukan oleh setiap warga masyarakat dapat berupa :

1. Menjadi anggota kelompok-kelompok masyarakat;

2. Melibatkan diri pada kegiatan diskusi kelompok;

3. Melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan organisasi untuk menggerakkan partisipasi masyarakat yang lain;

4. Menggerakkan sumber daya masyarakat;

5. Mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan; dan

6. Memanfaatkan hasil-hasil yang dicapai dari kegiatan masyarakatnya Berdasarkan penjelasan mengenai bentuk-bentuk partisipasi di atas, dapat dikemukakan bahwa partisipasi atau keikutsertaan yang dilaksanakan oleh masyarakat adalah peran yang aktif melalui kelompok atau organisasi agar dapat mencapai tujuan dan merasakan hasil atau manfaatnya. Peran yang aktif inilah yang perlu mendapat perhatian dan kerja sama dengan pihak lainnya yaitu pemerintah dan non-pemerintah agar terus berkembang dan sejalan dengan tujuan yang akan dicapai.

(42)

2.4.4 Jenis-Jenis Partisipasi

Bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat, juga berkaitan dengan keputusan dari penguasa atau pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat bagaimana dan dalam hal seperti apa mereka dapat berpartisipasi.

Raharjo (dalam Mardikanto, 2017:87) mengemukakan ada 3 (tiga) jenis partisipasi, yaitu :

1. Partisipasi Terbatas, yaitu partisipasi yang hanya digerakkan untuk kegiatan-kegiatan tertentu demi tercapainya tujuan pembangunan, tetapi untuk kegiatan tertentu yang dianggap menimbulkan kerawanan bagi stabilitas nasional dan kalangan pembangunan sulit ditangani;

2. Partisipasi Penuh (Full Scale Participation), artinya partisipasi seluas- luasnya dalam segala aspek kegiatan pembangunan;

3. Mobilisasi tanpa partisipasi, artinya partisipasi yang dibangkitkan pemerintah (penguasa), tetapi masyarakat sama sekali tidak diberi kesempatan untuk mempertimbangkan kepentingan pribadi dan tidak diberi kesempatan untuk turut mengajukan tuntutan maupun mempengaruhi jalannya kebijakan pemerintah.

Berdasarkan penjelasan mengenai jenis-jenis partisipasi yang telah dipaparkan di atas maka dapat dikemukakan bahwa, partisipasi berkaitan erat dengan keputusan dari pemerintah. Dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat khususnya dalam pelayanan publik, pemerintah harus memilih jenis partisipasi yang tepat untuk mencapai kepentingan bersama.

2.5 Pelayanan Publik

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa salah satu kewajiban negara adalah memberikan pelayanan kepada rakyatnya. Sinambela (2010:198) menjelaskan pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Rusli (dalam Sinambela, 2010:3) menjelaskan bahwa :

Gambar

Gambar 2.1 Model Implementasi Van Meter dan Van Horn
Gambar 2.3 Model Implementasi Merilee S. Grindle
Tabel 3.1 Matriks Informan Penelitian
Tabel 3.2 Identitas Informan Berdasarkan Jabatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan Instansi Pelaksana yang menangani urusan Administrasi Kependudukan, ialah

Dalam hal anak yang tidak diketahui kelahirannya, menurut Pasal 28 ayat 1 Undang – Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pencatatan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengamanatkan bahwa penyelenggaraan Administrasi Kependudukan diantaranya bertujuan untuk menyediakan

Merujuk aturan administrasi kependudukan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,

Sebagaimana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dalam Pasal 1 angka 1 menjelaskan bahwa Administrasi Kependudukan adalah

(vocational skil). Berdasarkan Undang-undang nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan mengatur perlunya pelaksanaan peretiban Administrasi Kependudukan yang mana

Bahwa tesis saya yang berjudul “ Implementasi Kebijakan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Terhadap Partisipasi Masyarakat Untuk Mengurus

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2006