BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Model-Model Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan publik merupakan tahapan penting yang harus ada dalam kebijakan publik agar dapat mencapai tujuan dari ditetapkannya kebijakan tersebut. Pada tahap implementasi inilah permasalahan-permasalahan akan muncul dan harus dihadapi dengan konsisten agar apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat tercapai. Oleh karena itu, implementasi kebijakan dapat dilkasanakan dengan beberapa pendakatan atau model implementasi.
Setyawan (2017:114) menjelaskan model implementasi kebijakan publik merupakan deskripsi sederhana mengenai aspek-aspek penting yang dipilih dan disusun sebagai upaya meniru, menjelaskan, meramalkan, mencoba, dan menguji hipotesis implementasi kebijakan publik untuk tujuan tertentu. Berikut akan dipaparkan model-model implementasi kebijakan publik tersebut :
2.3.1 Model Van Meter Dan Van Horn
Setyawan (2017:114-115) menjelaskan bahwa model ini berpandangan bahwa kebijakan publik berjalan secara linier, mulai dari kebijakan publik, implementator, dan kinerja kebijakan publik. Dalam arti kata bahwa dalam implementasi kebijakan publik terdapat variabel-variabel independen yang mempengaruhi hubungan kebijakan publik dan kinerja (prestasi kerja) kebijakan publik.
Hiplunudin (2017:42) Model tersebut menawarkan enam variabel yang membentuk ikatan antara kebijakan dan pencapaian. Model ini tidak hanya menentukan hubungan-hubungan antara variabel-variabel bebas dan terikat mengenai kepentingan-kepentingan, tetapi juga menjelaskan hubungan antara variabel-varibel bebas, berikut varibel-variabelnya :
1. Ukuran dan tujuan kebijakan 2. Sumber daya kebijakan
3. Karakteristik dan agen pelaksana 4. Komunikasi antar organisasi terkait 5. Sikap para pelaksana, dan
6. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik
Gambar di bawah ini menjelaskan bagaimana ke-6 (enam) variabel menurut Van Meter dan Van Horn saling berhubungan dalam proses implementasi suatu kebijakan.
Gambar 2.1 Model Implementasi Van Meter dan Van Horn
Sumber : Winarno (dalam Hiplunudin, 2017:43)
2.3.2 Model Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier
Mazmanian dan Sabatier (dalam Setyawan 2017:116) peran penting dari analisis implementasi kebijakan negara adalah mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal keseluruhan implementasi.
Mereka berpandangan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan suatu upaya melaksanakan keputusan kebijakan.
Nugroho (dalam Setyawan 2017:117) menjelaskan bahwa Mazmanian dan Sabatier mengklasifikasikan proses implementasi ke dalam tiga variabel.
Pertama Variabel Independen, yaitu mudah tidaknya masalah yang ada dikendalikan oleh hal-hal yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek, dan perubahan seperti apa yang diinginkan.
Kedua Variabel Intervening, yang meliputi dua bagian. Bagian pertama yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber daya, keterpaduan hirarki di antara lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksanaan dan keterbukaan dari pihak luar. Bagian kedua adalah variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator sosio, ekonomi, dan teknologi, dukungan publik, komitmen, dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana. Ketiga Variabel Dependen, yaitu tahapan implementasi dengan lima tahapan, diantaranya : pemahaman dari lembaga/badan pelaksana, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut, dan akhirnya mengarah pada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut, atau keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar.
Anggara (dalam Setyawan, 2017:117) membagi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal keseluruhan implementasi, tidak menggunakan independen, intervening, dan dependen, tetapi menggunakan bahasa yang lebih umum dengan istilah kategori besar, variabel-variabel tersebut antara lai adalah :
a. Mudah tidaknya masalah yang akan dikendalikan, meliputi : 1. Kerumitan dan kesulitan teknis implementasi kebijakan
2. Keragaman perilaku kelompok sasaran kebijakan
3. Persentase kelompok sasaran kebijakan dibandingkan dengan jumlah penduduk
4. Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan setelah kebijakan diimplentasikan
b. Kemampuan keputusan kebijakan untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasinya, meliputi :
1. Kejelasan dan konsistensi tujuan
2. Digunakannya teori kausalitas yang kuat 3. Ketetapan alokasi sumber dana
4. Keterbukaan hirarki dalam dan diantara lembaga-lembaga yang melaksanakan
5. Aturan-aturan keputusan dari badan/lembaga pelaksana 6. Rekrutmen pejabat pelaksana
7. Akses formal (keterbukaan bagi) pihak luar
c. Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijakan tersebut, meliputi :
1. Kondisi sosial 2. Dukungan politik
3. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok 4. Dukungan dari pejabat atasan
5. Kemampuan kepemimpinan dan komitmen pejabat-pejabat pelaksana Gambar 2.2 Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier
Sumber : Subarsono (dalam Hiplunudin, 2017:45)
2.3.3 Model Merilee S. Grindle
Model ini berkembang pada tahun 1980. Wibawa (dalam Setyawan, 2017:123) menjelaskan bahwa model Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasar dari model ini adalah bahwa setelah ditransformasikan, kemudian kebijakan diimplementasikan, sehingga keberhasilannya ditentukan oleh derajat keterlaksanaan (implementability) dari kebijakan tersebut. Lebih lanjut dikemukakan mengenai isi kebijakan tersebut meliputi :
1. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan;
2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan;
3. Derajat perubahan yang diinginkan;
4. Kedudukan pembuat kebijakan;
5. Siapa pelaksana program; dan 6. Sumber daya yang dikerahkan
Sedangkan konteks implementasinya meliputi :
1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat;
2. Karakteristik lembaga dan penguasa; dan 3. Kepatuhan dan daya tanggap
Nugroho (dalam Setyawan, 2017:124) menjelaskan bahwa model ini memiliki keunikan tersendiri, yakni terletak pada pemahaman menyeluruh (komprehensif) akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementator, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi antara para aktor implementasi, serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.
Selain dari tiga model implementasi yang telah dipaparkan, masih banyak model implementasi lainnya yang dapat digunakan untuk menjelaskan tahapan dalam kebijakan publik yaitu pada proses implementasi kebijakan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model implementasi dari tokoh Merilee S.
Grindle karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, model implementasi ini memberikan pemahaman secara menyeluruh (komprehensif) mengenai konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementator, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi antara para aktor implementasi, serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.
Sesuai dengan gambar dibawah ini, model implementasi ini juga menjelaskan
bagaimana dampak yang dirasakan oleh masyarakat serta perubahan dan penerimaan dari masyarakat, pemahaman secara menyeluruh sesuai untuk mendeskripsikan implementasi prinsip partisipasi sebagai salah satu prinsip untuk mewujudkan Good Governance yang melibatkan interaksi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
Gambar 2.3 Model Implementasi Merilee S. Grindle
Sumber: Dwijowijoto (dalam Hiplunudin, 2017:48)