• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Peraturan Desa Dalam Sistem Hukum Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kedudukan Peraturan Desa Dalam Sistem Hukum Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konstitusi Republik Indonesia menyatakan bahwa Negara Indonesia

adalah Negara hukum, yang mempunyai tujuan untuk menciptakan tata tertib

hukum dan kepastian hukum bagi jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di

Indonesia, yang berlandaskan atas hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka

(machtsstaat) yang secara jelas ditentukan dalam batang tubuh Undang-Undang

Dasar 1945.1

Pada tataran praktis, pemberian otonomi daerah seluas-luasnya berarti

pemberian kewenangan dan keleluasaan kepada daerah untuk mengelola dan

memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal. Meskipun titik berat otonomi

diletakkan pada tingkat Kabupaten/Kota, namun pada hakikatnya, kemandirian

tersebut harus dimulai dari level pemerintahan di tingkat paling bawah, yaitu

Desa.

Praktik peran sentral pemerintah pusat dalam menentukan arah

pembangunan nasional dalam satu dasawarsa terakhir, turut berpengaruh pada

sistem ketatanegaraan Indonesia pasca reformasi. Pendekatan sentralistik pada

rezim orde baru, justru berakhir dengan tingginya tingkat kesenjangan

pembangunan antardaerah.

2

1

Dasril Rajab, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hal. 74

2

(2)

Dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia, pengaturan tentang Desa telah

mengalami perubahan beberapa kali sejak Zaman Kolonial yakni

Regeeringsreglement yang merupakan cikal bakal pemerintahan desa. Setidaknya

ada beberapa aturan perundang-undangan yang muncul sejak tahun 1945

diantaranya Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Desa dan

Kekuasaan Komite Nasional Daerah, Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1960

tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Semesta Berencana Tahapan

Pertama 1961-1969, Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan

Desa, PP No. 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan mengenai

Desa, PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa, Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2014 tentang Desa, yang selanjutnya disebut UU Desa.

Perubahan fundamental pengaturan terkait pemerintahan desa ini tentunya

memberikan implikasi dalam perkembangan dan dinamika desa terutama dalam

hal tata kelola pemerintahan desa, mulai dari perubahan bentuk desa menjadi

kelurahan sampai persoalan aturan mengenai hak asal usul dan kewenangan desa

yang bisa saja berbenturan dengan Peraturan Daerah yang telah ada sebelumnya.

Perkembangan pengaturan desa ini juga membawa implikasi pada tingkat

kesiapan daerah dalam pembangunan desa dan peningkatan peran serta

masyarakat dalam rangka tata kelola pemerintahan di desa.

Sebagai ujung tombak pembangunan masyarakat, desa sebagaimana

disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

(3)

hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan

prakarsa masyarakat, hak asal-usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan

dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa yang merupakan lingkup organisasi atau susunan pemerintahan

terkecil dan lebih dekat dengan masyarakat, mempunyai peran penting dalam

menjalankan otonomi yang diamanatkan oleh konstitusi sebagai jalan menuju

rakyat yang sejahtera. Dari sinilah dapat ditentukan keberhasilan pemerintah

dalam pembangunan, baik itu dari tingkat Daerah maupun Pusat melalui tugas

pembantuan yang diberikan kepada Pemerintah Desa, kemudian menyalurkan

program pembangunan tersebut kepada masyarakat. Dalam UU Desa telah

disebutkan bahwa:

“Desa merupakan desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,

selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan hukum memiliki batas wilayah

yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak

asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”3

Dari definisi tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian penting bagi

keberadaan bangsa Indonesia. Penting karena desa merupakan satuan terkecil dari

bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti

3

(4)

keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya

bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan

tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.

Dengandemikian, keberadaan desa perlu diberdayakan dan dilindungi, terutama

dalam pelaksanaan kewenangannya.4

Secara historis, desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat

politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum bangsa ini terbentuk. Struktur

sosial sejenis desa, masyarakat adat dan lain sebagainya telah menjadi institusi

sosial yang mempunyai posisi yang sangat penting. Desa merupakan institusi

yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri dan relatif

mandiri. Hal ini antara lain yang ditunjukkan dengan tingkat keragaman yang

tinggi membuat desa mungkin merupakan wujud bangsa yang paling kongkrit.

Namun pada UU Nomor 23 Tahun 2014 disebutkan bahwa, desa di

kabupaten/kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi

kelurahan sesuai usul dan prakarsa Pemerintahan Desa bersama Badan

Permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan perda. Dengan asumsi bahwa

masyarakat di wilayah tersebut lebih mencirikan masyarakat perkotaan.5

Sehubungan dengan telah diberlakukannya UU Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Desa tidak diatur

secara eksplisit. Sebelumnya dalam UU No. 10 Tahun 2004 dan Permendagri

2017

5

(5)

Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran dan Berita Daerah mengatur bahwa

Peraturan Desa diundangkan dalam Berita Daerah. Meski UU Nomor 12 Tahun

2011 tidak mengatur secara tegas tentang peraturan desa, bukan berarti UU

Nomor 12 Tahun 2011 tidak mengakui peraturan desa sebagai peraturan

undangan. Peraturan desa tetap diakui sebagai peraturan

perundang-undangan berdasarkan ketentuan Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011 yang

berbunyi:

(1)Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

(2)Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) menegaskan bahwa

Indonesia adalah negara hukum. Bunyi Pasal 1 ayat (3) tersebut merupakan

kehendak rakyat (volonte generale) tertinggi bangsa Indonesia yang dijadikan

hukum dasar dalam penyelenggaraan ketatanegaraan Indonesia, selain itu prinsip

Indonesia sebagai negara hukum mengandung arti bahwa hukum merupakan pilar

utama dalam menggerakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

(6)

membentuk masyarakat adil dan sejahtera berdasarkan Pancasila. Tujuan Negara

Indonesia selanjutnya tertuang dalam alinea keempat pembukaan UUD NKRI

1945 yang meliputi:

1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia;

2. Memajukan kesejahteraan umum;

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan

4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi, dan keadilan sosial.6

Sebagai negara hukum, maka segala aspek kehidupan dalam bidang

kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan, dan segala kekuasaan dari alat-alat

pemerintahannya harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem

hukum nasional. Salah satu pilar untuk mewujudkan negara hukum yaitu dengan

membentuk peraturan perundangan-undangan dan penataan kelembagaan negara,

oleh karena itu peranan peraturan perundang-undangan dalam konteks negara

hukum tersebut menjadi landasan bagi penyelenggaraan negara dan sebagai

pedoman untuk menyelenggarakan pemerintahan baik di pusat berupa

undang-undang, di daerah berupa peraturan daerah, dan di tingkat desa berupa peraturan

desa. 7

6

Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi,PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal.17

7

(7)

Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk

menulis skripsi ini dengan judul “Kedudukan Peraturan Desa Dalam Sistem

Hukum Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas serta sesuai dengan judul

skripsi ini, yaitu: “Kedudukan Peraturan Desa Dalam Sistem Hukum Peraturan

Perundang-Undangan Di Indonesia”, maka beberapa permasalahan yang akan

dibahas penulis, antara lain:

1. Bagaimana pengaturan desa menurut hukum yang berlaku di

Indonesia?

2. Bagaimana sistem hukum perundang-undangan di Indonesia?

3. Bagaimana kedudukan peraturan desa dalam sistem peraturan

perundang-undangan di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan desa menurut hukum yang berlaku di

Indonesia

2. Untuk mengetahui sistem hukum perundang-undangan di Indonesia

3. Untuk mengetahui kedudukan dan eksistensi peraturan desa dalam

sistem hukum perundang-undangan di Indonesia

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat

(8)

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan

teknologi baik di dalam ilmu hukum ataupun beberapa ilmu terkait lainnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi

Pemerintah baik Pusat ataupun Daerah agar lebih mengetahui bagaimana

kedudukan dan eksistensi dari Peraturan Desa itu sendiri.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian

mengenai “Kedudukan Peraturan Desa Dalam Sistem Hukum

Perundang-Undangan Di Indonesia”belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara dan di Universitas lainnya skripsi ini asli

disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi orang lain.

Meskipun tedapat judul tesis yang berkaitan yakni :

a. “Pengujian Peraturan Desa Dalam Sistem Peraturan

Perundang-Undangan” pada tahun 2016 oleh Muhammad Husen Rifai, yang merupakan

mahasiswa Fakultas Hukum Program Sarjana Universitas Lampung.8

Yang menjadi pembeda, sripsi ini membahas tentang pengujian terhadap

peraturan desa di dalam sitem perundang-undangan, dan skripsi ini tidak

menggambarkan secara utuh tentang pengaturan kedudukan peraturan desa.

8

(9)

Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran

ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya

secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan

bertanggung jawab sepenuhnya baik secara moral dan ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Desa

Desa berasal dari bahasa Sansekerta dhesi yang berarti tanah kelahiran.

Desa identik dengan kehidupan agraris dan kesederhanaannya. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Desa adalah kesatuan wilayah yang dihuni oleh

sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh

seorang Kepala Desa) atau desa merupakan kelompok rumah di luar kota yang

merupakan kesatuan.9

R. Bintartomenjelaskan berdasarkan tinajuan geografi yang

dikemukakannya bahwa desa merupakan suatu hasil perwujudan geografis, sosial,

politik, dan cultural yang terdapat disuatu daerah serta memiliki hubungan timbal

balik dengan daerah lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, desa adalah

suatu kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai

system pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang Kepala Desa) atau desa

merupakan kelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan.10

9

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Offline. Diakses dari http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/,pada tanggal 30 april 2017

10

(10)

Desa menurut Sutardjo Kartodikusuma adalah suatu kesatuan hukum

dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri. Lebih jelas

Bintaro berpendapat, desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial,

ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam

hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Dalam

Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, disebutkan

bahwa: 11

“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,

selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang “Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk

sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat

hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di

bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri

dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Desa juga didefinisikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam

sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten, menurut

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Sementara itu, dalam

Undang-Undang No. 2 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah mendefinisikan

bahwa:

11

(11)

memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

Urusan Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan

prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui

dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia”.

Pengertian Desa di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa mendefinisikan sebagai berikut :12

a. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan

jiwa

“Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah

yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak

asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Mengenai desa, lebih rinci Paul H. Landis mengemukakan bahwa, desa

adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut:

b. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.

c. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat

dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan alam ,kekayaan alam,

sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.13

12

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, pasal 1 ayat 1

13

(12)

Terkait desa HAW Widjaja secara filosofis menyimpulkan bahwa, desa

adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan yang asli

berdasarkan hak asal usul yang bersifat Istimewa. Landasan pemikiran dalam

dalam pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,

demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat, oleh karena itu, penyelenggaraan

otonomi daerah tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan pemerintahan desa,

karena pemerintahan desa merupakan subsitem dari sistem penyelenggaraan

pemerintahan, sehingga desa mempunyai kewenangan untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakatnya.14

2. Pengertian Kedudukan

Kedudukan berarti status, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

kedudukan sering dibedakan antara pengertian kedudukan (status) dan kedudukan

sosial (social status). Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang

dalam suatu kelompok sosial, sedangkan kedudukan sosial adalah tempat

seseorang dalam lingkungan pergaulannya, serta hak-hak dan kewajibannya.

Kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama dan digambarkan dengan

kedudukan (status) saja. Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang

dalam suatu tempat tertentu.

Kedudukan dapat juga diartikan sebagai posisi jabatan seseorang dalam

memiliki kekuasaan. Dimana orang yang memiliki kekuasaan dapat

mempengaruhi kedudukan atau statusnya di tempat seseorang tersebut tinggal.

14

(13)

Masyarakat pada umumnya mengembangkan tiga macam kedudukan, yaitu

sebagai berikut :15

a. Ascribed status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa

memperhatikan perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut

diperoleh karena kelahiran, misalnya kedudukan anak seorang bangsawan

adalah bangsawan pula. Pada umumnya ascribed-status dijumpai pada

masyarakat dengan sistem lapisan tertutup, misalnya masyarakat feodal,

atau masyarakat tempat sistem lapisan bergantung pada perbedaan rasial.

b. Achieved status, yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan

usaha-usaha yang disengaja. Misalnya, setiap orang dapat menjadi seorang

dokter asalkan memenuhi persyaratan tertentu.persyaratan tersebut

bergantung pada yang bersangkutan bisa atau tidak menjalaninya. Apabila

yang bersangkutan tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut, ia tidak

akan mendapat kedudukan yang diinginkan.

c. Assigned status, merupakan kedudukan yang diberikan kepada seseorang.

Kedudukan ini mempunyai hubungan yang erat dengan achieved status.

Artinya, suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang

lebih tinggi kepada seseorang yang berjasa yang telah memperjuangkan

sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyaarakat.

(14)

3. Pengertian Perundang-undangan

Ilmu hukum (rechtswetenschap) membedakan antara Undang - Undang

dalam arti materiil (wet in materielezin) dan Undang - Undang dalam arti formal

(wet’in formelezin). Dari perbedaan ini kebanyakan dari masayarakat khususnya

masyarakat awam, bahkan orang yang bergerak dalam bidang hukum tidak

mengetahui, sehingga sering salah dalam mengartikan Undang - Undang itu

sendiri. Dalam arti materiil, Undang-Undang adalah setiap keputusan tertulis yang

dikeluarkan pejabat berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau

mengikat secara umum. Dari pengertian ini masyarakat sering mengartikan bahwa

setiap aturan yang bersifat tertulis yang dibuat atau dikeluarkan pejabat yang

berwenang (Pemerintah) adalah Undang - Undang.16

Tetapi pada dasarnya Undang - Undang dalam pengertian ini hanyalah

Undang-Undang dalam arti materiil. Sedangkan Undang - Undang dalam arti

formil, Undang - Undang adalah keputusan tertulis sebagai hasil kerjasama antara

pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif yang berisi aturan tingkah laku yang

bersifat atau mengikat secara umum. Undang - Undang dalam arti formil ini dapat

dikatakan mempunyai sifat yang lebih formil karena cara pembentukannya yang

berbeda dengan Peraturan Perundang - Undangan lainnya. Dalam Peraturan

Perundang - Undangan ini harus adanya kerjasama antara lembaga kekuasaan

16

(15)

eksekutif dan legislatif, yaitu antara Presiden sebagai lembaga eksekutif dan DPR

sebagai lembaga legislatif.17

Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang - Undang Dasar 1945 dikatakan bahwa

Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang - Undang kepada Dewan

Perwakilan Rakyat. Sedangkan lebih lanjut dalam Pasal 20 disebutkan bahwa: Dari kedua bentuk arti Peraturan Perundang - Undangan tersebut, dapat

dikatakan bahwa Peraturan Perundang - Undangan mencakup segala bentuk

Peraturan Perundang - Undangan yang dibuat pada tingkat pemerintahan pusat

(negara) maupun di tingkat pemerintahan daerah (provinsi dan kebupaten).

18

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang -

Undang

(2) Setiap Rancangan Undang - Undang dibahas oleh Dewan Perwakilan

Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.

(3) Jika rancangan Undang-Undang itu tidak mendapatkan persetujuan

bersama, Rancangan Undang - Undang itu tidak boleh diajukan lagi

dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu

(4) Presiden mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui

bersama untuk menjadi Undang - Undang.

(5) Dalam hal ini Rancangan Undang- Undang yang telah disetujui tidak

disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak

17Ibid

.,hal. 8

18

(16)

Rancangan Undang - Undang tersebut disetujui, Rancangan Undang -

Undang tersebut sah menjadi Undang- Undang dan wajib diundangkan.

Dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang- Undang Dasar 1945

dapat disimpulkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai kekuasaan untuk

membentuk Undang- Undang, tetapi dalam setiap Rancangan Undang- Undang

tetap dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan

persetujuan bersama. Sedangkan Presiden berhak untuk mengajukan Rancangan

Undang- Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dari kedua ketentuan ini

dapat dilihat bahwa telah adanya kerjasama dan koordinasi, antara Presiden dan

Dewan Perwakilan Rakyat karena persetujuan atas suatu Rancangan Undang -

Undang berdasarkan atas persetujuan bersama.

Berbeda dengan sebelum adanya Amandemen Undang - Undang Dasar

1945 dimana dari ketentuan Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 20 ayat (1), mengandung

pengertian bahwa kekuasaan membentuk Undang - Undang itu dipegang oleh

Presiden. Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai fungsi untuk

memberikan persetujuan terhadap setiap rancangan Undang - Undang yang

diajukan oleh Presiden.

Menurut Prof.Dr. Sudikno Mertokusumo membedakan pengertian Undang

- Undang dalam arti materiil dan Undang - Undang dalam arti formil. Undang -

Undang dalam arti materiil adalah Undang - Undang merupakan keputusan atau

ketetapan penguasa, yang dilihat dari isinya disebut UndangUndang dan mengikat

(17)

keputusan penguasa yang dilihat dari bentuk dan cara terjadinya disebut Undang -

Undang. Jadi Undang - Undang dalam arti formil tidak lain merupakan ketetapan

penguasa yang memperoleh sebutan “Undang - Undang” karena secara

pembentukannya.

Jadi dari semua pengertian di atas dapat dikatakan bahwa Undang-Undang

berbeda dengan Peraturan Perundang - Undangan lainnya karena dilihat dari cara

pembentukannya. Undang - Undang memerlukan kerjasama antara Lembaga

Eksekutif dengan Lembaga Legislatif, yaitu antara Presiden dengan Dewan

Perwakilan Rakyat.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam pembahasan masalah, penulis sangat memerlukan data dan

keterangan yang akan dijadikan bahan analisis.Metode penelitian yang

dipergunakan dalam penyusunan skrispsi ini adalah metode yuridis

normatif.Metode yuridis normatif19

19

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal.43

yaitu dalam menjawab permasalahan

digunakan sudut pandang hukum berdasarkan peraturan hukum yang berlaku,

untuk selanjutnya dihubungkan dengan kenyataan di lapangan yang berkaitan

dengan permasalahan yang akan dibahas. Serta mencari bahan dan informasi yang

berhubungan dengan materi penelitian ini melalui berbagai peraturan

(18)

majalah, situs internet yang menyajikan informasi yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti.20 2. Sumber Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran kepustakaan

(library research) untuk memperoleh data atau bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder dan bahan hukum tersier.Bahan hukum primer dapat berupa

peraturan perundangan nasional, yang berkaitan dengan Kedudukan Peraturan

Desa Dalam Sistem Hukum Perundang-Undangan Di Indonesia

Bahan hukum sekunder berupa data yang diperoleh peneliti dari penelitian

kepustakaan dan dokumentasi, yang merupakan hasil dari penelitian dan

pengolahan orang lain yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku dan

dokumentasi.Bahan hukum tersier berupa bahan hukum yang mendukung bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan

pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang dipergunakan oleh

penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.

3. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan dan pengambilan data yang digunakan penulis

dalam penulisan karya ilmiah ini adalah studi kepustakaan (library research),

yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagi literatur yang relevan dengan

permasalahan skripsi ini seperti buku-buku, makalah, artikel, jurnal dan berita

yang bertujuan untuk mencari atau memperoleh teori-teori atau bahan-bahan yang

20

(19)

berkenaan dengan Peraturan Desa ataupun Sistem Perundang-undangan di

Indonesia.

4. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan penulis dalam penulisan skripsi ini dengan

cara kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu diolah dalam pendapat atau

tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka kemudian

dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam

skripsi ini

G. Sistematika Penulisan

Dalam melakukan pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam

lima bab. Tata urutan sistematikanya sebagai berikut:

Bab I : Terdiri dari pendahuluan yang meliputi latar belakang,

diikuti dengan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,

metodologi penelitian dan yang terakhir sistematika

pembahasan.

BAB II : Merupakan Pengaturan Desa Menurut Hukum Yang Berlaku

Di Indonesia

BAB III : Merupakan Sistem Hukum Perundang-Undangan Di

Indonesia

BAB IV : Merupakan Kedudukan dan Eksistensi Peraturan Desa Dalam

(20)

BAB V : Merupakan suatu penutup. Disini berisikan tentang

Referensi

Dokumen terkait

41 Panitia Koreksi Calon Mahasiswa Baru Jalur UTUL Gelombang II UNY Tahun Ajaran 2008/2009. Sekretaris

Demikian Demikian Standar Standar Operasional Operasional Prosedur Prosedur ( ( SOP SOP ) ) tentang tentang Pelayanan Pelayanan penerbitan penerbitan Surat Surat Izin

Pengertian dari pembentukan karakter yaitu pembentukan yakni membentuk, atau membangun, sedangkan karakter kata lain dari tabiat (sifat dalam diri yang dibentuk oleh individu

Langkah pertama yang dilakukan dalam siklus I yaitu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tema 7 subtema 2 pembelajaran 3 yang terdiri dari muatan

Dengan adanya prinsip utmost good faith dalam asuransi ini adalah mencegah terjadinya penipuan di antara para pihak maka prinsip ini dapat diterima oleh hukum Islam dengan

Hasil dari penelitian ini, yaitu bahwa surat kabar JawaPos lebih menekankan frame aset-aset milik Djoko Susilo yang telah disita KPK, dan memberitakan tentang sikap negative

 Dalam form data produk dan bahan baku, pengguna dapat memilih terlebih dahulu jenis bahan atau barang yang akan diinput datanya.  Masukkan data dalam kolom isian kode barang,

@@ STIE Widya Wiwaha Jangan