• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kota Medan 1945-1950 (Sebuah Rekonstruksi Sejarah Visual Fotogfafi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kota Medan 1945-1950 (Sebuah Rekonstruksi Sejarah Visual Fotogfafi)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Ada istilah “sebuah foto dapat bercerita lebih banyak daripada tulisan” dan

telah menjadi klise ujaran bahwa suatu gambar bernilai seribu kata-kata, serta bisa

dikatakan tidak terbatas sama sekali oleh konteks.1Foto adalah catatan yang direkayasa secara canggih, hasil dari hubungan sekilas antara orang yang difoto

dengan juru foto. Sebagai bahan sejarah, foto dapat dimanipulasi melalui seleksi,

seperti halnya dengan sumber-sumber yang lain.2

1

Seno Gumira Ajidarma, Kisah Mata Fotografi antara Dua Subjek: Perbincangan tentang

Ada, Yogyakarta : Galangpress, 2004, hlm. 7.

2

Henk Schulte Nordholt, Bambang Purwanto, dan Ratna Saptari, Persperktif Baru Penulisan

Sejarah Indonesia, Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013, hlm. 314.

Sejarah menyuguhkan fakta secara

diakronis, ideografis, unik dan empiris.Bersifat diakronis karena berhubungan dengan

waktu.Sejarah bersifat ideografis karena sejarah menggambarkan dan menceritakan

sesuatu.Bersifat unik karena berisi bahan dan hasil dari penelitiannya berbeda dengan

hal yang umum.Dikatakan bersifat empiris sebab sejarah bersandar pada pengalaman

manusia yang sungguh-sungguh dan nyata.Sejarah adalah ilmu yang mempelajari

tentang peristiwa, kejadian masa lampau yang disebabkan aktifitas manusia dan

(2)

Penulisan sejarah konvensional biasanya melakukan rekonstruksi sejarah

berdasarkan sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari dokumen-dokumen, sebab

hal ini berkaitan erat dengan bukti dan fakta sejarah.Bukti sejarah adalah jejak-jejak

peninggalan yang dapat membenarkan terjadinya suatu peristiwa sejarah.Sebelum

dijadikan suatu bukti, tentunya jejak-jejak yang ditinggalkan itu merupakan

sumber-sumber sejarah. Setelah dilakukan proses verifikasi akan menghasilkan sumber-sumber yang

autentik (asli) dan kredibel (dapat dipercaya). Sedangkan fakta sejarah adalah

kejadian yang benar-benar terjadi sebagaimana ditemukan dalam sumber sejarah dan

dianggap dapat dipercaya setelah pengujian yang seksama sesuai dengan hukum–

hukum metode sejarah. Fakta sejarah berupa pernyataan atau keterangan yang

memuat kebenaran tentang sebuah kejadian atau peristiwa dalam penelitian

sejarah.Fakta sangat penting, karena tanpa fakta tidak ada tulisan sejarah. Rangkaian

fakta yang disusun sebagai satu kesatuan yang koheren (berhubungan) inilah yang

akan menghasilkan sebuah tulisan sejarah.

Ada kesamaan anggapan oleh para penulis sejarah yang menganggap apabila

tidak ada sumber tertulis, maka tidak ada sejarah. Dalam perkembangannya muncul

aksioma3

3

Aksioma: Pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ).

no document no history”. Padahal perkembangannya saat ini, dalam

merekonstruksi suatu sejarah kita tidak hanya mengandalkan dokumen atau teks

(3)

dengan semakin canggihnya teknologi informasi dalam metode visual yang bisa

merekonstruksi sejarah dengan berdasarkan pada sumber–sumber visual, seperti foto

atau film (dokumenter dan fiksi).Seperti contoh sumber–sumber visual berupa foto,

sebuah foto dapat mengisahkan kejadian atau peristiwa yang terjadi didalamnya.Foto

yang dibuat oleh juru foto (fotografer) pada suatu kejadian atau peristiwa tertentu

tidak hanya menjadi fakta sejarah, tapi juga menjadi bukti sejarah hidup manusia dan

peristiwa–peristiwa yang melingkupinya.Sumber–sumber visual berupa foto didalam

suatu penulisan sejarah sering dianggap hanya sebatas ilustrasi dan pelengkap data–

data sejarah. Secara nyata, ketika kita disuguhkan atau dihadapkan oleh sebuah foto

ada pemikiran tentang apa, siapa, mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana foto itu

sendiri dibuat.

Bercerita tentang apa foto itu dibuat, kejadian dan peristiwa bisa kita analisis

didalam foto tersebut. Siapa yang melakukan pemotretan dan siapa yang dipotret oleh

juru foto.Mengapa foto itu dibuat, hal ini pasti berkaitan dengan dokumentasi (pribadi

maupun umum).Kapan foto itu dibuat pasti menjadi bahan kajian untuk dibahas sebab

penulisan suatu sejarah, waktu mendapat posisi paling penting didalam

penelitian.Dimana letak peristiwa atau kejadian foto itu sendiri dibuat oleh juru foto.

Bagaimana proses suatu pembuatan foto tersebut ada, hal ini ditinjau dari juru foto,

baik alat yang digunakan untuk memotret (kamera) sampai hasil foto berupa gambar

(4)

Foto adalah suatu pesan yang dibentuk oleh sumber emisi, saluran transmisi,

dan titik resepsi.Struktur sebuah foto bukanlah sebuah struktur yang terisolasi, karena

selalu berada dalam komunikasi dengan struktur lain, yakni teks tertulis, judul,

keterangan, artikel, yang selalu mengiringi foto.Dengan demikian pesan

keseluruhannya dibentuk oleh ko-operasi dua struktur yang berbeda4

Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, manusia selalu

menginginkan kepraktisan dan mulai berpindah dari lukisan atau sketsa ke

fotografi.Gambar yang diciptakan melalui media fotografi lebih bersifat nyata dan

lebih cepat, serta dapat lebih luas menjelaskan suatu fenomena dari pada sebuah

lukisan.Peralihan dari bentuk satu dimensi ke bentuk dua dimensi memungkinkan

penulis – penulis sejarah dapat melihat perbandingan dan perbedaan melalui sumber–

sumber visual yang digunakan. Sumber berupa foto dapat membuka pendekatan .

Awal perkembangan fotografi itu sendiri tidak terlepas dari adanya alat untuk

menciptakan suatu gambar yang dua dimensi yang sering disebut dengan kamera.Jauh

sebelum kamera diciptakan, manusia telah mengenal bentuk pahatan, ukiran, lukisan,

serta sketsa yang berwujud satu dimensi untuk menggambarkan situasi dan kondisi

pada saat itu.Dahulu manusia mulai menciptakan sejarahnya melalui tulisan–tulisan

yang dibukukan. Kemudian tulisan tersebut dilengkapi dengan gambar atau sketsa

untuk mempermudah pembaca memahami apa maksud penulis, gambar atau sketsa

yang digunakan pun masih secara tradisional yakni digambar atau dilukis.

4

(5)

secara emosional dalam cara penulisan sejarah yang baru, sehingga foto tidak hanya

digunakan sebagai lampiran atau bahkan “pemanis” dalam sebuah penulisan sejarah

namun foto sebagai “primary sources” (sumber utama).

Dari pokok permasalahan yang telah dirangkum, penulis mengangkat

penelitian sumber–sumber foto sebagai sumber sejarah dan cara penulisan sejarah

yang menarik serta mudah dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Fotografi

merupakan sebuah media yang cepat menangkap peristiwa atau kejadian untuk

dijadikan sejarah dari setiap segi sisi kehidupan manusia. Memotret dan

menjadikannya sebagai foto untuk hasilnya menurut penulis adalah suatu wujud

intepretasi tiga dimensi; masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.

Pembahasan tentang sejarah Kota Medan pada masa proklamasi sampai masa

revolusi banyak ditulis di dalam buku-buku seperti contoh karya Anthony Reid yang

berjudul Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera5,

Medan Area Mengisi Proklamasi yang ditulis Badan Musyawarah Pejuang Republik

Indonesia Medan Area6, serta buku karya H. R. Sjanan SH yang berjudul Dari Medan

Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota Medan7

5

Anthony Reid, Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera, Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 1987.

6

Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area, Medan Area Mengisi

Proklamasi, Medan: Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area.Biro Sejarah Prima, 1976.

.Buku-buku tersebut

7

Mayjen TNI (Purn) H.R. Sjanan SH, Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota

(6)

menggambarkan dan menuliskan perjalanan sejarah Kota Medan dalam menghadapi

revolusi pada masa tahun 1945-1950 tapi masih secara naratif-deduktif konvensional.

Berdasarkan pemaparan dan uraian diatas, maka penelitian karya ilmiah ini diberi

judul KOTA MEDAN 1945-1950: (SEBUAH REKONSTRUKSI SEJARAH

VISUAL FOTOGRAFI). Peneliti akan menulis tentang sejarah masa revolusi di Kota Medan dengan cara yang baru dengan mengumpulkan dan memanfaatkan

sumber-sumber visual berupa foto-foto dalam merekonstruksinya.

Penulisan karya ilmiah ini akan memaparkan secara kronologis dan sistematik

sumber–sumber visual berupa foto tentang peristiwa dan kejadian yang terjadi di

Kota Medan antara tahun 1945-1950 dengan membuat sebuah konteks secara tekstual

untuk menjelaskan dan menafsirkannya. Dimulai dengan situasi politik di Kota

Medan, setelah dibacakannya proklamasi di Jakarta, Kota Medan masih kosong dan

tanpa pemimpin yang sah, hal ini diakibatkan belum tibanya

Mr. T. M. Hasan, Dr. Amir, dan Mr. Abbas sebagai utusan dari Sumatera yang

menyaksikan langsung pelaksanaan upacara proklamasi di Jakarta. Ketiganya diberi

tanggung jawab oleh pemerintah pusat untuk menjelaskan peristiwa proklamasi serta

membentuk pemerintahan yang sah di daerahnya masing-masing.

Tanggal 29 Agustus 1945 Mr.T. M. Hasan dan Dr. Amir tiba di Medan, dan

barulah pada tanggal 31 September 1945 peristiwa Proklamasi Kemerdekaan secara

resmi dijelaskan oleh Mr.T. M. Hasan dihadapan 700 rakyat pada rapat Barisan

(7)

atas proklamasi yang diumumkan di Jakarta, maka pada tanggal 6 Oktober 1945

diadakan rapat umum dilapangan Fukuraido8

Pertempuran pertama yang terjadi setelah dinyatakannya proklamasi di Kota

Medan adalah Insiden Jalan Bali pada tanggal 13 Oktober 1945. Kemudian disusul

Pertempuran Medan Area 1 Desember 1945, Revolusi Sosial di Sumatera Timur

bulan Maret 1946, Agresi Militer Belanda I pada tanggal 21 Juli 1947, lahirnya

Negara Sumatera Timur pada tanggal 30 Juli 1947 (sepuluh hari setelah Agresi

Militer Belanda I)

(sekarang Lapangan Merdeka) yang

dihadiri ribuan penduduk bertujuan untuk meresmikan berkibarnya Sang Saka Merah

Putih diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya.

9

, Agresi Militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948, Pengakuan

Kedaulatan secara de jure terhadap Republik Indonesia dalam Perjanjian Konferensi

Meja Bundar tanggal 27 September 1949, dan akhirnya pada tanggal 13 Agustus

1950 Dewan Negara Sumatera Timur mengesahkan undang-undang pembubaran

NST10

8

Fukuraido adalah nama yang diberikan Pemerintah Jepang untuk Lapangan Merdeka saat ini pada masa penjajahan di Kota Medan. Sebelumnya pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, lapangan ini bernama Esplanade.

9

Suprayitno, Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia, Yogyakarta: Terawang Press, 2001, hlm.

84. 10

(8)

Juga penulis akan memaparkan peranan pers sebagai sarana informasi massa

berfungsi sebagai sumber informasi, penyambung lidah rakyat, dan pembangkit

semangat rakyat untuk bangun dan lepas dari cengkraman penjajah11

11

Tiomsi Sitorus, “Peranan Pers Di Medan ( 1945 – 1949 )”, Skripsi S-1, Medan : USU, 2007.

.

Melihat aspek–aspek yang telah diuraikan tersebut penulis akan

menitik-beratkan sejauh mana penggunaan sumber–sumber visual berupa fotografi menjadi

sumber utama dalam melakukan sebuah rekonstruksi sejarah, sebab sejarah mutlak

(9)

1.2 RUMUSAN MASALAH

Keobyektifan suatu penelitian tidak terlepas dari pemilihan topik tertentu

sebagai landasan pembahasan, mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan

topik dan mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah

dikumpulkan.Pemilihan topik tersebut harus dibatasi dan dikonsep dalam rumusan

masalah yang nantinya menjadi alur dalam penulisan. Adapun rumusan masalah

dalam Kota Medan 1945-1950: (Sebuah Rekonstruksi Sejarah Visual Fotografi)

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah Kota Medan dalam konteks penyelenggaraan dan

mempertahankan kemerdekaan Indonesia antara tahun 1945-1950 ditinjau dari

sumber-sumber visual fotografi?

2. Bagaimana peranan sumber-sumber visual fotografi dapat menjadi media

propaganda dan sumber informasi dalam menyelenggarakan dan

mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Kota Medan antara tahun

(10)

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

Setelah perumusan masalah nantinya dapat diselesaikan oleh penulis, pada

akhirnya pasti memiliki tujuan dan manfaat dari penulisan tersebut. Adapun tujuan

penulisan karya ilmiah ini dilakukan penulis ialah :

1. Menguraikan sejarah Kota Medan dalam menyelenggarakan dan

mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945-1950 melalui

sumber-sumber visual fotografi.

2. Peranan sumber-sumber visual fotografi sebagai alat propaganda dan sumber

informasi dalam menyelenggarakan dan mempertahankan kemerdekaan

Indonesia di Kota Medan pada tahun 1945-1950.

Maka penulis berharap penulisan karya ilmiah ini memiliki manfaat sebagai berikut :

1. Bagi masyarakat umum khususnya di Kota Medan, semakin bertambahnya

wawasan dan khazanah serta referensi tentang Kota Medan pada tahun

1945-1950 dalam menyelenggarakan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia

dari tangan penjajah tidak hanya melalui sumber-sumber tulisan melainkan

(11)

2. Media fotografi dewasa ini dapat memainkan peranan sebagai alat propaganda

serta sumber informasi yang sangat akurat dalam menceritakan dan

menjelaskan peristiwa atau kejadian yang sedang berlangsung.

3. Secara akademik dapat memberi gambaran kepada mahasiswa–mahasiswi

Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara

untuk memakai sumber-sumber visual sebagai objek kajian utama dalam

(12)

1.4 TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian ilmiah ini tidak terlepas dari adanya tinjauan–tinjauan pustaka yang

digunakan oleh penulis untuk memberikan informasi detail dan terpercaya terkait

dengan sumber–sumber yang telah dikutip dalam tulisan. Sumber - sumber ini bisa

berupa karya ilmiah, buku-buku, ataupun dokumen-dokumen terkait. Buku yang

bejudul Perspektif Baru Penulisan SejarahIndonesia karya G. Schulte

Nordholt, Bambang Purwanto, dan Ratna Saptari dalam bab tiga belas Aceh: Narasi

foto, (1873–1930) yang ditulis oleh Jean Gelman Taylor menjelaskan bahwa ia

melihat perspektif sejarah dari dokumentasi-dokumentasi fotografis dan foto sebagai

sumber dalam historiografi. Pendekatan yang diambil tidak hanya menggunakan foto

yang biasanya digunakan sebagai lampiran atau bahkan “pemanis” dalam sebuah

historiografi, namun foto sebagai “primary sources”. Taylor menggabungkan antara

kajian sejarah Aceh dengan kajian foto-foto Aceh di arsip KITLV. Simpulan yang

bisa ditarik dari tulisan ini adalah, sebuah foto ternyata bisa menjadi sumber yang

sangat penting dalam menggambarkan perubahan yang terjadi di sebuah masyarakat.

Seorang sejarawan yang jeli dapat memanfaatkan narasi foto yang mengenai

perang ke dalam sebuah narasi yang interpretasinya sangat berbeda yang

menghasilkan historiografi yang lebih mendekati realitas. Makna lain yang muncul

dibelakang sebuah foto menjadi sesuatu yang sangat kaya untuk dikaji. J. G. Taylor

juga menunjukkan manfaat sumber–sumber fotografi untuk menyelidiki kehidupan

(13)

diambil mengenai Aceh antara 1874 dan 1939, ia memperlihatkan apa yang

diinginkan juru foto, dan apa yang ditangkap oleh kamera. Dengan menjejerkan foto–

foto ini dengan tulisan-tulisan mengenai sejarah Aceh, ia membuat penafsiran

terhadap foto–foto ini menjadi jauh lebih sensitif, tidak saja dari apa yang terlihat

tetapi juga apa yang tidak terlihat. Buku ini menjadi acuan penulis dalam menelaah

dan menganalisis sejarah revolusi di Kota Medan pada masa 1945-1950 dari data-data

fotografi serta membentuknya menjadi sebuah narasi.

Karya Suprayitno dalam bukunya Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia Dari

Federalisme ke Unitarisme: Studi Tentang Negara Sumatera Timur

1947-1950.Pemilihan topik di dalam buku ini tentang Negara Sumatera Timur dibahas

secara sistematika, deskripsi dan analisis. Periode 1945-1950 yang dipakai penulis

dalam karya ilmiahnya berhubungan dengan buku ini, dimana periode itu merupakan

masa lima tahun pertama Republik Indonesia. Indonesia sebagai negara yang baru

lahir melalui kancah revolusi masih harus bergulat dengan pelbagai tantangan dan

permasalahan, didalam kasus Negara Sumatera Timur tampak timbul polarisasi reaksi

masyarakat dan daerah dalam merespon Proklamasi.Kedatangan Belanda kembali ke

Indonesia yang diboncengi oleh Pasukan NICA berdampak terhadap masih adanya

para elite dan masyarakat yang masih mendukung Belanda dan anti Republik

Indonesia.Buku ini mengumpulkan serta memanfaatkan sumber dan bacaan yang

beranekaragam dengan menyuguhkan narasi bersifat deskriptif yang mampu

merekonstruksi suatu kronologi dengan sangat rinci sehingga memiliki kemampuan

(14)

tentang bagaimana situasi terbentuknya sampai bubarnya dari Negara Sumatera

Timur itu sendiri, sebab akan menjadi pembahasan di penulisan karya ilmiah ini.

Karya Anthony Reid yang berjudul Perjuangan Rakyat: Revolusi dan

Hancurnya Kerajaan di Sumatera, buku ini menceritakan penduduk di utara Pulau

Sumatera seperti juga di negeri tetangganya Malaysia tetap berada dibawah

kekuasaan sejumlah ragam raja-raja tradisional. Para sultan, raja kecil, datuk, dan

uleebalang berada dibawah payung panji pemerintahan kolonial.Berbeda dari

rekan-rekannya di Malaysia, golongan yang berkuasa di utara Sumatera itu telah

digulingkan dengan kekerasan pada tahun 1945-1946.Buku ini meneliti dan

mempelajari mengapa daerah ini telah meruntaskan dirinya dari tata nilai masa

lalunya, yang kemudian dikenal sebagai revolusi sosial.Karya ini merupakan studi

kasus dari sebagian revolusi nasional Indonesia.Peristiwa yang dipaparkan dalam

buku ini umumnya dikenal dengan revolusi sosial di utara Pulau

Sumatera.Dampaknya hingga kini masih terasa.Karena itu pemahaman tentang

peristiwa itu tetap penting.Isi dari buku ini memberikan pengetahuan yang luas

terhadap penulisan karya ilmiah ini tentang revolusi sosial yang terjadi di Kota

Medan dan sekitarnya.

Buku Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota Medan karya

H. R Sjahnan SH ini mengisahkan pengalaman dan perjuangan sebuah pasukan TNI

dalam perang kemerdekaan Indonesia sejak terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat

(TKR) sampai pengakuan kedaulatan. Tahapan-tahapan yang dibahas di buku ini

(15)

1949.Pembahasan didalam buku ini memberikan data-data untuk melihat peranan

Tentara Nasional Indonesia dan laskar-laskar rakyat yang dibentuk dalam

mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan Belanda pada Peristiwa

Medan Area, Agresi Militer I, dan Agresi Militer II di Kota Medan dan sekitarnya.

Skripsi S-1 oleh Tiomsi Sitorus yang berjudul Peranan Pers di Medan

(1945–1949) menggambarkan bagaimana peran pers mempunyai andil yang besar

dalam memotivasi rakyat untuk terus berjuang dan mempertahankan kemerdekaan

yang baru saja diraihnya agar tidak terjatuh pada lubang yang sama yakni penjajahan

di Kota Medan. Skripsi ini sangat membantu penulis dalam memahami situasi dan

(16)

1.5 METODE PENELITIAN

Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari adanya metode–metode yang

melingkupinya, sebab hal ini yang menjadi syarat mutlak dalam penulisan suatu

sejarah. Penulis akan mengumpulkan sumber-sumber foto tentang kejadian dan

peristiwa sejarah politik di Kota Medan periode tahun 1945-1950 yang memerlukan

konteks untuk menjelaskan dan menafsirkannya. Foto-foto yang dipilih dan

dipaparkan dalam karya ilmiah ini akan bersifat kronologi dan sistematik dalam

merekonstruksi sejarah Kota Medan antara tahun 1945-1950. Tahapan–tahapan yang

dilakukan oleh penulis dalam merekostruksi penelitiannya ini adalah:

1. Heuristik, tahap heuristik ini banyak menyita waktu, biaya, tenaga,

pikiran, dan juga perasaan.12

12

Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, Yogyakarta : Ombak, 2007, hlm. 86.

Di dalam penelitian ini penulis

mengumpulkan data–data studi kepustakaan (library research) dan studi

lapangan (field research). Pengumpulan data melalui kepustakaan yang

dilakukan penulis memiliki tujuan untuk mengumpulkan sumber-sumber

visual berupa foto asli sebagai sumber pertama. Pengklasifikasian

sumber-sumber visual foto diperlukan untuk pembagian menurut asal (dari mana

asal foto tersebut), isi (mengenai apa), dan tujuan (untuk apa), yang

masing-masing akan dibagi lebih lanjut menurut waktu, tempat, dan cara

(17)

1) Perpustakaan, yang meliputi:

a. Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

b. Perpustakaan Daerah Sumatera Utara.

c. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

d. Buku–buku yang membahas dan menceritakan peristiwa atau

kejadian revolusi di kota Medan antara tahun 1945–1950.

e. Skripsi, tesis, dan disertasi yang membahas dan menceritakan

peristiwa atau kejadian revolusi di kota Medan antara tahun 1945–

1950.

f. Surat kabar, majalah, dan jurnal yang memiliki relevansi dalam

peristiwa atau kejadian revolusi di kota Medan antara tahun 1945–

1950.

2) Arsip, yang meliputi:

a. Arsip daerah Provinsi Sumatera Utara.

b. Arsip daerah Kotamadya Medan dan Sekitarnya.

c. Arsip Dinas Sejarah Kodam II Bukit Barisan.

d. Arsip–arsip foto dari IPPHOS (Indonesian Press Photo Service)

yang sekarang dikenal dengan ANTARA.

e. Arsip Nasional Republik Indonesia.

f. Arsip-arsip foto atau Pusat Dokumentasi dari KITLV (Koninklijk

Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde).

(18)

a.Museum Negeri Daerah Provinsi Sumatera Utara.

b.Musem TNI.

c.Museum Djuang ’45.

Pada studi lapangan, penulis juga menggali sumber-sumbernya dengan

menggunakan metode wawancara kepada para semua “saksi-mata” yang

mengetahui tentang peristiwa sejarah politik yang terjadi di Kota Medan

periode 1945-1950. Fakto-faktor seperti: apa peranan pelaku sejarah

ketika peristiwa itu berlangsung, keadaan-keadaan apa yang mengkondisi

timbulnya peristiwa tersebut, akibat dan reaksi seperti apa peristiwa itu

terjadi, dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh pelaku sejarah tersebut.

Pembagian-pembagian ini berhubungan dengan beberapa aspek dari

sumber-sumber visual berupa foto sebab sangat membantu dalam

mengevaluasi sumber-sumber foto yang dipilih.

2. Kritik eksternal dan internal, dimana dalam usaha mencari kebenaran

(truth) penulis dihadapkan dengan kebutuhan untuk membedakan apa

yang benar, apa yang tidak benar (palsu), apa yang mungkin dan apa yang

meragukan atau mustahil terhadap sumber-sumber yang telah dipilih,

termasuk sumber visual fotografi. Melalui kritik eksternal, metode

verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek “luar” dari sumber sejarah

atau dapat pula dipahami sebagai suatu verifikasi atas asal usul sumber.

Kritik eksternal yang dilakukan penulis ialah dengan mengumpulkan

(19)

Dengan demikian, kritik eksternal mencakup dua hal penting yakni;

masalah otentisitas sumber dan integritas sumber sejarah. Selanjutnya

setelah mendapatkan sumber-sumber yang akurat dan berkoherensi

(berhubungan) maka data-data tersebut di kritik internal untuk

mendapatkan fakta sejarah. Kritik internal dengan melakukan verifikasi

atau pengujian terhadap aspek-aspek “dalam” dari sumber sejarah. Kritik

internal mencakup dua hal penting yakni tingkat keakuratan sumber dan

kredibilitas sumber, serta difokuskan pada pengujian atau verifikasi

terhadap isi atau substansi dari sumber.

3. Penafsiran (interpretasi), setelah kritik selesai maka langkah berikutnya

adalah melakukan interpretasi atau penafsiran terhadap fakta-fakta yang

diperoleh dari berbagai sumber. Proses dalam interpretasi ini akan memuat

analisis dan sintesis terhadap data yang telah dikritik atau diverifikasi.

Sumber-sumber visual fotografi yang sudah dipilih secara selektif sesuai

dengan topik yang ada dan mendukung kebenaran sejarah dibandingkan

untuk diceritakan kembali dalam bentuk tulisan.

4. Historiografi (penulisan sejarah), yaitu tahap akhir dalam metode sejarah.

Penulisan yang disusun berdasarkan hasil dari pengumpulan sumber, kritik

(kritik intern dan kritik ekstern), serta hasil interpretasi. Dimana

fakta-fakta yang ada dituliskan secara kronologis dan sistematis untuk

Referensi

Dokumen terkait