BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penggilingan Padi
Menurut Suprayono dan Setyono yang dikutip oleh Sijabat (2007)
penggilingan padi adalah salah satu proses mekanik memisahkan sekam dari
gabah dan memisahkan lapisan kulit air beras dari beras pecah kulit untuk
memperoleh beras giling. Kehilangan hasil di pabrik penggilingan tergantung
pada penanganan gabah dari sejak dipanen sampai pengeringan (mutu gabah dan
kadar air gabah), kondisi lingkungan (lahan kering/pasang surut), dan sistem
sanitasi penggilingan padi.
Menurut Sijabat (2007) berdasarkan kapasitas dan proses kerjanya maka
penggilingan dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Penggilingan Padi Besar (PPB) adalah penggilingan padi yang mempunyai
unit yang lengkap, terdiri dari mesin perontok, pembersih gabah,
pembersih kulit, padi separator, pemutih (polisher), grader (pemilih)
elevator dan lainnya. Kapasitas produksi riil lebih besar dari 1,5 ton beras /
jam.
2. Penggilingan Padi Kecil adalah penggilingan padi yang terdiri dari dua
unit mesin yang dipasang terpisah yaitu pemecah kulit (husker) dan
pemutih (polisher). Kapasitas produksi riil antara 0,3 – 1,5 ton beras/ jam. Pada umumnya pemindahan beras dari husker ke polisher dilakukan oleh
Menurut Hardjosentono (2000) ada beberapa model dan tipe mesin
penggiling padi. Besarnya kapasitas penggunaan sangat bervariasi; ada yang kecil,
sedang, dan besar. Dalam penggilingan padi terdapat alat-alat yang digunakan
dalam penggilingan padi, alat-alat itu adalah sebagai berikut:
a. Pocket elevator.
Alat ini untuk mengangkut gabah ke atas dan memasukkannya ke mesin
pengupas penyosoh, atau alat lain. Elevator dilengkapi alat seperti mangkok
sehingga dapat menghemat tenaga manusia untuk mengangkut gabah ke atas.
b. Saringan atau ayakan bergetar/bergoyang.
Ayakan untuk memisahkan kotoran dan benda asing, seperti kayu dan
paku agar tidak ikut masuk ke mesin pengupas sehingga kerusakan mesin
pengupas dapat dihindari.
c. Mesin pengupas
Dulu, mesin pengupas gabah menggunakan batu pengupas berbentuk
meja bulat, tetapi sekarang jarang digunakan. Sekarang ini banyak digunakan
rubber roll. Rubber roll ini terdiri atas dua buah roll karet yang perputarannya
berlawanan arah. Jarak kedua roll tersebut dapat diatur sehingga beras tidak
mudah retak.
d. Mesin penyosoh
Untuk mendapatkan beras dengan derajat sosoh seperti yang dikehendaki
dapat dilakukan dengan mengatur berat beban pada bandul penyosoh beras. Untuk
mendapatkan beras yang bermutu baik dengan derajat sosoh 90-100%, biasanya
dilakukan penyosohan secara bertahap dengan menggunakan dua buah mesin
penyosoh.
e. Mesin pemoles
Mesin pemoles digunakan untuk membersihkan bekatul yang masih
menempel pada butir-butir beras sehingga diperoleh butir beras yang bersih, putih
dan mengkilat. Mesin pemoles ini dilengkapi alat berupa sikat halus.
f. Mesin grader
Beras sosoh yang bersih masuk ke mesin grader untuk memisahkan beras
2.2 Defenisi Kelelahan
Kelelahan adalah suatu kondisi yang telah dikenal dalam kehidupan
sehari-hari. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk
melakukan suatu kegiatan, walaupun ini bukan satu-satunya gejala ( Budiono,
2003).
Menurut Occupational Safety and Health (2003) kelelahan merupakan
penurunan sementara atau ketidakmampuan, kurangnya keinginan dalam
menanggapi suatu kondisi atau situasi dikarenakan aktivitas mental atau fisik yang
berlebih. Kelelahan merupakan kondisi dimana tubuh mengalami kehabisan
energi karena perpanjangan kerja yang dilakukan. Kelelahan sering muncul pada
jenis pekerjaan yang dilakukan secara berulang – ulang atau monoton (Nurmianto, 2004).
Menurut Suma’mur (2009) kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat
kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh 2 sistem antagonis yaitu
sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivitas) tetapi semuanya
bermuara kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Kelelahan
menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya
berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk
bekerja. Kelelahan merupakan suatu bagian dari mekanisme tubuh untuk
melakukan perlindungan agar tubuh terhindar dari kerusakan yang lebih parah dan
akan kembali pulih apabila melakukan istirahat (Tarwaka, 2014).
1. Berdasarkan proses dalam otot
Kelelahan dapat dibagi dua berdasarakan proses dalam otot yaitu kelelahan
otot dan kelelahan umum (Budiono, 2003) :
a. Kelelahan otot
Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadi tekanan
melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologis,
yang ditunjukkan tidak hanya dengan berkurangnya tekanan fisik tetapi
juga makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat
menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti :
melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan
meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja sehingga dapat
mempengaruhi produktivitas kerjanya.
Sampai saat ini berlaku dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori
kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Pada teori kimia secara
umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat
berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme
sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot. Sedangkan teori saraf pusat
menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses.
Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan
saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot.
Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam
mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel
menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas
perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat
gerakan seorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang
(Tarwaka, 2004).
b. Kelelahan umum
Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang
luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan biasanya akan
menimbulkan rasa kantuk. Kelelahan umum biasanya ditandai dengan
berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena
monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan dirumah,
sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004).
2. Berdasarkan penyebab kelelahan
Berdasarkan penyebab, dibedakan atas kelelahan fisiologis yaitu
kelelahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan (fisik) ditempat kerja, antara
lain : kebisingan, suhu dan kelelahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor
psikologis (konflik-konflik mental), monotoni pekerjaan, bekerja karena
terpaksa, pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk (Ambar, 2006)
2.4 Gejala Kelelahan
Kelelahan memang mudah untuk dihilangkan, dengan istirahat yang cukup
perasaan lelah akan segera hilang. Namun, kelelahan yang terjadi secara terus
menerus akan berakibat pada kelelahan yang bersifat kronis (Suma’mur, 2009).
kelelahan yang dapat dikenali dengan melihat gejala kelelahan. Adapun gejala
kelelahan menurut Suma’mur (2009) adalah sebagai berikut :
1. Perasaan berat dikepala 17. Tidak dapat berkonsentrasi
2. Menjadi lelah seluruh badan 18. Tidak mempunyai perhatian
3. Kaki merasa berat terhadap sesuatu
4. Menguap 19. Cenderung untuk lupa
5. Pikiran terasa kacau 20. Kurang kepercayaan
6. Menjadi mengantuk 21. Cemas terhadap sesuatu
7. Merasakan beban pada mata 22. Tidak dapat mengontrol sikap
8. Kaku dan canggung dalam gerakan 23.Tidak dapat tekun bekerja
9. Tidak seimbang ketika berdiri 24. Sakit kepala
10.Ingin berbaring 25. Bahu terasa kaku
11.Susah dalam berfikir 26. Punggung terasa nyeri
12.Lelah berbicara 27. Pernafasan terasa tertekan
13.Menjadi gugup 28. Haus
14. Suara serak 29. Spasme dari kelopak mata
15. Merasa pening 30. Tremor pada anggota badan
16. Merasa kurang sehat
Gejala perasaan atau tanda kelelahan 1-10 menunjukkan melemahnya kegiatan,
11- 12 menunjukkan menunjukkan melemahnya motivasi, dan 20 – 30 gambaran kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melemahkan.
Kelelahan dapat terjadi lebih cepat atau lebih berat dari semestinya.
Kejadian seperti ini muncul karena pekerja bekerja pada peralatan atau tugas yang
tuntutan bebannya hanya bertumpu pada satu bagian (otot) tubuh saja yang
berlangsung secara terus menerus. Konsep kelelahan inilah yang disebut static
load. Oleh karena menguras tenaga secara berlebihan pada suatu kelompok otot
yang sama dan berlangsung dalam waktu yang panjang, static load ini pekerja
juga harus menggunakan tenaga (kekuatan kerja) yang tinggi dan posisi kerjanya
tidak nyaman (awkward posture) maka kelompok otot yang berhubungan dengan
aktivitas tersebut akan kelebihan beban (overloaded) dan aliran darah pada
kelompok otot menjadi berkurang dan situasi inilah yang menyebabkan cepatnya
kelelahan terjadi (Winarsunu, 2008).
Suma’mur (2013) menjelaskan keadaan perasaan lelah adalah reaksi
fungsional pusat kesadaran yaitu otak (cortex cerebri), yang dipengaruhi oleh dua
sistem antagonistis yaitu sistem penghambat (inhibis) dan sistem penggerak
(aktivasi). Sistem penghambat bekerja terhadapa thalamus yang mampu
menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan
untuk tidur. Adapun sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis
(formation reticularis) yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk
konversi ergotropis dari organ-organ dalam tubuh kearah kegiatan bekerja,
berkelahi, melarikan diri dan lain-lain. Maka berdasarkan konsep tersebut,
keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja antara dua
sistem antagonistis dimaksud. Apabila sistem penghambat berada pada posisi
Sebaliknya, jika sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka
seseorang berada dalam keadaan segar untuk aktif dalam kegiatan termasuk
bekerja.
Konsep ini dapat dipakai untuk menerangkan peristiwa-peristiwa yang
sebelumnya tidak dapat dijelaskan. Misalnya peristiwa seseorang yang lelah
tiba-tiba kelelahannya hilang oleh karena terjadi suatu peristiwa yang tidak diduga atau
terjadi tegangan emosi. Dalam hal itu, sistem penggerak tiba-tiba terangsang dan
dapat menghilangkan pengaruh sistem penghambat. Demikian pula pada peristiwa
monotoni, kelelahan terjadi oleh karena kuatnya hambatan dari sistem
penghambat, walaupun sesungguhnya beban kerja tidak seberapa untuk menjadi
penyebab timbulnya kelelahan.
2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelelahan
Teori tentang kelelahan menjelaskan bahwa kelelahan terjadi disebabkan
oleh faktor internal dan eksternal :
A. Faktor Internal :
1. Umur
Semakin tua umur seseorang maka akan semakin besar tingkat kelelahan
yang dirasakan (Ihsan dan Salami, 2010). Pekerja yang berumur diatas 35
tahun memiliki kelemahan pada saat melakukan pekerjaan dengan
temperatur panas dibaningkan dengan pekerja yang lebih muda (Davis
menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan pada pekerja
yang berumur > 25 tahun dan umur ≤ 25 tahun. Oleh sebab itu, dapat
disimpulkan bahwa semakin tua umur seseorang maka akan semakin besar
tingkat kelelahan yang dirasakan.
2. Riwayat Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kelelahan, antara lain :
1. Penyakit Jantung
Ketika bekerja, jantung dirangsang sehingga kecepatan denyut jantung
dan kekuatan pemompaannya menjadi meningkat. Jika ada beban ekstra
yang dialami jantung misalnya membawa beban berat, dapat
mengakibatkan meningkatnya keperluan oksigen ke otot jantung.
Kekurangan suplai oksigen ke otot jantung menyebabkan dada sakit.
Kekurangan oksigen jika terus menerus , maka terjadi akumulasi yang
selanjutnya terjadi metabolisme anaerobik diaman akan menghasilkan
asam laktat yang mempercepat kelelahan (Santoso, 2004).
2. Tekanan Darah Rendah
Penurunan kapasitas karena serangan jantung mungkin menyebabkan
tekanan darah menjadi amat rendah sedemikian rupa, sehingga
menyebabkan darh tidak cukup mengalir ke arteri koroner maupun
kebagian tubuh yang lain. Dengan berkurangnya jumlah suplai darh
yang dipompa dari jantung, berakibat berkurang pula jumlah oksigen
sehingga terbentuklah asam laktat. Asam laktat merupakan indikasi
3. Keadaan Psikologis
Faktor psikologi memainkan peran besar, karena penyakit dan kelelahan
itu dapat timbul dari konflik mental yang terjadi di lingkungan pekerjaan,
akhirnya dapat mempengaruhi kondisi fisik pekerja. Masalah psikologis
dan kesakitan-kesakitan lainnya amatlah mudah untuk mengidap suatu
bentuk kelelahan kronis dan sangatlah sulit melepaskan keterkaitannya
dengan masalah kejiwaan.
4. Jenis Kelamin
Penggolongan jenis kelamin terbagi menjadi pria dan wanita. Secara
umum wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik
atau kekuatan otot laki-laki. Tenaga kerja wanita mengalami siklus
biologis (menstruasi) setiap bulan sehingga mempengaruhi kondisi fisik
maupun psikisnya dan hal ini menyebabkan tingkat kelelahan wanita akan
lebih besar daripada tingkat kelelahan pria (Suma’mur, 2009).
5. Status Perkawinan
Menurut Puspita (2009) seseorang yang sudah menikah dan memiliki
keluarga maka akan mengalami kelelahan akibat kerja dikarenakan waktu
setelah bekerja digunakan untuk melayani anak dan istrinya, bukan untuk
beristirahat. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Mauludi (2009) yang
dilakukan pada 100 pekerja di proses produksi kantong semen pdb (paper
bag division) PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, didapatkan P value
sebesar 0,045 yang berarti terdapat hubungan bermakna antara status
6. Masa Kerja
Menurut Ranupandojo yang dikutip oleh Ambar (2006) masa kerja adalah
lama waktu yang telah ditempuh seseorang untuk dapat memahami tugas
tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. Masa kerja
memberikan dampak positif seperti menurunkan ketegangan, peningkatan
efektivitas dan perfomance kerja, namun semakin lama masa kerja
seseorang dapat juga membawa efek negatif berupa adanya batas
ketahanan tubuh terhadap proses kerja yang berakibat terhadap timbulnya
kelelahan. Menurut Occupational Safety and Health (2003) dampak dari
masa kerja lainnya adalah timbulnya keadaan melemahnya kinerja otot
yang ditunjukkan dengan semakin rendahnya / menurunnya gerakan.
7. Status Gizi/IMT
Menurut Suma’mur (2009) kesehatan dan daya kerja sangat erat kaitannya
dengan tingkat gizi seseorang. tubuh memerlukan zat-zat dari makanan
untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan kerusakan sel dan jaringan. Zat
makanan tersebut diperlukan juga untuk bekerja dan meningkat sepadan
dengan lebih beratnya pekerjaan.
Status gizi adalah ukuran ukuran keadaan tubuhn sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2009). Status
gizi seseorang dapat diketahui dari perhitungan Indeks Masa Tubuh (IMT).
Adapun cara perhitungan IMT adalah sebagai berikut :
Tinggi Badan2 (m2)
Di Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan
pengalaman klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara berkembang.
Standar yang diterapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(Depkes RI) tahun 2004 yang dikutip Amelia (2013) seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Sangat Kurus < 17
Kurus 17-18,4
Normal 18,5-24,9
Kelebihan Berat Badan 25-26,9
Gemuk 27-28,9
Sangat Gemuk > 29
(Sumber : Amelia, 2013)
Menurut Kromer dan Grandjean yang dikutip oleh Amelia (2013)
keadaan gizi merupakan salah satu faktor individu yang menyebabkan
kelelahan pada pekerja. Seorang pekerja dengan keadaan gizi yang baik
akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu
juga sebaliknya (Budiono, 2003). Menurut Wiegand yang dikutip oleh
Amelia (2013) juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan status gizi
obesitas akan merasakan kelelahan yang lebih berat dibandingkan dengan
IMT non obesitas.
B. Faktor Eksternal
1. Kebisingan
Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan. Penelitian yang
dilakukan didalam dan diluar negeri menunjukkan bahwa pada frekuensi
300- 6000 Hz, pengurangan pendengaran tersebut disebabkan oleh
kebisingan.
2. Getaran
Getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian
dari getaran ini sampai ketubuh dan dapat menimbulkan akibat-akibat
yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Menambahnya tonus otot-otot oleh
karena getaran dibawah frekuensi 20 Hz menjadi sebab kelelahan,
sebaliknya frekuensi diatas 20 Hz menyebabkan pengenduran otot.
Getaran mekanis terdiri dari campuran aneka frekuensi bersifat
menegangkan dan melemaskan tonus otot secara serta merta berefek
melelahkan (Suma’mur, 2009).
3. Iklim kerja
Efesiansi kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja dalam daerah nikmat
kerja, jadi tidak dingin dan kepanasan. Untuk ukuran suhu nikmat bagi
orang Indonesia adalah 24-26 oC. Suhu panas mengurangi kelincahan,
menggangu kecermatan kerja otak, menggangu koordinasi syaraf perasa
dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang (Suma’mur, 2009).
4. Beban Kerja Fisik
Menurut Astrand dan roodahl dalam Tarwaka (2010) bahwa penilaian
beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu
metode penilaian langsung dan metode tidak langsung. Metode
pengukuran langsung yaitu mengukur energi yang dikeluarkan melalui
asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu
kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang cukup mahal. Sedangkan
metode pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi
selama beekrja. Sedangkan menurut Christensen dalam Tarwaka (2010)
bahwa kategori berat ringannya beban kerja didasarkan pada metabolisme,
respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung.
2.7 Pengukuran Kelelahan
Menurut Grandjean yang dikutip oleh Tarwaka (2004) menyatakan sampai
saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku kerana kelelahan
merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan pendekatan
secara multidisiplin.
Tarwaka (2004) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam
beberapa kelompok sebagai berikut:
1. Kualitas dan kualitas kerja yang dilakukan
setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti: target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.
2. Uji psiko-motor (Psychomotor test)
Uji psiko-motor merupakan salah satu cara pengujian kelelahan dengan mengukur fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi (reaction timer test) untuk melihat waktu reaksi yang sederhana atau rangsanagan tunggal secara selektif pada tenaga kerja.Waktu reaksi adalah interval selama impuls saraf dihantarkan ke otak dan kemudian diteruskan ke otot. Waktu reaksi merupakan jangka waktu dari pemberian suatu rangsangan sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Waktu reaksi yang panjang menunjukkan adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot (Suma’mur, 2009).
3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusio test)
Flicker-fusion test merupakan salah satu metode pengukuran kelelahan kerja. Frekuensi kerlingan (flicker-fusion frequency) dari mata adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan cahaya yang dipancarkan secara terus menerus. Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan waspada tenaga kerja (Tarwaka, 2004).
4. Perasaaan kelelahan secara subjektif (subjective feelings of fatigue)
Metode pengukuran kelelahan secara subjektif pertama kali dikeluarkan oleh Industrial Fatigue Research Committe of Japanese Association of
Industrial Health (IFRC Jepang) pada tahun 1967 dalam bentuk kuesioner.
Kuesioner berisi 30 daftar pertanyaan. Sepuluh pertanyaan pertama mengindikasi adanya pelemahan kegiatan seperti perasaan berat dikepala, lelah seluruh badan, berat dikaki, menguap, pikiran kacau, mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri tidak stabil, ingin berbaring. Sepuluh pertanyaan kedua berkaitan dengan pelemahan motivasi yang meliputi susah berfikir, lelah untuk berbicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit memusatkan perhatian, mudah lupa, kepercayaan diri berkurang, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, tidak tekun dalam pekerjaan. Sepuluh pertanyaan ketiga atau terakhir mengindikasi kelelahan fisik yang meliputi sakit dikepala, kaku dibahu, nyeri punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening, spasme dikelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat. Semakin tinggi frekuensi gejala kelelahan muncul diartikan semakin besar pula tingkat kelelahan.
dengan diberi nilai 1. Dalam menentukan tingkat kelelahan, jawaban dari setiap pertanyaan dijumlahkan kemudian disesuaikan dengan kategori tertentu.
Kategori yang diberikan antara lain: Nilai 30 = Tidak lelah
Nilai 31-60 = Kelelahan ringan Nilai 61-90 = Kelelahan menengah Nilai 91-120 = Kelelahan berat 5. Uji mental
Menurut Kroemer dan Grandjean yang dikutip oleh Amelia (2013) konsep awal dari uji mental hampir sama dengan uji psikomotorik. Uji ini dapat memacu seseorang untuk menentukan dan mengeluarkan tanda-tanda kelelahan. Apabila uji terus dilakukan maka gejala kelelahan akan muncul dengan sendirinya.
Uji mental merupakan pengukuran kelelahan yang meliputi : a. Masalah aritmatika
b. Uji konsentrasi (crossing-out test)
c. Uji estimasi (dengan uji estimasi interval waktu) d. uji memori atau ingatan
2.8 Penanggulangan Kelelahan Kerja
Kelelahan yang terus menerus setiap hari akan mengakibatkan keadaan kronis. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa kelelahan disebabkan banyak faktor yang sangat kompleks dan saling terkait antara faktor yang satu dengan yang lain Untuk itu, kelelahan harus dikurangi seminimal mungkin..
Menurut Setyawati (2010) kelelahan kerja dapat ditangani dengan: 1. Promosi kesehatan kerja
2. Pencegahan kelelahan kerja terutama ditujukan kepada upaya menekan faktor-faktor yang berpengaruh secara negatif pada kelelahankerja dan meningkatkan faktor-faktor yang berpengaruh secara positif.
3. Pengobatan kelelahan kerja dengan terapi kognitif dan perilaku pekerja bersangkutan, penyuluhan mental dan bimbingan mental, perbaikan lingkungan kerja, sikap kerja dan alat kerja diupayakan berciri ergonomis, serta pemberian gizi kerja yang memadai.
4. Rehabilitasi kelelahan kerja, maksudnya melanjutkan tindakan dan program pengobatan kelelahan kerja serta mempersiapkan pekerja tersebut bekerja secara lebih baik dan bersemangat.
Menurut Fitrihana (2008) kelelahan kerja dapat diatasi dengan cara, yaitu 1. Lingkungan kerja yang bebas dari zat berbahaya, penerangan
memadai, sesuai dengan jenis pekerjaan yang dihadapi, maupun pengaturan udara yang adekuat, bebas bising, getaran serta ketidaknyamanan.
2. Waktu kerja diselingi istirahat pendek dan istirahat untuk makan. 3. Kesehatan umu dijaga dan dimotori
5. Beban kerja berat tidak berlangsung terlalu lama.
6. tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja kalau perlu bagi tenaga kerja dengan tempat tinggal jauh diusahakan transportasi dari perusahaan.
7. Pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka stabilitas kerja dan kehidupan.
8. disediakan fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan istirahat dilaksanakan dengan baik.
9. Cuti dan liburan diselenggarakan sebaik-baiknya.
10. Diberikan perhatian khusus pada kelompok tertentu seperti tetangga kerja beda usia, pekerja wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir dimalam hari dan tenaga kerja baru maupun pindahan.
11. Mengusahakan tenaga kerja bebas alkohol, narkoba dan obat obatan terlarang.
2.9 Kerangka Konsep