• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran Loyalitas Pelanggan Pada Produk-Produk Brand Indonesia Dengan Metode Net Promoter Score Pada Generasi C (Youth)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengukuran Loyalitas Pelanggan Pada Produk-Produk Brand Indonesia Dengan Metode Net Promoter Score Pada Generasi C (Youth)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Uraian Teoritis 2.2.1 Generasi C

Generation C atau gen C merupakan kaum muda masa kini yang ciri khasnya connected, creative, communicating, content-centric, computerized, community-oriented, always clicking dan creating change. Tak hanya hobi mengulik teknologi digital, seringkali mereka juga menghasilkan karya yang terkenal bahkan hingga ke mancanegara.

Generasi C, adalah mereka yang selalu connected, communicating, content-centric, computerized, community-oriented, dan always-clicking. Mereka cenderung tidak loyal kepada perusahaan, mudah berpindah-pindah kerja, dan senang berkomunitas. Ini adalah generasi yang lahir di sekitar tahun 1990 dan remaja di tahun 2000-an. Secara tipologi, mungkin generasi C adalah sub-generasi Y yang memiliki kedekatan dengan teknologi dan media sosial lebih tinggi dari anggota generasi Y lainnya.

(2)

Apa saja yang harus dipersiapkan untuk menghadapi generasi yang samasekali berbeda ini? Sebagai manajer dan pimpinan perusahaan, tidak lagi kita bisa menggunakan pendekatan yang klasik dan ortodoks untuk menangani pelanggan dan karyawan yang berasal dari generasi C. Setidaknya ada tiga langkah yang bisa diambil untuk mengantisipasi hal ini: pertama, transformasi model kepemimpinan menjadi open leadership. Kedua, mengembangkan organisasi menjadi sebuah social organization; ketiga, membudayakan inovasi.

Sebuah survei dilakukan SurveyOne terhadap remaja yang salah satunya mengenai kegiatan sehari-hari mereka menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden meluangkan waktunya untuk mengakses internet.. Untuk kategori responden anak remaja, semuanya merasakan tiada hari tanpa online. Kegiatan online ini dilakukan baik melalui warnet ataupun ponsel. Dengan demikian, mereka semua mengaku kalau akses internet itu kebanyakan dipergunakan untuk Facebook dan chatting. Gen C juga bisa identik dengan “partial attention”. Mereka sudah tidak bisa lagi memusatkan perhatian pada satu media. Namun, pemusatan terhadap televisi, radio, berita, game, internet, mereka lakukan dalam satu waktu.

(3)

2009 penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 17 persen dari penduduk Indonesia, atau meningkat dua kali lipat dibanding tahun 2005 lalu.

Di samping jumlah yang terus meningkat, frekuensi akses internet juga semakin sering. Tiada hari tanpa online, itulah yang dirasakan oleh pengguna internet sekarang. Selain sering, mereka juga lebih lama menghabiskan waktu untuk internet, dibanding periode tahun sebelumnya. Tercatat sekitar 30 persen pengguna internet yang berusia 15 tahun ke atas menghabiskan waktunya lebih dari dua jam untuk mengakses internet. Lebih lanjut, presentasi tersebut juga menunjukkan bahwa saat ini terdapat 7 persen dari pengguna internet yang mengakses internet melalui ponsel—naik 4 persen dari tahun lalu.

Sejak ada internet, perilaku masyarakat dalam mengonsumsi media jadi berubah. Pengguna radio yang tadinya mengonsumsi musik lewat radio, beralih ke internet untuk mendengarkan musik, sekaligus bisa men-download lagu ataupun music video. Para pengonsumsi media cetak seperti koran, juga sudah mulai banyak yang beralih ke internet, karena mereka bisa mengakses berita dengan lebih cepat. Tak ayal, jumlah pengguna koran pun turun dratis sejak tahun 2005 hingga sekarang. Di lain pihak, jumlah pengakses berita melalui internet tumbuh 25 persen.

(4)

melalui social media. Antara lain, media ini bisa dipakai untuk berpromosi, karena banyak orang yang ada di dalamnya. Lagi pula, biaya promosi lewat media internet lebih murah ketimbang media lain.

Nielsen juga menengarai adanya potensi yang besar untuk bisa digarap dalam bisnis 3 screen (tiga layar: layar TV, layar komputer dan layar ponsel). Ini menunjukkan bahwa dalam tren perkembangan media sekarang telah terjadi konvergensi antara TV, internet dan mobile phone. Artinya, para remaja tidak hanya memusatkan perhatian pada TV, tetapi juga memusatkan perhatian pada internet dan mobile phone dalam waktu yang bersamaan. Meski telah terjadi konvergensi antar tiga media, namun sampai saat ini TV masih menjadi media utama.

Hasil riset dari Nielsen menunjukkan penetrasi TV di Indonesia telah mencapai 94 persen dari jumlah penduduk. Sementara penetrasi ponsel mencapai 48 persen, sedang internet mencatat 17 persen. Setiap harinya TV ditonton hingga rata-rata tiga jam lebih. Sementara dalam sekali akses internet, rata-rata berdurasi dua jam lebih. Kemudian, untuk sekali pemakaian ponsel dihabiskan waktu rata-rata setengah jam.

(5)

yang meluangkan waktu untuk memahami mereka dan benar terlibat dengan mereka akan menemukan penonton bersedia dan berpengaruh.

Menjangkau konsumen digunakan untuk menjadi pekerjaan yang cukup sederhana, namun teknologi telah mengubah semua itu. konsumsi media telah terfragmentasi; perangkat mobile telah membawa konten ke dalam setiap saat dalam hidup kita; dan media sosial telah hancur perbedaan lama antara penonton dan pencipta.Untuk kelompok baru ini konsumen, internet tidak lagi duduk di belakang layar komputer - itu cara mereka menjalani hidup mereka, dan itu sifat kedua bagi mereka untuk terlibat dengan konten otentik di semua platform dan semua layar, kapanpun dan dimanapun mereka inginkan.Mencapai ini konsumen baru yang kuat adalah kerja keras, tetapi juga kesempatan besar untuk merek yang benar-benar memahami mereka.

Mengapa mereka dikenal sebagai Gen C? Karena mereka berkembang pada Connection, Community, Penciptaan dan Kurasi; mereka terlibat dan mereka ingin suara mereka didengar. Mereka tidak generasi dalam arti tradisional - sekitar 65% dari Gen C berada di bawah 35, tapi terlepas dari berapa usia mereka, mereka semacam pakar yang membentuk opini dan pemikiran memimpin. Sederhananya, Gen C bukan merupakan kekhasan dari kapan atau di mana Anda dilahirkan; itu adalah cara hidup.

(6)

di mana-mana. 59% mengatakan internet adalah sumber utama hiburan dan 38% beralih ke ponsel pertama mereka ketika mereka ingin dihibur, dengan 66% menghabiskan jumlah waktu yang sama atau lebih banyak waktu menonton video online dibandingkan dengan TV. Mereka tidak meninggalkan TV tradisional melihat sama sekali, tapi mereka telah menambah dengan , 'suka', +1, komentar dan retweets, yang semuanya menambah pengalaman menonton layar pertama..

Selalu dan selalu berinteraksi, 55% mengatakan mereka terhubung dengan 100 orang atau lebih melalui situs sosial, sementara 15% yang terhubung ke 500 + orang. Dan mereka senang untuk berinteraksi dengan merek juga, karena Intel menemukan ketika serangkaian lima bulan selang waktu foto dan video di YouTube. Intel berlabuh program ini dalam wawasan bahwa ada komunitas terlibat membuat video time-lapse di YouTube, dan memanfaatkan komunitas ini untuk menciptakan momentum dengan Gen C.

Tindakan menciptakan telah menjadi sifat kedua untuk Gen C, tapi mereka selektif, hanya menambahkan sesuatu ketika mereka pikir itu relevan dan mereka dapat memiliki dampak. Gen C memberikan kembali lebih dari yang mereka ambil. Mereka kurator lahir alami, melepaskan dahaga mereka untuk koneksi dengan mencari 'shareworthy' konten, termasuk konten dari pengiklan, yang dapat mereka gunakan untuk memprovokasi reaksi dan memperkuat hubungan emosional dalam komunitas mereka.

(7)

mereka, mereka dapat menjadi pemboros terbesar, pendukung paling vokal, dan pembentuk opini paling berpengaruh. Singkatnya, mereka bisa menjadi pelanggan terbaik Anda.

2.2.2 Pengertian Merek (Brand)

Merek (Brand) telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap kesuksesan sebuah organisasi pemasaran, baik organisasi bisnis maupun nirlaba, pemanufaktur maupun penyedia jasa, dan organisai lokal, regional, global. Menurut UU Merek No.15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, atau hurf-huruf, angka-angka, susunana atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pemebeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Tjiptono, 2011:3).

Sedangkan American Marketing Assosiation mendefenisikan merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mendefenisikan barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk mendifferensasikannya dari barang atau jasa pesaing (Kotler dan Keller, 2009:258).

(8)

sekedar simbol. Menurut Tjiptono (2011:40) sebuah merek lebih dari sekedar produk. Produk adalah suatu yang produksi di pabrik, sedangkan produk adalah suatu yang dibeli oleh konsumen.

Manfaat memberi Brand (Aaker, 2014:106) yaitu sebagai berikut:

1. Pertama dan terpenting, brand memberikan potensi untuk memiliki inovasi karena brand merupakan indikator unik dari sumber penawaran. Sebuah inovasi yang berhasil, dalam sebagian besar konteks, akan ditiru atau seperti ditiru oleh perusahaan lain dan akibatnya diferensiasi akan berumur pendek. Namun, para pesaing tidak dapat meniru sutu brand yang telah dimiliki oleh suatu perusahaan.

2. Sebuah brand dapat menambah krediabilitas dan legitimasi dari sebuah klaim. Branded differentiator secara khusus mengatakan manfaat itu layak untuk diberi brand, dan sebuah organisasi mau berkomitmen untuk menggunakan sumber-sumber demi menciptakan dan mengomunikasikan sebuah brand. Pengamat secara naluriah percaya bahwa harus ada satu alasan mengapa produk itu bermerek.

(9)

Kevin Keller (2014:60) menjabarkan beberapa tahapan langkah-langkah membangun brand yang kuat. Tahap pertama, Memastikan pelanggan mampu mengidentifikasi merek kita dengan benar, sekaligus mengasosiasikannya dengan hal-hal yang sesuai. Jadi, dibenak pelanggan sudah tercipta brand image yang sesuai dengan produk kita dan bagaimana produk tersebut bisa memenuhi kebutuhan pelanggan. Tahap Kedua, Menanamkan arti dari merek dibenak pelanggan dengan menghubungkan faktor-faktor yang tangible maupun intangible dalam proses assosiasi merek. Tahap ketiga, Setelah konsumen bisa mengasosiasikan dan memahami merek dengan benar, adalah dengan memicu atau memunculkan respon dari pelanggan sesuai dengan yang kita inginkan. Tahap keempat, dan yang terakhir adalah mengubah atau mengonversi segala respon terhadap merek tersebut agar tercipta loyalitas dan hubungan yang intens anatara merek dengan pelanggan.

Jadi, kalau merek sudah memiliki citra yang baik, langkah selanjutnya adalah membuat merek tersebut mempunyai arti (meaning) dimata konsumen. Merek secara nyata harus menunjukkan kinerja (performance) dan membentuk gagasan, ide, dan citra (imaginary) kepada konsumen.

Menurut Tjiptono (2011:3) brand bermanfaat bagi para produsen dan konsumen. Bagi produsen, brand berperan sebagai:

(10)

2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur dan aspek produk yang unik.

3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga pelanggan bisa dengan mudah memilih dan membeli kembali pada lain waktu.

4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesang.

5. Sumber keunggulan kompetitif terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.

6. Sumber financial return, terutama dalam menyangkut pendapatan masa datang.

Bagi konsumen, brand bisa memberikan beraneka macam nilai melalui sebuah fungsi dan manfaat potensial. Kotler dan Keller (2009:259) menjelaskan peran brand bagi konsumen adalah untuk mempermudah konsumen untuk menuntut dan meminta tanggung jawab terhadap kinerja brand kepada pabrikan atau distributor brand tersebut, konsumen bisa mengevaluasi produk yang sama, konsumen bisa mempelajari brand mana yang paling menguntungkan, konsumen bisa memilih brand yang memberi kemudahan bagi kehidupan konsumen.

2.2.3 Unsur-Unsur Merek

(11)

mencakup nama, URL, logo, simbol, karakter, juru bicara, slogan, kemasan dan tanda. Unsur merek merupakan faktor penting untuk membangun ekuitas merek. Menurut Keller (2014:68), ada enam kiteria yang mesti diperhatikan dalam memilih unsur merek :

1. Memorability (Dapat Diingat)

Memorability sangat penting terutama dalam kaitannya merek kita menjadi merek yang paling diingat konsumen. Sehingga ketika konsumen berada dalam situasi memutuskan untuk membeli, merek kita yang ada di benak konsumen. Seperti merek Zippo, Nike, Bata adalah merek singkat yang mudah diingat.

2. Meaningfulness (Bermakna)

Artinya merek tersebut secara deskriptif dan persuasif menawarkan sesuatu yang bermakna bagi konsumenya. Apakah itu menyangkut sesuatu tentang produk atau karakter dari penggunanya. Merek asuransi Bumi Putera memberi pesan yang kuat sebagai asuransi lokal Indonesia dan untuk konsumen yang punya jiwa nasionalis.

3. Likability (Disukai)

(12)

4. Transferability (Dapat Diubah)

Pertama, Sejauhmana unsur merek penggunaanya dapat diperluas untuk memperkenalkan produk baru dalam kategori yang sama atau berbeda. Amazon dikonotasikan sebagai sungai besar di Amerika Selatan, sehingga mudah merek diasosiasikan sebagai perusahaan yang menawarkan berbagai tipe produk. Kedua, sejauhmana unsur-unsur merek mampu meningkatkan ekuitas sebuah merek pada lingkungan geografis dan segmen yang berbeda. Kendala kultural seperti bahasa bisa menjadi batu sandungan. Merek yang seperti Exxon yang tidak memiliki makna secara bahasa tidak akan menimbulkan hambatan ketika di translasikan ke bahasa lain.

5. Adaptability (Dapat Diadaptasikan)

Adaptable merek harus mampu beradaptasi secara fleksibel dengan tuntutan zaman dan perubahan selera konsumen. Banyak perusahaan yang akhirnya mengubah tampilan desain logo merek agar tetap relevan dengan mondrenitas.

6. Protectability (Dapat Dilindungi)

(13)

Tiga dari unsur merek yang pertama dapat dikategorikan sebagai tindakan membangun merek, dalam arti ekuitas merek dapat dibangun dengan memilih unsur-unsur merek dengan bijaksana dan cerdas. Sementara tiga unsur terakhir merupakan tindakan defensif untuk mempertahankan dan meningkatkan ekuitas merek yang terkandung dalam unsur-unsur merek. Kombinasi dari enam unsur diatas akan menghasilkan sebuah merek yang nyaris ideal.

Menurut Kotler dan Keller (2009:257) inti merek yang berhasil adalah produk atau jasa yang hebat, didukung oleh perencanaan yang sekasama, sejumlah besar komitmen jangka panjang, dan pemasaran yang dirancanng dan dijalankan secara kreatif. Merek yang kuat menghasilkan loyalitas konsumen yang tinggi.

Sebuah brand harus bisa beradaptasi dengan perubahan agar biasa selalu dicintai oleh pelanggan. Brand yang dulunya merupakan top of mind dalam masyarakat bisa mengalami kemunduran jika tidak bisa beradaptasi dengan perubahan, seperti perubahan selera konsumen. Jika brand sudah mulai jatuh, maka perusahaan harus mempertanyakan pada sistem apa yang terjadi ketidakseimbangan sehingga brand menurun.

(14)

2.2.4 Top Brand Indonesia

Top brand adalah merek yang selalu diingat konsumen ketika membeli suatu jenis produk, yang mampu menguasai pasar pada bidang atau kategorinya, yaitu brand yang mampu menarik konsumen untuk melakukan pembelian ulang.

Dari sudut pandang konsumen yang mereka beli ketika melakukan pembelian bukanlah produk. Mereka membeli kepercayaan akan value, kualitas, manfaat dan lain-lain yang ditawarkan merek tersebut. Dengan fakta-fakta seperti ini, mengukur kekuatan merek dari sudut pandang konsumen dan kemudian mengelolanya menjadi sangat krusial dalam upaya membangun merek.

(15)

Kedua adalah market share. Inilah kekuatan merek yang ada di pasar. Merek yang kuat haruslah merek yang banyak dibeli dan memiliki pangsa pasar yang tinggi. Merek boleh populer dan memiliki citra yang baik, tetapi juga harus memiliki pangsa pasar yang tinggi. Melakukan pengukuran market share dengan teknik survei konsumen memang relatif sulit dan tidak dapat dilakukan secara langsung. Untuk itu, nilai market share diperoleh dengan estimasi, estimasi diperoleh berdasarkan merek yang terakhir kali seesuai dengan siklus pembelian dari kategori produk yang digunakan oleh konsumen. Nilai yang didapatkan kemudian di turunkan untuk mendapatkan estimasi nilai market share.

Ketiga adalah commitment share. Ini adalah untuk melihat loyalitas konsumen terhadap merek tersebut. Commitment share diindikasikan oleh future intention, yaitu tingkat keinginan konsumen untuk membeli atau menggunakan merek tertentu di masa yang akan datang. Commitment share ini menggambarkan posisi merek tertentu di hati para konsumen kategori produk terkait, future intention ini kemudian diturunkan untuk mendapatkan nilai commitment share.

Jadi merek yang Top adalah merek yang menancap kuat dalam benak konsumen, memiliki pangsa pasar yang tinggi karena banyak dibeli konsumennya dan memiliki tingkat loyalitas yang tinggi untuk menjaga kekuatan dalam benak konsumen dan kekuatan di pasar.

(16)

1. Top of mind awarnesse, yaitu berdasarkan atas merek yang pertama kali disebut oleh responden ketika kategori produknya disebutkan.

2. Last used, yaitu berdasarkan atas merek yang terakhir kali dikonsumsi oleh responden dalam satu repuchase cycle.

3. Future intention, yaitu didasarkan atas merek yang ingin digunakan/dikonsumsi di masa mendatang.

2.2.5 Net Promoter Score (NPS)

Metode yang digunakan untuk pengukuran customer loyalty adalah metode Net Promoter Score. Metode Net Promoter Score dikembangkan oleh Fred Reichheild dalam bukunya The Ultimate Question. Net Promoter Score (NPS) merupalan model pengukuran loyalitas yang sangat sederhana. Metode ini berfungsi untuk mengukur seberapa kuat brand dan seberapa besar brand mau direkomendasikan pelanggan dibandingkan brand lain. Nilai NPS juga dapat digunakan untuk membandingkan customer loyalty antara satu perusahaan/bisnis dengan perusahaan/bisnis lain.

(17)

berhubungan ke pertumbuhan pendapatan dan mendorong tindakan. (Reichheld,2011:45)

Fred Reichheld mengembangkan sebuah metode efektif untuk mengukur dan mengontrol tingkat kepuasan pelanggan. Namanya adalah Net Promoter Score (NPS). Formatnya masih dalam bentuk kuesioner. Namun lebih rapi, terstruktur dan dapat dihitung.

Di dalam NPS, tipe – tipe pelanggan dapat dibedakan menjadi:

a. Promoter, yaitu pelanggan yang antusias terhadap produk suatu

perusahaan dan akan terus membeli. Mereka dengan senang hati akan mereferensikan produk suatu perusahaan kepada sahabat – sahabatnya. b. Passive, yaitu pelanggan yang puas dengan produk suatu perusahaan

namun tidak antusias dan bisa jadi sewaktu – waktu akan pindah ke produk lain jika menemukan deal yang lebih menarik.

c. Detractor, yaitu pelanggan yang memiliki pengalaman kurang baik

terhadap produk suatu perusahaan dan bila ada kesempatan akan menyebarkan berita negatif tentang produk tersebut (negative word of mouth).

(18)

Mereka yang merespon dengan skor 9 atau 10 disebut Promotor, dan dianggap cenderung menunjukkan perilaku penciptaan nilai, seperti membeli lebih, pelanggan yang tersisa lebih lama, dan membuat arahan yang lebih positif kepada pelanggan potensial lainnya.Promoters adalah tipe konsumen yang puas dan loyal dan tentu saja mau merekomendasikan produk atau merek perusahaan anda. Mereka yang merespon dengan skor 0-6 diberi label Dectractor (pencela), dan mereka diyakini cenderung menunjukkan perilaku penciptaan nilai.Detractors adalah konsumen yang kecewa dan tentu saja mereka tidak mau merekomendasikan produ atau merek perusahaan anda kepada orang lain. Tanggapan dari 7 dan 8 diberi label Passives, dan perilaku mereka jatuh di tengah Promotor dan Dectractor. Passive adalah kategori konsumen yang puas terhadap produk atau merek perusahaan anda namun kurang antusias terhadap pengalaman mereka.

Gambar 2.1 Net Promoter Score

Mereka yang merespon dengan skor 9 atau 10 disebut Promotor, dan

(19)

lebih, pelanggan yang tersisa lebih lama, dan membuat arahan yang lebih positif

kepada pelanggan potensial lainnya.Promoters adalah tipe konsumen yang puas dan loyal dan tentu saja mau merekomendasikan produk atau merek perusahaan anda. Tentu saja kita sudah tahu bahwa mengatur hubungan jangka panjang dengan konsumen menjadi lebih efisien dibandingkan dengan mencari konsumen baru. Perusahaan dapat meningkatkan hubungan dengan konsumen dapat berupa reward, mengirim vouchers, kupon undian atau pengalaman menarik lainnya.

Mereka yang merespon dengan skor 0-6 diberi label Dectractor

(pencela), dan mereka diyakini cenderung menunjukkan perilaku penciptaan

nilai.Detractors adalah konsumen yang kecewa dan tentu saja mereka tidak mau merekomendasikan produ atau merek perusahaan anda kepada orang lain. Hal yang perlu perusahaan cermati adalah dampak negatif Word of Mouth dari detactors yang memiliki dampak besar karena ketika konsumen merasa diperlakukan tidak benar atau tidak adil berdampak langsung terhadap penjualan perusahaan. Cara terbaik untuk menghadapi detractors adalah menginvestigasi mengapa mereka memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan dengan produk atau merek kita. Dengan mengetahui jawaban dari mereka, perusahaan dapat mengatasi dan memperbaiki aspek tertentu dan membantu mengubah detractors menjadi passive atau promoter dengan memberikan penawaran yang tidak dapat mereka tolak.

Tanggapan dari 7 dan 8 diberi label Passives, dan perilaku mereka jatuh

(20)

pengalaman mereka. Perusahaan dapat menaruh fokus untuk mengubah pembeli yang passive menjadi promoters dengan menggunakan NPS. Passive juga bisa menjadi detractors jika mereka tidak diperlakukan dengan benar dan mendapatkan pengalaman yang buruk saat menggunakan produk dengan merek perusahaan anda. Pastikan hal tersebut tidak terjadi pada perusahaan anda dengan memberikan pengalaman menyenangkan sehingga membuat passive mau mempromosikan produk dengan merek perusahaan anda.

Respon pelanggan yang diukur dengan skala 0 – 10. Promoter berada pada skala 9 – 10. Passive skala 7 – 8. Dan Detractor pada skala 0 – 6. Kemudian pertanyaan tersebut boleh diikuti dengan pertanyaan yang bertujuan untuk penyelidikan, seperti: “Apa alasan anda memberikan skor tersebut?” atau “Perbaikan apa yang perlu kami lakukan agar dapat mendekati nilai 10?”. Survey ini dapat dilakukan secara berkala atau based on transaction. Setelah angka berhasil dikumpulkan, maka NPS dapat dihitung dengan rumus:

Net Promoter Score adalah jumlah netto pelanggan yang mau membeli dan merekomendasikan produk (Promoter) dikurangi pelanggan yang kurang mau membeli dan merekomendasikan produk (Detractor). Sedangkan di tengah dua golongan pelanggan itu, ada golongan pelanggan yang “setengah–setengah” membeli dan merekomendasikan produk, disebut Passive.

Persentase Promoter dikurangi dengan persentase Detractor adalah nilai NPS. Dalam hal ini Passive tidak dimasukkan dalam hitungan. Karena pelanggan

(21)

Passive adalah pelanggan yang masih berpotensi menjadi Promoter atau Detractor. Dari nilai NPS di atas dapat dketahui berapa persentase kepuasan pelanggan. Jika nilai NPS mencapai 100% artinya semua pelanggan adalah Promoter. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan majalah SWA dan Hachiko, pemenang Net Promoter Score 2016 adalah Bank Muamalat (Perbankan Syariah) dengan nilai NPS sebesar 1,79%; Garuda Indonesia (Jasa Penerbangan) sebesar 10,71%; Lotte mart (Hypermarket) sebesar 7,92%; iPhone (Smartphone) sebesar 40,85%.

Dalam penelitian Net Promoter Score (NPS) Top Brand Indonesia, majalah SWA membagi NPS menjadi empat kategori yaitu NPS Star, NPS Leader, NPS Excellent, dan NPS Good. NPS Star merupakan merek dengan nilai NPS terbaik dari semua kategori, NPS Leader merupakan merek dengan nilai NPS tertinggi di masing – masing kategori, NPS Excellent merupakan merek dengan NPS minimal positif 10% di masing – masing kategori, dan NPS Good merupakan merek dengan nilai NPS di bawah 10% dan masih positif di masing – masing kategori.

Reichheild telah menyempurnakan metode pengukuran sikap dan perilaku pelanggan yaitu metode Net Promoter Score. Net Promoter Score (NPS) merupakan metode yang sangat bermanfaat dan praktis. Ada beberapa keunggulan NPS yaitu:

(22)

untuk menjawab. NPS memiliki pertanyaan kunci yaitu “kemungkinan untuk merekomendasikan” yang diberi skala 0 – 10. NPS tidak memiliki indeks kompleks atau koefisien korelasi, NPS bisa dilakukan setiap bulan maupun setiap minggu.

2. Kemudahan Penggunaan: Suatu perusahaan bisa melakukan survey NPS melalui telepon, e-mail, maupun web. Data tersebut bisa diolah dengan cepat, sehingga setiap kalangan yang membutuhkan bisa melihat data tersebut dengan cepat dan mengevaluasinya.

3. Cepat Tindak Lanjut: NPS dapat diolah dengan cepat, sehingga manajer akan bisa lebih cepat mengidentifikasi pelanggan dan cepat menanggapi masalah yang terjadi. Manajer garis depan dan para petinggi perusahaan bisa menggunakan data NPS untuk membuat keputusan tentang perubahan proses, produk baru, dan inovasi lainnya.

4. Kemampuan Beradaptasi: Sebagai metode open source, NPS tidak membutuhkan biaya yang tinggi dan statistik yang rumit. NPS dapat dengan mudah diaplikasikan pada berbagai jenis bisnis.

Berdasarkan penelitian Reichheild, perusahaan yang mempunyai kinerja terbaik umumnya adalah perusahaan yang mempunyai Net Promoter Score positif. Artinya, jumlah pelanggan yang mau membeli dan memberikan rekomendasi lebih banyak dari pada jumlah pelanggan yang tidak mau membeli dan “menjelek–jelekkan” perusahaan.

(23)

sehingga metode ini banyak digunakan. NPS merupakan persentase Promoter dikurangi persentase Dectractor yang disajikan dengan cara yang mudah untuk dimengerti, dan juga ringkasan singkat paling efektif tentang bagaimana suatu perusahaan berjalan(Reichheld, 2011:40)

Tujuan utama dari metodologi Net Promoter Score adalah untuk mengevaluasi loyalitas pelanggan untuk merek atau perusahaan. Kemampuan untuk mengukur loyalitas pelanggan adalah metodologi yang lebih efektif untuk menentukan kemungkinan bahwa pelanggan akan membeli lagi, berbicara atas perusahaan dan menolak tekanan pasar untuk membelot ke pesaing. Mengukur loyalitas dapat dilakukan dengan beberapa cara, dan peneliti telah menegaskan bahwa ada prediktor yang lebih baik dari rekomendasi yang sebenarnya daripada meminta "kemungkinan untuk merekomendasikan." Karena tujuan Net promotor tidak untuk memprediksi rekomendasi yang sebenarnya saja, tapi untuk memprediksi rangkaian lengkap dari perilaku finansial-menguntungkan, pendukung metodologi ini.

Konsep ini baik sekali dijadikan platform untuk mengukur tingkat efektivitas program loyalitas pelanggan yang dijalankan perusahaan. Program loyalitas harus mampu mendorong rekomendasi, bukan hanya meningkatkan frekuensi dan volume pembelian.

2.2.6 Lima Cara Meningkatkan Net Promoter Score (NPS) 1. Focus on why

(24)

di balik penilaian yang diberikan konsumen. Mengapa seorang konsumen bisa menjadi promoter, passive ataupun detractor. Mengetahui niat konsumen merekomendasikan tanpa memahami alasan di balik itu, hanya akan menjadikan NPS sebuah ritual peneliian tahunan yang menghabiskan anggaran perusahaan tanpa memiliki dampak pada kinerja keuangan.

2. Transactional NPS

Saat perusahaan terjebak mengukur NPS sebagai ritual tahunan, maka akan sulit melakukan peningkatan dan perbaikan pengalaman pelanggan. Bayangkan jika interaksi pelanggan terjadi tiga bulan yang lalu dan pelanggan diminta mengevaluasi pada saat ini. Pelanggan akan kesulitan mengingat setiap pengalamannya dan bagaimana perasaan (emosi) di setiap titik interaksi itu. Perbaikan pengalaman pelanggan justru bisa diperoleh melalui evaluasi secara konsisten pada saat konsumen selesai berinteraksi dengan perusahaan.

3. Improving and innovating experience

(25)

mereka mengharapkan perusahaan bisa melahirkan inovasi baru dalam berinteraksi dengan pelanggan (innovating experience).

4. Mobilize promoter

Promoter adalah kategori pelanggan yang siap membantu dan menyebarkan hal baik tentang perusahaan. Tugas perusahaan mengaktivasi kelompok pelanggan untuk bercerita dan mengajak temannya menjadi pelanggan.

5. NPS is long-term journey

NPS bukanlah ritual tahunan seperti layaknya sebuah skor atau metode penelitian. NPS adalah sebuah disiplin sistem di dalam perusahaan yang setiap hari mendengar keluhan dan pujian dari pelanggan serta menjadikannya sebagai dasar untuk peningkatan dan inovasi pengalaman pelanggan.

Dengan kelima langkah tersebut, NPS akan memberikan dampak signifikan pada kinerja perusahaan, baik dalam hal mempertahankan dan meningkatkan pembelian pelanggan maupun meningkatkan keuntungan perusahaan.

2.2.7 Customer Experience (CE)

(26)

strategi masing-masing perusahaan ketika hubungan bisnis terbangun. Experience lebih berorientasi kepada proses. Dalam berpengalaman berbelanja, experience lebih dari sekedar mendapatkan produk apa yang diinginkan oleh konsumen, tetapi juga aktivitas yang merupakan bagian dari proses berbelanja, seperti desain lingkungan, pelayanan staf, kualitas produk, diskon, dan lain-lain serta apa yang dirasakan konsumen ketika berbelanja. Customer experience ini sebaiknya diterapkan dalam setiap aspek bisnis maupun strategi bisnis. Hal ini dikarenakan bahwa konsumenlah yang membeli produk dan jasa perusahaan sehingga memberikan profit bagi perusahaan. Konsumen mendasarkan keputusan pembelian mereka dari customer experience yang mereka terima.

Customer Experience didefinisikan berasal dari satu set interaksi antara pelanggan dan produk, perusahaan, atau bagian dari organisasi, yang menimbulkan reaksi. Pengalaman ini benar-benar pribadi dan menyiratkan keterlibatan pelanggan pada tingkat yang berbeda (baik secara rasional, emosional, sensorik, fisik, dan spiritual).

Schmitt (1999) mendefinisikan experience sebagai even pribadi yang terjadi karena meresponi beberapa stimulus, yang dihasilkan dari observasi langsung dan/atau partisipasi di dalam sebuah even. Schmit (1999) berpendapat bahwa pengalaman yang didapatkan konsumen dibagi menjadi:

1. Sensory experience

(27)

sentuhan. Sensory experience ini dapat disampaikan melalui produk serta store environment yang akan dijelaskan di bawah ini:

1) Produk

a. Penampilan Desain dan penampilan produk yang unik dan menarik bagi konsumen.

b.Rasa Cita rasa makanan dan minuman yang khas yang menstimulasi indera perasa konsumen.

2) Store environment

Menurut Tiwari (2009), bagian-bagian dari store environment antara lain:

a. Interior, meliputi desain interior dan perabot restoran yang fungsional, efisien dan nyaman.

b. Pencahayaan Penggunaan, cahaya alami dan buatan yang dikombinasikan dapat memberikan kesan yang ceria dan terbuka.

c. Suara Tingkat, kebisingan harus memungkinkan terjadinya percakapan oleh konsumen.

d. Scent (Bau atau aroma), bau atau aroma di area restoran yang mempengaruhi indera penciuman konsumen.

2. Emotional experience

(28)

juga dapat dirasakan konsumen ketika perusahaan memberikan pelayanan yang berkualitas bagi konsumen.

Tujuan dari emotional experience adalah untuk menggerakkan stimulus emosional melalui kejadian, agen, dan obyek sehingga dapat membangkitkan perasaan dan emosi internal dalam diri konsumen serta mempengaruhi emosi dan suasana hati konsumen. Emosi yang berbeda-beda tersebut dipicu oleh tiga aspek utama yaitu suatu event atau kejadian, agen (orang, institusi, situasi), dan obyek.

Menurut Smith dan Wheeler (2002), kualitas yang perlu dimiliki oleh karyawan agar dapat menyampaikan customer experience yaitu:

a. Knowledge (the head), Karyawan harus mengetahui apa yang diinginkan konsumen dan apa yang diperlukan untuk memenuhinya.

b. Attitude (the heart), Karyawan memiliki sikap yang profesional, ramah, dan sopan terhadap konsumen.

c. Skill (the hand), Karyawan memiliki skill yang dibutuhkan untuk memberikan customer experience kepada konsumen.

3. Sosial experience

(29)

Melalui social experience, konsumen menjadi terhubung dengan suatu lingkungan sosial yang lebih luas sehingga menumbuhkan brand relation dan brand communities. Komponen utama dari brand menurut Sexton (2010) meliputi:

a. Identifiers.Nama, logo, warna, bentuk dan segala hal yang membuat konsumen mengenali sebuah perusahaan, produk, atau jasa.

b. Attributes.Segala yang timbul di pikiran konsumen mengenai sebuah brand.

c. Associations.Hubungan antara identifiers dan attributes yang terdapat pada benak konsumen.

2.2.Tinjauan Penelitian Terdahulu

(30)

Tabel 2.1

Penelitian Hasil Penelitian

(31)

Lanjutan Tabel 2.1

Penelitian Hasil Penelitian

Kosmedi, Indra

Sumber : SWA dan Hachiko (2016); SWA dan Hachiko (2016);Kosmedi, Indra (2015);Trisunarno, Lantip.

2.3.Kerangka Pemikiran

(32)

sangat sederhana, tetapi sangat efektif untuk mengukur tingkat loyalitas pelanggan. Perasaan yang postif akan semakin menjadikan banyak promoter dan perasaan negatif akan menumbuhkan dectractor.

NPS sangat bermanfaat bagi perusahaan, karena NPS akan memberikan gambaran kepada perusahaan bagaimana respon pelanggan terhadap perusahaan. Costumer Experience adalah tentang bagaimana perusahaan memahamai pengalaman pelanggan melalui hubungan langsung atau tidak langsung dengan strategi masing-masing perusahaan ketika hubungan bisnis terbangun. Experience lebih berorientasi kepada proses. Dalam berpengalaman berbelanja, experience lebih dari sekedar mendapatkan produk apa yang diinginkan oleh konsumen, tetapi juga aktivitas yang merupakan bagian dari proses berbelanja, seperti desain lingkungan, pelayanan staf, kualitas produk, diskon, dan lain-lain serta apa yang dirasakan konsumen ketika berbelanja. Dengan adanya gambaran tersebut, sehingga perusahaan bisa menilai dan mengoptimalkan fungsi sebagai divisi perusahaan untuk meningkatkan kualitas mutu dan layanan demi tercapainya tujuan perusahaan yaitu Brand yang berkualitas sehingga menguasai pasar pada kategorinya (Top Brand) dan keuntungan yang optimal.

(33)

kreativitas dari perusahaan lokal maupun asing untuk menghasilkan brand yang berkualitas sehingga mampu bersaing dalam mencuri perhatian pelanggan.

Top Brand Indonesia adalah merek yang dirumuskan oleh Frontier Consulting Group berdasarkan mind share, market share, dan commitment share. Mind share mengidikasikan kekuatan merek di dalam benak konsumen kategori produk tersebut. Market share menunjukkan kekuatan merek didalam pasar tertentu mengenai perilaku pembelian aktual dari konsumen. Commitment share menjelaskan kekuatan merek dalam mendorong konsumen untuk membeli merek terkait dimasa yang akan datang. Dalam penilaian top brand indonesia digunakan dua kiteria yaitu merek-merek yang memperoleh indeks minimum top brand dan merek-merek yang berada tiga besar pada masing-masing kategori.

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Brand

Indonesia

Top Brand

Indonesia

Net Promoter Score

Customer Experience

Generasi C

(34)

2.4.Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis dapat juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (Sugiyono, 2004:51).

Gambar

Gambar 2.1 Net Promoter Score
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Gambar 2.2

Referensi

Dokumen terkait

Methods : In a cross-sectional study, intima – media thickness of the common and internal carotid artery, carotid bulb and common femoral artery was determined with the use of a

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAKARTA Jalan

This study seeks to understand the perceptions of school leaders and teachers concerning: (1) how teacher recruitment pathways impact on teachers’ practice and development.. (2)

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 46 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 3 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian

Fullan (2007) also suggests that curricular change does not necessarily mean progress especially when policy makers never carry out an evaluation on the

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 46 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 3 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian

It found that better qualiied teachers were allocated to classes that would be sitting for the national examinations, and that these teachers were given much more access

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 46 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 3 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian