• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Kadar Serum Estradiol Dengan Klasifikasi Risiko Osteoporosis Osta (Osteoporosis Self Assessment Tools For Asian) Pada Wanita Menopause

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Korelasi Kadar Serum Estradiol Dengan Klasifikasi Risiko Osteoporosis Osta (Osteoporosis Self Assessment Tools For Asian) Pada Wanita Menopause"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah usia lanjut dan osteoporosis semakin menjadi perhatian dunia, termasuk Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya usia harapan hidup.1 Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 41% dalam kurun waktu tahun 1990 - 2025, sedangkan perempuan menopause pada tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Bertambahnya jumlah usia lanjut di Indonesia menimbulkan kekhawatiran akan epidemi penyakit osteoporosis.2,3

Menurut hasil analisis data yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan pada 14 provinsi menunjukkan bahwa masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai pada tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7%. Itulah sebabnya kecenderungan osteoporosis di Indonesia 6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Belanda. Lima propinsi dengan resiko tertinggi osteoporosis di Indonesia meliputi Sulawesi Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta (23.5%), Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan Timur (10,5%).4

(2)

Indonesia memiliki resiko untuk terkena osteoporosis. Hal ini lebih tinggi dari prevalensi dunia yang hanya 1 dari 3 beresiko osteoporosis.4

Data Puslitbang Gizi DepKes RI tahun 2008 menunjukkan 2 dari 5 wanita Indonesia berpotensi osteoporosis. Resiko ini dimulai saat puncak kepadatan tulang tercapai pada usia 25 – 35 tahun.5 Hasil analisa pada tahun 2005 dengan jumlah sampel 65.727 orang yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI pada 16 wilayah propinsi di Indonesia menunjukkan angka prevalensi osteopenia (osteoporosis dini) sebesar 41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3%. Pada usia kurang dari 55 tahun, prevalensi osteopenia dan osteoporosis cenderung lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita. Sedangkan usia lebih dari 55 tahun, peningkatan osteopenia pada wanita 6 kali lebih besar dari pada pria dan peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar dari pada pria.3 Osteoporosis postmenopausal telah menjadi masalah morbiditas dan mortalitas di dunia. Osteoporosis ditandai dengan rendahnya densitas tulang sehingga meningkatkan fragilitas tulang dan resiko fraktur. Resiko osteoporotik fraktur berkisar antara 30 – 40 % pada sepanjang hidup manusia. Pada wanita paska menopause, bila osteoporosis tidak ditatalaksana dengan baik, komplikasi fraktur dapat menyebabkan morbiditas yang sangat mengganggu.6

(3)

Menopause merupakan salah satu fase dari kehidupan normal seorang wanita. Pada masa menopause kapasitas reproduksi seorang wanita berhenti. Ovarium tidak lagi memiliki folikel dan fungsi ovarium sebagai organ endokrin steroidogenik tidak berfungsi lagi, hal ini merupakan proses yang terjadi secara alamiah. Banyak wanita yang mengalami gejala dan keluhan akibat perubahan hormonal tersebut. Walaupun tidak menyebabkan kematian, kondisi ini dapat menurunkan kualitas hidup dan kadang-kadang menyebabkan penyakit.8

Pada wanita menopause, kadar estrogen yang menurun menjadi penanda hilangnya fungsi ovarium. Telah lama diketahui bahwa estrogen memainkan peranan penting dalam menentukan kesehatan tulang pada wanita, yaitu dalam mempertahankan keseimbangan kerja osteoblas (formasi tulang) dan osteoklas (resorpsi tulang). Keadaan hipoestrogen pada wanita menopause akan meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis. Estrogen menyebabkan peningkatan pembentukan osteoklas dan peningkatan turnover tulang.9

Pada wanita menopause konsentrasi rata-rata estradiol serum mencapai 10-20 pg/ml. Dengan penurunan kadar estradiol ini dapat menimbulkan keluhan pada berbagai organ wanita serta menyebabkan penurunan massa tulang dengan cepat sebagai penanda awal terjadinya proses osteoporosis.9,10

(4)

Energy X-Ray Absorptometry (DXA) pada berbagai posisi seperti lumbal spinal, panggul dan radius distal. Tetapi pemeriksaan Dual Energy X-Ray

Absorptometry (DXA) memiliki beberapa keterbatasan yaitu biaya

pemeriksaan cukup mahal, menggunakan radiasi ionisasi, dan memerlukan ahli radiologi yang kompeten dalam mendiagnosis osteoporosis secara akurat. Selain itu sarana pemeriksaan DXA ini tidak tersedia luas di negara berkembang seperti Indonesia.11,12

Oleh karena itu mulai dikembangkan berbagai instrument sebagai skrining untuk menentukan resiko osteoporosis secara klinis di negara Asia dengan metode kuosioner. Kuesioner itu terfokus pada klinis untuk menentukan resiko osteoporosis dengan menggunakan berbagai variabel klinis. Beberapa jenis kuesioner ini antara lain Osteoporosis Self

Assessment Tool (OST, OSTA), Osteoporosis Risk Assessment

Instrument (ORAI), Simple Calculated Osteoporosis Risk Estimation

(5)

Penelitian retrospektif oleh Chaovisitsaree et al. tahun 2007 dengan membandingkan instrument OSTA dengan pemeriksaan densitas tulang, didapatkan nilai indeks OSTA memiliki sensitivitas rendah (36-48%) tetapi memiliki spesifisitas tinggi (71-75%) mengidentifikasi wanita osteopenia hingga osteoporosis pada populasi wanita menopause.13 Penelitian di China tahun 2007 menunjukkan kombinasi OSTA dan phalanx quantitative

ultrasound (QUS) memiliki sensitifitas 80% dan spesifisitas 84%

(6)

1.2. Identifikasi Masalah

Apakah ada korelasi antara kadar serum estradiol dengan Klasifikasi Resiko Osteoporosis OSTA (Osteoporosis Self Assessment

Tools for Asian) pada wanita menopause?

I.3. Hipotesis Penelitian

Terdapat korelasi yang bermakna antara kadar serum estradiol dengan Klasifikasi Resiko Osteoporosis OSTA (Osteoporosis Self

Assessment Tools for Asian) pada wanita menopause.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui korelasi antara kadar serum estradiol dengan Klasifikasi Resiko Osteoporosis OSTA (Osteoporosis Self

Assessment Tools for Asian) pada wanita menopause.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi wanita menopause berdasarkan usia, indeks massa tubuh, lama menopause, kadar estradiol dan resiko osteoporosis OSTA.

(7)

3. Untuk mengetahui korelasi kadar serum estradiol dengan nilai Resiko Osteoporosis berdasarkan OSTA (Osteoporosis Self

Assessment Tools for Asian).

4. Untuk mengetahui korelasi Indeks massa tubuh dengan nilai Resiko Osteoporosis berdasarkan OSTA (Osteoporosis Self

Assessment Tools for Asian).

5. Untuk mengetahui korelasi Indeks massa tubuh dengan kadar serum estradiol

1.5. Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan tentang korelasi kadar serum estradiol dengan klasifikasi resiko osteoporosis OSTA (Osteoporosis Self Assessment Tools for

Asian) pada wanita menopause.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

a. Pastikan bahwa media dan/atau APE yang akan digunakan dalam pembelajaran, sudah tersedia sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian, baik ketersediaan jenis maupun

Penulisan ilmiah ini menjelaskan mengenai perancangan program aplikasi pendaftaran dan pembayaran siswa SLTP Harjamukti dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0

2015, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Karo Sarpras Polda Bali selaku Kuasa Pengguna Anggaran Nomor : Kep/08/XII/2014 tanggal 30 Desember 2014 tentang Penunjukan dan

Setelah batas akhir waktu upload dokumen penawaran secara elektronik melalui Lpse Polda Bali, penyedia yang mengupload dokumen penawaran tidak ada sehingga menyebabkan lelang

Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang bathil dan sesungguhnya orang-orang mukmin mengikuti yang haq dari Tuhan mereka.

Pengaruh Program Sekolah berwawasan lingkungan Terhadap Kognitif Afektif dan Psikomotorik Lingkungan Hidup Siswa Sekolah Dasar di Kota Medan(Studi Kusus di SD

melakukannya kecuali dengan sesuatu yang ditakdirkan Allah kepadamu, dan seandainya mereka bersatu untuk mencelakakan kamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan dapat