• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAFALAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAFALAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAG"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KAFALAH DAN IMPLEMENTASINYA

DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah Fiqh Kontemporer Perbankan

Dosen pengampu: Imam Mustofa, M.S.I

Disusun oleh :

Nama : Siti Nur Fadilah

NPM : 141273410

Kelas C

PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH

JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

METRO

(2)

Kafalah dan Implementasinya

Dalam Lembaga Keuangan Syariah

A. Pendahuluan

Salah satu fungsi lembaga keuangan syari’ah, khususnya bank syari’ah adalah memberikan jaminan kepada nasabahnya. Jaminan yang di berikan oleh lembaga keuangan syari’ah adalah jaminan yang di berikan oleh penanggung kepada pihak ke tiga untuk memenuhi kewajiban pihak ke dua atau yang di tanggung.Hal ini berarti bahwa lembaga keuangan syari’ah menyediakan jasa untuk memenuhi salah satu kebutuhan nasabahnya. Sebab dalam rangka menjalankan usahanya , adakalanya seorang nasabah sering memerlukan penjaminan kepada pihak lain. Untuk memenuhi kebutuhan usaha tersebut, maka lembaga keuangan syari’ah berkewajiban untuk menyediakan satu skema penjaminan yang berdasarkan prinsi-prinsip syari’ah.

Sesuai dengan prinsip operasioanlnya, jaminan yang di berikan oleh lembaga keuangan syari’ah itu mesti sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.Kesesuaina dengan prinsip-rinsip syari’ah ini, antara lain, di tandai dengan adanya kad yang melegalkan atas jaminan yang di berikan oleh lembaga keuangan syari’ah.Akad yang terkait secara erat dengan jaminan yang di berikan lembaga keuangan syari’ah kepada nasabah ini adalah akad kafalah.

(3)

B. Konsep Dasar Kafalah

1. Pengertian Kafalah

Kafalah mempunyai beberapa padanan kata atau sinonim, antara lain

hamalah, damanah, dan za'ammah.Kafalah secara etimologi menurut Ibnh 'Abidin adalah sama dengan al-Dammu yang berarti memelihara atau manggung, dalam hal ini bisa diliat dalam firman Allah Swt. Dalam surat Ali Imran ayat 37 : ايركزاهلفكو yang berarti "Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya".1

Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.Kafalah dapat juga berarti mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lainsebagai penjamin. Atas jasanya penjamin dapat meminta imbalan tertentu dari orangyang dijamin.2

Al- Haskafi mendefinisikan kafalah sebagai "jaminan atau garansi yang diberikan seseorang kepada orang lain terkait dengan jiwa atau harta yang dighasab dan sejenisnya".

Kalangan Malikiyah, Syafi'iyah dan Hanbaliyah mendefinisikan kafalah

sebagai jaminan yang diberikan seseorang kepada orang lain yang mempunyai tanggung jawab menunaikan hak membayar hutang. Dengan demikian maka pembayaran hutang menjadi tanggungan pihak terjamin.

Sementara dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah (KHES) pasal 20 ayat (12), kafalah didefinisikan "Jaminan atau garansi yang diberikan oleh penjamin kepada pihak ketiga/pemberj pinjaman untuk memenuhi kewajiban pihak kedua/penjamin."

1Imam Mustofa, Fiqh Mu'amalah Kontemporer, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2015), hal 185

(4)

Al-kafalah juga merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankkan, Al-kafalah dapat dilakukan dalam pembiayaan dengan jaminan seseorang.,3

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa kafalah adalah jaminan atau garansi yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain berupa pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Misalnya Andi berhutang kepada Yudi. Agar Yudi tidak waswas mengenai kemampuan Andi untuk mengembalikan, maka Yudi membutuhkan penjamin yang akan bertanggung jawab mengenai pembayaran hutang tersebut. Akhirnya Wawan menjadi penjamin bagi Andi dalam proses utang piutang tersebut.4

2. Dasar-dasar Hukum Kafalah

a. Al-Qur'an

Dasar hukum untuk akad memberi kepercayaan ini dapat dipelajari dalam Al-Qur'an pada bagian yang mengisahkan Nabi Yusuf,

"Penyeru-Penyeru itu berseru, 'Kami kehilangan piala raja dan barangsiapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya.'" (Yusuf: 72)

Kata Za'im yang berarti penjamin dalam surah Yusuf tersebut adalah

gharim, orang yang bertanggung jawab atas pembayaran.5

b. Al-Hadits

3Khaerul Umam, Manajemen Perbankkan Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2013). Hal 36

4Imam Mustofa, Fiqh Mu'amalah Kontemporer,.,Hal 186

(5)

Landasan syariah dari pemberian fasilitas dalam bentuk jaminan kafalah

pada ayat diatas dipertegas dalam hadits Rasulullah.

"Telah dihadapkan kepada Rasulullah Saw. (mayat seorang laki-laki untuk dishalatkan).... Rasulullah saw. Bertanya "Apakah dia mempunyai warisan?"Para sahabat menjawab, "Tidak."Rasulullah bertanya lagi, "Apakah dia mempunyai utang?" Sahabat menjawab "Ya, sejumlah tiga dinar. "Rasulullah pun menyuruh para sahabag untuk menshalatlannya (tetapi beliau sendiri tidak).Abu Qatadah lalu berkata, "Saga menjamin utangnya, ya Rasulullah."Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut.(HR Bukhari no. 2127, kitab al-Hawalah).

Adapun dasar hukum kafalah menurut ijma’ ulama bahwa kaummuslimin telah berijma’ atau sepakat atas pembolehan kafalah secara umum(‘am), karena keperluan atau hajat manusia kepadanya untuk saling menolongserta untuk menghindarkan atau menolak bahaya dari orang yang berhutang.Selain berdasarkan alasan di atas, para ulama juga telah berijma’dalam pembolehan

kafalah karena umat Islam pada masa Nabi Muhammadmasih hidup telah melakukannya, bahkan sampai saat ini tidak seorang punyang menentangnya.

3. Rukun dan Syarat Kafalah

Rukunkafalah ada dua, yaitu ijab dan qabul.Rukun dari akad kafalah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:

1. Pelaku akad, yaitu kaafil (penanggung) adalah pihak yang menjamin, dan makful(ditanggung), adalah pihak yang dijamin;

2. Objek akad yaitu makful alaih (tertanggung) adalah obyek penjaminan; dan

3. Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.

Sedangkan syarat-syarat dari akad kafalah, yaitu:

(6)

b. Tidak bertentangan dengan syariat Islam.6

Rukun kafalah menurut Jumhur Ulama ada empat, yaitu:

1) Pihak penjamin (al-kafil), yaitu pihak yang mempunyai kecakapan untuk mentasharufkan hartanya.

2) Obyek yang dijamin (al-makful bihi), yaitu berupa hak yang dapat diwakilkan kepada pihak lain, biasanya berupa hutang atau barang tertentu yang statusnya tertanggung.

3) Pihak yang dijamin (al-makful 'anhu), yaitu pihak yang mempunyai tanggungan harta yang harus dibayar, baik masih hidup maupun sudah mati.

4) Akad ijab dan qabul (Sighat), yaiut ungkapan, baik menggunakan lisan, tulisan maupun isyarat yang menunjukkan adanya kehendak para pihak untuk melaksanakan kafalah.

Rukun Kafalah (Zuhaili, bmi) menurut Imam Abu Hanifah ijab dari penjamin dan qabul dari pihak berpiutang.Sedangkan rukun kafalah menurut Abu Yusuf dan ulama fiqih pada umunya hanya ijab dari penjamin. Dengan demikian sahlah akad kafalah, meski tanpa persetujuan pihak yang berpiutang karena dalam hadits Abu Qatadah jelas dinyatakan bahwa Abu Qatadah tidak meminta persetujuan pihak berpiutang terlebih dahulu, dan tidak juga diterangkan bahwa ia (yang berpiutang) menyetujuinya. Alasan lain adalah, kafalah menurut akar bahasa berarti menggabungkan. Menurut istilah adalah menjamin berlakunya hak menuntut/tuntutan, dan secara logika kedua hal tersebut tidak membutuhkan persetujuan yang berpiutang.Rukun kafalah Abu Hanifah dan Muhammad berpendapat persetujuan pihak berpiutang adalah syarat kafalah.7

6Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persda, 2008), hal. 107

(7)

Menurut kalangan Syafi'iyah, rukun kafalah ada lima, yaitu empat sebagaimana disebutkan di atas, dan satu lagi yaitu adanya pihak yang berpiutang (makful lahu).

Secara umum, syarat kafalah adalah kafalah harus seizin pihak yang dijamin. Penjaminan yang dilakukan memang atas izin atau permintaan. Selain syarat ini, masing-masing rukun di atas mempunyai syarat tertentu. Syarat yang terkait dengan pihak penanggung adalah:

a) Pihak penanggung harus cakap hukum (berakal, baligh, dan tidak dalam paksaan)

b) Pihak penjamin (kafil) harus mengetahui obyek yang dijaminnya. Selain itu, menurut kalangan Hanafiyah, pihak penjamin harus ada dimajlis akad agar mengetahui siapa dan apa yang dijaminnya.

Syarat yang terkait dengan pihak ashil atau pihak yang berhutang yang dijamin (makfil 'anhu) adalah ia atau wakilnya (ahli warisnya) mempunyai kemampuan untuk menyerahkan obyek yang dijamin (makful bihi). Syarat lainnya adalah, pihak yang dijamin harus diketahui oleh pihak penjamin (makful 'anhu) tidak harus cakap hukum, bahkan menanggung orang yang telah meninggalpun diperbolehkan.Pasal 293 ayat (1) KHES menyebutkan syarat terkait dengan makful 'anhu peminjam, yaitu ia harus dikenal oleh kafil penjamin dan sanggup menyerahkan jaminannya kepada kafil penjamin.

Syarat terkait pihak yang diberi jaminan makful lahu antara lain, jelas orangnya atau pihak yang jelas, harus cakap hukum dan harus ada pada saat akad. Pihak yang diberi jamunan harus berakal, tidak harus baligh tapi seandainya anak kecil, ia harus mummayyiz. Pasal 293 ayat (2) KHES menyebutkan bahwa makful lahu/pihak pemberi pinjaman harus diketahui identitasnya.8

(8)

Sementara syarat obyek kafalah adalah harus berupa hutang yang mengikat.Obyek yang dijamin (makful bihi) harus suatu yang harus dipenuhi, seperti hutang yang harus dipenuhi. Menurut Wahbah al-Zuhaili, syarat Makful bihi adalah:

a. Makful bihi harus suatu yang menjadi tanggungan pihak ashil baik berupa hutang, barang, jiwa atau perbuatan.

b. Makful bihi harus sesuatu yang mampu dipenuhi oleh pihak kafil agar akad kafalah yang dilaksanakn benar-benar bermanfaat.

c. Hutang yang ada harus benar-benar hutang yang statusnya mengikat dan sah.

Syarat terkait obyek yang ditanggung adalah hutang yang jelas dan mengikat para pihak.Hutang merupakan hutang hakiki yang memang wajib dibayar oleh pihak penghutang. KHES pasal 294 menyebutkan bahwa syarat terkait obyek jaminan makful bihi adalah sebagai berikut '

Makful bih/objek jaminan harus:

1. Merupakan tanggungan peminjam baik berupa uang, benda atau pekerjaan.

2. Dapat dilaksanakan oleh penjamin.

3. Merupakan piutang mengikat/lazim yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.

4. Jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya, dan

5. Tidak diharamkan.9

4. Jenis al-Kafalah 1. Kafalah bin-Nafs

(9)

Kafalah Bi An-Nafs, adalah jaminan diri dari si penjamin. Dalam hal ini, bank dapat bertindak sebagai Juridical Personality yang dapat memberikan jaminan untuk tujuan tertentu.10 Sebagai contoh, dalam praktik perbankkan untuk

bentuk kafalah bin-Nafs adalah seseorang nasabah yang mendapat pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apa pun, tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan.

2. Kafalah bil-Maal

Kafalah bil-maal merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang.Kafalah Bi Al-Mal, adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang. Bentuk kafalah ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk memberikan jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan/fee tertentu.11

3. Kafalah bit-Taslim

Jenis kafalah ini biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir.

Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerja sama dengan perusahaan penyewaan (leasing company). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito/tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah itu.

4. Kafalah al-Munjazah

10Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah..., hal. 98.

(10)

Kafalah al-munjazah adalah jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan untuk kepentingan/tujuan tertentu. Salah satu bentuk kafalah al-munjazah adalah pemberian jaminan dalam bentuk perfomance bonds 'jaminan prestasi', suatu hal yang lazim dikalangan perbankkan dan hal ini sesuai dengan bentuk akad ini.12

5. Kafalah al-Muallaqah

Bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, baik oleh industri perbankkan maupun asuransi. Merupakan akad perjanjian yang dilakukan oleh tiga pihak, yaitu pihak penjamin (bank syariah), pihak terjamin (pemberi kerja), dan pihak yang dijamin (nasabah). Jenis kafalah al-Muallaqah hampir sama dengan kafalah al-Munjazah. Dalam aplikasi bank syariah, jaminan diberikan dalam produk perfomance bonds, yaitu jaminan yang diberikan oleh bank dalam rangka pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh nasabah untuk kepentingan pihak pemberi kerja.13

Dalam hal nasabah tidak menjalankan sesuai dengan akad yang diperjanjikan, misalnya kualitasnya tidak sesuai, jangka waktunua juga tidak sesuai jadwal, dan lain-lain, maka bank akan mengganti kerugian pihak pemberi kerja. Untuk keamanan bank syariah, maka bank syariah meminta jaminan kepada nasabah dalam bentuk cash collateral yaitu berupa rekening giro wadiah atau tabungan wadiah yang di blokir, dan deposito mudharabah. Pada saat nasabah wanprestasi, maka bank akan mengganti kerugian yang diderita oleh pemberi kerja, dan bank akan memperoleh pengembalian dari rekening nasabah yang diblokir oleh bank.14

12 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik.,Hal.125

13 Ibid,... Hal. 125

(11)

5. Kebolehan dan Batas Tanggung Jawab Penanggung (Kafil)

Hukum Kafalah (menanggung seseorang) adalah boleh apabila orang yang ditanggung memiliki tanggung jawab atas hak Adami (menyangkut hak manusia).Misalnya menanggung orang yang mendapat hukuman Qishas. Hukuman itu merupakan tanggung jawab yang hampir sama dengan tanggung jawab atas harta benda. Maksud menanggung disini adalah, menanggung orangnya agar tidak melarikan diri menghindari hukuman, bukan menanggung hukuman atas orang itu.15

Menanggung orang yang dihukum, akibat dosa terhadap hak Allah SWT yaitu hudud tidaklah sah.Hudud adalah sanksi terhadap suatu kemaksiyatan yang telah ditetapkan kadarnya oleh syara’ guna mencegah kemaksiyatan yang serupa.Misalnya, dihukum karena berzina, homoseksual, menuduh berzina, meminum khamar, murtad, pembegal, dan mencuri.Bahkan kita diperintahkan untuk menghalangi perbuatan-perbuatan tersebut serta memberantasnya sekuat tenaga. Nabi Saw., bersabda :“Tidak ada kafalah dalam had” (HR. Al-Baihaqi)

Jika orang yang ditanggung (yang akan dihukum) meninggal dunia, orang yang menanggung tidak dikenai hukuman hudud , seperti apa yang sedianya akan dijatuhkan kepada orang yang ditanggung. Ia tidak harus menggantikannya sebagaimana kalau menanggung harta benda.16

15 Ibid,... Hal. 204

(12)

DAFTAR PUSTAKA

(13)

Imam Mustafa, 2015, Fiqh Mu'amalah Kontemporer, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara

Ismail, 2011, Perbankkan Syariah, Jakarta: PT Fajar Interpratama Offset

Khaerul Umam, 2013, Manajemen Perbankkan Syariah, Bandung: Pustaka Setia Syafi'i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani

Referensi

Dokumen terkait

Kontra bank garansi adalah jaminan yang diberikan penjamin (pihak asuransi yang sudah bekerjasama dengan Bank Jatim) secara penuh 100% kepada pihak penerima

Sedangkan menurut pengakuan yang bernama Angga (konsumen) tanggung jawab yang diberikan oleh ASEAN CELL berupa jaminan produk (garansi) ditinjau dari substansi

3) Makful „anhu , disyaratkan mempunyai kemampuan untuk menyerahkan objek yang dijamin dan pihak yang dijamin harus diketahui oleh pihak penjamin. Menurut kalangan

Jaminan pelaksanaan harus berupa garansi bank (bank guarantee) yang diterbitkan oleh bank umum nasional (tidak termasuk Bank Perkreditan Rakyat/BPR). Syarat jaminan

Fungsi bank garansi adalah sebagai pelaksanaan adalah merupakan salah satu jasa yang diberikan oleh bank, dimana bank memberikan jaminan kepada penerima jaminan, jika pihak

Jaminan adalah tanggungan yang diberikan oleh debitur atau pihak ketiga kepada kreditur (Bank), karena kreditur mempunyai kepentingan bahwa debitur harus memenuhi

Syarat al-marhun (barang yang dijadikan jaminan), adalah: (1) barang jaminan itu boleh dijual dan nilainya seimbang dengan utang; (2) barang jaminan itu bernilai dan

Dari hal-hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa Bank Garansi bertujuan memberikan kepada kreditur atau penerima jaminan untuk menjamin kewajiban (prestasi) pihak