• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Kekerasan dalam dunia pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Kekerasan dalam dunia pendidikan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

“KEKERASAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN INDONESIA”

Disusun oleh :

Nurlia Tuharea (13010310009)

Program Studi Pendidikan Teknologi Informatika dan Komputer Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Penddidikan Surya (STKIP Surya)

Tangerang 2015

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi bangsa yang besar dan maju tentu merupakan cita-cita besar yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Pendidikan adalah salah satu tonggak yang menentukan berhasil atau tidaknya cita-cita tersebut. Dari pendidikan diharapkan dapat mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas yang dapat memajukan bangsanya. Namun seperti yang lainnya, Pendidikan juga tidak terlepas dari unsur permasalahan-permasalahannya.

(3)

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apa latar belakang penyebab terjadinya kekerasan dalam dunia pendidikan di Indonesia?

2. Bagaimana bentuk-bentuk tindakan kekerasan yang dilakukan dalam dunia pendidikan Indonesia?

3. Apa dampak dari tindak kekerasan yang dilakukan dalma dunia pendidikan Indonesia? 4. Bagaimana cara mengatasi tindak kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan di

Indonesia?

C. Landasan Teori

(4)

BAB II

KEKERASAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN INDONESIA

“Kekerasan (violance)”, kata yang tentunya sudah tak asing di telinga kita. Dewasa ini, kekerasan sering kali digunakan dalam menyelesaikan suatu konlik atau permasalahan kehidupan sehari-hari . Kekerasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak menyenangkan atau merugikan orang lain yang dilakukan oleh individu maupun kelompok yang didalamnya terdapat komponen kekuasaan, tekanan, dan paksaan. Kekerasan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja dengan berbagai pemicu dan tujuan yang melatarbelakangi tindakan tersebut. Kekerasan tidak hanya berbentuk eksploitasi isik semata, tetapi justru kekerasan psikislah yang perlu diwaspadai karena akan menimbulkan efek traumatis yang cukup lama bagi si korban.

Fenomena Kasus kekerasan yang belakangan ini marak terjadi, memang cuku menghebohkan. Bagaimana tidak, dari sekian kasus kekerasan tersebut, sangat banyak terjadi di dunia pendidikan. Tindakan asusila yang dilakukan para aktor dunia pendidikan tersebut benar-benar sangat menyedihkan. Mulai dari kasus tindak kekerasan isik yang dilakukan oleh sesama peserta didik atau yang disebut bullying maupun para guru terhadap peserta didiknya, hingga kasus menyedihkan yakni pelecehan seksual yang dilakukan guru terhadap siswanya.

Beberapa kasus nyata tindak kekerasan yang terus mewarnai dunia pendidikan Indonesia dari dulu hingga sekarang diantaranya : Pada akhir 1997, di salah satu SDN Pati, seorang ibu guru kelas IV menghukum murid-muridnya yang tidak mengerjakan PR dengan menusukkan paku yang dipanaskan ke tangan siswa. Di Surabaya, seorang guru olahraga menghukum lari seorang siswa yang terlambat datang beberapa kali putaran. Tapi karena isiknya lemah, pelajar tersebut tewas. Selanjutnya, dalam periode yang tidak berselang lama, seorang guru SD Lubuk Gaung, Bengkalis, Riau, menghukum muridnya dengan lari keliling lapangan dalam kondisi telanjang bulat. Bulan Maret 2002 yang lalu, terjadi pula seorang pembina pramuka yang bertindak asusila terhadap siswinya saat acara camping. Dan bertita akhir-akhirini mengenai vidoe yang diunggah di salah satu jejarin sosial tentang pembulliyan seorang anak SD di Bukit tinggi, Sumatera barat. Dalam tayangan video amatir yang berdurasi sekitar 1,52 detik itu, terlihat seorang siswa perempuan menjadi korban aksi kekerasan yang dilakukan temannya disebuah ruangan di Musholah.

(5)

sehingga jajanan pelaku jatuh. Walau si korban sudah meminta maaf, pelaku dengan tega memukul korban di beberapa bagian tubuh hingga menyebabkan korban luka dalam dan menghembuskan nafas terakhirnya beberapa hari kemudian. Dan kasus terbaru yang kembali menyita perhatian publik adalah dengan terkuaknya kasus asusila yang dilakukan oleh 5 orang petugas kebersihan pada anak TK Jakarta Internasional School (JIS). Peristiwa sedih yang menimpa anak-anak dibawah umur itu terungkap dari kecurigaan orang tua yang melihat adanya perubahan sikap anaknya, murung, takut ke sekolah dan tidak ceria lagi. Sekarang, kasus asusila tersebut telah dibawa ke jalur hukum dan para tersangka telah difonis 8 tahun penjara.

Sekolah yang diharapkan menjadi tempat yang aman bagi anak untuk menuntut ilmu dan mengembangkan diri, justru kini berubah menjadi tempat yang berbahaya dan tidak aman lagi. Para pendidik yang harusnya mempersiapkan para generasi bangsa, justru malah melakukan hal yang tidak sepantasnya. Para siswa yang seharusnya tertanam rasa kasih sayang antar sesamanya malah bermemorfosis menjadi tindakan kriminal.

Adanya beberapa tindak kekerasan dalam lembaga pendidikan yang masih merajalela merupakan indikator bahwa proses atau aktivitas pendidikan kita masih jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Disinilah urgensi humanisasi pendidikan. Humanisasi pendidikan merupakan upaya untuk menyiapkan generasi yang cerdas nalar, cerdas emosional, dan cerdas spiritual, bukan menciptakan manusia yang kerdil, pasif, dan tidak mampu mengatasi persoalan yang dihadapi. (Assegaf, Ringkasan Laporan Hasil Penelitian Tentang Kondisi dan Pemicu Kekerasan dalam Pendidikan : 2002)

Dalam melihat fenomena tindak kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan, beberapa analisis dapat diajukan ;

• Pertama, budaya kekerasan dalam pendidikan muncul akibat adanya pelanggaran yang disertai dengan hukuman, terutama isik. Jadi, ada pihak yang melanggar dan pihak yang memberi sanksi. Bila sanksi melebihi batas atau tidak sesuai dengan kondisi pelanggaran, maka terjadilah apa yang disebut dengan tindak kekerasan.

(6)

manusia dan lingkungan sekitar mereka. Sedangkan di Indonesia, muatan kurikukum yang digunakan hanya mengandalkan kemampuan aspek kognitif dan mengabaikan pendidikan afektif. Padahal, kedua hal itu sangat penting untuk mencetak generasi muda yang cerdas bukan saja dalam ilmu pengetahuan tetapi juga dalam hal sikap dan perilaku yang humanis. Sekolah hanya bertanggungjawab mengajarkan keilmuan dan pengetahuan umum saja. Bimbingan dan konseling yang dibentuk oleh sekolah hanya bertugas menyelesaikan kasus kekerasan yang terjadi, tetapi tidak memberikan aspek preventif kepada seluruh pelaku didik semisal menanamkan nilai-nilai humanisme dalam proses belajar mengajar.

• Ketiga, Kurangnya moral dari para pendidik. Beberapa pendidik memang enderung menggunakan kekerasan terhadap para perta didiknya. Ketidak mampuan pendidik dalam mengelola emosi adalah salah satu penyebabnya

• Keempat, kekerasan dalam pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dan tayangan media massa yang memang belakangan ini kian vulgar dalam menampilkan aksi-aksi kekerasan.

• Kelima, kekerasan bisa merupakan releksi dari perkembangan kehidupan masyarakat yang mengalami pergeseran cepat, sehingga meniscayakan timbulnya sikap instant solution maupun jalan pintas.

• Yang terakhir, kurangnya perhatian pemerintah dalam memperhatikan sistem pendidikan yang berjalan ditiap daerah di Indonesia. Pemerintah seakan menutup mata dan melepas tangan dari hal-hal kecil yang terjadi, salah satunya dengan lambatnya kerja pemerintah dalam menanggapi fenomena-fenoma dalam masalah pendidikan, misaaalnya dalam memberikan sanksi terhadap tindakan kekerasan yang terjadi.

Sekarang nasi telah menjadi bubur, kekerasan yang menimpa dunia pendidikan kita seakan telah mendarah daging. Berbagai macam dampak negatif yang ditimbulkan benar-benar menyerap ke seluruh komponen pendidikan. Pendidikan seakan menjadi sosok yang tak seindah dulu. Para korban yang mengalami tindak kekerasan entah yang dilakukan dari sesama siswa maupun gurunya tentu akan berdampak pada isik maupun psikologis juga sosial mereka.

Dampak isik : mengakibatkan organ-organ tubuh siswa mengalami kerusakan seperti memar, luka-luka, dll.

(7)

serta daya tahan (mental) siswa, menurunnya rasa percaya diri, inferior, stress, depresi dsb. Dalam jangka panjang, dampak ini bisa terlihat dari penurunan prestasi, perubahan perilaku yang menetap.

Dampak sosial : siswa yang mengalami tindakan kekerasan tanpa ada penanggulangan, bisa saja menarik diri dari lingkungan pergaulan, karena takut, merasa terancam dan merasa tidak bahagia berada diantara teman-temannya. Mereka juga jadi pendiam, sulit berkomunikasi baik dengan guru maupun dengan sesama teman. Bisa jadi mereka jadi sulit mempercayai orang lain, dan semakin menutup diri dari pergaulan.

Sehingga untuk mengatasi masalah kekerasan tersebut terus berlanjut, maka diperlukan aksi nyata yang cepat dan tanggap dari pemerintah dan seluruh komponen masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan ini. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi tentunya harus lebih bersikap tegas dalam menanggapi hal ini. Pemerintah harus lebih berusaha untuk melakukan perubahan,mengkonstruksi sistem pendidikan salah satunya. Kemudian, mengenai moral Tenaga pendidik. Negara perlu menyediakan pelatihan dan bimbingan pengajaran yang berperspektif setara kepada para guru dan calon guru sehingga dalam proses belajar mengajar tidak ada superioritas yang muncul, tidak ada lagi “guru yang selalu benar”, dan tidak ada lagi pemanfaatan atas jabatan mereka untuk dengan mudah melakukan kekerasan isik, psikis dan seksual kepada muridnya.

Aturan yang mengikat mengenai para guru pun harus diperketat, Pemerintah harus terus mengawasi jalannya pendidikan dengan terus mengontrol jalannya sistem pendidikan. Kemudian, harus ada jaminan keamanan yang pasti dalam setiap proses pembelajaran yang terjadi baik di institusi pendidikan formal maupun nonformal. Kemudian, Sanksi yang tegas mulai dari penurunan nilai akreditasi, pencopotan pimpinan sekolah, hingga pencabutan izin operasional lembaga pendidikan bila tetap membiarkan terjadinya perilaku kekerasan dan tindak amoral di sekolah.

Sosialisasi Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak kepada siswa, orangtua, guru, kepala sekolah, dan birokrat pendidikan agar semua pihak tahu bagaimana melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan terutama dalam dunia pendidikan juga merupakan langkah dari penyelesaian masalah kekerasan ini.

(8)

Lembaga Pendidikan yang menjadi tonggak utama juga harus bisa mendidik sikap anak, bukan hanya kecerdasan intelektualnya saja melainkan mampu menanamkan nilai-nilai moral, kedisiplinan, sopan santun, dan ketertiban sesuai dengan peraturan atau tata tertib yang berlaku di sekolah masing-masing.

Dengan demikian, diharapkan siswa tumbuh menjadi peribadi yang sigap, mandiri, dan disiplin. ketegasan sekolah dalam menerapkan peraturan dan sanksi kepada segenap warga sekolah, termasuk di dalamnya guru, karyawan, dan siswa itu sendiri. Sehingga dengan penegakan displin di semua unsur, tidak terdengar lagi seorang guru menghukum siswanya dengan marah-marah atau menampa dan diharapkan tidak ada lagi siswa yang melakukan tindakan kekerasan terhadap temannya. Sebab, kalau terbukti melanggar, berarti siap menerima sanksi.

Untuk siswa yang mengalami kekerasan segera sharing pada orangtua atau guru atau orang yang dapat dipercaya mengenai kekerasan yang dialaminya sehingga siswa tersebut segera mendapatkan pertolongan untuk pemulihan kondisi isik dan psikisnya.

(9)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Referensi

Dokumen terkait

- Apakah Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2015 – 2016 sudah efisien dalam bentuk lemah dengan membandingkan saham yang likuid dengan. saham yang tidak

Dengan ini saya menyatakan bahwa isi sebagian maupun keseluruhan Tugas Akhir saya dengan judul “ Rancang Bangun Sistem Pembayaran untuk Parkir Di Tepi Jalan Menggunakan RFID

Pelaksanaan Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) di Unhas yang dilakukan adalah melalui sosialisasi, pelatihan kewirausahaan dengan narasumber akademisi dan praktisi

 Disajikan gambar berkaitan dengan energi potensial dan energi kinetik, peserta didik dapat menentukan salah satu variabel dalam persamaan Ep = mgh atau Ek

Nahdlatul Ulama (NU) dalam hasil keputusan hukum fiqh yang ditetapkan melalui Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) yang termaktub dalam kompilasi Buku

Seorang wanita 28 tahun G3P2A0 hamil 42 minggu mengeluh keluar cairan dari jalan lahir 12 jam yang lalu, pasien tidak mengeluh keluar lendir darah ataupun nyeri perut yang

1). Sikap kerja tidak berpengaruh signifikan ter- hadap partisipasi penganggaran, namun ber- pengaruh positif dan signifikan secara lang- sung terhadap kinerja manajerial aparat

dengan melakukan Reengineering diharapkan kedepannya efisiensi biaya dan waktu dapat lebih eifisien. Hal ini sangat dibutuhkan oleh perusahaan yang bernama PT. Herona