PENILAIAN KINERJA
SUPPLIERKOMPONEN
CASTINGPADA PT
XYZ DENGAN METODE
ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS(AHP)
Farah Devina
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Jl. Meruya Selatan No 1, Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Email: devinafarah@gmail.com
ABSTRAK
Untuk mempertahankan eksistensinya, PT XYZ sebagai salah satu perusahaan manufaktur di Indonesia yang memproduksi sepeda motor X dengan angka penjualan tertinggi setiap tahunnya harus mempertahankan dan meningkatkan kualitasnya. Dalam upayanya tersebut, PT XYZ harus menggunakan material yang juga berkualitas. Untuk dapat mengontrol material yang didapatkan dari supplier nya tersebut, maka perlu dilakukan penilaian kinerja terhadap supplier. Selain itu penilaian kinerja pemasok ini diperlukan karena apabila pemasok tersebut kurang bertanggungjawab dan respon terhadap pemenuhan permintaan tidak baik, maka akan menimbulkan masalah terhadap kelangsungan produksi perusahaan.
Penilaian Kinerja Supplier dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Dengan menggunakan metode ini, dapat dietahui secara mendetail kriteria dan subkriteria apa saja yang akan digunakan dalam penilaian kinerja supplier ini beserta dengan vektor prioritasnya masing-masing. Selanjutnya akan diketahui supplier mana yang mendapatkan peringkat terbaik serta terendah berdasarkan dari kriteria dan subkriteria yang telah ditentukan.
Kata Kunci: AHP, Supplier, Kriteria
ABSTRACT
To maintain the existence , PT XYZ as one of Indonesia’s manufacturing company that produce X motorcycles with the highest sales every year have to maintain and improve their quality. In effort to maintain their quality, PT XYZ have to use materials that also qualified. To be able to control material that obtained from their suppliers, then it is necessary to evaluate the performance of suppliers. Evaluation performance suppliers is necessary because if the suppliers less responsible and respon to order fulfillment is not good, then it will cause problem to the company’s production continuity.
Evaluation Performance Supplier can be done with several methods, one of those is AHP. By using this method, it can be known in detail what are criteria and subcriteria that will be used in evaluation performance supplier along with their own priority vector. Then it will be known which suppliers who get the best and the lowest ranking based on criteria and subcriteria that has been determined before.
I. PENDAHULUAN
Supply Chain Management (SCM) merupakan hubungan aktivitas-aktivitas yang lengkap dimulai dari pengadaan barang dan jasa oleh pemasok (supplier), mengubah bahan baku menjadi barang dalam proses dan barang jadi, hingga ke distribusi kepada konsumen. Supply Chain Management (SCM) memiliki kegiatan utama yaitu, merancang produk baru, merencanakan produksi dan persediaan, melakukan produksi, kegiatan pengiriman dan juga pengadaan bahan baku.
Salah satu aktifitas dalam SCM adalah proses Pengadaan (Procurement). Dalam
procurement, supplier merupakan salah satu bagian yang sangat penting karena berpengaruh terhadap kelangsungan hidup suatu pabrik.
Pabrik sebagai sistem yang menjalankan produksi pastilah membutuhkan bahan baku (raw material) yang didatangkan dari supplier melalui proses pengadaan tersebut. Apabila supplier kurang bertanggungjawab dan respon terhadap pemenuhan permintaan tidak baik, maka akan menimbulkan masalah terhadap kelangsungan produksi.
PT XYZ merupakan salah satu perusahaan manufaktur di Indonesia yang memproduksi sepeda motor X dengan angka penjualan tertinggi setiap tahunnya. Namun pada saat ini, persaingan dalam dunia industri, terutama industri manufaktur sepeda motor semakin kompetitif dan ketat. Untuk dapat bersaing dalam menarik minat pelanggan maupun calon pelanggan sangatlah diperlukan agar perusahaan dapat tetap menjaga konsistensinya dengan pencapaiannya ditengah ancaman krisis global yang sedang terjadi terhadap perusahaan sejenis. Salah satu cara untuk tetap konsisten dalam mempertahankan dan meningkatkan kualitas tersebut, tentu dengan menggunakan bahan baku (raw material) yang juga berkualitas baik. Dalam hal ini, PT XYZ harus selalu mengontrol setiap supplier yang memasok material ke PT XYZ karena akan sangat berpengaruh terhadap kelancaran produksi pabrik tersebut.
Sistem penilaian kinerja supplier yang dilakukan di PT XYZ adalah suatu sistem keseluruhan, dimana setiap supplier di seluruh Plant dilakukan penilaian untuk kemudian dievaluasi. Jika penilaian kinerja supplier dilakukan secara parsial atau per Plant, maka akan mendapatkan hasil yang berbeda. Dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), akan membantu PT XYZ untuk mengetahui hasil dari penilaian kinerja
supplier apabila penilaian tersebut dilakukan pada masing-masing Plantnya. Tujuan dari penilaian kinerja supplier ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui prioritas kriteria dan subkriteria dari penilaian kinerja pemasok dengan menggunakan metode AHP.
2. Mengetahui peringkat penilaian kinerja dari pemasok atau supplier dengan kompetensi casting di PT XYZ Plant 2 dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Supply Chain Management
2.2 Pengadaan (Procurement)
Pengadaan atau procurement adalah kegiatan untuk mendapatkan barang atau jasa secara transparan, efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya. (Christopher & Schooner, 2007)
Pengadaan adalah perolehan barang atau jasa. Hal ini menguntungkan bahwa barang atau jasa yang tepat dan bahwa mereka yang dibeli dengan biaya terbaik untuk memenuhi kebutuhan pembeli dalam hal kualitas dan kuantitas, waktu dan lokasi. (Weele, 2010)
Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengadaan barang dan jasa atau
procurement adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa yang diperlukan oleh perusahaan dilihat dari kebutuhan dan penggunaannnya, serta dilihat dari kualitas, kuantitas, waktu pengiriman dan harga yang terjangkau
2.3 Pemasok/Supplier
Pemasok atau supplier adalah individu atau perusahaan (baik besar maupun kecil) yang memiliki kemampuan untuk menyediakan material atau kebutuhan individu atau perusahaan yang lain. Setiap perusahaan baik manufaktur ataupun jasa pasti mempunya pemasok untuk memenuhi kebutuhan perusahaannya. Dalam perusahaan manufaktur, pemasok dibutuhkan untuk menmasok atau men-supply material untuk memenuhi kebutuhan produksi.
Terdapat dua jenis pola hubungan yang dibangun perusahaan dengan pemasok yaitu
single sourcing dan multiple sourcing. Pada single sourcing, perusahaan hanya menggunakan pemasok tunggal untuk memasok suatu material tertentu. Sebaliknya, pada
multiple sourcing perusahaan menggunakan lebih dari satu pemasokk utuk memasok satu jenis material tertentu.
2.4 Evaluasi Kinerja Supplier
Evaluasi pemasok merupakan suatu penilaian yang dilakukan untuk menentukan tingkat kemampuan pemasok dalam menyediakan material dengan kualitas tertentu dan juga menghasilkan bukti yang mendukung keputusan untuk menerima produk pemasok tersebut. Alasan utama dalam melakukan evaluasi pemasok adalah karena evaluasi tersebut dapat menggambarkan kinerja pemasok yang telah dicapai. Jika diintegrasikan dengan fungsi operasi lainnya, evaluasi pemasok dapat membawa manfaat yang besar yang mencakup pemantauan biaya kualitas sampai menyelidiki ketepatan pengiriman material.
Pemasok yang ada saat ini dapat dievaluasi baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif. Evaluasi secara kuantitatif meliputi penilaian terhadap data record supplier yang dimiliki oeh divisi Procurement. Sedangkan evaluasi secara kualitatif dilakukan dengan cara menilai performa pemasok berdasarkan kriteria-kriteria yang diinginkan perusahaan. 2.5 Kriteria Evaluasi Supplier
Pengukuran kinerja pemasok merupakan hal yang sangat penting dalam aktiitas rantai pasok. Pentingya hal ini mendapat perhatian dari banyak peneliti terdahulu. Penilaian pemasok membutuhkan berbagai kriteria yang dapat menggambarkan performansi pemasok secara keseluruhan.
Tabel 1. Penelitian Sebelumnya Mengenai Penilaian Kinerja Pemasok
Peneliti (Tahun) Area Penelitian Metode Kriteria Mauidzoh dan
Zabidi (2007)
Perancangan sistem evaluasi dan seleksi supplier pada perusahaan manufaktur yang bergerak dalam industri pakaian jadi
Analytic Hierarchy Process (AHP)
Quality, cost, delivery, flexibility, dan responsiveness
Wirdianto dan Unbersa (2008)
Penilaian pemasok suku cadang Analytic Hierarchy Process (AHP)
Pemilihan supplier pada industri manufaktur baja di Malaysia
Analytic Hierarchy kemampuan teknis, fasilitas dan kapasitas, sejarah kinerja, garansi, kinerja lingkungan.
Iriani (2009) Perancangan sistem penilaian dan seleksi supplier pada perusahaan yang memproduksi turbin (CV
Quality, cost, delivery, flexibility, dan responsiveness
Paramita et al. (2011)
Penilaian Kinera Supplier pada perusahaan yang mengekspor teh dalam kemasan (PT Sinar Sosro price, sistem komunikasi, manufacture.
Abrol et al. Pengembangan Model Seleksi dan Evaluasi pemasok pada pabrik kertas
Analytic Hierarchy Process (AHP)
Kualitas, pengiriman, pelayanan dan manajemen organisasi, dan biaya.
Yoserizal dan Singgih (2010)
Evaluasi kinerja supplier kertas Delphi, Dematel, dan Analytic Network Process (ANP)
Ketepatan kualitas, ketepatan waktu kirim, ketepatan jumlah pengiriman, ketepatan packaging, keringanan waktu pembayaran, sistem
komunikasi, prosedur complain, responsiveness, garansi dan layanan pengaduan, informasi teknis, harga kertas, diskon berjenjang, green product, dan green process.
Asamoah et al. (2012)
Evaluasi dan seleksi pemasok pada perusahaan farmasi di Ghana
Analytic Hierarchy Process (AHP)
Kualitas, biaya, kehandalan, regulator complience, resiko, posisi keuangan, dan profil supplier.
Limansantoso (2013)
Pemilihan supplier untuk perusahaan yang bergerak dalam industri minuman dalam kemasan (PT Buana Tirta Utama)
Analytic Hierarchy Process (AHP)
Pengiriman (delivery reliability), kualitas (quality specifications), biaya, fleksibilitas (capability).
Kurniawati et al. (2013)
Pemilihan pemasok pada perusahaan yang bergerak dibidang kerjainan (PT Lunar Cipta Kreasi)
Analytical Network Process (ANP)
Biaya, kualitas, ketepatan, service, hubungan pemasok.
Pitchipoo et al. (2013)
Pengembangan model pemilihan pemasok pada industri proses kimia, sistem pendukung keputusan untuk pemilihan pemasok keuangan (payment terms).
Sumber: Akbar, Henmaidi & Amrina
2.6 Analytical Hierarchy Process (AHP)
multikriteria (Multi Criteria Decision Making atau MCDM). AHP menyediakan kemampuan untuk menggabungkan faktor kuantitatif dan kualitatif dalam pengambilan keputusan bagi individu maupun group. AHP ditampilkan dalam bentuk model hirarki yang terdiri atas tujuan atau goal, kriteria, mungkin beberapa level subkriteria, dan alternatif untuk tiap keputusan. AHP didasarkan pada tiga prinsip, yaitu dekomposisi, penilaian perbandingan, dan proses komposisi hirarkis.
Langkah-langkah dalam penggunaan metode AHP menurut Saaty (1988) adalah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan persoalan dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat hirarki, masalah disusun dalam suatu hiraki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada level yang paling bawah.
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatih atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria setingkat.
4. Menentukan prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat hirarki. 5. Melakukan langkah-langkah diatas untuk setiap level
6. Menggunakan komposisi hirarki untuk membobotkan vektor-vektor prioritas dengan bobot-bobot kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas yang sudah diberi bobot tadi dengan nilai prioritas dari level bawah berikut dan seterusnya. Hasilnya adalah vektor prioritas menyeluruh untuk level hirarki paling bawah.
7. Mencari konsistensi untuk seluruh hirarki dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini kemudian dibagi dengan pernyataan sejenis menggunakan indeks konsistensi acak (random) yang sesuai dengan dimensi tiap matriks. Rasio konsistensi hirarki tersebut tidak boleh lebih dari 10% jika tidak maka proses harus diperbaiki.
2.6.1 Hirarki
Hirarki merupakan salah satu cara yang efisien dalam menyelesaikan sistem yang kompleks yang berupa struktur linier dari atas ke bawah. Efisien karena permasalahan akan lebih terstruktur, terorganisir, dan fungsional dalam pengontrolah dan penurunan informasi kedalam sistem. Hal ini dimulai dengan tujuan memberikan pengaruh yang besar dan sangat penting. Tujuan dijabarkan dengan penentuan elemen kriteria, dan mungkin subkriteria yang dipengaruhi atau dikontrol oleh elemen yang berada pada level diatasnya, dan bobot suatu elemen dibagi untuk elemen-elemen yang berada pada level dibawahnya.
2.6.2 Kriteria
Kriteria merupakan tujuan yang akan dicapai dan dijadikan sebagai standar urutan dalam menilai alternatif yang akan dipilih. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan dan evaluasi harus mencerminkan strategi kegiatan persediaan dari item yang akan dipasok.
Salah satu cara penentuan kriteria dan subkriteria adalah dengan memberikan penilaian alternatif terhadap alternatif kriteria yang ditawarkan sebagai kriteria dan subkriteria berdasarkan skala likert. Skala likert dipilih untuk menilai tingkat kepentingan masing-masing alternatif.
5 = Sangat penting 4 = Penting
3 = Sedang
2 = Kurang Penting 1 = Tidak Penting
Hasil penilaian alternatif akan diurutkan mulai dari alternatif dengan perolehan nilai tertinggi hingga nilai terendah. Sejumlah alternatif dengan perolehan nilai tertinggi akan ditetapkan sebagai kriteria dan subkriteria. Kriteria terpilih kemudian akan diperbandingkan dengan kriteria lain yang emiliki level hirarki yang sama.
2.6.3 Perhitungan Matematis Pada AHP
Perhitungan matematis yang digunakan dalam AHP, adalah: Perbandingan berpasangan
Sintesis
Rasio konsistensi
a. Perbandingan berpasangan
Setelah permasalahan multikriteria dimodelkan dalam hierarki sudah ditetapkan, maka tahap pertama yang dilakukan adalah tahapan perbandingan berpasangan (pairwise
comparison) untuk menentukan bobot kriteria. Tahap perbandingan berpasangan ini akan digunakan pada saat mencari atau menghitung bobot kriteria dan bobot alternatif untuk setiap kriteria penilaian. Untuk penilaian dalam perbandingan berpasangan menggunakan Skala Perbandingan 1-9 yang didasarkan pada riset psikologis Thomas L. Saaty yang menyelidiki kemampuan individu membandingkan perpasangan beberapa elemen yang dibandingkan seperti yang terlihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Skala Nilai Perbandingan Berpasangan
Intesitas Kepentingan
Definisi Penjelasan
1 Kedua Elemen sama penting Kedua elemen mempunyai pengaruh
yang sama terhadap tujuan
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting
dari pada elemen lain yang
dibandingkan dengannya
Penilaian sedikit lebih memihak elemen
yang satu daripada elemen lain yang
dibandingkan dengannya
5
Elemen yang satu lebih penting
daripada elemen lain yang
dibandingkan dengannya
Elemen yang satu sangat penting daripada
elemen lain yang dibandingkan
dengannya dan dominasinya tampak
Tabel 4. Skala Nilai Perbandingan Berpasangan
Intesitas Kepentingan
Definisi Penjelasan
7
Elemen yang satu jelas sangat penting
daripada elemen lain yang
dibandingkan dengannya
Elemen yang satu sangat penting daripada elemen
lain yang dibandingkan dengannya dan dominasinya
tampak nyata dalam praktek
9
Elemen yang satu mutlak sangat
penting daripada elemen lain yang
dibandingkan dengannya
Bukti bahwa elemen yang satu sangat penting
daripada elemen lain yang dibandingkan dengannya
memiliki tingkat penegasan tertinggi dan sangat jelas
2,4,6,8 Nilai tengah diantara dua pertimbangan
yang berdekatan
Nilai ini diberikan jika terdapat keraguan diatntara
dua penilaian yang berdekatan (kompromi)
Sumber: Saaty 1990.
Perhitungan matematis AHP adalah menggunakan matriks dimana perhitungan berpasangan dimulai dari hirarki. Dibawah elemen A terdapat elemen B1, B2,....Bn sebagai
sub dari elemen A. Dengan demikian matriks A berukuran n x n dapat dituliskan sebagai berikut:
A = (bij) Dimana i, j = 1,2,3,...,n (1)
Nilai bij merupakan nilai perbandingan antara elemen Bi= terhadap Bj. Bentuk matriksnya
perbandingan berpasangan dapat dilihat pada tabel 5 berikut:
Tabel 5. Matriks Perbandingan Berpasangan
X A1 A2 ... An
A1 1 a12 ... a1n
A2 1/a12 1 ... ...
... ... ... ... ...
An 1/a1n ... ...
Apabila aij = x, maka aij = 1/x untuk aij ≠, dengan demikian matriks A resiprokal. Pada diagonal matriks, nilainya adalah 1 karena membandingkan elemen yang sama. Jika penilaian sempurna dalam perbandingan, maka matriks disebut konsisten.
Cara perhitungan yang paling umum digunakan adalah menggunakan rata-rata penilaian dari semua responden. Dua metode rata-rata yang biasa dipakai yaitu rata-rata hitung dan rata-rata ukur (geometri), metode rata-rata tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemakaian rata-rata hitung
Jika peran setiap responden sama maka rumusnya
� + � + ⋯ �� = �
�
�� � �:
�� = penilaian gabungan (penilaian akhir)
�� = penilaian responden ke-i (dalam skala 1/9 s.d 9), i: 1,2,...,n
n = banyaknya responden
Jika peran setiap responden berbeda maka rumusnya:
� . � + � . � + ⋯ �
�. �
�= �
�Dimana:
�� = penilaian gabungan (penilaian akhir)
�� = penilaian responden ke-i (dalam skala 1/9 sampai 9), i: 1,2,....n
�� = bobot prioritas (pentingnya peran responden ke-i)
2. Pemakaian rata-rata ukur
Rata-rata ukur merupakan metode rata-rata yang paling cocok untuk deret bilangan rasio atau perbandingan seperti skala dalam model Poses Hirarki Analistis. Metode ini juga mampu mengurangi gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu beras atau kecil.
Rumus rata-rata ukur adalah sebagai berikut:
√� . � . � … �
��
= �
�
Dimana:
�� = penilaian gabungan (penilaian akhir)
�� = penilaian responden ke-i (dalam skala 1/9 sampai 9), i: 1,2....n
n = banyaknya responden b. Sintesis
Sintesis dilakukan untuk mengetahui prioritas dalam hirarki. Perhitungan ini melibatkan matriks perbandingan berpasangan yang telah diperoleh sebelumnya. Langkah-langkah sintesis adalah sebagai berikut:
1. Menjumlahkan nilai dalam tiap kolom matriks sehingga diperoleh jumlah nilai masing-masing kolom.
2. Untuk menormalisasi matriks maka dilakukan pembagian tiap nilai dalam kolom matriks dengan jumlah nilai kolom masing-masing.
3. Menjumlahkan nilai tiap baris pada matriks yaitu dihasilkan pada langkah 2. Nilai ini kemudian dibagi dengan jumlah elemen dalam tiap baris. Nilai yang dihasilkan berupa vektor prioritas yang menunjukkan niai prioritas yang menunjukkan nilai prioritas menyeluruh untuk setiap elemen.
c. Rasio konsistensi
Konsistensi sangat penting dalam pengambilan keputusan dan besar kecilnya konsistensi dapat diketahui melalui nilai resiko konsistensi. Nilai ini menunjukkan seberapa besar penilai tidak konsistensi dalam melakukan penilaian perbandingan berpasangan. Semakin kecil nilai rasio konsistensi maka akan semakin baik keputusan yang akan diambil walaupun konsistensi sempurna sukar dicapai. Jika nilai rasio konsistensi < 0,1 atau 10% maka pengambilan keputusan sudah dinilai baik, sebaliknya jika nilai rasio konsistensi > 0,1 atau 10% maka pengambilan keputusan memerlukan perbaikan. Langkah-langkah untuk menghitung konsistensi:
1. Menghitung λmaks dengan cara:
a. Mengalikan prioritas menyeluruh tiap elemen dengan nilai aij dalam matriks perbandingan berpasangan.
b. Menjumlahkan semua nilai pada setiap baris
c. Membagi jumlah setiap elemen dengan prioritas menyeluruh tiap elemen. d. Menjumlahkan hasil pembagian tersebut kemudian dirata-ratakn. Nilai rata-rata
ini adalah nilai λmaks.
2. Menghitung Indeks Konsistensi (CI) dengan cara: CI = � ��� − / − 1 Dimana:
CI = Indeks Konsistensi
� ��� = Nilai eigen value
n = Jumlah aktifitas/elemen yang diperbandingkan dalam matriks 3. Menghitung Rasio Konsistensi (CR) dengan cara:
CR = CI/RI Dimana:
CI = Indeks Konsistensi
RI = Nilai Indeks Acak/Random
Nilai RCI tergantung dari orde matriks (OM). Besarnya RCI dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 6. Nilai Indeks Acak/Random Index (RI)
OM 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56 1.57 1.59
III. METODE PENELITIAN
Pengumpulan data dilakukan dengan tahapan berikut:
a. Persiapan, dilakukan dengan mengidentifikasi persoalan yang ingin diketahui oleh penulis, kemudian menentukan tujuan yang akan dicapai oleh penulis.
b. Studi pustaka, yaitu dengan mempelajari dan memahami masalah evaluasi dan penilaian kinerja supplier.
c. Survey lapangan, survey lapangan dilaksanakan untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya dari perusahaan pada saat ini.
d. Pengolahan dan analisa data, data yang terkumpul kemudian dianalisa dengan menggunakan metode AHP.
e. Kesimpulan dan saran, Setelah dilakukan analisa terhadap data yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti
Adapun diagram alur penelitian seperti terdapat pada gambar 2 berikut:
Kesimpulan & Saran
Selesai Identifikasi Data
Profil Perusahaan
Sistem evaluasi kinerja pemasok yang digunakan Data tambahan terkait
Data yang didapat diolah berdasarkan metode di perusahaan Pengumpulan Data
Pengolahan Data Evaluasi Kinerja
Pemasok
Profil Perusahaan Kondisi Perusahaan Studi Kepustakaan Observasi Lapangan
Tujuan Penelitian Identifikasi
Mulai
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hirarki Keputusan
Berdasarkan hasil dari kuesioner pertama yang diambil dari 5 responden dari divisi
procurement, quality, dan warehouse, maka didapatkan 5 kriteria utama yaitu kualitas, pengiriman, pelayanan/service, kemampuan teknis, dan relationship. Masing-masing kriteria mempunyai subkriteria yang berbeda sehingga didapatkan bentuk hirarki keputusan enilaian kinerja pemasok/supplier pada gambar 3 berikut ini:
Gambar 3. Hirarki Keputusan 4.2 Penetapan Bobot Kriteria Utama dan Subkriteria
Penetapan bobot untuk masing-masing kriteria dan subkriteria penilaian kinerja supplier adalah dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Dari hasil AHP diperoleh bobot global untuk tiap kriteria dan subkriteria, seperti tertuang dalam tabel 7 dan tabel 8 berikut:
Tabel 7. Bobot Prioritas dari Kriteria Utama
Kriteria Kualitas Pengiriman Pelayanan Kemampuan Teknis
Relationship Jumlah Priority Vector Kualitas 0.27 0.27 0.28 0.29 0.24 1.35 0.271
Pengiriman 0.27 0.27 0.28 0.27 0.24 1.34 0.268
Pelayanan 0.17 0.18 0.18 0.19 0.20 0.93 0.186
Kemampuan Teknis
0.15 0.16 0.15 0.16 0.20 0.82 0.164
Tabel 8. Bobot Global dari Subkriteria
4.3 Penentuan Peringkat Supplier
Setelah mendapatkan bobot global dari masing-masing kriteria utama beserta dengan subkriterianya, selanjutnya adalah menentukan bobot global dari masing-masing pemasok/supplier dalam hal ini adalah pemasok komponen casting yang terdiri dari tiga pemasok, yaitu Pemasok A, Pemasok B, dan Pemasok C. Bobot global didapatkan dengan cara mengkalikan bobot parsial pada level tersebut dengan bobot global level diatasnya. Hasil dari perhitungan bobot global pada setiap pemasoknya dapat dilihat pada tabel 9 dan 10 berikut ini:
Tabel 9. Bobot Global Pemasok Pada Setiap Subkriteria Level 0
(Tujuan)
Level 1 (Kriteria)
Level 2
(Subkriteria) Bobot Alternatif / Pemasok Bobot
Tabel 10. Bobot Global Pemasok Pada Setiap Subkriteria (Lanjutan)
(Subkriteria) Bobot Alternatif / Pemasok Bobot
Penilaian
Setelah global priority didapatkan, berdasarkan tahapan-tahapan perhitungan metode AHP yang sudah dijabarkan sebelumnya maka berikut ini adalah hasil perhitungan bobot keseluruhan masing-masing pemasok yaitu dengan menjumlahkan semua bobot keseluruhan (global priority) pada masing-masing pemasok. Semakin besar bobot yang didapatkan, maka semakin baik performa pemasoknya. Peringkat penilaian kinerja pemasok/supplier dapat dilihat pada tabel 11 berikut:
Tabel 11. Peringkat Penilaian Kinerja Pemasok/Supplier
Pemasok Bobot Peringkat
Supplier A 0.273 3
Supplier B 0.391 1
Supplier C 0.337 2
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa supplier yang mempunyai bobot keseluruhan terbesar adalah supplier B yaitu sebesar 0,391. Dengan demikian Supplier B berada di peringkat pertama. Kemudian Supplier C berada pada urutan selanjutnya dengan bobot keseluruhan sebesar 0,391. Sedangkan Supplier A menduduki peringkat terakhir dengan bobot keseluruhan terkecil sebesar 0,273.
4.4 Rasio Konsistensi
Tabel 12. Hasil Perhitungan Rasio Konsistensi Uji Konsistensi, CR < 0,1
Kriteria Utama 0.00731 KONSISTEN Subkriteria Kualitas 0.0001599 KONSISTEN Subkriteria Pengiriman 0.0012124 KONSISTEN Subkriteria Pelayanan 0.004956 KONSISTEN Subkriteria Kemampuan Teknis 0 KONSISTEN Antar Alternatif Terhadap Subkriteria Q1 0 KONSISTEN Antar Alternatif Terhadap Subkriteria Q2 0 KONSISTEN Antar Alternatif Terhadap Subkriteria Q3 0.0031903 KONSISTEN Antar Alternatif Terhadap Subkriteria Q4 0 KONSISTEN Antar Alternatif Terhadap Subkriteria D1 0 KONSISTEN Antar Alternatif Terhadap Subkriteria D2 0.0028169 KONSISTEN Antar Alternatif Terhadap Subkriteria D3 0 KONSISTEN Antar Alternatif Terhadap Subkriteria D4 0 KONSISTEN Antar Alternatif Terhadap Subkriteria S1 0.052416 KONSISTEN Antar Alternatif Terhadap Subkriteria S2 0.049229 KONSISTEN Antar Alternatif Terhadap Subkriteria S3 0 KONSISTEN Antar Alternatif Terhadap Subkriteria T1 0 KONSISTEN Antar Alternatif Terhadap Subkriteria T2 0.0329439 KONSISTEN Antar Alternatif Terhadap Subkriteria R 0 KONSISTEN
V. PENUTUP 5.1Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini:
1. Setelah melakukan seluruh tahap penelitian dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), maka bobot dari kriteria evaluasi supplier dengan 5 kriteria utama, yaitu: kriteria kualitas (27,1%), pengiriman (26,8%), pelayanan/service (18,6%), kemampuan teknis (16,4%), dan relationship (11,1%). Prioritas global (global priority) dari masing-masing subkriteria adalah sebagai berikut: subkriteria penyebab stop produksi karena kualitas (7,4%), claim market (6,7%), reject delivery (6,8%), agreement sheet (6,2%), penyebab stop produksi karena pengiriman (7,3%), ketepatan waktu pengiriman (7,3%), ketepatan kuantitas pengiriman (7,4%), kelengkapan laporan pengiriman (4,8%), cara dan syarat pemesanan atau klaim yang diberikan mudah (4,2%), kemudahan menghubungi pemasok (7,1%), pelayanan perbaikan yang diberikan (7,3%), kemampuan menganalisa masalah yang terjadi (9,1%), kemampuan buffer stock (7,3%), dan hubungan jangka panjan dengan perusahaan baik (11,1%).
2. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode AHP, maka dapat diketahui peringkat dari penilaian kinerja pemasok casting di PT XYZ Plant 2. Supplier dengan kompetensi Casting yang mempunyai jumlah bobot nilai tertinggi dengan urutan dimulai dari yang terbaik yaitu Supplier B (39%), P Supplier C (33,7%) dan Supplier
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu kriteria penilaian kinerja supplier yang dibuat ini adalah sebagai berikut:
1. Kriteria penilaian kinerja supplier bidang manufaktur barang. Jika ada supplier yang mempunyai bidang lain seperti jasa, maka perlu dilakukan diskusi untuk mendapatan kriteria-kriteria penilaian yang sesuai dengan kebijakan perusahaan.
2. Pada PT XYZ, ada baiknya melakukan penilaian kinerja supplier secara per Plant
bukan all Plant agar penilaian tersebut lebih objektif dan tidak merugikan supplier. Hal tersebut dikarenakan ada banyak perbedaan-perbedaan yang dapat terjadi pada setiap Plant nya (misal: jarak, situasi jalan, dsb).
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, P. G., Henmaidi, & Amrina, E. 2015. Usulan Indikator Evaluasi Pemasok Dalam Penetapan Bidder List: Studi Kasus Pengadaan Jasa PT. Semen Padang. Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 14 No. 1, 39-54.
Aminata, R. N., Muhaimin, A. W., & Priminingtyas, D. N. 2015. Analisis Kinerja Pemasok Bahan Baku Pakan Ternak. Habitat, Volume 26, No. 2, 80-88.
Chopra, S., & Meindl, P. (2007). Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation, . New Jersey: Pearson.
Christopher, & Schooner, S. L. 2007. Incrementalism: Eroding the Impediments to a Global Public Procurement Market. Journal of International Law, Vol. 38, 529-576.
Iriani, Y. 2009. Perancangan Sistem Penilaian dan Seleksi Supplier Dengan Menggunakan Metode AHP Dan Traffic Light System. Journal of 5th National Industrial Engineering Conference.
Kuesari, A., Hermansyah, M., & Bashori, H. 2016. Analisis Pemilihan Supplier Menggunakan Pendekatan Metode Analytical Hierarchy Process di PT. XX. Journal Knowledge Industrial Engineering (JKIE), Vol. 03, No. 02, 51-61.
Mauidzoh, U., & Zabidi, Y. 2007. Perancangan Sistem Penilaian dan Seleksi Supplier Menggunakan Multikriteria. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 5 No. 3, 113-122. Paradipta, A., Fahridho, A., Hendarman, D., Sandi, F., & Nasution, J. 2014. Sistem Evaluasi
Kinerja Supplier di PT XYZ. Jurnal Teknik Industri Vol 3 No. 3. Rahardjo, B. 2007. Keuangan dan Akuntansi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saaty, T. L. 1990. Multicriteria Decision Making, The Analytic Hierarchy Process; Planning, Priority Setting, Resource Allocation. Pittsburgh: RWS Publication. Saaty, T. L. 1994. Fundamentals of Decision Making and Priority Theory with The Analytic
Hierarchy Process. Pitssburgh USA: RWS Publication.
Suryoko, Y. 2013. Evaluasi Kinerja Supplier Dengan Mengkombinasikan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) Dan Metode Pembobotan Nilai Yang Digunakan Pada PT. SI. Jurnal Teknik Industri Vol 3 No 3.
Weele, A. J. 2010. Purchasing and Supply Chain Management: Analysis, Strategy, Planning, and Practice 5th Edition. Andover: Cengage Learning EMEA.